Sekali lagi semuanya kembali terulang. Peristiwa sepuluh tahun lalu kembali terjadi. Pembantaian sebuah wilayah, jika dulu hanya sebuah desa kecil kini seluruh kota dibantai habis. Namun apa yang terjadi sepuluh tahun yang lalu masih menyisakan tanda tanya karena tidak ada yang tahu siapakah pelakunya sedangkan kini, pembataian itu dilakukan salah satu klan terbesar di Crator, Klan Redrock.
Dulu Rachel tak tahu apa yang terjadi dan hanya bisa menangis saat menemukan tubuh kakek dan neneknya tak bernyawa tapi kini dia melihat sendiri bagaimana Nerissa dibunuh di hadapannya. Ingatan saat wanita bernama Lucinda itu menghempaskan tubuh Nerissa dan membuat gadis itu terluka parah kembali muncul di kepala Rachel.
“Kau baik-baik saja?” Seorang gadis menyapa Rachel yang terus diam menundukkan kepalanya. Rachel enggan berbicara pada siapapun jadi dia hanya menggeleng pada gadis itu lalu beranjak pergi.
Tak satupun dari penduduk Delvish yang selamat, kecuali dirinya. Hanya dirinya seorang yang selamat tanpa luka yang parah. Dia memang tak sadarkan diri selama tiga hari, tapi saat dia bangun seluruh luka di tubuhnya telah sembuh sempurna. Bahkan tabib yang merawatnya cukup terkejut melihatnya. Rachel saat ini berada di Camp darurat kerajaan Crator yang didirikan di dekat gunung Mitah tak jauh dari Dewwy, ibukota kerajaan Crator.
Selama beberapa hari dia tinggal disana tak seorangpun mau menyapanya. Bahkan kadang Rachel akan mendengar mereka membicarakannya dengan lantang. Dari banyak hal buruk yang mereka sampaikan ada satu hal yang tertangkap di telinga Rachel yang membuatnya gusar. Mereka mengatakan bahwa Rachel adalah gadis terkutuk, pembawa bencana dan keturunan penyihir. Mereka berkata bahwa Rachel selamat dengan cara yang aneh. Rachel bisa terbebas dari mantra sihir api anggota Redrock dan sembuh kurang dari satu bulan. Mereka menganggap bahwa Rachel adalah anggota Redrock. Terlebih mereka menyadari bahwa ini adalah kedua kalinya Rachel selamat dari pembantaian serupa.
“Lihatlah gadis itu, aku penasaran apa yang dia lakukan disini? Kenapa dia tidak diusir dari tempat ini?” ucap seorang pemuda dengan sarkas saat melihat Rachel.
"Jangan bicara sembarangan, mereka bilang dia seorang Wizard, jadi hati-hati dengan ucapanmu atau kau akan dalam bahaya,” Ujar pemuda lain menambahkan. Kalimat yang lebih terdengar layaknya cemoohan itu sukses memicu tawa rekannya yang lain.
“Hei, Wizard! Kenapa kau masih disini? Apa kelompokmu meninggalkanmu?” teriak pemuda tadi.
Rachel mengabaikan mereka dan terus berjalan pergi. Dulu Rachel akan mengagumi klan Vinetree yang terkenal cerdas dan hebat. Namun selama beberapa hari dia tinggal disini, Rachel menyadari bahwa para pengecut juga bisa menjadi anggota klan Vinetree. Terlebih lagi sikap mereka yang tidak jauh lebih dewasa dari adiknya Peter yang jauh lebih tahu bagaimana bersikap sopan pada orang lain.
“Hei, bagaimana dengan teman Mermaidmu?” teriak pemuda itu masih tidak menyerah.
Namun kali ini pemuda itu memilih kata-kata yang salah. Karena setelahnya Rachel berhenti dan berbalik menatap mereka.
Para pemuda itu segera berhenti saat melihat Rachel berjalan kea rah mereka. Raiut panic jelas terlihat di wajah mereka. Namun dengan angkuh mereka masih mencoba mengangkat dagu mereka dengan tinggi.
