Langit di atas Desa Tumbal mulai beranjak gelap saat Danu dan Pak Budi kembali ke rumah Pak Budi setelah seharian menyelidiki berbagai lokasi yang pernah dikunjungi ayah Danu. Danu merasa letih namun semangatnya tidak padam. Dia tahu bahwa dia semakin dekat dengan jawaban yang telah lama dia cari."Sekarang saatnya kita membuka berkas-berkas ini dan melihat lebih jauh," kata Pak Budi sembari menyusun dokumen-dokumen yang mereka temukan di Lingkaran Batu.Danu mengangguk, mengambil posisi duduk di samping meja kerja Pak Budi. Mereka mulai membaca setiap lembar kertas dengan seksama. Salah satu dokumen yang menarik perhatian Danu adalah catatan yang ditulis dalam bahasa yang agak kuno, hampir seperti bahasa Jawa kuno, dengan banyak istilah mistis dan diagram yang aneh."Pak Budi, lihat ini," kata Danu sambil menunjuk sebuah simbol yang aneh di salah satu dokumen. "Apa menurut Bapak ini?"Pak Budi memperhatikan simbol itu dengan seksama, mengerutkan dahinya. "Ini sepertinya simbol dari s
Pagi itu, sinar matahari menyusup melalui celah-celah jendela kamar Danu, memberikan kehangatan yang tak mampu menghapus rasa dingin yang menghantui pikirannya. Dia membuka buku harian ibunya sekali lagi, membaca setiap kata dengan hati-hati. Setiap halaman seperti membuka lapisan-lapisan rahasia yang selama ini tersembunyi. Ibunya menulis dengan penuh cinta dan kecemasan, berusaha melindungi Danu dari kebenaran yang menakutkan.Danu tahu bahwa ada lebih banyak yang harus dia ketahui. Banyak orang di desa yang sepertinya tahu lebih banyak tentang hilangnya ayahnya daripada yang mereka akui. Hari ini, Danu bertekad untuk mencari kebenaran dari mereka, meskipun hatinya berdebar keras membayangkan apa yang akan dia temukan.Dia memutuskan untuk memulai penyelidikannya dengan mengunjungi rumah lama sahabat masa kecilnya, Roni. Saat mereka kecil, Roni selalu ada di sisinya, dan Danu berharap Roni masih setia seperti dulu.Ketika Danu tiba di rumah Roni, dia disambut oleh ibu Roni yang tamp
Malam semakin larut ketika Danu duduk di ruang tamu rumah masa kecilnya, memandangi buku harian ibunya yang tergeletak di atas meja kayu tua. Dia baru saja membaca bagian yang mengungkapkan sekilas tentang keterlibatan keluarganya dalam peristiwa-peristiwa gelap di desa mereka. Hatinya berat, dipenuhi oleh perasaan campur aduk antara rasa takut dan keingintahuan. Lembar demi lembar buku harian itu penuh dengan tulisan tangan ibunya, yang mencerminkan kecemasan dan kepedihan yang selama ini disembunyikan.Danu mencoba mengingat masa-masa kecilnya, momen-momen ketika dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres namun tidak pernah benar-benar memahami apa itu. Ibunya, dengan senyumnya yang selalu hadir namun penuh dengan kesedihan yang tersembunyi, selalu berusaha mengalihkan perhatiannya ketika dia bertanya tentang ayahnya yang hilang. "Nanti, jika kamu sudah besar, kamu akan mengerti," begitu jawaban yang sering ia terima. Kini, dengan membaca buku harian ini, Danu mulai melihat potongan
Pagi itu, sinar matahari menyelinap melalui celah-celah dedaunan hutan yang lebat. Danu berdiri di tepi hutan, memegang peta tua yang mereka temukan di gua beberapa hari sebelumnya. Di belakangnya, Pak Budi dan Roni bersiap-siap dengan peralatan yang mereka bawa. Mereka tahu bahwa perjalanan kali ini akan membawa mereka pada kebenaran yang lebih dalam dan lebih gelap tentang apa yang sebenarnya terjadi pada ayah Danu dan kelompok rahasia yang pernah ada di desa mereka."Aku sudah siap, Pak Budi," kata Danu, menatap ke arah hutan dengan tekad yang kuat.Pak Budi mengangguk. "Baiklah, mari kita mulai. Ingat, kita harus berhati-hati. Kita tidak tahu apa yang menunggu kita di sana."Mereka mulai berjalan menyusuri jalan setapak yang sempit, mengikuti tanda-tanda yang ada di peta. Suasana hutan terasa aneh, seolah-olah ada sesuatu yang mengawasi mereka dari balik pepohonan. Meskipun begitu, mereka terus maju, tidak ada yang berbicara kecuali suara langkah kaki mereka yang terdengar di anta
