Aku baru selesai mengajar anak- anak pantai. Kini mereka lagi manfaatin jam istirahat mereka dengan bermain di tepi pantai. Asik aja ngelihat permainan mereka meski mereka main dengan telanjang kaki. Kasihan mereka. Anak- anak pantai ini datang ke sekolah dengan pakaian seadanya yaitu pakaian rumahan yang sangat sederhana. Juga hanya memakai sandal jepit, bahkan kadang mereka gak pakai alas kaki. Tapi semua itu gak menyurutkan semangat mereka untuk belajar di sekolah. Itu juga kalau bangunan nyaris ambruk ini layak disebut sekolah.
Makanya aku paham kenapa Pak Sapto amat mengharapkan donasi untuk membangun sekolah yang keadaannya miris ini. Uh, aku pusing Mikirinnya. Si Erik eh Dean mau ngebiayaiin sekolah ini asal aku balik sama dia. Tapi masa aku harus berkorban jadi simpanannya demi sekolah ini?
"Mbak Elena," sapa Pak Sapto yang tiba-tiba aja sudah berdiri di sebelah aku.
"Iya Pak Guru."
"Bagaimana kemarin perbincangan Mbak Elena dengan Mr Alexande
Sepanjang perjalanan aku gak bisa Mikir apapun. Aku shock! Kenapa selama ini Papa nyembunyiin penyakitnya dari aku? Dan aku yang gak tau justru membencinya! Belakangan ini hubungan aku dengan Papa emang memburuk. Dean seperti mengerti apa yang aku rasain. Dia memegang tangan aku, seakan ingin menyalurkan kekuatannya."Dean, Kamu udah tau ini sejak lama ya?" tanya aku curiga."Cukup lama. Tapi papamu memintaku tak memberitahumudulu.""Sampai kapan? Sampai Papa sekarat begini baru aku dIkasih tau?" sindir aku kesal. Airmata aku mulai mengalir tanpa bisa dikendalIkan lagi."Mengapa kalian selalu nipu aku terus menerus?!""Maafkan aku , Elena. Selama ini aku mengharap Papamu lah yang akan menjelaskan semuanya padamu. Dialah yang berhak mengatakan itu, tapi kini kurasa keadaannya tak memungkinkan." Jadi Dean tahu segalanya tapi dia menyembunyIkannya atas permintaan Papa."Sakit apa Papaku? ""Kanker darah. Stadium tiga.
Udah seminggu Papa di ICU. Aku masih setia menunggu Papa di luar ICU. Aku hampir gak pernah pulang rumah. Percuma juga sih, di rumah aku juga gak bisa tidur atau istirahat. Kalau gak ngelihat kondisi Papa aku ngerasa gak lega. Kemarin aku baru aja ngusir Dean dari hadapan aku, ternyata pagi ini dia udah muncul di Rumah Sakit. "Kamu ngapain datang kemari lagi?"sentak aku kejam. Dean cuek aja aku jutekin. Malahan dia duduk santai di bangku Rumah sakit seakan di rumah sendiri aja. "Apa Kamu sudah memutuskan untuk membeli rumah sakit ini?" Aku membulatkan mata bingung ngedengar pertanyaannya yang gak berujung pangkal itu. "Enggak! Buat apa?!"sarkas aku. "Bagus. Kalau begitu Kamu tidak berhak mengusir aku dari sini," ucap Dean puas, ia duduk sambil mejamin mata seakan gak mau diganggu lagi. Oke! Fine. Aku juga gak akan peduliin dia. Anggap aja dia gak ada disini. Aku sibuk mondar—mandir untuk ngelihat kondi