“A-apa yang mau kau lakukan? Kau tidak bisa menyerang kami?” ucap pemuda berwajah runcing dengan terbata-bata saat Rachel berdiri dihadapannya. Rachel menatap pemuda itu dengan tatapan dingin.
“Kau, ingat kau masih berada di wilayah Crator, kau tidak bisa berbuat apapun.” Lanjut pemuda lain.
Ada empat pemuda yang meneriakinya. Rachel tidak pernah menganggap mereka sebelumnya, tapi percayalah sekarang Rachel akan mengingat wajah mereka. Rachel maju mendekati pemuda itu yang terus berjalan mundur. Pemuda itu terlihat semakin ketakutan saat tangan Rachel bergerak untuk mengambil sesuatu dari balik jubahnya.
“Kau tidak diterima disini, sama seperti teman Mermaidmu. Nerissa.”
PLAKK…
Suara tamparan itu terdengar sangat keras hingga membuat beberapa orang yang berada cukup jauh dari mereka terkejut dan memandang ke arah Rachel. Dada Rachel naik turun karena menahan amarahnya yang tiba-tiba tersulut. Sedangkan pemuda di depannya tadi telah jatuh tersungkur dengan sudut bibir yang berdarah setelah mendapat tamparan Rachel.
Teman-teman pemuda itu segera membantunya berdiri dan segera berdiri jauh dari Rachel. Mereka memandang Rachel dengan wajah ketakutan dan tubuh gemetar.
“Mulut kotormu tak pantas menyebut namanya.”
Setelah mengucapkan hal itu Rachel meninggalkan mereka yang masih terkejut dan ketakutan. Rachel kembali ke tendanya lalu mengambil Jade Amora dan meninggalkan perkemahan. Mereka benar, tidak ada alasan bagi Rachel untuk tetap berada di tempat itu. Berada di satu tempat dengan orang-orang bermulut kotor yang bahkan menghina orang yang telah tiada.
Semua orang hanya mampu menatap diam Rachel saat gadis itu berjalan keluar perkemahan dengan sebuah busur di punggungnya. Tatapan terkejut dan takut terpampang di wajah mereka. Namun sebagian besar dari mereka justru tampak lega saat melihat gadis itu berjalan menjauh dari wilayah perkemahan.
“Apakah itu Jade Amora?”
“Benar, aku dengar itu senjata ajaib dari Land Of Soul.”
“Bukankah Land Of Soul sudah musnah, kenapa gadis itu memiliki senjata itu?”
“Bersyukurlah karena dia memilih meninggalkan tempat ini. Aku tebak Redrock pasti menghancurkan Delvish karena mencari senjata itu. Pantas saja dia selamat.”
Bahkan saat dia beranjak pergi mereka tak berhenti membicarakannya. Rachel hanya bisa mengepalkan tangannya erat dan mengabaikan mereka semua. Di gerbang perkemahan, gadis yang merawat Rachel menghentikannya.
“Mereka hanya rakyat biasa yang mudah terbawa arus. Jangan mengotori hatimu dengan memendam kemarahan untuk mereka.” Ucap gadis itu sambil meremas pelan pundak Rachel.
Gadis itu menyerahkan sebuah belati kecil pada Rachel. Rachel membuka sarung belati itu dan melihat belati kecil dan tajam dengan ukiran indah di atasnya. Gadis itu tersenyum melihat Rachel mengagumi belati itu lalu menepuk pundak Rachel pelan lalu beranjak pergi.
“Jaga dirimu baik-baik.”
***
Rachel meninggalkan perkemahan Vinetree dan pergi ke arah Selatan. Dia bermaksud pergi ke kampong halamannya dulu di desa Fleure. Dalam perjalanannya Rachel menyembunyikan Jade Amora dengan membungkus senjata itu. Rachel juga mendapatkan seekor kuda saat dia berjalan sendirian di hutan tadi. Selama seharian penuh dia berkuda tanpa istirahat hingga dia mencapai desa Fleure.
