"Jujur, ini pertama kalinya loh saya makan jengkol, Rin. Tapi serius, ini enak. Enak banget malah," seru Fahri ketika dua suapan nasi ples jengkol hasil masakan Rindu masuk ke dalam mulutnya.
Saat itu, mereka sedang berada di sebuah tempat yang sunyi dan cukup jauh dari hingar-bingar kota metropolitan yang bising.Perbukitan landai dengan panorama alam hijau bak permadani megah membentang di sepanjang mata memandang.Hari itu, Fahri mengajak Rindu ke puncak pas untuk sejenak menenangkan pikirannya yang kacau.Berada di tengah-tengah hamparan kebun teh membuat Fahri merasa jauh lebih baik.Terlebih, dia ditemani Rindu.Satu-satunya orang yang Fahri pikir bisa menjadi teman berbagi akan kepahitan hidup yang kini sedang dia alami.Fahri sudah menceritakan perihal kejadian yang menimpa kehidupan rumah tangganya pada Rindu sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menyantap bekal makan siangnya.Kini, hatinya sedikit lebPerbincangan Fahri dan Rindu hari itu di puncak berlanjut hingga waktu beranjak senja.Mereka bercerita tentang banyak hal sambil berjalan kaki menelusuri jalan setapak di area perkebunan teh yang asri. Untungnya, cuaca hari itu cerah meski semakin sore, mendung semakin menyelimuti area puncak dengan awan tebal nan hitam di langit."Terus bagaimana perasaan kamu setelah menikah dengan suami kamu sekarang? Apa kamu bahagia, Rindu? Atau malah menyesal telah kabur dari rumah waktu itu?" tanya Fahri saat itu."Saya nggak pernah menyesal atas keputusan saya ini Pak. Saya bahagia hidup bersama Mas Bani meski serba kekurangan. Bagi saya, bisa melihat Mas Bani disamping saya setiap hari saja, itu sudah cukup membuat saya bahagia,""Sesederhana itu?"Rindu mengangguk."Bahagia itukan memiliki porsinya masing-masing bagi setiap orang. Dan bahagia versi saya itu, nggak selalu harus menyangkut soal materi Pak. Walau hidup saya dan Mas Bani s
Apa mungkin dia itu, lelaki yang dulu mau dijodohkan denganku?Masa sih?Rindu masih bertanya-tanya sendiri dalam hati ketika Fahri tiba-tiba muncul dihadapannya."Ada apa Rindu? Ada sesuatu yang mau kamu beli?" tanya Fahri saat itu.Rindu menggeleng pelan. Pikirannya masih bercabang."Ya sudah, ayo kita lanjutkan perjalanan," Fahri berjalan lebih dulu diikuti Rindu dibelakangnya.Di dalam mobil, Fahri mengeluarkan uang lembaran seratus ribu sejumlah empat juta rupiah dan dia memberikannya pada Rindu."Ini, saya harap dengan uang ini, kamu bisa meringankan beban suamimu atas hutang-hutang kalian. Ini hanya bantuan kecil, saya harap kamu bersedia menerimanya," ucap Fahri tulus.Awalnya Rindu menolak namun karena Fahri memaksa, Rindu tak punya alasan untuk menolak lebih jauh."Loh Pak, ngapain kita ke sini?" tanya Rindu ketika Fahri tiba-tiba membelokkan kemudi ke kiri dan memasuki halaman parkir sebuah r
"Kita bawa Rindu ke rumah sakit," perintah Fahri. "Bawa Rindu ke mobil saya!"Tanpa berpikir lagi, Albani pun langsung menggendong Rindu dan membawanya masuk ke mobil Fahri. Sebelum pergi, Albani sempat berteriak pada Bu Risma tetangganya untuk menitip rumah.Bu Risma yang kebetulan melihat kejadian itu pun mengangguk dan langsung mengunci pintu rumah tetangganya itu.Dengan wajah prihatin, Bu Risma menatap kepergian mobil mewah yang membawa Rindu dan Albani saat itu.Berharap tak terjadi hal buruk menimpa pasangan suami istri itu.Sesampainya di rumah sakit Bersalin, Rindu langsung mendapati penanganan medis di ruang UGD sementara Fahri dan Albani di minta menunggu di luar.Saat itu Fahri tampak duduk tenang di salah satu kursi tunggu rumah sakit, sementara Albani terus berdiri mundar-mandir di depan pintu ruang UGD. Dua kelopak mata lelaki itu tampak memerah dan berair. Sepertinya, Albani benar-benar sangat mengkhawatirkan kond
Satu bulan berlalu setelah kejadian di rumah sakit tempo hari.Semua berjalan seperti biasa.Albani membawa Rindu pulang dari rumah sakit pasca mengalami keguguran dan mendapat perawatan intensif selama beberapa hari di rumah sakit akibat pendarahan hebat yang dialami sang istri, bahkan Rindu sampai menghabiskan dua kantong darah untuk transfusi.Selama satu bulan ini Albani dengan sabar mengurus Rindu yang masih harus beristirahat total untuk memulihkan kembali kondisi kesehatannya.Jika biasanya Rindu yang seringkali bangun pagi untuk membuat sarapan, kali ini Albani yang harus turun tangan. Lelaki itu bangun pagi-pagi buta untuk membuatkan Rindu sarapan karena sang istri harus meminum obat. Lalu lelaki itu mencuci pakaian terlebih dahulu sebelum berangkat bekerja.Sore harinya selepas pulang bekerja, jika lelah Albani akan membeli makan diluar tapi jika dia tidak lelah Albani akan kembali memasak untuk mereka makan malam.Sem
