[Notifikasi! Sistem tak bisa menjawab pertanyaan Anda.] Aku tak lagi bertanya dan melirik ke arah Angklung-angklung yang melayang di belakang punggungku. Benda tradisional dari Indonesia, khususnya dari Jawa Barat ini menyesuaikan letak mereka sesuai gerakan postur tubuhku. Semasa digendong oleh Hernandez di lorong-lorong menuju tempat ini. Angklung itu melayang dan bergerak ke depanku berjejeran sesuai angka. Angka satu yang berarti do sedang di bagian kiri, berjejer sampai ke angka satu dengan titik di atasnya. Biasa, angka satu dengan titik di atasnya itu disebut do tinggi. Kemudian, di saat aku sedang terbaring dengan tubuh yang retaknya luar biasa. Angklung-angklung ini malah mengelilingi tubuhku, tapi tetap melayang sekitar lima sentimeter dari tanah. Aku mengulurkan tangan untuk meraih Angklung dengan beberapa angka favoritku dan Fero. Aku kebetulan teringat akan misi yang disuruh untuk membuat para tamu undangan, juga Fire Goblin mendengar melodi Angklung ini. Dadaku tera
Kalimatnya membuatku tertampar. Aku lupa dengan keadaan di sekitar yang berada di dalam perang. "Sistem, aku tak memiliki skill lain untuk menyerang para Fire Goblin itu. Apa kamu ada cara lain?" tanyaku melirik ke arah layar hologram di samping ini.[Notifikasi! Tentunya ada. Anda hanya perlu melakukan kultivasi jangka waktu singkat, atau menerapkan sebuah skill yang dibeli dari sistem.][Notifikasi! Jika Anda ingin membeli skill dari sistem. Pastikan telah memilih yang terbaik dan bisa digunakan sebaik mungkin. Sebab, Anda hanya bisa memilih 2 skill dari sistem.][Notifikasi! Namun, andai Anda ingin melakukan kultivasi jangka waktu singkat. Maka, Anda memerlukan buku pedoman kultivasi di sistem. Pembelian buku pedoman kultivasi itu tak terbatas. Hanya saja, setiap orang cuman bisa menampung satu aliran kultivasi. Jika lebih, mereka bisa mengalami cacat, atau bahkan kematian dalam jangka waktu dekat.]Salah satu alisku terangkat sebelah karena penasaran melihat itu. Menggunakan pedom
[Notifikasi! Benar! Para Fire Goblin tidak memiliki nama. Cara mereka berkomunikasi antar satu dengan yang lain adalah dengan menggunakan isyarat bahasa tubuh, dalam bentuk para Fire Goblin.] Aku terdiam tak bisa berkata, tapi mengalihkan pandangan pada para Fire Goblin. Mereka berkomu-nikasi dengan menggunakan isyarat bahasa tubuh. "Bagaimana caranya aku memanggil mereka dengan bahasa tubuh?" tanyaku pada diri sendiri dengan nada lirih. Berdecak pelan karena mendapatkan jawaban yang tak sesuai seperti ekspektasi. Berarti, aku tak bisa menggunakan skill mutlak ini untuk membuat mereka bertarung satu sama lain. Aku menghela napas pelan dengan tangan mengepal. Rasanya kepalaku sangat gatal memikirkan rencana yang baru saja gagal, bahkan sebelum dijalankan. "Ayo cari cara lain," gumamku menyema-ngatkan diri sendiri. Sebuah ide pun muncul tiba-tiba, ketika kepala sedang kosong dan tak tahu harus berpikir apa. Aku menolehkan kepala ke arah layar hologram yang berada di samping. "Sis