Danu, Pak Budi, dan Roni kembali ke desa dengan perasaan lega setelah berhasil menyegel kekuatan yang ada di Hati Kegelapan. Meskipun masih ada banyak misteri yang perlu diungkap, mereka merasa puas telah menyelesaikan tugas besar tersebut. Namun, ketika mereka tiba di desa, suasana hati mereka berubah menjadi serius karena mereka menyadari bahwa perjuangan mereka belum berakhir.Mereka kembali ke rumah Danu untuk merenungkan langkah selanjutnya. Danu membuka buku harian ibunya dan kembali membacanya dengan penuh perhatian. Dia mencatat setiap detail dan petunjuk yang mungkin membantu mereka mengungkap lebih banyak rahasia tentang keluarganya."Ini tidak mungkin berakhir hanya dengan menghentikan ritual di hutan itu," kata Danu sambil membolak-balik halaman buku harian ibunya. "Ada lebih banyak yang perlu kita ungkap."Pak Budi mengangguk. "Benar, Danu. Kita harus mencari tahu lebih dalam tentang kelompok rahasia ini dan peran keluargamu di dalamnya."Roni menatap mereka dengan mata p
Danu menjejakkan kaki di Bandara Internasional John F. Kennedy dengan perasaan campur aduk antara antusiasme dan gugup. Udara dingin New York langsung menyambutnya, berbeda jauh dengan udara hangat Indonesia. Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. Ini adalah awal dari babak baru dalam hidupnya.Setelah melalui proses imigrasi dan mengambil bagasinya, Danu menaiki taksi menuju apartemen yang telah dia sewa dekat kampus John Jay College of Criminal Justice. Sepanjang perjalanan, matanya tak lepas dari jendela taksi, mengamati gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi dan hiruk-pikuk kota yang tidak pernah tidur. Ini adalah dunia yang sangat berbeda dari desa kecil tempat dia dibesarkan."Sampai di sini, pak," kata supir taksi ketika mereka tiba di depan apartemen. Danu membayar ongkos taksi dan mengucapkan terima kasih sebelum keluar dan menatap bangunan tinggi di depannya."Selamat datang di rumah baru, Danu," katanya pada dirinya sendiri sebelum masuk ke d
Pagi itu di New York terasa lebih dingin dari biasanya. Danu merapatkan jaketnya saat dia berjalan menuju kampus bersama Maya dan Lara. Mereka berbicara tentang tugas yang harus diselesaikan minggu ini ketika tiba-tiba, mereka dikejutkan oleh kerumunan orang di dekat salah satu gedung asrama."Ada apa di sana?" tanya Maya dengan rasa ingin tahu."Tidak tahu, tapi sepertinya sesuatu yang serius," jawab Lara sambil mempercepat langkahnya.Ketiganya bergabung dengan kerumunan yang semakin membesar di sekitar toren air yang terletak di belakang gedung asrama. Polisi telah memasang garis kuning dan beberapa petugas terlihat sibuk bekerja di sekitar tempat tersebut. Danu merasa hatinya berdebar kencang, firasat buruk mulai menghantui pikirannya.Salah satu mahasiswa yang berada di dekat mereka, seorang pria berambut pirang bernama Jake, memberi tahu mereka apa yang terjadi."They found a body in the water tower," katanya dengan suara berbisik namun penuh kegelisahan."A body?" Maya menutup
Malam itu, Danu, Maya, dan Lara berkumpul di apartemen mereka, membahas langkah selanjutnya setelah mendapatkan informasi dari Mike. Ruang tamu kecil itu dipenuhi dengan peta kampus, catatan, dan foto-foto yang mereka kumpulkan sejauh ini. Suasana tegang namun penuh determinasi."Kita perlu bukti lebih konkret tentang orang-orang yang mungkin mengancam Rachel," kata Danu. "Informasi dari Mike adalah awal yang baik, tapi kita butuh lebih dari sekadar rumor.""Agreed," kata Lara sambil melihat catatan mereka. "But where do we start? We can't just go around accusing people without proof."Maya mengangguk. "We need to find someone who can give us more detailed information. Maybe a witness or someone who saw something suspicious."Danu berpikir sejenak sebelum berbicara. "Bagaimana kalau kita coba bicara dengan Sarah? Dia salah satu teman sekelas Rachel dan sering duduk bersamanya di kelas. Mungkin dia tahu sesuatu."Lara setuju. "Good idea. I can ask around and see if anyone else noticed