Hubungan aku dengan Dean kini mengalami babak baru. Dean juga udah berubah gak sedingin dan sekaku biasanya. Dia lebih sering tersenyum dan tertawa. Tapi tentu aja dia gak bisa sepolos Dino kecil aku. Meski deminian aku senang akhirnya bisa nemuin Dino kecil aku.Aneh juga, begitu kita bertemu tau—tau dia udah jadi suami aku! Takdir mempertemukan kami lagi dengan caranya yang unik, melalui sosok Erik.Erik adalah kenangan aku yang paling indah dan betul-betul terpatri dalam hati aku, tapi kini aku udah merelakannya. Dean adalah masa depan aku dan aku rasa aku udah mulai mencintainya. Ah yang benar, aku yakin aku udah mencintainya.Pagi ini aku terbangun dalam dekapan hangatnya. Dean menowe Fnowel hidung aku namun aku tepiskan tangannya.”Ngantukkkk..” desah aku manja.Aku justru memeluk Dean lebih erat.”Dean, pelukkk. Biar hangat,” pinta aku tanpa membuka mata aku. "Bangun sayang, kau sudah bikin peta pul
Omprengan kumuh itu berhenti tepat di depan gerbang satu rumah yang sangat mewah. Ini Sih bukan rumah, tapi lebih kayak istana, PIkir Mila dengan mulut ternganga."Nggak salah Pak Haji? Erik yayangku ngajak kondangan ke tempat ini?"Pak Haji ngeluarin selembar kertas lecek yang dipakainya menulis alamat saat ditelpon Erik. Mila meliErik penasaran. ltu kertas apa bekas bungkus pembalut sih? Kumal banget ih!"Bener kok, Nak Sarimi," jawab Pak Haji yakin.Mila kesal hatinya, hanya Pak Haji yang suka memanggil nama aslinya. Sarimi Ngapunten. Kekesalan Mila gak berlangsung lama, ia ngelihat seseorang berseragam satpam menghampiri mereka."Lah itu Mas Erik datang kemari!""Ow paling ada hajatan massal di tempat kerja Mas Erik, jadi kita disuruh datang untuk makan gratis!" Pak RT menyimpulkan sambil mangguFmanggut sok bijak.Mila langsung berlari dan melukin satpam yang mendekat dengan erat."Mas Erik yayangku, Mila kangen Mas!"
"Oh, gak doyan laki ya? Baru aja aku mau modusin. Yah kece..." "Aku normal! Aku bukan lesbi!" potong Lola cepat, gak sadar dia mencengkeram lengan Bastian. Elena melihat gelagat itu, dia paham perasaan sohibnya. "Lola, kan tadi Kamu ngomong pengin dapat CEO? Nah kenalin dia ini Bastian Hutomo, CEO perusahaan Dean." Lola berlari cepat dan membungkam mulut Elena dengan tangannya. Dean yang berdiri di dekat Elena sontak menepis tangan Lola dengan posesifnya. Mereka bertatapan saling tak suka. Bastian terkekeh geli melihatnya. "Bro, bukannya sekarang saatnya Kamu membawa pengantin wanita Kamu keluar?" kata Bastian mengingatkan. Mila mengendap—ngendap keluar dari dapur. Ish, masa dia udah dandan cakep—cakep disuruh kerja di dapur? Dia kan pengin menikmati pesta juga! Mila melongo hebat begitu menyaksIkan kemewahan dan suasana pesta yang semarak. Wih, makannya juga enak—enak! Dengan raku s ia mulai mengambil dan menyantap hid
Aku ngaku aku lebih kenal Erik dibanding Dean. Meşki aku sekarang cinta Dean tapi jujur aku kan belum mengenal dia luar dalam dibanding karakter Erik. Meşki karakter abal- abal Sih. Dan aku kaget setelah aku merit ama dia (ehm maksud aku setelah aku tau aku udah married ama dia dan dirayain gitu), aku baru tau sifat jeleknya dia. Kamu tau apa itu? Kampret, dia itu ternyata cowok pelit! Gak percaya kan?Secara dia kan kaya banget! Tapi itu kenyataan.Aku nyaris gak percaya saat dia kasih aku uang jajan bulanan lima jeti."İni apaan?” tanya aku saat menerima segepok duit berwarna merah itu.”Uang jajan Kamu , Sayang,” kata Dean sambil tersenyum bangga.Seneng kali bisa nafkahin aku, secara aku sekarang kan gak kerja. Aku tergantung ama dia seratus persen."Kok gak ditransfer Sih?”"Enggak. Yang ditransfer itu gaji karyawan. Kamu kan istritu, tiap bulan aku akan kasih Kamu uang tunai saja.