Ini sudah satu bulan lewat setelah Fahri melaporkan Adelia Kartika Wibowo atas tuduhan perzinahan dengan asisten pribadi Adel sendiri yang bernama Damar Prasetyo.Kasus mereka masih berlanjut di jalur hukum dan sudah melalui dua kali tahap persidangan.Hari ini adalah hari sidang terakhir kasus tersebut di mana hakim akan memvonis ke dua terdakwa dengan hukuman setimpal sesuai perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.Dan hari ini juga, Fahri telah memutuskan untuk mencabut gugatannya atas diri Adel.Fahri jelas tidak rela, jika sang istri yang sangat dia cintai itu harus mendekam di penjara. Sebab apa yang Fahri lakukan terhadap Adel sejauh ini hanyalah untuk membuat Adel jera dan mengakui semua kesalahannya baik dihadapan Fahri maupun segenap keluarga Fahri sendiri.Fahri hanya ingin Adel bisa mengambil hikmah dan pelajaran atas semua kekacauan yang telah terjadi akibat sikap dan perilaku istrinya yang sudah melampaui batas.
Waktu terus berjalan.Musim berganti.Detak jarum jam terus berputar pada porosnya.Detik dan menit yang berlalu seakan menjadi penghitung mundur sisa kehidupan.Sebab itulah, manusia berlomba mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat.Hal-hal yang membahagiakan.Sama seperti apa yang kini sedang diusahakan oleh Albani dan Rindu yang harus membangun kembali tembok kepercayaan di antara mereka. Mengukuhkannya dengan benteng terkuat agar tidak lagi goyah apalagi lapuk termakan waktu.Jika kesetiaan itu modal utama bagi utuhnya bahtera rumah tangga, maka kepercayaan adalah pasangannya. Tanpa rasa saling percaya, niscaya sekokoh apapun dinding yang dibangun dalam membina biduk rumah tangga pasti akan hancur sewaktu-waktu.Setelah berusaha meyakinkan hati dan berdamai dengan keadaan, akhirnya Albani mampu memberikan kembali rasa kepercayaannya pada sang istri yang sempat hancur. Albani sadar dirinya tidak berarti apa
Rindu masih larut dalam pikirannya mengenai permintaan Mbak Delfa.Dia merasa kesulitan untuk menjelaskan pada Mbak Delfa mengenai asal muasal puisi itu.Puisi yang sebenarnya bukan hasil karya Rindu.Yap, puisi berjudul SAUDADE yang Rindu taruh di salah satu tulisannya itu memang bukan hasil karyanya sendiri melainkan hasil karya orang lain.Dan sampai detik ini, Rindu belum memiliki keberanian untuk meminta izin secara pribadi pada sang penulis puisi terkait tentang hal itu.Rindu paham dirinya bisa saja terkena masalah karena sudah mempublikasikan hasil karya orang lain tanpa izin ke publik apalagi itu demi keuntungan pribadi, hanya saja, Rindu tahu betul bahwa puisi itu memang ditulis oleh sang penulis untuk dirinya.Sejenak, ingatan Rindu pun kembali pada kejadian dua tahun lalu di puncak.Tepatnya di sebuah pendopo di tengah-tengah kebun teh.*"Boleh aku pinjem pulpen sama buku catatanmu, Rin?" u
Dua tahun berlalu.Waktu yang dirasa sangat singkat untuk Fahri dan Adelia lalui.Sejak hari di mana Adel dan Fahri memutuskan untuk kembali melanjutkan bahtera rumah tangga mereka yang hampir saja hancur, hari-hari setelahnya menjadi hari-hari terbaik bagi mereka.Perubahan signifikan atas sikap Adel membuat kepercayaan Fahri perlahan-lahan kembali.Jika sebelumnya Adel selalu bangun siang, kini dia lebih bisa bertanggung jawab menjalani perannya sebagai seorang istri.Pagi-pagi buta Adel sudah bangun dan langsung menyibukkan diri di dapur. Membuatkan sarapan untuk Fahri. Menyiapkan pakaian kantor sang suami, memakaikan dasi, dan tak lupa Adel sering menyiapkan bekal makanan untuk sang suami makan siang di kantornya.Karena seringnya Adel mengasah kemampuan memasaknya, masakan yang tadinya tidak enak, hambar atau seringkali keasinan lambat laun pun berubah menjadi makanan yang selalu Fahri rindukan karena rasanya yang sangat ena