Desa itu kini hanyalah desa kosong dengan berbagai puing usang yang telah ditumbuhi tanaman liar. Rachel meniti jalan setapak yang telah tertutup ilalang tinggi. Dirinya yang kini tanpa tujuan berjalan mencari rumah lamanya berharap masih ada yang tersisa di tempat itu. Saat gadis itu berjalan dalam diam sebuah suara gemerisik terdengar tak jauh darinya.
“Siapa disana?”
Rachel berbalik waspada saat menyadari ada orang lain dibelakangnya. Meski samar, Rachel bisa mencium aroma lain disekitarnya dan itu bukanlah aroma tumbuhan atau tanaman biasa. Rachel mengamati sekelilingnya dengan seksama. Rachel mengedarkan pandangannya dan saat dia menemukan sebuah ilalang bergerak dia segera berlari ke arah tersebut. Tak jauh di depannya seseorang sedang berlari. Rachel mengejarnya hingga mereka berada di ujung jurang.
“Kau tidak mudah menyerah rupanya.” Dia berbalik dan membuka penutup kepalanya. Seorang pemuda yang dilihat dari tampangnya berusia tak jauh berbeda dengan Rachel. “Senang bertemu denganmu, Rachel.”
Rachel mengernyit karena pria itu mengenalnya. Dia masih dalam sikap waspada dan menjaga jarak dari pemuda itu. Salah satu tangan Rachel bahkan telah siaga di belakang punggungnya dan memegang belati barunya, siap untuk dia keluarkan.
“Siapa kau?”
Pemuda itu tersenyum mendengar pertanyaan Rachel. Mata birunya berkilat saat dia berjalan ke arah Rachel.
“Gadis Ajaib dari Fleure, satu-satunya korban selamat dari Delvish yang di curigai sebagai rekan Redrock dan tersangka pembantaian kota. Semua orang di kerajaan ini tentu mengenalmu, Rachel Chevalier.”
Rachel mendengus pelan mendengar jawaban pemuda itu. Dua kalimatnya benar namun sisanya adalah bualan. Enggan meladeni pemuda itu, Rachel perlahan menarik tangannya dan mundur meninggalkan pemuda itu. Entah dia berbahaya atau tidak, Rachel enggan peduli.
“Sepertinya aku benar.” Gumam pemuda itu lalu berjalan mengikuti Rachel. “Aku penasaran dengan sesuatu, bagaimana caramu bisa mengalahkan Lucinda?” lanjutnya.
“Kau tahu bahkan Raja Julian memilih menghindari Redrock dari pada harus berhadapan dengan berbagai mantra sihir mereka, hanya Vinetree yang berani melawan mereka sejauh ini. Juga kau, sebagai tambahan.”
Rachel menghentikan langkahnya dan berbalik. Pemuda itu seketika berhenti tepat dua langkah di balakang Rachel. “Aku tidak mengalahkan Lucinda. Aku tidak mengetahui tentang Redrock, ataupun mengenal Vinetree. Bisakah kau berhenti mengikutiku?”
“Kalau begitu aku ganti pertanyaanku, bagaimana kau bisa selamat dari pembantaian Fleure?”
“Kenapa aku harus menjawab pertanyaanmu?”
“Benar juga. Tapi jika kau diam maka aku akan terus bicara.”
“Terserah.” Rachel memutar bola matanya dan berjalan cepat.
Begitu juga dengan pemuda itu. Tetap berjalan di belakang Rachel dan menggumamkan berbagai macam pertanyaan untuk Rcahel. Rcahel hanya bisa menggeleng dan mendengus pelan mendengar semua pertanyaan yang pemuda itu lontarkan. Sesekali Rachel menatap pemuda itu tajam dan sukses membuat pemuda itu diam. Tapi hal itu tak berlangsung lama karena setelah itu pemuda itu kembali mengikuti Rachel.
“Berhenti mengikutiku!” Pemuda itu berhenti dibelakang Rachel, dia bahkan mengangkat kedua tangannya, tapi setelahnya dia mulai tertawa. “Apa yang kau tertawakan?”
“Aku tidak memiliki kewajiban menjawab semua pertanyaanmu.”