Tak lama berselang dari penjelasan sistem. Tubuhku mulai berubah jadi transparan, dengan beberapa bagian tubuh yang berubah menjadi partikel sekecil debu, tapi agak sedikit transparan. Samar-samar, pandanganku mulai terbagi ke tempat lain. Sedikit demi sedikit, tempat yang tadi samar itu mulai terlihat jelas dan jernih. Bersamaan dengan aku yang bisa melihat bentuk utuh tubuhku sendiri. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, di mana aku berada di sebuah tempat luas layaknya stadium pertarungan romawi kuno, tapi dengan style dan design yang modern. Pandanganku terhenti bersamaan dengan reaksi tubuh menegang di tempat, saat melihat makhluk yang menjadi lawanku ; The Lord of Fire Goblin. Tingginya sekitar dua meter, kulit The Lord of Fire Goblin seperti tanah retak yang diisi lahar panas. Matanya merah menyala dengan tubuh dipenuhi otot. Ditambah, dia memiliki taring besar dari rahang bawah. Tubuhku bergetar dengan hebat layaknya sedang mengalami gempa. Ini tak sesuai ekspektasiku
Keringat dingin kembali memenuhi permukaan kulitku. Jika seperti itu, bagaimana caranya aku menang dari The Lord of Fire Goblin ini, saat sistem sudah mengeluarkan kalimat seperti itu. Rasanya aku ingin mengutuki diriku sendiri karena hal ini. Kenapa sebelumnya tak bertanya dulu pada sistem. "Apa ada cara lain, skill-skill yang aku miliki saat ini tak akan membuatku bertahan lebih lama," tanyaku berintonasi pelan sembari melirik ke arah sistem. [Notifikasi! Anda bisa membeli skill pada slot sistem, atau cara lainnya adalah membeli esensi alam seperti api, air, angin, tanah, petir, dan lain-lain untuk menambah kekuatan Anda pada Angklung.] Keningku mengernyit melihat itu. "Membeli esensi? Seperti apa esensi alamnya?" aku kembali melontarkan pertanyaan pada sistem. [Notifikasi! Bentuknya seperti bola kristal, tapi warna masing-masing bola berbeda. Tergantung elemen alam yang diwakilkan.] Aku mengangguk paham, tak ada waktu lebih banyak saat ini. Aku memilih untuk menanamkan esensi
Melihat hal itu, aku pun segera mengambil ancang-ancang untuk berlari. Akan tetapi, kala dia sudah mendekat ke aku. Tubuhnya tiba-tiba menghilang dan tak tertangkap oleh pandangan mata. "Di mana dia?" tanyaku dengan keringat dingin dan rasa was-was ke sekitar. The Lord of Fire Goblin bisa muncul dari mana saja. Jadi, aku harus mengantisipasi kemunculannya yang bisa hadir dari mana saja. "Hai, manusia!" persis seperti apa yang sudah aku perkirakan. Suara The Lord of Fire Goblin tiba-tiba mengalun lembut dari belakangku, dengan nada geram luar biasa. Aku terbelalak dan bergerak spontan untuk menghindar ke depan. Namun, sebuah kaki berotot yang dibalut oleh zirah besi menyentuh punggungku dengan sangat kuat. Sesaat, napasku seperti dicekat oleh sesuatu. Pikiranku seakan tak lagi berfungsi, dengan tubuh yang terpental dan melaju cepat di udara. Brakk! Tubuh ini langsung menabrak dinding transparan yang membatasi ring pertarungan. Rasa sakit luar biasa, yang tak akan bisa diungkapkan d
"Apa aku bisa menggunakan kekuatan Boss Dungeon?" tanyaku pelan pada diri sendiri. [Notifikasi! Tentu Anda bisa. Semua syarat yang diperlukan telah Anda lakukan!] [Notifikasi! Apakah ingin diaktifkan sekarang?] Aku merasa senyumku mengembang dan ber-getar di saat yang bersamaan. Entah mengapa, udara di sekitar terasa sangat berat. "Tentu saja, aktifkan sekarang!" tuturku dengan nada yang sulit diungkapkan. [Notifikasi! Mengaktifkan kekuatan seorang boss Dungeon!] "Tak usah banyak bicara lagi, langsung saja selesaikan dengan pertarungan!" seru The Lord of Fire Goblin, sebelum dia melesat ke arahku dengan pedang dan palu di masing-masing tangannya. Di saat yang bersamaan ketika The Lord of Fire Goblin itu melesat. Aku merasa bahwa tubuhku seperti dirasuki oleh sesuatu yang sangat asing. Sesuatu itu terasa seperti membuatku lebih kuat. [Notifikasi! Tubuh Anda akan mengalami beberapa bagian perubahan. Kekuatan fisik akan meningkat jauh!] [Notifikasi! Mendata skill baru milik Boss
