Share

Daging Wahyu!

Penulis: Secilia Abigail Hariono
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

DAGING WAHYU

[Dek, besok kalau longgar telp ya]

Send pesan terkirim ke adik Dinda. Dia sengaja mengirim pesan langsung ke adiknya untuk mengetahui aneka resep masakan Australia yang mudah dan bisa dibuatnya. Ini dilakukan untuk mengambil hati Laras dan Safira dalam misinya agar bisa dekat dengan kedua anak itu.

"Asik sekali sedang whatsapp-an dengan siapa dek tanya Hasan yang baru saja pulang dari acara kenduri

"Dengan adikku, Mas! Mau tanya resep masakan yang mudah dari Australia," ucap Dinda di dalam kamar.

"Oh," sahut Hasan pendek sambil berlalu ke dapur. Dinda pun mengikuti langkah kaki suaminya.

"Mas Apakah Laras dan Safira itu memang wataknya terus begitu?" tanya Dinda yang masih penasaran.

"Menurut Mas, dia baik kok memangnya dia ketus denganmu?" tanya balik Hasan.

Dinda hanya mengangguk-anggukan kepalanya sekarang. Dia mengerti memanglah kedua anak itu ketus hanya pada wanita sepertinya. Sepertinya memang mereka berdua ada trauma mendalam tent
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   TANGIS BU NAFIS!

    TANGIS BU NAFIS!"Apakah benar yang dikatakan Mbak Lina selama ini bahwa sang Ibu terkenal suka gonta-ganti pasangan semenjak Abah meninggal beberapa bulan lalu? Dia sudah berhenti karena terjebak cinta dengan pak Hendi? Apakah kisah masa lalu pak Hendi dan ibu itu benar?" batin Dinda dalam hati."Kalau menurut Dinda sih, mungkin mereka mengizinkan, Bu! Bukan karena apa-apa, Bu! Tapi kan demi kebahagiaan Ibu sendiri, mungkin anak-anak ibu akan mengerti! Itu menurut Dinda," jawab Dinda. "Karena bagaimanapun kebahagiaan itu kan kembali ke masing-masing, Bu! Apalagi jika Ibu memang mau menikah lagi, kita sesama wanita kan, bu! Memang tak bisa munafik yang namanya wanita itu kan tetap butuh kasih sayang tak memandang usia. Apalagi sayang itu rasa yang tidak bisa diberikan oleh anak-anaknya, kadang kan ada rasa kesepian juga," ujar Dinda."Tumben, Din! Pemikiranmu itu dewasa sekali," ejek bu Nafis."Memang ibu mau menikah ya sama Pak Hendi?" tanya Dinda."Tidakla

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   PERKARA SERTIFIKAT!

    PERKARA SERTIFIKAT!"Bagaimana ya, Din? Bagaimana kalau rumah ini di sita? Tak mungkin kan Ibu menyerahkannya ke bank," ujar Bu Nafis sambil gelisah."Din, bagaimana jika uang mu jual mobil di pakai menebus sertifikat ini?" tanya bu Nafis menatap wajah Dinda mendalam.Dinda terdiam tak bisa menimpali atau menjawab pertanyaan sang mertua. Bukan apa- apa tentulah jika dia meminjamkan uang itu pada ibunya akan menjadi masalah besar nantinya. Mengingat watak Bu Nafis mertuanya seperti itu. Akan lebih baik menghindari hitungan uang dengan sang mertua. Dinda terdiam mencari asan yang tepat."Tunggu Mas Hasan saja, Bu! Nanti kita cari jalan keluarnya," ucap Dinda mengusulkan."Ah, jika saja Hasan tahu kelakuan kakaknya itu, tentulah dia akan marah, Din! Ini akan menjadi pertentangan lagi bagi mereka," jelas Bu Anfis sambil menghela nafas yang sangat berat memikirkan kedua anakny itu."Padahal dulu sebelum menikah denganmu, Hasan sudah berkorban banyak untuk kakaknya! Tabungannya bahkan habis

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HENGKANG DARI RUMAH MERTUA?