Eyke rasa eyke mesti ngelepasin yayang aku, Bang Erik. Ya iyalah, dia dah merit, beuh. Ama mantan pesaing cinta eyke, Mbak Ena, si pelakor sejati! Cih, apa Sih menangnya dia dari eyke?! Badan cungkring gitu, kayak orang cacingan! Ndhak kayak eyke yang montok semolohai gitu loh.. Pantas Mas Raden Llon suka ngelihatin pantat semok aku.Bicara soal lelaki jantan perkasa menggemaskan itu bikin eyke pengin gigit sandal, eh gigit...? Gigit apaya? Kok rasanya eyke pengin gigit itunya si Mas Raden Llon. Haish, jangan parno iyess. Mila ini masih volosss loh. Sepolos tubuh Mbak Miabi yang suka syuting main pilem sama cowok-cowok hot melotot itu. Hehehe..Pokoknya Mila itu lagi demen banget ngelihat Mas Raden Llon, sampai terbawa mimpi loh. ltu pertanda apa ya?"ltu tandanya kowe kangen, Mi," kata Ritadent menanggapi."Mi, mi, mi. Kapan eyke merit ama papi loh, Ritadent?!" semprot eyke kesal.Benci ih, kalau ada yang manggil eyke 'Sarimi' plus 'Ngapunten'.
Elena ngambek itu hal biasa, apalagi kalau ngambeknya pada suaminya. Dean Prakoso. Tapi kenapa tiap kali dia ngambek mesti ngelibatin aku?"Jadi Kamu bisa datang sekarang ke rumah mereka, Cantik?” tanya sosok dengan suara maskulin didepan aku.Jangan geer, jangan geer Lola, aku berusaha mengingatkan diri aku supaya gak mudah baper gegara ulah pria bermulut manis ini. Eh, mana aku tahu bibir dia manis? Kita kan belum pernah ciuman. Fix, otak aku error kayaknya!"Ehm, perlu ya aku kesana?” tanya aku sok jual mahal.”Buat aku atau buat Elena?” goda pria itu sambil tersenyum nakal.Astagah, lumer aku dibuatnya. Kenapa sih godaan setan itu begitu menggiurkan?! Aku gak bisa ngejawab, yang ada aku ngambil tas tangan aku dan segera mengkayakinya. Di halaman depan kos, aku celingukan mencari mobilnya."Kita naik apa?” tanya aku lirih.Jangan bilang dia jemput aku naik angkot, masa CEO bisa sekere itu?! Elah, kenap
"Maaf Den ganteng, Bibik gak bisa menjaga malaikat kecil ini lebih lama lagi. Padahal.. yaoloh, dia manis banget. Gara-gara dia, kantin bibik laris manis. Cewek-cewek berebut mau mencium dan menggendongnya. Dia juga gak rewel. Tapi bibik mesti balik nih.” "Napa, Bik?" gak sadar gue nyemprot si bibik seakan gue ini majikannya aja."Aahhhh, Den ganteng kayak gak tahu aja. Si Akang kan datang, Bibik mau indehoi dulu lah.."Anjrittttt!!!! Gue baru ingat. Si Bibik paling suka bolos berjualan kalau suaminya yang TKI itu balik kampung. Kali ini juga sama. Dengan terpaksa gue menerima si baby. Apa perasaan gue aja, kok si baby makin kusam aja bajunya? Udah terkena noda apa aja tuh? Terus mukanya belepotan apa aja?! Gue mengendusngendus si baby. Bau apa aja nih?? Semua bercampur aduk menjadi satu! Ada bau parfum murahan, bau sambal terasi, bau minyak nyongnyong... juga, bau ketek siapa ini?Gue mengendus-ngendus lagi tubuh si baby. Kayaknya gue rada familiar bau ke
"Lola, gue...."Tut... tut.. tut..Telpon gue diputus bahkan sebelum gue sempatmenyelesaikan satu kalimat. Dia marah. Sepertinya kali ini Lola marah besar. Gue bergidik dibuatnya. Lola jarang marah, tapi sekalinya marah.. dia mengerikan!Pikiran gue jadi suntuk. Ini masalah pelik buat gue, masalahnya gue paling gak tahan kalau Lola marah pada gue. Gue mesti menemuinya. Tapi bagaimana nih?! Pada saat genting begini, Miah Van Houten malah ijin pulang kampung. Ngerti sihgue, dia kan mau dilamar Pak Raden Singomengolo Wediemboke. Jadian juga dua makhluk absurd itu. Gak nyangka gue.Ah, jadi bagaimana sekarang? Gak ada yang menjaga Princess! Gak mungkin dia gue bawa riwa-riwi sana sini sambil ngerayu Lola supaya mau baikan ama gue. Konsentrasi gue bisa ambyarrrrr..Nah saat gue sedang kebingungan begitu, gue melihat Dugol keluar dari kamarnya dengan memakai seragam SMAnya. Gue jadi terpikir satu ide."Tan, kok ngelihatnya gitu sih?" tanya
