Sepertinya akhir-akhir ini hubungan Lola dan Bastian Hutomo semakin berkembang. Sore ini mereka datang berdua ke rumah, gue jadi surprise melihatnya.
”Ehm ehm, kalian darimana nih kok bisa datang berdua?” goda gue, terutama pada Lola sohib gue.
”Tanya noh ke laki Io, tega—teganya mengganggu orang sedang berkencan. Kayak dia gak pernah ngedate aja," sindir Bastian.
Lola menunduk dengan wajah memerah. Duh ternyata mereka udah masuk taraf kencan ya, kok Lola gak kasih tahu gue? ”Aku dulu gak pakai kencan, langsung masuk taraf tunangan," jawab Dean apa adanya.
Bsstian Hutomo terkekeh geli, dia lanjut menggoda Dean yang gak merasa disindir.
”1ya, Io mah kebiasaan main nyosor aja. Nikah juga gak bilang—bilang, diam-diam langsung ngawinin bini Io. Hingga
Elena stress mikir kalian udah kumpul kebo!"
Asyemmm, ini Dean atau gue yang dibully ya? Spontan gue mengambil vas kecil diatas meja, langsung gue s
Saat tersadar, gue telah berada di rumah sakit. Rasanya lemas banget, kepala gue juga pusing berat."Nyonya sudah sadar? Sebentar saya panggil suami nyonya," sapa seorang suster perawat.Dean ada disini? Gue jadi surprise. Apa dia udah tahu kalau gue betul æ betul hamil? Gue menunggu kedatangan Dean dengan hati berdebar."Elena, lo udah baikan?" tegur seseorang dengan suara maskulinnya.Bastian Hutomo masuk dengan wajah khawatir."Gue gak papa. Mana Dea?" tanya gue."Oh itu, mereka mengira gue itu suami lo, Elena. Dan bodohnya gue tak sempat meralatnya. Bahkan saking bingungnya, gue lupa mengabari Dean. Sebentar, gue menghubungi Dean dulu.."Gue menahan tangan Bastian Hutomo. "Jangan, jangan beritahu Dean. Gue udah gak papa."Bastian menatap gue penuh selidik."Lo hamil Elena, apa Dean tahu hal ini?"Gue menggeleng lemah.”Gue udah memberitahunya, tapi dia menuduh gue telah membohongi
Gue melihat layar monitor yang ada di depan gue.Ya Tuhan, awalnya hanya seperti itu ya? Gue menatap usg janin yang berada dalam perut gue. Bentuknya mirip biji kedelai. "Kok enggak ada tangan, kaki, dan kepalanya, Dok?"Tiba æ tiba Bastian bertanya dengan heran.Dokter Sumi tersenyum geli mendengar pertanyaan itu."Apa Bapak belum pernah punya anak sebelum ini?" dia balik bertanya."Ya belumlah, Dok," jawab Tian nyengir."Pantas. Usia kehamilan Ibu Elena kan baru lima minggu, jadi tampilannya masih seperti ini. Nanti akan berubah seiring waktu hingga bentuknya sempurna saat dilahirkan," jelas Dokter Sumi."Wow, amazing," cetus Tian, "jadi, kita masih belum bisa tahu apa si baby cowok atau cewek dong," sambungnya penasaran. Ih bawel dan antusias sekali Tian, kayak dia yang punya anak aja, pikir gue geli.Dokter Sumi menjawab dengan sabar, "ditunggu aja Pak, paling bulan ke lima sudah bisa nampak kelaminnya."