Rachel membelalak jengah lalu kembali berjalan meninggalkan pemuda itu. Dia kembali ke desa dan menuntun kudanya menuju rumah lamanya. Sedangkan pemuda itu, dia hanya mengamati Rachel dari kejauhan.
Rachel melihat apa yang tersisa dari rumah lamanya. Puing-puing yang berserakan dan debu tebal di sekitarnya. Dengan cekatan Rachel membersihkan tempat itu. Gadis mengeluarkan belatinya dan mulai memotong rumput dihalaman itu. Membersihkan tanaman liar dan membuang dedaunan kering yang ada di dalam rumah. Rachel juga mencari beberapa kain bekas untuk selimutnya nanti malam. Saat Rachel keluar, pemuda itu telah duduk dihalaman rumah. Dia tersenyum lebar melihat Rachel sambil menenteng beberapa ikan.“Aku menangkap beberapa ikan.”Rachel menghela nafas dan membiarkan pemuda itu membuat api unggun dihalaman rumahnya. Dapur milik neneknya sudah hancur tak bersisa. Dia tak mungkin membersihkan semua puing-puing ini dalam sehari tapi hari sudah mulai gelap.“Kau bisa memanggilku Ethan, Ethan Bedwyn.” Sekarang Rachel tahu nama pemuda yang selalu menganggunya itu, “dan aku seorang anggota Redrock.”Gerakan tangan Rache
Ethan membawa Rachel pergi ke Redrock, tanah para Wizard. Setelah mereka berhasil kabur dari para Vinetree Rachel memilih mencoba percaya pada Ethan meski sebagian dari dirinya masih merasa ragu karena identitas Ethan. Ethan membawa Rachel menuju kediamannya secara diam-diam. Ethan mengatakan bahwa mereka tidak di ijinkan membawa orang luar masuk ke dalam wilayah mereka.“Mengapa kau pergi kesana?”Pertanyaan itu sudah ditahan oleh Rachel sejak pertama kali dia tiba di Redrock tapi dia ingin tahu alasan kenapa Ethan membantunya. Ethan tak langsung menjawab pertanyaan Rachel tapi menghindar dengan memberikan beberapa pakaian bersih pada Rachel.“Sebaiknya ganti pakaianmu dulu.”Rachel menerima pakaian itu lalu pergi untuk mengganti pakaiannya. Setelah selesai berganti pakaian Rachel keluar dan tak menemukan Ethan disana. Rachel mengelilingi rumah Ethan yang jauh lebih sederhana dari panti asuhannya dulu. Sebuah ruang tamu, ruang mak
Rachel membawa Ethan menuju tempat dia menyimpan Jade Amora setelah dia melihat sendiri tubuh Nerissa yang masih bernafas di istana Redrock. Gadis itu ada disana meski nafasnya sangat lemah. Tapi setidaknya ada harapan bahwa dia akan selamat. Rachel membawa Ethan dan beberapa anggota Redrock kembali ke hutan Fleure karena disanalah dia menyembunyikannya. Rachel mengatakan bahwa mereka harus melewati air terjun yang ada disana. Namun dengan sekali ayunan tangan aliran air terjun itu terbelah dan memperlihatkan sebuah gua kecil disana. Rachel bermaksud masuk ke dalam tapi Ethan menghentikannya. “Aku tidak tahu jebakan apa yang kau siapkan disana. Sebaiknya kau diam disini bersamaku.” Ethan menatap pengawalnya dan dua orang di belakangnya masuk ke dalam gua itu. Sesuai perkiraan Ethan tak berapa lama terdengar teriakan dari dalam gua disertai suara geraman keras di dalam sana. Rachel bergidik ngeri mendengar suara geraman itu tapi Ethan biasa saja. Setelah menun