Gue jadi melongo. Kok begini sih? Ah, dia bercanda kali! Gue tertawa terbahak-bahak."Astaga, Dean... candaan lo jayus banget! Masa lo kagak tau yang gue pengin?"Gue mengerjapkan mata, berharap Dean segera menerkam gue gegara gemas seperti biasanya. Namun dia hanya menatap, gak paham."Kamu kenapa? Sakit mata?" tanyanya polos.Olala, sepertinya otak Dean berkurang kapasitasnya. Apa itu gegara kebanyakan 'bongkar pasang' dalam jiwanya? Dean, masa harus gue yang agresif sih? Biasanya kan elo. Masa bodoh, ah! Gue pun mulai nyerbu dia. Dean terkejut saat gue menarik kausnya hingga ia jatuh kearah gue."Elena lo! "Belum sempat dia memberontak, gue udah menindih tubuhnya."Apa-apaan nih? Gue buk..."Gue membungkam mulutnya dengan ciuman panasgue. Perlawanan Dean melemah seketika. Dia diam saja saat gue memagut bibirnya gemas. Melumat bibir penuhnya dengan agresif. Tak lama kemudian dia membalas ciuman gue. Kami berciuman de
Gue tahu tampilan gue emang amburadul. Enggak banget pokoknya saat dipandang mata. Rok gue compang-camping, bahkan blus gue mendadak berubah model crop gegara gue robek sendiri. Juga, rambut gue terurai awut-awutan.Parahnya gue gak punya alas kaki alias nyeker.Tian ternganga lebar menatap gue."Are you Elena?" tanyanya menggoda."No. Gue Tini Wini Biti," jawab gue asal.Tian berdecak sambil bersiul jenaka."Pantas mereka menganggap lo preman cewek ..""Ck, gue memanggil lo bukan untuk mengkritisi tampilan gue,Tian!" gue merajuk manja.Bastian tertawa sambil mengacak poni gue gemas."Gue nyaris gak percaya lo menelpon gue untuk menjamin lo keluar dari penjara. Juga Dean... ehm, Druno."Tian mendecak kesal."Sweetie, sepertinya bocah itu memberikan pengaruh kurang baik buat lo."Gue mengangguk mengiyakan."Tian, pengaruhnya sangat dashyat! Baru sebentar dia muncul, tapi kenapa
Tibalah kami di bangunan rumah tua yang kosong dan nampak terbengkelai. Bukan kosong. Gue memandang beberapa bajingan yang berjalan mendatangi kami. Mereka ini lebih menyeramkan daripada kawanan si Dugol. Mereka bertato, gondrong, memakai tindik dimana-mana, dan nampak seperti orang sakaw.Jujur, gue takut. Tapi gengsi mengakuinya. Namun karena merasa cemas tanpa sadar gue memilin ujung rok gue. Dugol melirik tangan gue, spontan gue menghentikan gerakan unfaedah itu.Si Dugol tersenyum sinis."Boss, ternyata mereka sudah siap menyambut kita," salah seorang bawahan si Dugol berkata. "Bagus! Jadi kita tak usah repot mencari bajingan itu!Serbuuuuuu!!" teriak si Dugol memberi komando.Selanjutnya bagaikan adegan di film action, mereka saling menyerang dengan senjata tajamnya. Tusuk menusuk. Bacok membacok. Pokoknya seram dah! Gue h
