Share

JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN
JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN
Author: Yuli Estika

Hari bahagia

Author: Yuli Estika
last update Last Updated: 2021-07-12 18:00:26

 "Aduh, Mas pelan-pelan, sakit banget nih," lirihku

"Kamu tahan ya, Han, memang sekarang sakit, tapi nanti juga enakan," 

Aku menggigit bibir bawahku menahan rasa sakit.

***

    Hari sakral yang dinanti kedua pihak keluarga akhirnya terlaksana.

Acara yang cukup mewah menjadi pelengkap kebahagiaan pun digelar.

Keindahan dekorasi lengkap dengan kibaran janur kuning membuatku takjub. Bagaimana tidak?!

Acara luar biasa ini dipersembahkan untukku.

    Hari bahagia selalu terasa cepat berlalu.

Walaupun pernikahan ini atas dasar perjodohan, namun aku rasa mas Tama tidaklah buruk.

Dengan wajahnya yang tampan , dan sepertinya dia adalah orang yang baik.

Kami dipertemukan satu bulan yang lalu oleh kedua orang tua kami.

Dan, dua minggu kemudian kami bertuangan.

Dan saat itulah telah ditetapkannya hari ini,menjadi hari terpenting dalam sejarah hidupku.

Hanya satu minggu kami tinggal bersama orang tuaku, lalu mas Tama mengajakku pulang kerumah orang tuanya yang berada diluar kota.

Dulu bapak dan papa mas Tama bersahabat saat bekerja disalah satu pabrik. 

Dan setelah menikah pun hubungan mereka masih terjalin baik. 

Hingga saat mereka mengetahui saat dilakukannya USG bahwa anak-anak mereka sepasang lelaki dan perempuan, mereke berinisiatif menjodohkan jika sudah dewasa.

Begitu cerita yang kudengar saat pertama kali bertemu mas Tama.

 "Hani pamit ya, Bu. Doakan Hani betah disana!" isakan tangisku tak mampu kuredam saat prosesi sungkem,berpamitan kepada kedua orang tuaku.

Ibu mengelus kepalaku yang terbalut jilbab, tak mampu berkata dan menumpahkan kesedihannya melalui bahasa matanya-- air mata.

"Nak Tama, Bapak titip Hani ya. Jangan pernah kamu sakiti Hani. Tolong kamu jaga dan bimbing dia baik-baik, bahagiakanlah dia.

Jika suatu hari nanti kamu tak menginginkannya lagi, silahkan kembalikan Hani kepada bapak!" pesan bapak kepada mas Tama semakin membuat air yang berada dikelopak mataku tak mampu berhenti mengalir.

Wejangan bapak hanya dibalas anggukan oleh mas Tama.

Lalu bapak beralih menatapku, membelai pucuk jilbabku sembari berkata "Nduk,kamu baik-baik disana ya, yang nurut sama suamimu, jadilah istri yang baik ya. Nduk," selaksa kesedihan terpancar dari sorot mata bapak dan ibu.

Berat sekali melepasku yang memang selama ini tak pernah tinggal jauh dari keduanya.

 Lalu kami berpelukan, baik bapak maupun ibu seolah tak ingin melepas pelukan mereka kepadaku, begitupun aku. Pelukan hangat yang masih sama seperti dulu dan sampai kapan pun.

Aku beranjak dadi posisiku , lalu berjalan keluar.

Terlihat mas Tama sudah menungguku disamping mobil yang akan membawa kami kerumah mertuaku.

 Kutatap ibu dan bapak sebelum masuk kedalam mobil.

Sedari tadi aku tak mampu menghentikan lelehan lahar bening dari netraku.

Aku tak mampu menahan gejolak dalam hatiku, aku berlari menghambur kepelukan ibu, tanpa sadar aku menangis sejadi-jadinya .

"Sudah, Nduk. Jangan nangis terus, kalau kamu rindu , kamu bisa telpon bapak dan ibu," ucap bapak.

Ibu yang sedari tadi terisak hanya mampu menganggukan kepalanya dan menatapku lekat-lekat.

Dengan berat hati aku berjalan menjauhi orang tuaku, menuju mobil.

Setelah mobil melaju perlahan, aku melambaikan tanganku dan kulihat ibu semakin terisak dalam pelukan bapak.