Dean membawa gue ke dokter kandungan, sesuai pilihan gue, dan gue lebih srek menemui Dokter Sumi. Dokter Sumi menyambut kami dengan ramah."Hei Nyonya Elena, anda terlihat segar hari ini.""Segar kayak sayur ya, Dok. Hijau royo -vroyo," timpal Dean melucu... maunya begitu, tapi kayaknya jayus deh. Kebetulan gue memakai baju warna hijau.Dean menarikkan kursi buat gue sambil sekilas mengelus rambut gue. Dokter Sumi memandang Dean dengan dahi mengerut, tapi dia memutuskan diam saja.Saat memperhatikan layar monitor usg, Dean nampak sangat antusias."Wow, masih seupil gitu ya. Kapan gedenya, Dok?" tanyanya gak sabar.Dokter Sumi tertawa geli, lalu dengan sabar ia menjelaskan, "itu tergantung kriteria yang Adik maksud besarnya seberapa. Ini juga sudah membesar dibanding yang lalu, walau memang bentuknya belum sempurna."Tadi Dokter Sumi manggil Dean apa? Adik? Gak salah tuh?Gue dipanggil nyonya, Dean jadi adik, gak matching banget
Dean mematut tampilannya di depan cermin. Dengan hem model jadul dan celana bahan kain model kuno, tampilan Dean jadi rada antik. Udah gitu, sekarang dia berkumis dan berjenggot.Gue memeluknya dari belakang, dan mengagumi tampilannya."Abah, ganteng banget ih."Dean berjengkit mendengar gue memanggilnya seperti itu. "Kok abah Sih? Aku berasa tua banget, Yang. Kayak aja,” keluhnya."Lo mau dianggap adik gue lagi?" pancing gue.Dean gelagapan."Enggaklah. Tapi aku kan suamimu. Jadi kalau aku dipanggilAbah, kamu seharusnya dipanggil emak dong.”Huekkk.... pengin muntah gue mendengarnya. Jijay!"Tampilan begini kok dipanggil emak? Gak cucok bingitz!" protes gue gusar.Dean memperhatikan penampilan gue... baju jumpsuit, kuncir lima. Imut kan gue?"Yang, ngapain sih kamu kunciran sampai lima?”"Biar imut lagiiii, gue kelihatan lebih mudaan kan?” tanya gue narsis."Hmmmm, lu
Yang namanya Mbak Kinan itü wajahnya doang yang manis, ngomongnya kalem.. tapi kelakuannya amit-amit deh!Gue punya firasat buruk, dan percayalah naluri seorang bumil itü sangatlah tajam. Bagaikan anjing pelacak yang bisa mengendus maksud gak benar. Tapi sayang, Dean gak percaya penilaian gue."Kamu cemburu kan?” tuduhnya semena-mena.”Ck, apaan?! Gue enggak sepicik itu..” kilah gue sebal.Dean tersenyum sumringah, dia nampak senang dicemburui, baginya itü pertanda gue masih cinta dan menggilainya."Jangan berpikiran macam-macam, Yang. Dia itü Mbak Kinan, kakak angkatku. Tepatnya misan jauhku. Saat aku kecil dan yatim piatu dulu, dia yang mengasuhku. Dia sangat baik, sepertimalaikat.. "Tuh kan. Dean jelas mengagung-agungkan perempuan ini!Terus terang gue merasa terancam."Ohya Yang, untuk sementara Mbak Kinan akan tinggal bersama kita. Kamu gak keberatan kan?" Dean bertanya dengan
Gue sedang rebahan di ranjang bersama Dean sambil menonton klip lagu Despacito-nya Justin Bieber."Dean, Bang Bieber ganteng ya. Seksi lagi," komentar gue sembari menatap layar televisi.Dean melirik tak suka. Direbutnya remote TV yang berada di tangan gue untuk mematikannya."Gantengan dan seksian aku lah," timpal Dean narsis, dia sengaja membusungkan dada bidangnya.Seusai mandi malam tadi dia gak kunjung memakai baju, cuma mengenakan handuk yang dililit di pinggangnya. Pasti alamat minta jatah nih.Gue tersenyum geli menyadari kecemburuan Dean yang kolokan. Gue peluk dia sambil mencubit dadanya gemas."Buat gue, lo paling ganteng dan seksi. Barusan yang ngomong anak lo. Kayaknya dia cewek deh, abis suka centil kalau melihat cowok cakep."Jika menyangkut anaknya, hati Dean pasti jadi lembek. Dia enggak marah, malah mengelus perut gue yang mulai membuncit.Kehamilan gue udah jalan 4 bulan lebih, gak berasa ya.."Hai Pri
