"Daddy juga sangat tampan," polos Gerald. Jeremy mengusap kepala Gerald, "Tentu karena aku Daddymu." Anna tertawa pelan melihat interaksi anak dan bapak itu. Sekarang Gerald mulai mau berbicara dengan Jeremy meski masih ada sedikit rasa takutnya, Anna yakin sebentar lagi Gerald mulai terbiasa dengan Jeremy, pun sebaliknya. "Ya sudah mari kita pergi," ajak Anna. Jeremy mengarahkan pandangannya ke arah Gerald, "Apa kau mau Daddy gendong?" "Apakah boleh Dad?" "Tentu," jawab Jeremy. Gerald mengangguk sambil tersenyum sumringah. Dan Jeremy langsung menggendongnya, tak lupa ia menggandeng tangan kiri Anna dengan tangan kanannya. Rose dan beberapa pelayan yang lain cukup terkejut dengan apa yang mereka lihat Tuannya menggendong Gerald dan menggandeng Anna, itu hal yang sangat luar biasa indah. Setelah bekerja beberapa tahun bersama Jeremy baru kali ini ia melihat Tuannya seperti itu. Anna juga tampak kaget, namun ia juga senang dengan perubahan Jeremy. "Apa sekarang kau
Setelah menghadiri pesta Gisela, Jeremy mengajak Anna jalan-jalan sebentar. Menyusuri kota layaknya pasangan kekasih yang baru menjalin cinta, "Jer lebih baik kita pulang saja." kata Anna karena ia bosan hampir satu jam berada di dalam mobil, itu hanya membuang-buang bensin saja nantinya. "Aku masih ingin menghabiskan malam denganmu Ann," Sedangkan Gerald sudah tidur di pangkuan Anna, sepertinya bocah laki-laki itu kelelahan mengingat tadi di pesta Gisela ia sangat senang bermain dengan ponakan Gisela yang seumuran dengan Gerald. Anna semakin yakin jika Gerald mampu bersosialisasi dengan baik, "Lihatlah Gerald kelelahan." Jeremy melirik Gerald lalu terkekeh, "Rupanya tadi dia sangat senang berada di tempat banyak orang. Kukira dia tidak nyaman dan akan merepotkan." Anna mencubit lengan Jeremy kesal, "Aw!" rintih Jeremy kesakitan. "Jangan pernah mengatakan anakku merepotkan!" "Iya-iya, maafkan aku," Tangan Anna bergerak mengusap kepala Gerald, ia mendekap tubuh mungil t
Anna terdiam, nyawanya belum seratus persen terkumpul, untuk mencari alasan sepagi ini juga butuh waktu yang sangat-sangat lama. Ia hanya bisa memeluk dan mengelus Gerald. "Katanya Gerald ingin adik 'kan?" Itu bukan suara Anna melainkan suara Jeremy yang tiba-tiba ada di belakangnya. Mendengar pertanyaan Jeremy, Gerald mengangguk. "Jadi mulai sekarang Gerald harus terbiasa tidur sendiri," kata Jeremy. Gerald menatap Anna, "Gerald takut Mom." lirihnya. Bocah itu kembali membayangkan kamar gelap yang menyeramkan itu, ia takut jika dikurung di sana lagi Jeremy ikut mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh Gerald, "Nanti kamar Gerald di sebelah kamar Mommy dan Daddy, kita renovasi biar bagus." "Gerald ingin tema apa?" tambah Jeremy. Karena Gerald tak kunjung menjawab, Anna tampak berfikir memberikan ide untuknya, "Bagaimana kalau dinosaurus?" tanya Anna. Gerald langsung mengangguk mengangkat kedua ujung sudut bibirnya, "Apa boleh Dad?" "Jelas boleh!" seru Jeremy. Kemudia
"Sepertinya sekarang kau terlihat jauh lebih bahagia Jer," kata Frans yang melihat perubahan di diri Jeremy sekarang. "Benarkah?" Frans mengangguk, "Kau sekarang tidak lagi gila kerja, dan ku perhatikan juga sekarang kau betah di rumah." "Hebat sekali kau bisa memperhatikanku sedetail itu Frans," ujar Jeremy sembari tertawa. "Apa kau sudah mencintainya?" Jeremy tampak berfikir, "Maksudmu kepada Anna?" "Memangnya siapa lagi?" "Aku tidak tau," balas Jeremy. Padahal jelas-jelas ia meminta Anna untuk menyayanginya tapi mengapa ia belum seratus persen yakin dengan perasaannya. Frans menatap Jeremy tidak percaya, "Oh shit! Jangan katakan kau masih belum bisa melupakan Maureen?" Benarkah? Pria itu tampak bimbang sekarang. Bahkan ia sendiri belum mengerti siapa yang ada di hatinya, Jeremy tidak ingin jauh dengan Anna tapi ada setitik di hatinya yang juga masih mengharapkan Maureen datang. "Sudahlah siapkan beberapa berkasku, aku ingin mengerjakannya di rumah saja," putu