    HENGKANG DARI RUMAH MERTUA?"Apakah mobil pajeromu saja ya yang dijual ya, Din? Toh ini demi keluarga kita," rayu Bu Nafis.Dinda langsung mengerlingkan bola matanya malas melihat ibu mertuanya itu kambuh lagi. Bukannya dia tak ingin membantu mertuanya, namun ini sudah beda kasus. Dia tak mau putus seperti yang sudah-sudah karena mertuanya itu tipikal orang yang tidak tahu berterima kasih."Sudah tunggu saja nanti, Bu! Sampai Mas Hasan pulang Bu, Dinda tidak bisa memutuskan. Mobil itu adalah hadiah pemberian orang tua Dinda bukan milik Dinda sendiri, kecuali itu adalah milik Dinda, kalo Papa menanyakan aku harus jawab apa, Bu? ibu mau tanggung jawab?" tanya Dinda sambil berusaha mencari alasan yang tepat."Loh kau itu gimanna to, Din! Kan bpkbnya sudah ada di kamu tadi, tentu itu adalah milikmu! Wong namanya saja hadiah! Lagian masa iya orang tahu kamu mau hitung-hitungan sama anak sendiri?" jawab Bu Nafis."Bu, cuma sekarang Dinda berpikir ulang! Dinda bukannya tak ikhas terhadap apa

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RENCANA PAK BUKHORI!

    RENCANA PAK BUKHORI!"Apa Hasan dan Dinda saja yang pergi dari rumah ini?" tanya Hasan. Dinda menelan ludahnya kasar mendengar ucapan suaminya."Apakah ketika Ibu meninggalkan sertifikat itu dengan penuh kesadaran?" cerca Hasan lagi."Nak..." kata Bu Nafis kepada putranya itu sambil bercucuran air mata. Dia tak menyangka Hasan tega mengatakan hal seperti itu padanya.Satu ketakutan besar bu Nafis kini menyergahah dirinya sendiri. Dia takut bagaimana jika Hasan tak sekedar mengancam saja. Kalau Hasan meninggalkannya sendiri, dan menanggung semua nya. Apakah dia harus menjual rumah ini? Rumah dengan seribu kenangan bersama almarhum suaminya dulu."Kalau memang itu pilihan Ibu, Hasan akan angkat kaki," jawab Hasan santai sambil menyenderkan badannya ke kursi makan."Bukankah ibu yang memilih semua ibu yang mengatakan dan membolehkan Mas Zain membawa sertifikat rumah. Bahkan Ibu juga yang setuju menyekolahkan atau menggadaikan rumah ini di bank tanpa pemberitahuan Hasan. Apakah anak ibu i

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RENCANA BESAN!

    RENCANA BESAN!"Sebenarnya tak mahal juga! Coba kau cari informasi dulu berapa harga tanah di sana dan berapa harga nilai taksir rumah itu!" perintah Papa Dinda."Untuk apa, Pah? Memangnya Papa mau melunasi rumah ini?" tanya Dinda."Tidak! Untuk apa Papa melunasinya secara cuma- cuma! Itu akan menyenangkan Ibu mertuamu saja! Apa kau tak ingat kalau mereka saja menganggap kita orang miskin, mengapa harus Papa melunasinya," jawab Pak Bukhori."Lalu? Apa rencana Papa? Jangan-jangan Papa akan membelinya ya?" tanya Dinda."Tidak, Nduk! Papa tidak akan bertindak seperti itu, Papa akan berniat memberi pelajaran saja kepada keluarga suamimu itu agar tidak sombong lagi," jawab Pak Bukhori."Maksud Papa bagaimana?" tanya Dinda yang belum mengerti."Biar saja bank sampai menagihnya! Ketika mereka tak mampu membayar, maka proseduralnya akan masuk dalam daftar lelangan. Saat itu baru bapak akan membelinya, memang bagaimana lagi rencana keluarga mertuamu itu?" tanya Pak Bukhari."Sejauh yang Dinda

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   TANGIS EVA!