Gue pergi ke kampus untuk menyetor skripsi Tugas Akhir gue ke dosen Pembimbing. Formalitas aja sih. Secara yang bikin skripsi gue adalah joki gue yang jenius. Dean Prakoso.Hah, tindakan gue laknat banget ya! Please jangan ditiru. Mau bagaimana lagi? otak gue udah karatan kali, kagak bisa diajak kompromi untuk hal-hal yang bersifat ilmiah. Jadi, gue manfaatkan saja kejeniusan laki gue untuk mengerjakan tugas skripsi gue. Mumpung gue punya alasan kuat untuk itu. Dean mana mau mengerjakannya kalau gue gak hamil begini. So, thanks berat buat calon anak gue yang udah memuluskan pelaksanaan siasat licik gue. Yaelah, belum lahiran aja dia udah jadi partner in crime emaknya! Hehehe..Selesai menemui Dosen Pembimbing, gue menuju perpus kampus. Lola ada disana seperti yang disampaikan lewat message-nya. Dan gue menemukan cowok yang duduk disampingnya tertidur dengan kepala bersurai blonde yang disandarkan diatas meja."Ngapain Bule sotoy bobok disini?" cetus gue agak ker
"Mana mungkin? Dia udah ngebet banget kok. Katanya kalau pihak cewek bersedia, sore ini juga dia ingin membawanya pulang."Gue tersenyum sumringah. Itu juga yang gue harapkan! Bawa pergi deh derita gue.. eh, Mbak Kinan itu."Btw kenapa ketemuannya sore sih?" tanya gue heran.Dean belum sampai rumah, nanti dia datang kalau kerjaannya udah kelar."Ya maklumlah, Say. Pihak laki udah uzur. Kalau terlalu malam takut udah letoy, alias ngantuk. Kan dia rabun senja," bisik Tian.UPS, semoga Mbak Kinan gak tahu fakta ini. Mendadak telinga tajam gue mendengar suara klenongan dari ujung telpon Tian."Paan itu?"Tian menahan tawanya."Wait and see, darling. Sabarrrrr.." Ah, what everlah.Gue mematut diri didepan cermin.Emang keganjenan gue. Tiba-tiba pengin dandan memakai kebaya segala, kayak camer yang sedang menunggu calon mantunya aja! Padahal Mbak Kinan dandan biasa aja dengan bajunya yang terkesan kuno itu. Njirrr, semo
"Maaf Den ganteng, Bibik gak bisa menjaga malaikat kecil ini lebih lama lagi. Padahal.. yaoloh, dia manis banget. Gara-gara dia, kantin bibik laris manis. Cewek-cewek berebut mau mencium dan menggendongnya. Dia juga gak rewel. Tapi bibik mesti balik nih.” "Napa, Bik?" gak sadar gue nyemprot si bibik seakan gue ini majikannya aja."Aahhhh, Den ganteng kayak gak tahu aja. Si Akang kan datang, Bibik mau indehoi dulu lah.."Anjrittttt!!!! Gue baru ingat. Si Bibik paling suka bolos berjualan kalau suaminya yang TKI itu balik kampung. Kali ini juga sama. Dengan terpaksa gue menerima si baby. Apa perasaan gue aja, kok si baby makin kusam aja bajunya? Udah terkena noda apa aja tuh? Terus mukanya belepotan apa aja?! Gue mengendusngendus si baby. Bau apa aja nih?? Semua bercampur aduk menjadi satu! Ada bau parfum murahan, bau sambal terasi, bau minyak nyongnyong... juga, bau ketek siapa ini?Gue mengendus-ngendus lagi tubuh si baby. Kayaknya gue rada familiar bau ke