Kupandangi dua orang yang paling kusayangi itu, hingga akara mereka tak nampak, hilang ditelan jarak.

Sepanjang perjalanan aku menghabiskan waktuku dengan membisu seribu bahasa.

Nampaknya, mas Tama pun enggan memulai obrolan. Mungkin ia tau jika aku sedang tak ingin diganggu.

 ***

   Tujuh jam perjalanan telah kami tempuh, hingga roda mobil membawa kami memasuki area pelataran rumah yang cukup mewah.

Sangat jauh berbeda jika disandingkan dengan rumah kedua orang tuaku.

 Aku turun dari mobil dan pandanganku menyapu ke segala penjuru.

"Ayo masuk, Han," ajak mas Tama. "Bawa tasmu sendiri." Ia menjatuhkan tas ransel milikku.

Memang aku tak membawa banyak barangku, hanya beberapa setel pakaian dan beberapa hijab terbaik yang aku punya.

"Iya, Mas."Aku menjinjing tas yang tidak terlalu berat ini dengan satu tangan.

"Assalamu'alikum, Ma! Tama pulang ni, Ma, Pa," ucap mas Tama lantang.

"Wa'alaikum salam, Eh rupanya pengantin baru sudah sampai," sambut papanya mas Tama ramah.

Ibu mertuaku tersenyum lebar ketika memandang mas Tama, lalu mengendurkan tarikan lengkungan pada bibirnya ketika memandangku.

Aku pun menjulurkan tanganku lalu mencium takzim punggung tangan kedua mertuaku.

 

"Kalian istirahat ya, pasti capek karena perjalanan lumayan jauh," ucap papa mertuaku.

"Iya, Pak , Bu, " ucapku

"Tidak usah sungkan-sungkan lagi Hani, sekarang kan kami sudah menjadi orang tuamu juga. Jadi panggil saja Papa dan Mama, ya!" Lalu kubalas dengan ulasan senyum dan anggukan.

"Ya sudah, kami masuk dulu ya, Ma, Pa," ucap mas Tama.

" Iy," jawab papa mertuaku.

Sembari berjalan menaiki anak tangga, karena kamar kami dilantai atas, aku merasa mama mas Tama tak menyukaiku , berbeda dengan papa yang begitu welcome ketika menyambut kedatanganku.

Karena berjalan sambil melamun, kakiku gagal meraih anak tangga selanjutnya, hingga aku kehilangan keseimbanganku dan akhirnya ... 

[buug]

Aku tergelincir hingga turun beberapa tangga, kakiku terasa sakit, sepertinya   kesleo.

"Aw!," pekikku spontan.

Mas Tama yang sudah beberapa meter di depanku pun membalikkan badannya lalu menghampiriku.

"Ya ampun, kamu kenapa kok bisa-bisanya jatuh sih, Han?" ucapnya sembari mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri.

Namun rupanya kakiku tak sekuat itu untuk kembali menopang bobotku.

"Aduh, sakit sekali, Mas." Aku justru bergelendot ditangan mas Tama karena hanya dapat berdiri dengan satu kakiku.

"merepotkan," cebiknya.

Aku pun menunduk karena rasa sesak mendera ketika mendengar kata yang keluar dari bibirnya.

Aku terkejut ketika ia melemarkan tas yang ia jinjing , lalu meraih tubuhku.

Dibopongnya tubuhku perlahan, menaiki satu persatu anak tangga hingga sampai dilantai dua rumah ini.

Aku menutup mataku rapat-rapat, menahan gejolak dalam hatiku. Jantungku berdegup kencang, karena dari awal bertemu sampai sebelum ini pun kami tak pernah berada dalam posisi tanpa jarak.

 "Ngapain merem?, buka tu pintunya," perlahan aku membuka mataku, lalu kuraih handle pintu dan mendorongnya perlahan.

Aku masih dalam bopongan mas Tama, menambah kencang detak jantungku ketika aku menatap wajahnya yang begitu dekat dengan wajahku.

Lalu ia membaringkanku diatas   ranjang yang dipenuhi kelopak bunga mawar.

Kelopak bunga itu menyatu berbentuk hati pada tengah ranjang dengan bad cover berwarna cerah ini.

Wangi dan indah sekali.

Aku bangkit dan merubah posisiku menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang.