Atensi Jeremy teralihkan kepada Anna yang baru saja masuk ke dalam kamarnya. Jeremy bisa menebak pasti wanita itu baru saja dari kamar Gerald, menidurkan bocah laki-laki tersebut. Dan sekarang rupanya ia hendak tidur, terlihat dari matanya yang sayu menahan kantuk. "Kau belum tidur juga Jer?" tanya Anna. Jeremy menggeleng, "Masih banyak yang harus aku tanda tangani." Anna berjalan lalu duduk di sebelahnya, menemani Jeremy yang berkutat dengan berkas-berkasnya. "Kalau lelah jangan dipaksa, selesaikan besok saja." Jeremy menggeleng, "Nanggung biar sekalian." "Mau aku buatkan kopi?" "Boleh," Anna langsung bergegas membuatkan kopi di dapur. Jeremy tersenyum, mana bisa ia tidak jatuh cinta dengan wanita seperti Anna. Yang mau mengerti tanpa diminta, rasanya mudah untuk dirinya jatuh cinta dan melupakan Maureen sepenuhnya. Bersama Anna dia bahagia, bahkan rasanya sulit untuk tidak dekat wanita itu. Daya pikatnya selalu membuat Jeremy luluh. Ia ingin memiliki Anna seutuhny
"Aku ingin pergi bersama Gisela nanti siang, boleh aku mengajak Gerald?" tanyanya meminta izin. Jeremy mengangguk, "Boleh. Apa perlu aku yang mengantarkannya?" "Tidak, tidak usah Jer. Aku bertemu dengan Gisela untuk membicarakan perihal sekolah Gerald dua minggu lagi," "Ya sudah kalau begitu, nanti kau hati-hati. Jika ada apa-apa langsung kabarin aku," "Baik Jer," Jeremy mengecup kening Anna kemudian berangkat. Sedangkan Anna kembali masuk ke dalam. Ia hendak memandikan Gerald karena nanti jam sepuluh Anna akan mengajaknya bertemu dengan Gisela. "Sayang ...." Gerald yang baru saja menonton serial kartun menoleh, "Kenapa Mom?" "Mandi yuk, mau nggak ikut Mommy bertemu dengan Tante Gisela?" Gerald mengangguk sambil tersenyum girang, "Mau!" "Kalau begitu ayo mandi!" seru Anna. Gerald langsung bergegas menggandeng tangan Anna menuju kamar Gerald. "Mom, Gerald kapan sekolah?" tanyanya saat Anna membantunya membuka baju. "Dua minggu lagi," "Apa itu masih lama?"
"Sangat boleh Pa," kata Anna. "Tapi ingat harus nurut sama Kakek ya?" nasehatnya pada Gerald yang diangguki oleh bocah tersebut "Iya Mommy," seru Gerald. "Ann, Papa dengar-dengar Jeremy sudah mau berinteraksi dengan Gerald? Anak itu sudah tidak memperlakukan Gerald seperti dulu lagi ya?" Anna mengangguk membenarkan apa yang Robert katakan, "Iya Pa." Ia menarik kedua ujung bibirnya ke atas. "Papa sangat bangga kepadamu Ann, kau yang membuat Jeremy seperti ini sekarang," Anna menggeleng, "Bukan Pa. Jeremy melakukan ini bukan karena Anna, karena kemauannya yang mau berusaha. Anna hanya jembatan untuk mereka berdua." Memang betul-betul wanita berkelas, Robert tidak lagi meragukan Anna meski sedari awal ia yakin wanita itu sangat cocok dengan anaknya. Membuat Jeremy luluh tidak mudah namun Anna berhasil membuat anaknya yang gila kerja kini lebih senang di rumah. Apalagi kasih sayangnya yang hangat membuat Anna mudah dicintai semua orang. Robert harus banyak-banyak berterima
Sudah menjadi rutinitas Anna bangun terlebih dulu dari suaminya lalu beranjak pergi untuk memasak, namun tidak dengan pagi ini. Anna bangun cukup siang karena kemarin Jeremy mengatakan ingin sarapan dengan roti bakar saja, ia tidak ingin Anna sibuk memasak mengingat Gerald juga sedang menginap di rumah Robert. Anna menyibakkan selimutnya dan hendak turun tetapi sebuah tangan menghalanginya untuk bangkit. Ia merasakan suhu tubuh Jeremy yang sedikit hangat, Anna mengurungkan niatnya lalu memeriksa kondisi Jeremy yang tampak sedang kurang enak badan ternyata. Ia menempelkan tangannya ke dahi Jeremy dan benar suhu tubuh pria tersebut terasa hangat. "Jer kau sakit?" Jeremy menggerang pelan dari tidurnya, "Hari ini kau tidak perlu ke kantor dulu biar aku hubungi Frans sekarang." kata Anna. "Tidak usah Ann aku baik-baik saja," lirih Jeremy yang masih menutup mata. Bagaimana suaminya itu bisa mengatakan baik-baik saja, padahal jelas tubuhnya terasa hangat. Memang si keras kepala i