Udah pukul 06.30. Mengapa si Dugol belum turun untuk sarapan? Dia bisa telat masuk sekolah! Ih, dasar bocah preman! Niat sekolah kagak sih?! Tapi ngapain juga gue kepoin masa depannya?! Jadinya, gue kayak emaknya saja. Kadang gue jadi bingung sendiri, dia itu laki gue apa anak gue sih?!Ceklek.Gue membuka kamar si Dugol tanpa permisi. Leh, kemana dia? Kamarnya kosong! Apa dia keperluan mendesak?! Misal kena jadwal piket bersih-bersih kelas. Ahhh, model preman begitu.Gak mungkinlah dia mau ikut piket kelas!Tiba-tiba satu pikiran jelek mampir di otak gue. Janganjangan dia asik tawuran! Segera gue menelpon hapenya. Kagak diangkat! Perasaan gue semakin tak enak. Seharian ini gue berusaha menghubunginya tapi sepertinya Druno gak mau menerima telpon gue. Sialnya, dia juga gak muncul didepan gue. Gue gak tahu dia pulang jam berapa. Gue tertidur di sofa saat menunggunya.Saat terbangun keesokan harinya gue udah berbaring di ranjang gue. Apa si Dugol yan
"Tan, gak bisa!! Gue gak bisa jaga anak! Ambil bayi ini, Tan!!" jerit gue panik.Astagah. Seorang Druno Mafioso disuruh mengasuh bayi?!Sinting!!Gue sampai gak berani bergerak sama sekali. Takut makhluk di pangkuan gue bakal menghancurkan keperkasaan gue. Masa preman mengasuh bayi?!"Aih. Titip sebentar doang. Dia udah kenyang kok, gak bakal rewel!" kilah si tante ngotot."Suruh jaga pembokat, napa?!" perintah gue."Miah gue bawa, tauk! Gue mau beli beras di pasar, butuh tenaga mengangkutnya. Apa Io mau manggul beras kayak kuli?!" Siai! Siai! Siai!! Serius, akhirnya dia benar-benar meninggalkan gue dengan si bayi!!Ngelihat gue cemberut, si bayi malah tersenyum gak jelas. "Shitt!! Apa Io puas sudah mentertawakan gue?!" semprot gue pada makhluk liliput di pangkuan gue.Bayi itu memandang gue kaget. Matanya membulat, mulai berkaca-kaca, keningnya berkerut, terus mulutnya menggembung.."Boi, Boi... Dia mau ngapain?!!" tany
Kalau ingat kejadian tadi pagi gue pengin menjambak rambut perempuan itu!Shit! Dasar pedofil sinting! Udah melecehkan gue, kurang ajarnya dia meninggalkan gue dalam keadaan horny. Tapi kok bisa barang gue bereaksi kena sentuhannya?! Dia kan istri Om Dean! Gak mungkinlah gue suka sama dia.Anjrittt, kenapa si Tante suka menggoda iman? Kayaknya dia sengaja memakai baju seksi. Siang ini dia memakai hotpan mini dan tanktop crop. Celana hotpannya aja panjangnya cuma selisih dikit ama celana dalamnya. Trus tanktopnya.. kenapa lubangnya turun banget? Bikin belahan dadanya terpampang jelas!Gue menelan ludah saking sulitnya menahan hasrat. Men, gue kan cowok normal. Pemandangan itu menggoda sekali.Si Tante kayaknya tahu gue suka mencuri pandang kearahnya. Dia malah sengaja mendekati gue, memamerkan kemulusan tubuhnya."Dugol, lo doyan minum susu?" tanyanya dengan suara setengah mendesah.Shit! !Gue jadi susah konsen. Mata gue terpaku ke be
Gue menatap anak gue dengan mata berkaca-kaca. Princess yang awalnya tertawa-tawa langsung diam. Seakan tahu kesedihan emaknya, tangannya terulur memegang pipi gue."Elena.... sayang..."Ah gue pasti lagi mimpi, gue seakan mendengar Dean memanggil nama gue."Itu siapa....?"Gue menoleh dan memperhatikan laki gue dalam balutan jas kamarnya. Pakaian itu milik Dean. Sorot mata itu milik Dean."Dean?" tanya gue penuh harap.Semoga iya itu lo..."Aneh, masa kamu gak mengenal suamimu sendiri?" sindirnya dengan mengernyitkan dahi.OMG! Dean kembali.Gue meletakkan Princess ke ranjang dan langsung memeluk Dean erat. Dean kembali!! Gue pengin menjerit saking hepinya. Gak menyangka, belum sempat gue menyuruh si Dugol terapi..Dean udah balik kandang ke badannya."Dean, lo kembali!! I miss u very much."Gue menyambar bibir Dean, menciumnya penuh kerinduan. Dean balas mencium penuh gairah. Bibirnya melumat, meny