Mas Tama kembali keluar untuk mengambil tas yang tertinggal di tangga.

Karena rumah yang cukup besar ini, sepertinya kedua mertuaku tak mendengar pekikan ku karena terjatuh tadi.

Terlihat mas Tama kembali memasuki ruangan dengan masing-masing tas ditangan kanan dan kirinya.

Ia meletakkan tas itu diatas meja kaca yang berada didalam kamar ini, lalu menutup pintu.

"Kita kedokter ya, Han," ajak mas Tama.

"Nggak usah, Mas, kayaknya aku butuh tukang urut," jawabku.

"Ya sudah sekarang istirahat aja dulu, nanti aku tanya mama dimana ada tukang urut," timpal mas Tama.

Meskipun belum saling mencintai, kami tidak menolak perjodohan ini.

Walau sikapnya agak dingin, aku bersyukur karena mas Tama mau perhatian kepadaku.

Ku lihat lelaki itu membersihkan kelopak mawar diatas tempat peraduan, lalu menyapunya menuju pojok ruangan.

Aku merasa tak enak hati melihat ia melakukannya sendiri.

"Mas, biar aku saja yang nyapu." Aku berusaha berdiri, namun [buug]

Aku kembali terjatuh.

Mas Tama tergopoh menghampiriku , membopong kembali tubuhku sambil berkata "Aku kan sudah bilang, istirahatlah!" 

Saat akan meletakkan bobotku di atas ranjang , tiba-tiba tubuh mas Tama bergerak tak terkendali. Dan akhirnya ... [Gedebug] 

 Tubuh kami jatuh bersamaan di kasur,posisi dada mas Tama berada diatas kedua benda kenyalku.

Seketika pandangan kami bersirobok, detak jantung kami menyatu dengan tempo tak menentu,seolah sedang berlomba.

Terlihat keringat sebesar biji jagung mengucur dari dahi suamiku.

"Ya Allah, rasa macam apa ini," batinku.

Related chapters

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Kehadiran sang mantan

    "Eh, ma-maaf, Han," ucapnya gugup, seraya mencoba bangkit dari posisinya dengan wajah yang memerah.Sepertinya, mas Tama grogi, jadi salah tingkah begitu, aku terkekeh lirih."Mas, masa gendong aku aja nggak kuat," ejekku."Tadi kan udah gendong dari tangga sampe kamar , udah capek , makanya nggak kuat." Ia berjalan memunggungiku dengan body languange yang menggemaskan.Ia kembali meraih sapu dan mengerjakannya dengan gesit, sepertinya ingin segera menyembunyikan salah tingkahnya itu. Semenjak adegan bopong membopong yang mas Tama lakukan , muncul rasa aneh dari dalam diriku.Seperti contohnya, jantung berdebar acap kali dekat dengannya, dan merasa risau jika tak nampak batang hidungnya.Seperti malam ini,saat terbangun dari tidur ku tadi sore.Aku tak mendapati sosok mas Tama dalam jangkauan penglihatanku.Kulihat jam dinding, waktu menunjukkan pukul tujuh malam.Ku paksakan berdiri dan me

    Last Updated : 2021-07-12
  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Perhatian

    Sudah satu minggu usia pernikahan kami, namun kami belum melakukan hubungan selayaknya suami istri yang sesungguhnya.Sebenarnya jika mas Tama meminta , aku tak akan menolaknya, karena aku sadar itu adalah haknya.Tapi memang kami masih merasa sama-sama canggung."Hani, aku minta maaf ya, jika selama ini ada sikapku yang kurang berkenan di hatimu," ucap mas Tama,sembari menggengam ragu jemariku.Aku terhenyak lalu membenarkan posisi dudukku.Aku merasa gugup dengan perlakuan mas Tama, terlebih ini adalah kali pertama mas Tama berlaku demikian."Tidak mengapa, Mas. Aku paham, lagi pula pertemuan kita ini bukan kehendak mas,bukan?! Melaiknkan kehendak orang tua kita." Tatapku nanar."Apalagi, mantan Mas yang begitu modis, berbanding terbalik dengan penampilanku yang lusuh ini," lanjutku. Air mata pun kembali menganak sungai."Apakah, Mama dan Pricilia menghinamu, Han?"Aku meng