Melihat hal itu. Firasatku mengatakan bahwa ini tak bisa dianggap berakhir begitu saja. "Kaukira, aku hanya bisa mengayunkan pedang dan menumbuk dengan palu saja?" kalimat itu tiba-tiba menggema. Nadanya terdengar seperti The Lord of Fire Goblin, tapi lebih rendah dan mendebarkan seperti berisi ancaman kematian.Aku melirik ke sekitar, tak ada orang lain. Lalu kembali memusatkan titik fokus pada asap putih yang menyelimuti tempat The Lord of Fire Goblin berdiri tadi. Siluet mata merah tiba-tiba muncul. Tubuhku pun langsung menegang dengan kedua tangan yang bergetar. Kenapa tubuhku bereaksi seperti ini setelah melihat siluet itu? Pandanganku pun langsung menunduk, seakan tak berani untuk menatap siluet mata itu.[Notifikasi! The Lord of Fire Goblin menggunakan skill evolusi tingkat pertama, dia menggunakan aura intimidasi untuk menekan Anda!]Panel layar muncul menjelaskan kejadian yang sedang terjadi padaku. Aku spontan melihat ke arah siluet mata merah yang muncul di tengah kabut
Entah ini sekadar kebetulan atau memangnya ada di sana. Seekor Tupai kemudian terlihat meloncat-loncat dari pohon yang cukup jauh itu. "Woah! Tatapan Nona Cantik tajam! Itu betul-betul Tupaai! Ini pertama kalinya Leon liat Tupai langsung!" seru Leon dengan nada kegirangan. Hufft! Aku hanya bisa menghela napas lega secara diam-diam ketika mereka percaya kalimatku barusan. Aku melirik panel yang menampilkan 'Dual Mission' tadi. Tidak ada jalan lain selain menerima-nya.Aku tak ingin ada Meqsesa lain di dunia ini. Cukup biarkan dunia modern ini berjalan dengan semestinya tanpa ada gangguan. Jariku pun bergerak menyentuh tombol 'iya' yang melayang di udara.[Notifikasi! Anda menerima 'Dual Mission'!]"Apa kau benar-benar yakin ingin pergi sendiri-an? Ini sudah mau malam. Rasanya, tidak baik bagi perempuan sepertimu yang masih gadis untuk keluyuran," tanya Roland memastikan sekali lagi.Aku tersenyum dan mengangguk dengan tegas sambil berkata, "Iya. Lagi pula, aku memiliki sesuatu yang pe
Secara otomatis, ingatan-ingatanku menerawang pada masa di mana kami masih bermain dan berseko-lah di SMA. Ah iya, SMA. Tiba-tiba aku teringat dengan SMA yang sebelumnya aku tempati untuk belajar dan menuntut ilmu. Aku masih belum lulus dari SMA. Bisa dibilang hampir lulus. Malam ketika aku dan Fero ditabrak oleh mobil. Itu adalah malam perpisahan. Tak terkira kalau kami akan benar-benar berpisah sampai beda dunia. "Kenangan yang menyakitkan, sekaligus menye-nangkan untuk diingat. Fero," gumamku mendongkak ke atas sambil terkekeh pelan.Langit mulai berwarna jingga kegelapan, tanda malam akan menghiasi cakrawala. Aku segera berdiri. "Aku tak bisa berlama-lama di sini, ini waktunya aku pergi," ungkapku tersenyum dan berbalik menatap Roland dan Leon yang hanya menunggu di pintu masuk makam.Mendekat ke arah mereka, aku membungkukkan badan sedikit. "Sebelumnya, terima kasih karena telah mengantar saya sampai di sini. Sekarang saya tak lagi ikut dengan kalian, sebab ada yang harus say