"Lola, gue...."Tut... tut.. tut..Telpon gue diputus bahkan sebelum gue sempatmenyelesaikan satu kalimat. Dia marah. Sepertinya kali ini Lola marah besar. Gue bergidik dibuatnya. Lola jarang marah, tapi sekalinya marah.. dia mengerikan!Pikiran gue jadi suntuk. Ini masalah pelik buat gue, masalahnya gue paling gak tahan kalau Lola marah pada gue. Gue mesti menemuinya. Tapi bagaimana nih?! Pada saat genting begini, Miah Van Houten malah ijin pulang kampung. Ngerti sihgue, dia kan mau dilamar Pak Raden Singomengolo Wediemboke. Jadian juga dua makhluk absurd itu. Gak nyangka gue.Ah, jadi bagaimana sekarang? Gak ada yang menjaga Princess! Gak mungkin dia gue bawa riwa-riwi sana sini sambil ngerayu Lola supaya mau baikan ama gue. Konsentrasi gue bisa ambyarrrrr..Nah saat gue sedang kebingungan begitu, gue melihat Dugol keluar dari kamarnya dengan memakai seragam SMAnya. Gue jadi terpikir satu ide."Tan, kok ngelihatnya gitu sih?" tanya
Gue jadi melongo. Kok begini sih? Ah, dia bercanda kali! Gue tertawa terbahak-bahak."Astaga, Dean... candaan lo jayus banget! Masa lo kagak tau yang gue pengin?"Gue mengerjapkan mata, berharap Dean segera menerkam gue gegara gemas seperti biasanya. Namun dia hanya menatap, gak paham."Kamu kenapa? Sakit mata?" tanyanya polos.Olala, sepertinya otak Dean berkurang kapasitasnya. Apa itu gegara kebanyakan 'bongkar pasang' dalam jiwanya? Dean, masa harus gue yang agresif sih? Biasanya kan elo. Masa bodoh, ah! Gue pun mulai nyerbu dia. Dean terkejut saat gue menarik kausnya hingga ia jatuh kearah gue."Elena lo! "Belum sempat dia memberontak, gue udah menindih tubuhnya."Apa-apaan nih? Gue buk..."Gue membungkam mulutnya dengan ciuman panasgue. Perlawanan Dean melemah seketika. Dia diam saja saat gue memagut bibirnya gemas. Melumat bibir penuhnya dengan agresif. Tak lama kemudian dia membalas ciuman gue. Kami berciuman de
Gue tahu tampilan gue emang amburadul. Enggak banget pokoknya saat dipandang mata. Rok gue compang-camping, bahkan blus gue mendadak berubah model crop gegara gue robek sendiri. Juga, rambut gue terurai awut-awutan.Parahnya gue gak punya alas kaki alias nyeker.Tian ternganga lebar menatap gue."Are you Elena?" tanyanya menggoda."No. Gue Tini Wini Biti," jawab gue asal.Tian berdecak sambil bersiul jenaka."Pantas mereka menganggap lo preman cewek ..""Ck, gue memanggil lo bukan untuk mengkritisi tampilan gue,Tian!" gue merajuk manja.Bastian tertawa sambil mengacak poni gue gemas."Gue nyaris gak percaya lo menelpon gue untuk menjamin lo keluar dari penjara. Juga Dean... ehm, Druno."Tian mendecak kesal."Sweetie, sepertinya bocah itu memberikan pengaruh kurang baik buat lo."Gue mengangguk mengiyakan."Tian, pengaruhnya sangat dashyat! Baru sebentar dia muncul, tapi kenapa
Tibalah kami di bangunan rumah tua yang kosong dan nampak terbengkelai. Bukan kosong. Gue memandang beberapa bajingan yang berjalan mendatangi kami. Mereka ini lebih menyeramkan daripada kawanan si Dugol. Mereka bertato, gondrong, memakai tindik dimana-mana, dan nampak seperti orang sakaw.Jujur, gue takut. Tapi gengsi mengakuinya. Namun karena merasa cemas tanpa sadar gue memilin ujung rok gue. Dugol melirik tangan gue, spontan gue menghentikan gerakan unfaedah itu.Si Dugol tersenyum sinis."Boss, ternyata mereka sudah siap menyambut kita," salah seorang bawahan si Dugol berkata. "Bagus! Jadi kita tak usah repot mencari bajingan itu!Serbuuuuuu!!" teriak si Dugol memberi komando.Selanjutnya bagaikan adegan di film action, mereka saling menyerang dengan senjata tajamnya. Tusuk menusuk. Bacok membacok. Pokoknya seram dah! Gue h