    Last Updated : 2021-07-13
  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Kecurigaan

    Terdengar deritan pintu, itu berarti Mas Tama memang ingin menemui Pricilia."Dasar lelaki, padahal aku hanya ingin mengetes dia, kok malah ditemui beneran," cebikku.Ku raih ponselku yang tergeletak di samping lampu tidur, di layar ponsel tertera jam digital yang menunjukkan pukul sembilan malam.Aku hubungi Ibu dan Bapak aja lah, baru satu hari aku berada di sini, tetapi rasa rindu sudah sangat menggebu.Ku tekan tombol hijau dan tertera nomor ponsel bertuliskan nama Bapak.Bapak dan Ibu memang bukan tergolong orang berada, namun jika hanya sekadar ponsel yang hanya dapat menerima panggilan dan pesan pun beliau memilikinya.[Tuut ... Tuut ... Tuut]"Hallo assalamu'alaikum, Nduk," seketika terdengar suara setelah panggilan terhubung."Wa'alaikum salam, Bu, Ibu belum tidur ya? " tanyaku basa-basi."Belum, Nduk, jam segini kok telpon kemari, Nduk?  

    Last Updated : 2021-07-18
  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Misteri kamar sebelah

    "Hani ... " Panggilan dan sentuhan lembut di bahuku, menyadarkanku. "Eh... Iya, Mas, ada apa?" "Nanti aku sudah mulai kerja, kalau kakimu masih sakit, biar aku beritahu mama agar antarkan makanan ke kamar," ucapnya dengan ekspresi wajah datar. "Tidak usah, Mas, kakiku sudah mendingan, nanti biar aku turun saja," ujarku. Ia hanya mengangguk menanggapi ucapanku. Melihat ekspresinya begitu, ingin sekali kugoda dirinya.Suka perhatian tapi cuek, dasar MMTP alias malu malu tapi mau. Aku terkekeh sembari berceloteh dalam hati.Tapi entah mengapa aku menyukai perlakuan suamiku, apakah aku mulai menyukainya? "Kamu 'tu aneh ya, Han. Kadang bengong, kadang senyum-senyum sendiri, kesambet baru tau rasa." Mas Tama beranjak dari hadapanku. Kupandangi lelaki yang kini sudah resmi menjadi imamku tersebut, bukan hanya pekerja keras, ternyata ia juga cu

    Last Updated : 2021-07-26
  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Menuju Rumah Sakit

    Mas Tama menatapku lekat.Entah tatapan yang berarti apa, akupun tak mengerti.Ketika tatapan kami bersirobok, aku terpaku beberapa detik.Tatapan mata yang tajam itu seolah mengisyaratkan ketidaksukaannya atas apa yang baru saja kuucapkan.Meskipun Mas Tama cenderung bersikap dingin, tapi ia tak pernah menatapku semarah itu.Aku lantas memalingkan wajah ke arah depan."Kamar sebelah? Maksud kamu apa, Han? ""Semalam kamu dan Pricilia kan yang di kamar sebelah? "Mataku mulai berkaca-kaca.Entah rasa macam apa ini, apakah ini cemburu?Atau aku seperti ini hanya karena merasa tak dihargai sebagai istri?Mataku memanas, rasanya tak perlu aku menangis di depan Mas Tama.Namun, mataku justru tak mau diajak kompromi.Seenaknya sendiri cairan bening itu lolos begitu saja."Itu tidak seperti yang kamu fikirkan, Han," sergahnya."La

    Last Updated : 2021-08-06
  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Ide brilian Hani

    "Aku temani sampai selesai, nanti aku antar kamu pulang sampai rumah!" ucapnya."Tapi, Mas, ... ""Ini perintah bukan pilihan!" pangkasnya sebelum aku menyelesaikan ucapanku.Aku hanya mengangguk kecil.Setelah pesanan datang, aku dan Mas Tama menyantapnya tanpa banyak bicara.Sebenarnya, perasaan Mas Tama kepada Pricilia gimana sih sekarang? Aku takut jika Mas Tama hanya berpura-pura saja di hadapanku.Mendekati suapan terakhir, aku termenung memikirkan kehidupan yang tengah aku jalani ini.Apakah aku beruntung memiliki suami yang mapan dan tak terlalu buruk tabiatnya ini? