DARI MULKI SAMPAI FAHMI!"Mbak," panggil Ifah."Hmmm," sahut Dinda."Mbak tahu siapa laki- laki di luar tadi saat kajian?" tanya Ifah."Siapa? Adiknya Mbak Sifa?" sahut Dinda."Hehehe, mungkin. Mbak kenal tidak dengan anaknya umi Laila yang lelaki itu? Adik Mbak Sifa, sepertinya dia sepantaran dengan Mbak toh? Tak lihat tadi Mbak dekat sekali dengan Mbak Sifa. Apakah Mbak Sifa pernah membahasnya dengan sampean, Mbak?" tanya Ifah."Hmmm, kau kenapa?" selidik Dinda."Heheh, ganteng ya Mbak," ujar Ifah lirih."Heleh- heleh kau suka dengannya?" tanya Dinda. Tanpa menjawab wajah Ifah langsung tersipu malu."Terus Fahmi mau kau taruh, Dek?" sambung Dinda."Ya mana yang cepat, Mbak. Jadi siapa cepat dia dapat!" seloroh Ifah."Ngawur kamu," ujar Dinda."Mbak! Dekatkan Ifah dengannya dong. Mbak kan dekat sekali dengan Mbak Sifa, kakaknya Mas Mulki itu. Kayak se frekuensi dan se bestie lama," pinta Ifah."Lah alah, kau sudah tahu namanya to sebenarnya dari tadi? Kau hanya menjebak ku saja," cer
PERKARA MAKAN NASI BERKAT!"Sek yo, Dek. Tak lihat siapa yang mengirim pesan," pamit Dinda menghargai lawan bicaranya."Wah panjang umur sekali, Dek!" pekik Dinda kegirangan."Kenapa, Mbak? Ada apa memangnya?" tanya Ifah penasaran."ini Mbak Sifa mengirimkan pesan kepada Mbak Dinda," ucap Dinda."Lihat, Mbak! Lihat, pesan apa, Mbak? Bahas Mas Mulki tidak?" tanya Ifah sangat antusias."Sebentar kita buka ya," ujar Dinda sambil membuka Hpnya."Assalamualaikum Mbak Dinda, ini aku Sifa. Tak kirimkan ya doa dan amalan apa saja yang harus dilakukan selama hamil ya, Mbak. Semoga bermanfaat," sambung Dinda membacakan pesan dari Sifa."Masya Allah, Dek! Lihatlah, kok ada ya orang sebaik ini di dunia. Dia itu malaikat, bidadari, atau manusia. Aku ingin sekali anakku bisa seperti Mbak Sifa, kalem, perhatian, lemah lembut," ujar Dinda membelai kandungannya."Bener, Mbak. Kadang aku tuh masih tidak habis pikir loh, Mbak. Apa amalan Umi Laila, bisa melahirkan putra putri yang memiliki bibit unggula
PERIKSA TAK DI TEMANI SUAMI? TAK MASALAH.Dinda melihat suaminya berharap sang suami mengatakan kepada orang tua, bahwa mereka akan pergi ke luar dan mengatakan semuanya. Hasan seakan paham apa yang di inginkan oleh istrinya itu. Dia pun langsung menyanggah ucapan Bu Nafis."Memangnya kalian ini mau ke mana?" tanya Bu Nafis lagi."Halah hanya sekedar jalan- jalan saja, Bu. Kenapa? Apakah itu ada sesuatu yang ingin di beli? Nanti sekalian saja kalau memang ibu ada yang inginkan maka tinggal bilang saja pada Hasan, biar Hasan dan Dinda belikan sekalian," ujar Hasan menawarkan diri."Tidak. Kalian itu enak sekali kok gak mikir apa- apa. Wong Dinda itu lak hamil to harusnya kau hemat," tegur Bu Nafis."Kenapa lagi to, Bu?" tanya Dinda."Harusnya kau itu lebih hemat, kau kan sedang hamil. Jangan banyak bepergian, kalau kena sawan. Bagaimana? Selain itu uang yang harusnya kau foya- foya kan itu lak bisa kau tabung untuk persiapan kehamilan. Jangan pergi- pergi dan jangan jajan sembarangan,
WANITA BUKAN TENTANG HARTA!"Mas, kau tahu tidak? Sebenarnya aku tak perlu harta banyak, tak perlu semua itu. Tidak, Mas," kata Dinda."Benarkah? Lalu? Apa yang wanita butuhkan?" tanya Hasan."Cinta tanpa syarat," jawab Dinda."Hah? Apa maksudnya?" tanya Hasan."Karena perempuan juga tak sempurna, dan mereka merindukan cinta tanpa syarat. Aku tahu bahwa sebagai wanita dan istri tidak sempurna, dan terkadang takut kau akan meninggalkan aku karena kekuranganku, Mas. Aku hanya bisa berharap untuk di cintai tanpa syarat apapun. Tidak peduli bagaimana penampilanku nanti setelah aku melahirkan. Apa pun yang aku miliki sekarang rasanya tak berarti jika suamiku tak mencintaiku setulus hati. Aku membutuhkan seseorang yang akan mencintai dengan tulus mencintaiku," jawab Dinda."Lalu sebagai istri dan wanita tentu saja aku membutuhkan keamanan dalam suatu hubungan. Terkadang aku merasa tidak aman tentang hubungan kita ini, kadang aku berpikir baagaimana jika kau akan tertarik pada orang lain, se