"Papa memang mengenal Nona ini. Nama nonanya adalah Lania. Tapi, Nona ini adalah pasien Papa yang diceritakan setiap malam itu. Pasien yang kabur dari rumah sakit," jelasnya membuatku melototkan mata malu ke arahnya. Bagaimana bisa dia menceritakan kebohongan besar seperti itu!"Itu bohong! Hei Dokter, sejak kapan aku kabur dari rumah sa–kit." Semakin mendekati akhir, kalimatku semakin nadanya terdengar ragu-ragu karena aku mengetahui alasannya. Waktu itu, setelah menangis dan meminta waktu untuk berdua saja bersama Fero yang telah tidak bernyawa. Aku berlari keluar dari rumah sakit. "Kaumengingatnya bukan? Waktu itu kauberlari sangat cepat, hingga para satpam tak mampu mengejarmu," jelas Roland diakhiri dengan kekehan pelan.Pipiku langsung terasa panas, seakan sedang dikukus di tempat tertutup dengan suhu tinggi. "Sete-lah dia berlari keluar. Nona cantik ini hanya kembali dengan keadaan koma, sebelum dibawa ke Rumah Sakit Mi ...." Direktur Roland tak melanjutkan kalimatnya, dia m
Lagi dan lagi, aku kembali menahan rasa gemas luar biasa agar tidak membuat pipi itu menjadi korban dari keegoisan jari-jemariku. "Mau Nona gendong atau jalan sendiri?" tawarku tersenyum lembut."Leon mau digendong!" serunya dengan mata berbinar yang lucu, dan tangan yang melebar seakan sudah siap untuk digendong. Di dalam hati aku mengeluh, sampai kapan akan menahan rasa gemas ini setiap melihat tingkah Leon yang imut ini? Kemudian, aku segera mengambil dia ke dalam gendonganku dan berjalan menuju lift menuju lantai empat, tempat direktur rumah sakit berada. Sampai di lantai empat. Tak seperti yang kuperkirakan sebelumnya, tempat ini cukup sepi. Mengikuti arahan seperti yang dikatakan oleh resepsionis tadi. Aku berhenti melangkah di depan pintu yang memiliki papan nama 'Direktur'. "Leon, jangan nakal ya di dalam. Nanti kena marah sama orang yang duduk di dalam. Nanti kamu gak dibolehin masuk rumah sakit lagi," pesanku mengusap kepala dan mencium pipinya.Aaakk! Akhirnya bisa j
Menarik napas dalam dan mengembuskannya pelan, aku menguatkan diri untuk melangkah mengi-tari bangunan, menuju bagian depan tempat pintu masuk terpasang. Di depan pintu rumah sakit, beberapa orang terus menerus menatapku tanpa henti. Itu membuatku merasa sedikit risih. "Apakah ada yang salah dengan penampilanku?" Aku bertanya pelan pada diri sendiri sambil mendo-rong pintu untuk masuk. [Notifikasi! Bisa dibilang seperti itu. Kecantikan Anda saat ini berada di level Siren, yang berada di bawah tingkatan Dewi Cariella sendiri. Jika di Bumi ada alat untuk mengukur kecantikan, maka Anda adalah pemenangnya!]Aku tersentak ketika membacanya, lalu melihat ke sekeliling. Semuanya masih menatapku dengan tatapan itu. Mau tak mau, aku sedikit bergegas mendorong pintu rumah sakit dan masuk ke dalamnya. Mempercepat langkah mendekat ke arah resep-sionis, aku mengedarkan pandangan. Beberapa orang di dalam sini juga sama. Mereka menghentikan kegiatan dan terus menatapku. Aku kembali menatap si
