HINAAN MERTUA? SUDAH BIASA!
"Tungu lo ya, biar Ibu membereskan ini semua dulu! Tapi kalau kita memang pergi, bagaimana Ifah? Jangan sampai Ifah di rumah sendiri, Ibu juga tidak tega meninggalkannya sendiri!" jelas bu Nafis."Din.... DINDA!!!" teriak bu Nafis lagi."Apa sih, Bu? Dinda lo di sini," sahut Dinda."La kamu gak jawab- jawab diajak omong Ibu," tegur bu Nafis kesal."Lah Dinda kira tadi Ibu belum selesai ngomongnya, makanya Dinda diem aja," jawab Dinda."Bantah teros! Sekarang kau ke sini, Din! Ibu akan mengajakmu berdiskusi untuk masalah telon-telon nanti, kau kan Ibu jabang bayi ini," kata bu Nafis.Dinda segera menghampiri ibu mertuanya dari pada Kanjeng Ratu itu akan maah- marah lagi. Dia memilih duduk di ranjang milik bu Nafis. Sambil duduk, mata Dinda memindai ke seluruh ruangan. Dia masih berusaha mencari sesuatu yang mungkin bisa di jadikan barang bukti nanti. Karena jujur saja, Dinda masih menyimpan kecurigaan bahwa peneror itu adaBU NAFIS YANG TAK PERNAH KEHABISAN IDE!"Alah, kau itu tak asik! Tak bisa di ajak hidup mewah! Lahirnya dari keluarga miskin sih, tak mengerti tren dan mode," sanggah bu Nafis tak mau kalah."Baiklah kalau begitu begini saja, bagaimana kalau nanti acara tujuh bulananmu di barengkan saja sama acara ulang tahun Ibu! Nanti Ibu bisa subsidi sedikit-sedikit, Din! Sepertinya itu ide yang bagus toh? Mengingat acara tujuh bulannya juga bertepatan dengan ulang tahun Ibu kok, bulanya sama tinggal menyesuaikan saja," kata bu Nafis."Anakmu tak Papa masih kecil menyesuaikan ulang tahun Ibu saja, dia pasti seneng acaranya bareng dengan ulang tahun neneknya, bagaimana?" tanya bu Nafis.Dinda memutar bola matanya malas. Memang ibu mertuanya itu tak pernah kehabisan ide untuk mengakalinya, bahkan mengakali semua orang. Dinda terus saja mendengar ibu mertuanya mengoceh berbagai hal. Dia hanya menjadi pendengar yang baik saja, tak mau banyak bicara. Setelah puas memindai baju-baju Ibu mertuanya sekaran
MISTERI MULAI TERKUAK "Mbak nomor kemarin sudah berhasil di lacak oleh Mas Arif, Mbak tahu di mana letaknya?" tanya Ifah balik.Dinda menggelengkan kepalannya."Ternyata letaknya tak jauh dari rumah kita, artinya orang itu berada di sekitar sini," jelas Ifah."Astaghfirullahaladzim, ini sangat berbahaya! Siapa ya orangnya?" sahut Dinda penasaran."Iya Mbak Dinda! Ifah sendiri juga tidak bisa memastikan siapa orangnya begitupun Mas arif," sahut Ifah."Lalu bagaimana dengan Mas Arif? Apa tak bisa membantu, Dek?" tanya Dinda penasaran."Kita harus serius segera menyelidikinya, apa kau tak tahu apa yang terjadi tadi? Bahkan orang itu sudah berani meneror masuk ke dalam rumah dengan cara memecahkan jendela kamar Ibu dengan melempari batu yang di bungkus dengan alat-alat seperti sihir atau buhul," jelas Dinda."Astagfirullah! Benarkah Mbak? Mana Mbak? Pengen lihat, Ifah penasaran," ujar Ifah antusias."Sudah di bakar oleh Masmu Hasan tadi, siang bagaimana? Apakah Mas Arif tidak bisa menyel
BUKTI 1Dinda segera masuk ke dalam kamarnya. Dia lupa harus menaruh CCTV ini. Walaupun sebenarnya dia yakin malam ini lelaki itu tak mungkin datang. karena tahu Bu Nafis berpindah ke kamar Ifah. Tapi Dinda setidaknya berusaha. Paling tidak ketika lelaki ini tak datang maka peneror itu akan tertangkap juga."Ya Allah semoga ini bisa mengumpulkan bukti siapa peneror itu sebenarnya," batin Dinda dalam hati.Dinda segera menghubungkan CCTV yang di belinya tadi. Mumpung sekarang Hasan sedang keluar masih di masjid. Tak perlu beberapa waktu lama CCTV itu sudah terpasang dengan HP Dinda tinggal menaruhnya di samping rumah. Tapi itu tak mungkin di lakukannya sekarang."Ah tak rugi aku membelinya hampir satu juta untuk CCTV kecil ini, gambarnya sangat jernih walau di malam hari," gumam Dinda sendiri.Hanya besok kesempatan Dinda memasang CCTV itu. Saat Hasan pergi berangkat kerja baru dia bisa memasangnya. Setelah semua terinstal dengan baik Dinda kembali menemui bu Nafis untuk membantunya me
RAPAT DENGAN IFAH! (BUKTI 2)"Apa Mbak?" sahut Ifah penasaran."Ternyata ini semua benar- benar berkaitan dengan Ibu, Mbak menemukan jawabannya," jelas Dinda.Ifah segera menggeret tangan Dinda sambil celingukan ke kiri dan ke kanan. Memastikan semua aman, lalu membawa Dinda masuk dalam kamarnya. Dinda dan Ifah sekarang duduk berhadapan."Bagaimana, Mbak?" tanya Ifah."Kau tahu tentang tetangga sebelah?" tanya Dinda."Pak Hendi sebelah barat, Pak Agus sebelah timur, yang mana Mbak?" tanya Ifah penasaran. "Pak Hendi," sahut Dinda."Oh iya ifa kenal dan tahu Mbak, memangnya kenapa?" tanya Ifah."Kebetulan dulu Laras itu teman ipah juga, anaknya yang nomor satu! Cuma kami beda SMA tapi dulu satu SMP," jelas Ifah."Bagaimana sikap Laras itu?" tanya Dinda mengintrogasi."Laras itu wataknya pemberani, dia juga lumayan keras sih Mbak, seperti ambisius begitu! Dia juga jago sekali bermain cerdas cermat dan catur! Oh ya satu lagi sih, dia atlet beladiri SH di salah satu perguruan pencak silat