    TANGIS EVA!"Maksudmu? Keluarganya Pak Hendi?" tanya Dinda setengah berbisik."Iyam Mbak! Pak Hendi tetangga kita!" jawab Ifah."Astaghfirullahaladzim! Apa iya, Fah? Apa mungkin," gumam dinda setengah tak percaya ucapan adik iparnya."Entahlah, Mbak! Tapi nyatanya yang berkata seperti itu adalah Mas Aris! Sumpah, Mbak! Dia sendiri mengatakannya begitu," jelas Ifah bersungguh- sungguh sambil menunjukkan bukti panggilan masuk di HPnya.Dinda menghela napasnya panjang, meskipun dia juga memiliki pemikirannya sama namun Dinda tak menyangka jika akan seperti itu. Dia tak menduga bahwa semu dugaannya menjadi kenyataan. Tersangka dan dalang semua teror ini hanya mengarah ke dua orang, jelas tak mungin Pak Hendi melakukannya. Kemungkinan besar mertua Pak Hendi atau anak- anak Pak Hendi sendiri."Dek! Jujur saja sebenarnya Mbak Dinda sempat berpikir seperti itu juga, namun Mbak Dinda belum memiliki bukti. Apakah Mas Arif memiliki bukti yang benar- benar akurat ya, Fah?" tanya Dinda lagi."inga

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   JANJI DUA IPAR!

    JANJI DUA IPAR!"Apa yang harus aku lakukan, Dek? Apakah aku harus melepas semua?" tanya Mbak Eva pada Dinda."Astagfirulloh! Jangan pernah memiliki pemikiran seperti itu, Mbak! Sampeyan harus banyak-banyak istighfar tak boleh berpikiran seperti itu apalagi jika ada setan yang lewat atau wali yang lewat nanti bisa jadi kenyataan! Amit amit jabang bayik! Kasihan anak- anak, Mbak! Jangan seperti itu lagi, Dinda tak suka mendengarnya! Tak baik," tegur Dinda. Meski begitu Dinda sebenarnya sangat tahu jika Eva mengatakan begitu karena sangat tertekan dengan kondisi ini. Jauh di lubuk hatinya, pasti dia juga tak mau biduk rumah tangga yang susah payah di bina hancur hanya dengan masalah seperti ini. Karena menjadi janda tentulah tak seindah bayangan, menjadi orang tua tunggal bagi anak dan membuat anak menyandang gelar broken home."Mbak Eva rasanya sudah mentok sekali, Dek! Sebenarnya Mbak Eva itu selama ini banyak diamnya, banyak mengalah. Semua Mbak Eva lakukan agar tak terjadi pertengk

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   TETAP SALAH MENANTU!

    TETAP SALAH MENANTU!"Kau dari mana saja sih, Mas? Kok tumben sekali jam segini baru pulang? Tumben tak memberikan kabar, Dinda khawatir sekali," kata Dinda menghampiri sang suami. Dia khawatir jika suaminya kenapa-napa apalagi dia pergi bekerja dengan beban pikiran yang sangat banyak tentang kakak lelakinya."Mengapa kok wajahmu cemberut begitu, Mas? Kenapa kau datang bisa bersama dengan Ibu?" cerca Dinda lagi."Sudah lah jangan tanya begitu terus, Dik! Aku lelah ingin istirahat dulu," jawab Hasan sambil berlalu ke kamar. Dinda pun segera mengikuti langkah kaki suaminya juga.Entah mengapa suaminya sampai bersikap begitu padanya juga. Padahal pagi tadi di mereka masih baik-baik saja, apalagi datang bersama Bu Nafis. Tentu saja ini membuat kekhawatiran di hati Dinda. Tapi bagaimana lagi, dia juga mengerti sekali kondisi Hasan. Apalagi watak Hasan jika memang tak sedang ingin diganggu maka dia benar-benar ingin sendiri. Dinda membiarkannya, apalagi nanti malam akan ada rapat dengan kak

Bab terbaru

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ENDING YANG BAHAGIA!