Camp itu berbeda dengan perkemahan yang berada di pegunungan Mitah. Tempat itu jauh lebih luas dan dihuni banyak orang. Namun dari sekian banyak penghuni campe tersebut tak ada satupun yang mengenal Rachel atau menatap Rachel dengan tatapan aneh. Mereka semua fokus pada apa yang mereka kerjakan tanpa sibuk mengurusi orang lain. Selain itu, perkemahan itu sangat berbeda dengan Camp sebelumnya karena bukan didirikan dengan banyak tenda melainkan bangunan permanen yang layaknya istana luas. Mereka menyebut kastil itu dengan sebutan Kastil Irdawn.Elise telah menceritakan sedikit sejarah tentang Crator yang tak pernah Rachel pedulikan sama sekali selama ini. Terutama tentang Redrock dan Vinetree. Dua Klan terbesar di kerajaan ini yang saling bersaing selama bertahun-tahun. Vinetree adalah golongan orang yang terlahir dengan kemampuan istimewa dalam hal kekuatan fisik. Mereka memiliki kelebihan yaitu memiliki senjata mereka sendiri sejak lahir. Senjata itu akan
Pandangan Rachel semakin kabur dan telinganya berdengung keras. Tiba-tiba tubuhnya terasa seperti terjatuh ke dalam air dingin yang sangat dalam. Penglihatannya memudar dan dia kesulitan bernafas. Rachel berusaha meraih apapun di sekitarnya namun sayangnya tak ada apapun disana. Semakin Rachel berusaha bergerak maka semakin dalam dia akan terjatuh dan semakin gelap pula pandangannya.Rachel terbangun di sebuah padang rumput hijau yang dipenuhi bunga. Kupu-kupu beterbangan di tempat itu mengelilingi Rachel. Mereka berkumpul dan membentuk siluet seorang gadis yang menunduk seakan memberi salam pada Rachel. Rcahel mengangguk samar pada kumpulan kupu-kupu itu yang segera beterbangan menjauh. Rachel bangkit dari tempatnya dan mulai menjelajahi tempat itu. Dia berjalan mengelilingi padang rumput itu hingga dia tiba di sebuah tebing tinggi.Saat dia tiba di tebing tinggi itu tiba-tiba langit berubah gelap. Rachel tak tahu apa yang terjadi padanya namun tubuhnya bergerak denga
“Rae..” Rachel mendengar suara Elise dan melihat gadis itu berlari ke arahnya. “Aku lupa ingin menanyakan sesuatu padamu, siapa Nerissa? Kau memanggilku Nerissa sebelum kau pingsan.” Jadi itu hanya bayangan Rachel saja rupanya. “Tidak, aku hanya salah lihat.” “Jadi siapa dia?” “Kupikir kau pernah mendengar namanya, gadis Mermaid.” “Tidak, bukan itu. Maksudku, siapa Nerissa dihidupmu?” Rachel mengamati wajah Elise dengan seksama. Jika orang lain yang bertanya tentang Nerissa saat ini, mungkin Rachel akan mencari berbagai alasan untuk menolak dan mengalihkan perhatian mereka tapi Elise. Gadis ini sedikit berbeda. Aura yang dipancarkan gadis ini mengingatkannya pada Nerissa yang dikenalnya. “Nerissa, dia saudariku. Kami tumbuh dan besar di panti asuhan yang sama. Bagiku dia seperti kakak yang selalu melindungi dan merawatku. Bahkan di akhir nafasnya dia masih berusaha melindungiku.” “Dia telah tiada?” “Aku
Hari ini salju kembali turun menyelimuti kastil Irdawn dengan selimut putih yang lembut dan basah. Di atas lapisan putih itu terdapat jejak halus yang mulai memudar. Sebuah jejak yang tercipta dari sebuah kaki mungil yang berjalan di pagi buta. Jejak tersebut berjalan lurus ke arah gerbang kastil dan menghilang dilebatnya hutan. Namun satu yang tidak di ketahui pemiliki jejak kaki itu. Bahwa ada jejak lain yang mengikutinya tak lama setelah kepergiannya. “Apa kau bermaksud mengelilingi Crator dengan berjalan kaki?” tanya Kenneth saat melihat tubuh kecil Rachel meringkuk dibawah pohon tak jauh dari sungai. Gadis itu mengangkat kepalanya dan membuka tudung yang menutupi wajahnya. Gadis itu tampak terkejut melihat Kenneth namun dia segera mengatur ekspresinya dan kembali menatap datar pada Kenneth. Dia menghela nafas pelan sehingga menciptakan kepulan uap didepan wajahnya yang memerah kedinginan. “Jangan bilang kau mau menukar kudamu dengan busurku. Maaf