"Ta–tapi ini tugas kami Queen," tolak salah satu prajurit secara halus. Aku langsung menatapnya, begitu juga dengan Queen of Siren yang berada di sampingku. Melirik ke arah wajahnya, dia tersenyum lembut. "Baiklah. Buka Palatium Maris-nya, aku hanya akan membantu kalian," usulnya menawarkan cara lain. "Seperti yang Anda pinta, wahai Queen kami!" tutur para prajurit Siren dengan nada riang. Diam-diam aku tersenyum tipis melihat mereka. Terlukis jelas ekspresi bahagia mereka, saat Queen mau memahami dan memberikan usul yang adil. Bersamaan dengan itu, aku juga miris melihat-nya. Bagaimana tidak? Queen sebelumnya menjelas-kan padaku secara langsung, bahwa hidupnya tak lagi lama. Makanya dia mencari seorang pewaris atau sebutannya Heres agar tak khawatir lagi, jika nanti dia pergi secara mendadak. Alunan mantra dengan bahasa yang tidak ku-pahami mengalun. Lingkaran sihir muncul di per-mukaan gerbang besar berwarna putih bersih ini. Gerbang yang diberi nama Palatium Maris atau Gerbang
"Untuk Portal Antar Dimensi, beritahu Siren Bangsawan Secundus Locus, dan Tertio Loco untuk menyusulku ke tempat Portal Antar Dimensi itu muncul." Queen of Siren mengeluarkan sebuah emas tipis berbentuk kertas.Si prajurit menerima emas tipis berbentuk kertas itu. "Siap, saya akan melaksanakan seperti apa yang Anda perintahkan, Queen!" balas si prajurit dengan tegas. Queen of Siren pun membalas respon si prajurit itu dengan anggukan kecil. Setelah menerima balasan dari Queen of Siren. Prajurit itu langsung pergi dan melesat layaknya speedboat. "Cepat!" gumamku yang kagum dengan mata berbinar. Apa aku bisa secepat itu? Kuharap iya! Pikirku dalam hati.Tawa kecil pun terdengar. Aku menoleh ke arah Queen of Siren. "Kecepatan berenang seperti itu sudah biasa di antara para Siren," ungkapnya tersenyum. Senyum itu hanya bertahan beberapa saat, sebelum ekspresinya runtuh."Maaf, aku hanya bisa mengantarmu sampai sini. Sebagai penggantiku, ikutilah ikan-ikan ini," ungkap Queen. Dia menu
Walau diliputi cahaya, aku masih bisa melihat kalau wajahnya sedang merekahkan senyum indah. "Ini adalah Cahaya Ilahi. Setiap Dewa atau Dewi yang memperlihatkan wujud mereka di hadapan makhluk fana, akan terlihat seperti ini. Itulah aturan Surga. Jika kedua matamu tak kuberikan berkah, pasti dua bola mata itu akan hancur," jelas Dewi Maris. Tangannya terulur mengelus rambutku. [Notifikasi! Anda menerima Berkah Dewi Penguasa Lautan!][Notifikasi! Skill Penglihatan Normal dalam air menjadi permanen. Mencatat level skill ....][Notifikasi! Berhasil, rank Skill Penglihatan Normal Dalam Air memiliki rank S plus!][Notifikasi! Pesona Anda meningkat sebanyak +20!][Notifikasi! Kecantikan Anda meningkat sebanyak +20!][Notifikasi! Ke-sexy-an Anda meningkat sebanyak +20!][Notifikasi! Rank Skill Breathing Underwater ditingkatkan menjadi S plus!][Notifikasi! Rank Skill Fire Resistance diti
"Tentu, rasanya semakin ke sini semakin berat," balasku menetralkan napas. Tawa Queen of Siren pun mengalun dengan nada khas dan indahnya. "Wajar saja kalau kamu kelelahan. Level kepadatan air dan arus di sini lebih padat. Jika kamu mengerti soal sihir, pasti mengetahuinya," jelas Queen of Siren melirikku sambil tersenyum. Sebelah alis pun kuangkat karena penasaran dengan kalimat yang dia lontarkan barusan. Keheningan pun datang, saat Queen of Siren hanya memandangi lantai tengah altar. "Apa kau membawa Permata yang kemarin kuberikan?" Queen of Siren tiba-tiba berhenti melamun dan melirik ke arahku. Raut wajahnya begitu serius. Aku mengangguk sebagai jawaban iya. Dia pun kembali menatap lantai tengah altar. "Pada umur 12 tahun, para Siren perempuan maupun laki-laki akan melakukan ritual di sini. Tak seperti manusia, setiap Siren diwajibkan untuk memiliki kekuatan dari berkah Dewi. Ini sebagai perlindungan diri,