    ENDING YANG BAHAGIA!"Ya Allah apapun yang terjadi aku ikhlas, akan semua keputusanmu. Berikan yang terbaik," kata Dinda dalam hati.Tanpa membuang waktu lagi dia mengetes dan hasilnya adalah garis dua. Dinda langsung memekik, memakai bajunya dengan baik dan keluar dari kamar mandi. DIa langsung bersujud saat itu juga, dia merasa senang sekali."Ya Allah ternyata kau adalah sebaik-baiknya pengatur! Di saat semuanya sudah damai saat seperti ini kau memberikanku kepercayaan lagi dan di saat ini pula itu bersama pak Hendi akan segera umroh. Alhamdulillah! Alhamdulillah ya Allah," pekik Dinda tertahan dalam isak tangisnya.Dia pun segera menelpon kedua orang tuanya. Dia ingin membagi kabar kebahagiaan itu pertama kali dengan kedua orang tuanya. Untung tak lama telpon itu diangkat."Assalamualaikum, Papa!" sapa Dinda."Waalaikumsalam, Nduk," jawab Pak Bukhori."Papa, sedang sibukkah?" tanya Dinda."Kenapa kok sepertinya kau terdengar sangat gembira sekali. Ada berita membahagiakankah?" s

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Hamil?

    HAMIL?"Ya, lama-kelamaan aku juga ikhlas. Aku selalu berpikir positif dan mengambil hikmahnya. Bayangkan saja betapa akan mengasyikkan nanti hidup kita berdua setelah menjadi saudara tiri dan kau serta aku bisa berbaikan. Ini akan sangat menguntungkan sekali bagi kita, karena kita bisa menginap di rumah masing-masing sesuka hati lagi. Ide bagus kan?" bujuk Ifah.Dinda salut sekali pada adik iparnya itu, Ifah nampak sekali mencoba untuk lebih bijak dan dewasa. Hal itu membuat Dinda dan Hasan tersenyum."Nah kau dengar sendiri kan, Nduk? Ifah saja sudah bisa berdamai dengan keadaan, kau sampai kapan mau begini terus? Percayalah Ibumu juga ingin melihat Papa bahagia dan mungkin saat ini Papa bisa bahagia jika bersama Bu Nafis. Bukannya sebagai Bapak egois tetapi Papa membutuhkan teman saat tua. Kau juga akan memiliki kehidupan sendiri nantinya. Lalu bagaimana kalau kita tua? Papa juga membutuhkan sosok bu Nafis sebagai ibu pengganti kalian," terang Pak Hendi."Jadi tolong terimalah," l

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   AWAL BARU KEBAHAGIAAN

    AWAL BARU KEBAHAGIAAN"Benarkah , Pak? Sungguh rasanya ini masih seperti mimpi, Mas. Alhamdulillah ya Allah," kata Bu Nafis langsung luruh di lantai.Da bersujud syukur, tak pernah terbayangkan di dunia bisa menginjak tanah suci bersama suami barunya itu. Dia sekarang benar-benar merasa sangat dicintai dan sangat bahagia meskipun pernikahannya dengan Abah dulu cukup bahagia namun dia tidak pernah mencintai Abah sepenuhnya. Beda halnya dengan Pak Hendi, dia benar-benar mencintai lelaki itu. Pak Hendi pun membiarkan sang istri menikmati sujud syukurnya, setelah selesai dia merengkuh sang istri. "Semua telah berlalu, semua telah usai. Buang semua traumamu, buang semua marahmu terhadap anak-anakmu, terhadap menantumu. Hubungan semua yang buruk-buruk lupakan, kita mulai semuanya baru. Kita akan pergi umroh bersama, kita berpamitan kepada anak-anak ya," pinta Pak Hendi.Bu Nafis memeluk Pak Hendi dan menangis sesegukan. Dia benar-benar tak kuasa menahan tangisnya.