Diantara banyak kota yang telah Rachel lalui, Abendbrise adalah kota terakhir yang harus ia datangi. Kota terakhir di dekat teluk Feilas. Tempat yang akan dia tuju, tanah para Jade, Pulau Davian. Rachel sudah berkuda selama dua hari tanpa tidur. Hanya sesekali dia akan berhenti untuk memberi makan kudanya atau meluruskan kakinya sejenak. Saat memasuki gerbang kota Abendbrise, Rachel telah disambut dengan suasana kota tua kecil di pinggiran kerajaan. Kota yang cendurung memancarkan cahaya suram di sekitarnya dengan sebagian besar bangun terbuat dari kayu dengan warna coklat yang telah memudar. Beberapa penduduk berlalu lalang dengan jaring di atas bahu mereka, atau para wanita membawa beberapa keranjang ikan adalah pemandangan yang sedehana. Rachel membawa kudanya menuju kedai pertama yang dia lihat. Mengikatkan kudanya di tempat yang telah disediakan lalu segera memesan makanan untuk dirinya. Dia merogoh saku mantel yang di berikan Kenneth dan menghitung koin yang ma
Kekuatan. Kekuasaan. kebebasan.Hal yang tak pernah lelah untuk di cari dan dikejar oleh semua orang. Setiap mereka yang hiduo pasti mendambakan kekuatan. Setiap mereka yang Kuat, pasti menginginkan kekuasaan, dan siapa yang berkuasa dialah yang memegang kebebasan. Begitulah kiranya rantai kehidupan yang saat ini tercipta. Buah dari keinginan dan hasrat yang tak ada habisnya. Setiap orang berlomba mencapai kesempurnaan untuk mengejar kekebasan tertinggi. Namun, tahukah mereka arti sejati dari sebuah kebebasan?***"Bydd yr Enaid Sanctaidd bob amser yn effro yn y Corff Mawr." (Jiwa Suci akan selalu terjaga dalam Raga sang Agung)Rachel, sang Jiwa Suci yang terlahir dalam Raga Sang Agung. Inang yang paling tepat untuk kekuatan terakhir dari para Velaryon. Kekuatan kuno yang selama ini menjaga alam semesta.Namun, mereka kadang lupa, bahwa selain para kekuatan kuno nan agung, ada entitas lain yang lebih luar biasa di banding mereka. Sang Jiwa Suci. Cahaya terang itu berpendar keluar d
Di empat penjuru kerajaan Crator, ke-empat Guardians yang tersisa perlahan bangkit. Ada sebuah dorongan dalam diri mereka untuk mengeluarkan kekuatan mereka ketika cahaya ungu pekat itu memenuhi langit. Perlahan, Trisula Aquamarie, Tombak Mitah, Pedang Shadowfall dan Belati Snowbell menunjukkan kekuatannya. Keempat guardians itu memejamkan mata mereka di waktu yang hampir bersamaan dan perlahan cahaya masing-masing armor menyelimuti mereka. Dengan cahaya itu kekuatan masing-masing guardians meningkat secara bersamaan. Ketika kekuatan itu telah berkumpul cahaya itu melesat ke langit, memunculkan cahaya biru, hijau, coklat, dan putih menyatu dengan langit gelap di atasnya. Untuk sejenak gejolak petir itu berhenti. Sejenak, sebelum gelombang besar bencana datang. Angin berhembus kuat menyelimuti Crator. Menerbangkan appaun yang bisa di bawanya. Puing-puing reruntuhan, pohon dan tanaman, kereta, kuda, dan bahkan manusia. Segalanya ikut terbawa oleh amukan angin yang muncul tiba-tiba.Te