SISI LAIN IFAH"Ya perasaanmu bagaimana?" sahut Dinda."Jelas Ifah akan mendukung," sahut Ifah."Kau serius, Fah?" tanya Dinda."Ya mau bagaimana lagi, Mbak? Mbak Dinda pikir dengan usia Ifah yang sekarang ini bisa berbuat apa? Dengan pemikiran yang Ifah punya Ifah bisa apa? Mengubah semuanya dan melarang Ibu memiliki hubungan dengan lelaki lain, karena Ifah tak terima? Alasan apa yang Harus Ifah katakan, Mbak? Karena Ifah masih menyayangi Abah? Karena Ifah belum bisa terima jika Ibu memiliki lelaki lain selain Abah? Tak mungkin kan, Mbak?" jawab Ifah memberondong Dinda dengn sejumlah pertanyaan."Mungkin memang itu jalan terbaiknya untuk Ibu, Mbak! Ifah tak pernah melarang Ibu dekat dengan siapapun, karena Ifah sendiri juga menyadari bahwa tak bisa menemaninya setiap waktu, jadi mungkin memang Ibu ingin berbahagia dengan caranya sendiri," sambung Ifah.Dinda mengelus kepala Ifah perlahan. Dia tak henti- hentinya bersyuku, kaena adik iparnya sudah dimulai dewasa dan memiliki pengertia
Saat Papa Bukhari turun tangan! Bu Nafis terheran-heran!"Apa Hasan tak mau mengantarkanmu?" tanya papa Dinda."Mas Hasan....." Apa yang harus di katakan Dinda. Dinda takut papanya tambah marah saat tahu prilaku Hasan. Tapi jika tidak begitu alasan apa yang bisa Dinda katakan pada papanya. Papa Dinda menyadari sesuatu hal yang tak beres sedang terjadi."Jujur, katakanlah pada Papa apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa kau tiba-tiba tidak diantar Hasan dan memilih naik travel?" tanya papa Dinda dengan setengah mendesak Dinda untuk jujur."Sebenarnya kemarin sudah berencana untuk ke Kediri dengan mengendarai mobil Abah, Pah! Tapi entah mengapa tiba-tiba Mas Hasan hari ini mengirim Dinda pesan agar bersiap, karena dijemput oleh travel nanti siang karena Mas Hasan sibul! Padahal Dinda sudah menyiapkan semuanya dalam koper," ujar Dinda sambil terisak menangis."Tak usah Kau berangkat! Batalkan saja travelnya, kalau memang sudah terlanjur maka bisa kau uruh berangkat sendiri! Paling hanya k
Kesalahan fatal!Bu Nafis langsung masuk ke dalam rumahnya. Dia segera mengambil handphone yang ada di atas meja rias kamar Ifah. Ifah sendiri kebetulan masih pergi ke rumah Laras temannya yang berada di samping rumah.[San sepertinya Dinda tadi tak jadi naik travel pulang ke Kediri tapi dia dijemput seorang pria tampan mengendarai mobil Alphard mahal]Send pesan terkirim pada Hasan. Ibu Nafis langsung duduk diranjang milik Ifah, dia masih takjub dan tak percaya melihat pemandangan yang beberapa saat lalu disaksikannya. Tak mungkin jika Dinda tak memiliki hubungan apa-apa dengan pria naik Alphard tadi. Terlihat jelas pria tadi sangat menghormati Dinda. Bahkan dia membukakan pintu untuknya melayani Dinda seperti layaknya bos atau juragan saja. Pakaian yang dikenakan pria itu juga rapi menggunakan setelan jas seperti yang ada di TV. Yang menjadi pertanyaan bu Nafis adalah siapa pria itu dan apa hubungannya dengan Dinda. Mengapa mendadak menantunya itu bisa menjadi kaya raya. Seketika B
BOOMERANG!Hasan tertegun mendapati pesan dari istrinya Dinda. Dia tak menyangka dan tak mengira Dinda bisa mengirim pesan seperti itu. Selama ini Dinda adalah istri yang sangat menurut bukan tipikal istri yang mendominasi. Tetapi sepertinya akhir-akhir ini berbeda, dia telah berubah menjadi istri pembangkang dan tak bisa diatur. Bahkan mengarah ke arah semaunya sendiri."Apa dan siapa yang membuatmu seperti ini, Dek?" batin Hasan dalam hati.Hasan memutuskan untuk tidak membalas pesan itu. Karena dia sadar jika pesan itu di lanjutkan lagi, mungkin akan ada setan di antara mereka yang memanas-manasi dan membuat mereka emosi satu sama lain. Lebih baik ini di biarkan mereda terlebih dahulu, baru mereka akan membicarakannya lagi. Hasan segera menyelesaikan pekerjaannya di kantor sebelumnya dia sudah menghubungi satu tukang untuk membenahi jendela sang ibu.Sedangkan di rumah Bu Nafis berpindah kamar dengan memanfaatkan kamar Hasan untuk tempat tinggalnya sementara. Karena Dinda juga bera