Udah pukul 06.30. Mengapa si Dugol belum turun untuk sarapan? Dia bisa telat masuk sekolah! Ih, dasar bocah preman! Niat sekolah kagak sih?! Tapi ngapain juga gue kepoin masa depannya?! Jadinya, gue kayak emaknya saja. Kadang gue jadi bingung sendiri, dia itu laki gue apa anak gue sih?!Ceklek.Gue membuka kamar si Dugol tanpa permisi. Leh, kemana dia? Kamarnya kosong! Apa dia keperluan mendesak?! Misal kena jadwal piket bersih-bersih kelas. Ahhh, model preman begitu.Gak mungkinlah dia mau ikut piket kelas!Tiba-tiba satu pikiran jelek mampir di otak gue. Janganjangan dia asik tawuran! Segera gue menelpon hapenya. Kagak diangkat! Perasaan gue semakin tak enak. Seharian ini gue berusaha menghubunginya tapi sepertinya Druno gak mau menerima telpon gue. Sialnya, dia juga gak muncul didepan gue. Gue gak tahu dia pulang jam berapa. Gue tertidur di sofa saat menunggunya.Saat terbangun keesokan harinya gue udah berbaring di ranjang gue. Apa si Dugol yan
"Tan, gak bisa!! Gue gak bisa jaga anak! Ambil bayi ini, Tan!!" jerit gue panik.Astagah. Seorang Druno Mafioso disuruh mengasuh bayi?!Sinting!!Gue sampai gak berani bergerak sama sekali. Takut makhluk di pangkuan gue bakal menghancurkan keperkasaan gue. Masa preman mengasuh bayi?!"Aih. Titip sebentar doang. Dia udah kenyang kok, gak bakal rewel!" kilah si tante ngotot."Suruh jaga pembokat, napa?!" perintah gue."Miah gue bawa, tauk! Gue mau beli beras di pasar, butuh tenaga mengangkutnya. Apa Io mau manggul beras kayak kuli?!" Siai! Siai! Siai!! Serius, akhirnya dia benar-benar meninggalkan gue dengan si bayi!!Ngelihat gue cemberut, si bayi malah tersenyum gak jelas. "Shitt!! Apa Io puas sudah mentertawakan gue?!" semprot gue pada makhluk liliput di pangkuan gue.Bayi itu memandang gue kaget. Matanya membulat, mulai berkaca-kaca, keningnya berkerut, terus mulutnya menggembung.."Boi, Boi... Dia mau ngapain?!!" tany
Kalau ingat kejadian tadi pagi gue pengin menjambak rambut perempuan itu!Shit! Dasar pedofil sinting! Udah melecehkan gue, kurang ajarnya dia meninggalkan gue dalam keadaan horny. Tapi kok bisa barang gue bereaksi kena sentuhannya?! Dia kan istri Om Dean! Gak mungkinlah gue suka sama dia.Anjrittt, kenapa si Tante suka menggoda iman? Kayaknya dia sengaja memakai baju seksi. Siang ini dia memakai hotpan mini dan tanktop crop. Celana hotpannya aja panjangnya cuma selisih dikit ama celana dalamnya. Trus tanktopnya.. kenapa lubangnya turun banget? Bikin belahan dadanya terpampang jelas!Gue menelan ludah saking sulitnya menahan hasrat. Men, gue kan cowok normal. Pemandangan itu menggoda sekali.Si Tante kayaknya tahu gue suka mencuri pandang kearahnya. Dia malah sengaja mendekati gue, memamerkan kemulusan tubuhnya."Dugol, lo doyan minum susu?" tanyanya dengan suara setengah mendesah.Shit! !Gue jadi susah konsen. Mata gue terpaku ke be
Gue menatap anak gue dengan mata berkaca-kaca. Princess yang awalnya tertawa-tawa langsung diam. Seakan tahu kesedihan emaknya, tangannya terulur memegang pipi gue."Elena.... sayang..."Ah gue pasti lagi mimpi, gue seakan mendengar Dean memanggil nama gue."Itu siapa....?"Gue menoleh dan memperhatikan laki gue dalam balutan jas kamarnya. Pakaian itu milik Dean. Sorot mata itu milik Dean."Dean?" tanya gue penuh harap.Semoga iya itu lo..."Aneh, masa kamu gak mengenal suamimu sendiri?" sindirnya dengan mengernyitkan dahi.OMG! Dean kembali.Gue meletakkan Princess ke ranjang dan langsung memeluk Dean erat. Dean kembali!! Gue pengin menjerit saking hepinya. Gak menyangka, belum sempat gue menyuruh si Dugol terapi..Dean udah balik kandang ke badannya."Dean, lo kembali!! I miss u very much."Gue menyambar bibir Dean, menciumnya penuh kerinduan. Dean balas mencium penuh gairah. Bibirnya melumat, meny