Rachel menatap tubuh Sigrid yang penuh luka. Entah berapa kali wanita itu terus mengulang kesalahan yang sama, membalas setiap kali Rachel mengobati lukanya. Niat awal Rachel untuk mengingatkan Sigrid atas rasa sakit berulang yang terus wanita itu torehkan pada penduduk Crator, tapi sayangnya wanita itu seperti tak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Rachel ingin mmebuat wanita itu mengingat rasa lelah dan ketakutan karena ancaman yang berulang, tapi Sigrid terlihat sangat berambisi untuk membalas Rachel di setiap kesempatan.‘Kenapa kemarahan wanita ini tak kunjung padam? Kehidupan seperti apa yang sudah dia lalui sebelumnya?’ batin Rachel bertanya-tanya.Rachel kembali menyentuh puncak kepala Sigrid, tapi kali ini sebelum wanita itu bangkit menyerang sebuah rantai hitam muncul dari tanah dan mengikat Sigrid.Arrghhh ... Sigrid menggeram marah dan meronta. “Menyerahlah maka hukumanmu akan lebih cepat selesai,” ucap Rachel.“Kau! Atas hak apa kau memiliki hak menghukumku? Kau sam
Seringai tipis muncul di wajah Sigrid. Hanya beberapa saat sebelum tawa melengking wanita itu terdengar menggema di kastil Enver. Ha... ha... ha... “Kalian semua sama saja,” tukasnya. Sigrid menatap Rachel dengan ekspresi mengejek. Terlihat tenang namun juga menghina di saat yang sama. Sedangkan dalam dada itu sedang ada gemuruh kemarahan yang sedang dia tahan. “Jadi, selain menghukumku kau tidak memiliki tujuan lain datang kemari?” tanya Sigrid. “Sepertinya Para Velaryon itu benar-benar memberikan perhatian istimewa padaku.” Sumpah serapah dan hinaan keluar dari mulut wanita itu. Segala bentuk cercaan dan berbagai macam umpatan dia layangkan pada Rachel dan sosk Velaryon. Rachel hanya diam. Satu tangannya bergerak di atas halaman kastil dan tanaman tumbuh di sekitarnya, membentuk sebuah tempat duduk dari sulur tananam dengan bunga-bungan berwarna ungu dan hitam. Dengan kedua tangan dia letakkan di dada, Rcahel mundur
Katakanlah Rachel kejam, tapi dia memang ‘harus’. Dikepala gadis itu ada banyak hal aneh yang terus bermunculan. Ingatan tentang kehidupan lain dari berbagai sosok yang tidak Rachel kenal. Kekejaman sosok Neith ketika memimpin perang Wylan. Kesedihan Amethys yang tersisih dari para bintang. Kesepian yang terasa dari benak Sassafres. Bahkan kemarahan Sigrid juga bisa Rachel rasakan sekarang. Emosi-emosi itu sedikit banyak mulai mempengaruhi pandangan dan perasaan Racgel terhadap setiap hal yang ada di hadapannya. Dikedalaman samudera, air bergejolak kuat. Mendoron dan menekan tubuh Sigrid yang tak bisa melawan tapi wanita itu masih hidup. Wanita tiu masih bertahan meski tidak bisa melawan. Semakin dalam mereka menyelami samudera semakin terang pula cahaya Aquamarine di sekitar mereka. Hingga Rachel tiba di sebuah altar bawah laut. Jangan tanya bagaimana Rachel bisa tahu, ada sesuatu di kepala Rachel yang memberinya petunjuk. Mungkin Caelum The God of Sky atau bisa jug
Cahaya fajar terlihat di ufuk timur. Cahaya kemarahan yang telah di tunggu-tunggu setelah malam panjang yang hadir tiba-tiba. Helaan nafas lega hampir terlihat pada seluruh penduduk Crator saat mereka berhasil melewati satu malam yang mencekam. Malam dimana kerajaan mereka mungkin akan musnah karena kebangkitan sosok dalam ramalan.Suatu penuh suka cita terlihat dirumah rumah yang penduduknya mulai saling memeluk dalam isak tangis penuh kelegaan. Tanpa mereka ketahui, bahwa nasib mereka baru saja mulai di tinjau pagi ini.*** Cahaya matahari pagi menyinari pegunungan Mithre dengan sinar hangat. Cahaya terang keemasan itu jatuh tepat di atas rumput hijau segar yang dipenuhi embun di setiap pucuknya. Indah, tapi ingat bahwa sebelum itu ada rumput hitam mematikan tumbuh sebelumnya.Rachel berdiri di sana, kali ini dia telah bertekad menyelesaikan segalanya. “Kau benar-benar terlalu membanggakan dirimu sendiri, Rae,” sentak Sigrid. Wanita itu bangkit dan