SUAMI TAK MODAL? UNTUNG BPJS ADA."Baju baru lagi, Din?" tanya Bu Nafis sewot."Erammm! Jan kemenyek! Sudahlah baru hamil beberaapa bulan saja baju baru, apa- apa baru. Kau pikir kau itu anak raja?" sindirnya.Nampak sekali wajah Bu Nafis melihat dan memperhatikan Dinda dari atas sampai bawah dengan tatapan menghina dan muka yang nampak tak suka. Dia mencebik dan mendumel sendiri, Dinda sampai heran mengapa mertuanya begitu. Dia menghela nafasnya panjang."Sudah lama lo, Bu. Ini hanya daster biasa kok," ucap Dinda setengah berbohong itu."Halah bohong! Kok sudah lama? Wong aku saja baru aku tahu. Perasaan aku tak pernah melihat kau memakainya," selidik Bu Nafis."Lah kan memang Dinda jarang ke luar rumah, Bu. Jadi ndak pernah di pakai, lagian ini juga baju beli lama, Bu. Baju yang Dinda beli waktu hamil pertama dan memang terkena musibah keguguran dulu," jelas Dinda.Dinda baru menyadari sekarang, bahwa tinggal di rumah mertua memang benar- benar se- drama itu. Bahkan masalah baju p
SECERCAH HARAPANDinda langsung menduga duga apa yang sebenarnya sedang terjadi dan maksud semua ini. Tak mungkin jika tak ada apa- apa namun suaminya mengatakan seperti itu. Dinda menunggu dengan harap- harap cemas karena penasaran.[Tiga hari lagi Ibu ingin mengadakan acara untuk Abah. Acara kiriman, Dek. Ibu ingin acara itu berlangsung secara meriah. Dia ingin semua yang mewah tanpa memandang pengeluaran kita sedang irit dan menabung juga untuk persiapan kelahiranmu. Dia hanya menuntut anak- anaknya yang ada di grup keluarga dengan meminta sumbangan sebesar satu juta per anak.]"Hah? Group keluarga?" gumam Dinda dalam hati sambil melihat group di chat WA nya.Dinda melihat ke grup keluarga Hasan yang memang sengaja di arsipkan dan di bisukan. Namun saat Dinda membuka nya tak ada notif apapun. Bahkan percakapan terakhir adalah mengabarkan bahwa mertua Pak Hendi meninggal dunia. Dinda mengernyitkan keningnya penuh keheranan.Bukankah selama ini dia juga masuk grup keluarga? Namun
BUDGET EXTRA DEMI BUAH CINTA"Gaya hidup yang tidak sehat juga sering dikaitkan dengan terhambatnya pertumbuhan janin. Beberapa kebiasaan tidak sehat saat hamil yang berkaitan dengan kondisi ini adalah merokok, minum minuman beralkohol, dan penyalahgunaan narkoba. Kita harus mencari tahu akar permasalahannya untuk mengatasinya sampai tuntas. Namun, mungkin akan melelahkan baik secara fisik, mental, dan keuangan. Bagaimana Bu?" sambungnya."Iya, Dok. Lakukan yang terbaik, sebagai Ibu saya akan mengikuti semua perintah panjenengan. Demi keslamatan anak ini, apapun," ucap Dinda tegas.Dia tak peduli lagi pada suaminya, saat ini yang terpenting adalah nasib anaknya. Dinda sadar naluri dan insting keibuannya mengatakan agar dia tetap menjaga buah hatinya. Toh masalah uang dia masih memiliki banyak uang tabungan, andaikata pun kurang ada keluarganya sendiri yang selalu mendukungnya tanpa banyak bertanya.Pertumbuhan janin terhambat hanya dapat diketahui melalui pemeriksaan kehamilan oleh
UJIAN RUMAH TANGGA ITU BANYAK MACAMNYA"Wes begini saja, Bu. Untuk minggu ini kan itungannya minggu pertama diet sehat, kita batasi kenikan sebanyak setengah kilo gram perminggu. Itu adalah kenaikan paling banyak yang bisa diperoleh dari satu minggu. Saya akan bantu dengan konsep diet, Ibu yang menjalankan ya. Memang ini sedikit membosankan, sedikit melelahkan. Tapi percayalah ini adalah fase perjuangan dan bukti untuk anak betapa kita mencitainya," bujuk Doker maya berusaha untuk membesarkan hati Dinda.Akhirnya dia pun menganggukkan kepala. Dia sudah memilih untuk kehidupan di kandungannya dan mengontrol ini semua sejauh dia bisa demi kebaikan anaknya. Harusnya Hasan suaminya yang bisa menjadi laki- laki yang menemani melakukan pemeriksaan dan mengambil keputusan. "Membangun bahtera rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Selain komitmen, kedua pasangan juga harus siap menghadapi segala ujian rumah tangga yang akan datang. Pernikahan bukan hanya status, tetapi sebuah fase hidup baru
ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s
HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l
AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.
HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...
ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a
MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah
RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan
IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep
MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."