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   HADIAH DARI SUAMI BARU

    HADIAH DARI SUAMI BARU"Bu? Apa Ibu tidak berjualan lagi?" tanya Dinda saat dia melihat dapur yang masih bersih."Tidak, Pak Hendi melarangku untuk jualan," jawab Bu Nafis.Mertuanya itu masih meminum kopinya di meja makan, sedangkan Pak Hendi entah kemana.Pamit pulang ke rumahnya. Dinda menggeret kursinya. "Maafkan Dinda ya, Bu. Selama ini Dinda yang egois, Dinda yang banyak salahnya sebagai menantu," kata Dinda."Maafkan Ibu juga," ucap Bu Nafis lirih. Terlihat dari wajahnya sepertinya dia juga menyesal. "Terkadang sebagai seorang ibu aku merasa belum rela jika anak lelakiku mencintai wanita lain bahkan terkadang aku merasa iri. Bagaimana bisa anakku memperlakukanmu begitu istimewa sedangkan akulah yang melahirkannya, akulah yang menyusuinya, akulah yang selalu membersamainya sampai dia besar. Ketika dia sudah besar aku harus melepaskannya, rasanya aku masih belum ikhlas. Aku tahu ini salah, tetapi itulah yang aku rasakan sekarang," kata Bu Nafis menghela napasnya panjang."Bu...

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA

    ORANG TUA PASTI INGIN YANG TERBAIK UNTUK ANAKNYA"Hahaha lalu kau percaya begitu saja?" tanya pak Hendi. Hasan pun mengangguk dengan polosnya. Membuat Dinda dan Pak Hendi gemas sendiri namun merasa lucu dengan tingkah Hasan."Mana ada online sembako yang bisa menggaji karyawannya sebanyak itu? Bahkan bisa untuk mencukupi dan menambal semua kekurangan kebutuhan keluarga kalian. Apakah kau pernah membelikan bensin kendaraanmu itu, San?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Lalu biaya servis? Siapa yang menanggungnya?" selidiknya."Dinda, Pak," jawab Hasan lemah."Lalu untuk kekurangan-kekurangan kebutuhan harian kalian? Bahkan untuk makan sehari-hari, biasanya siapa yang mennambal sulam?" cerca Pak Hendi."Dinda," sahut Hasan."Lalu, apakah selama ini Dinda pernah menuntutmu atau keluarga Dinda pernah menuntutmu dengan semuanya berkaitan dnegan nafkah atau uang?" tanya pak Hendi. Hasan pun menggelengkan kepalanya."Menurutmu kenapa mereka tidak menuntutmu? Bukankah itu a

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS

    MELEPAS MESKIPUN BELUM IKHLAS"Terima kasih karena Ibu sudah bicara seperti itu kepada Dinda. Sungguh Hasan tak mengira itu. Ibu bisa meminta maaf kepada Dinda dengan tulus. Hari ini rasanya adalah hari yang paling membahagiakan untuk Hasan," kata Hasan. Bu Nafis hanya tersenyum kecut mendengar semua ucapan Dinda dan diam. Begitupun dengan pak Hendi, lelaki itu lebih senang memperhatikan mereka. Ada bahagia yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata melihat keluarga barunya ini sedang mencoba memperbaiki semuanya."Kau ke sini tulus kan Nafis?" tanya pak Hendi."Iya," jawab Bu Nafis. "Nafis, ingatlah. Selama ini banyak hal dan kebaikan yang diperbuat Dinda untuk keluargamu. Jadi sekarang tak ada salahnya jika kau ganti membahagiakan Dinda. Toh Dinda tak pernah meminta banyak padamu kan? Dia tak minta hartamu, dia juga tak meminta kau menjadi ini dan itu. Dia hanya ingin mencoba membina keluarga sendiri dengan Hasan putramu, tak ada yang salah sebenarnya" ucap Pak Hendi."Nah memisah

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!