Percayalah Rachel tak mengerahkan segala kemampuannya kala itu untuk mengalahkan Sigrid. Bukan karena dia tidak mampu, melainkan karena Rachel tak ingin ramalan Putri Emerald menjadi kenyataan. Rachel harus tetap bisa mengendalikan diri dan kekuatannya hingga dia selesai berurusan dengan Sigrid. Rachel tak yakin ke mana Sigrid pergi, dia hanya melesat terbang mengikuti jejak kekuatan milik wanita itu yang menuntunnya meninggalkan Atiria. Ketika Rachel melesat di atas langit, cahaya ungu terlihat memandang mengikutinya. Layaknya ekor meteor yang jatuh ke bumi. Orang-orang di bawahnya yang melihat cahaya ungu melesat di atas mereka semakin ketakutan sebab mereka yakin bahwa kali ini, Amethys benar-benar telah bangkit sempurna. Rachel berhenti di sebuah dataran tinggi di pegunungan yang terlihat tak asing dimatanya. Padang rumput hitam sejauh mata memandang dengan aroma aneh yang mengusik indera penciuman. “Mithre,” desis Rachel menyadari dimana dia berada. Rachel menelisik ke sek
Cahaya terang menyinari tempat itu. Sepanjang mata memandang hanya ada langit tak bertepi dan padang rumput luas tak berpenghuni. Hanya terdengar desau angin dan suara samar burung di kejauhan.Di antara ilalang yang bergoyang pelan, seorang gadis tengah berbaring. Rambut coklat keemasannya yang panjang menyatu dengan tanah kecoklatan di sekitarnya. Kulit putih pucatnya berpendah layaknya dilapisi oleh kerlip bintang yang berpendar memantulkan cahaya. Satu tagan gadis itu menutupi kedua matanya. Ketika tangan itu perlahan terangkat, mata gadis itu terbuka pelan memperlihatkan mata coklat keemasan terindah yang pernah ada. Terang dan dalam. Seakan mata itu mampu melihat menembus apapun yang ada di depannya.Gadis itu perlahan bangkit, menarik kedua kakinya dan membawa tubuh tinggi semampainya bangkit. Gaun putih pucat gadis itu perlahan melambai bersama dengan hembusan angin.Satu tangan gadis itu kembali terangkat. Jemari lentiknya bergerak menyentuh udara kosong di depannya. Satu ket
“Diantara ribuan bintang, ada banyak yang terang penuh sinar. Dilingkupi kehangatan dan membawa kebahagiaan. Namun, di satu sudut langit ada sosok yang kelam. Tersembunyi dalam kegelapan. Penuh rahasia dan kesepian.”“Dia hanyalah satu dari bagian langit yang memutuskan untuk menyendiri. Diam jauh dari pandangan. Sebagai pengamat tanpa turun tangan. Namun, sekiranya dia datang maka percayalah bahwa dia telah habis kesabaran.”*** “Lihat ini Rachel! LIHAT!!” teriakan Sigrid menggema memenuhi langit. “Lihatlah bagaimana aku menghanguskan mereka! Lihat bagaimana aku menghancurkan kerajaan yang kalian jaga! Ha... ha... ha... .”Kening gadis itu berkerut. Otaknya tengah berputar. Dengan rasa pening yang tiba-tiba menghantamnya dia mencoba melesat secepat mungkin mengejar sosok Sigrid.‘Kau tak akan bisa mengalahkannya’ suara Sassafras terdengar di telinga Rachel. Naga itu masih terhubung dengannya.“Aku bisa!” tegas Rachel dalam gumaman pelan.Langit gelap itu telah menghitam sempurna. Bu