    RESTU ORANG TUA SANGAT PENTING BAGI ANAK MANTUNYA!"Pak, Bu," panggil Dinda lirih. Hasan tersedak."Uhukkk," Hasan langsung terbatuk."Kenapa to, San? Kok sampai tersedak begitu? Mbok ya kalau makan itu hati-hati. Tak akan ada yang meminta makananmu," tegur Bu Nafis dengan sigap mengulurkan air minum dalam gelas.Hasan dengan segera meminumnya, Dinda yang melihat itu hanya menghela nafasnya panjang. Lagi dia merasa, bahwa dia lah yang harus bersikap tegas sekarang. Kalau saja dia tak tegas maka yang rugi akan dirinya sendiri."Ada apa?" tanya pak Hendi."Begini, Pak. Maaf sebelumnya jika pagi-pagi Dinda langsung membahas pembahasan berat seperti ini. Tapi Dida tak dapat menahannya lagi. Karena sepertinya suami Dnda ini tidak sanggup mengatakannya," ucap Dinda. Hasan hanya mampu menundukkan kepalanya."Katakanlah, Nduk," perintah Pak Hendi."Dulu kan Mas Hasan pernah berjanji kepada Dinda untuk membawa Dinda mengekost dan membina hubungan rumah tangga sendiri tanpa ikut campur tangan

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   Izin Pergi Dari Rumah

    IZIN PERGI DARI RUMAH"Kau sudah berkemas, Dek? Pagi sekali. Bukankah kita bisa pindahan nanti saja saat aku pulang bekerja?" tanya Hasan."Tentu saja, Mas. Kita bisa kok pindahan nanti dan aku juga tidak menuntut untuk pindahan sekarang juga," kata Dinda menyahut."Lalu kenapa kau sudah bersiap dan berkemas seperti itu? Toh pindahnya kan masih nanti," ucap Hasan."Tak apa-apa, Mas. Aku hanya sedang senang saja, kita akhirnya bisa pindah. Aku tak ingin kau berubah pikiran, maka dari itu aku sudah menyiapkan semuanya. Kita tinggal berangkat nanti setelah kau pulang dari bekerja," teramg Dinda. Hasan menghela napasnya panjang. "Tapi aku belum berpamitan dengan ibu atau Pak Hendi Dek. Nanti kita pahami dulu ya," minta Hasan."Iya, Mas," sahut Dinda tanpa keberatan sedikitpun."Apa Kita tak bisa sedikit lebih lama lagi di sini, Dek?" gumam Hasan lirih namun masih bisa terdengar oleh Dinda."Tidak, Mas. Seperti janjimu dulu. Aku hanya menuntut apa saja yang sudah kau katakan padaku di dep

  • Jadi Miskin Di Hadapan Mertua   MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?

    MINTA MAAF SEBAGAI ORANG TUA?"Selama ini aku salah Pak," gumam Bu Nafis."Nafis, kau itu harus menyadarinya kalau kau yang salah saat ini. Jangan semua kau nilai dari keuangannya saja, kau ini terbiasa menilai semua dari uang dan harta. Kita tidak tahu orang itu sebenarnya kaya atau tidakk. Karena apa? Banyak orang yang berpura-pura kaya namun tak sedikit orang juga yang masih berpura-pura miskin agar tak terlihat kaya dan banyak di hutangi orang," jawab Pak Hendi."Kita tidak dapat menilai semua hanya dari harta, tapi lihatlah. Coba kau ingat lagi, kebaikan apa yang sudah Dinda buat selama ini untukmu? Apa yang dilakukan untuk keluargamu juga? Kau bahkan juga menggadaikan mobil miliknya padaku. Apakah itu benar? Dinda masih legowo juga lo. Nah, coba kau renungi semua. Itu yang penting," tegur Pak Hendi."Lalu aku harus bagaimana, Pak?" tanya Bu Nafis. "Jika aku menjadi dirimu maka aku akan minta maaf. Jadi saranku mending sekarang kau minta maaflah kepada Dinda," jawab Pak Hendi."

DMCA.com Protection Status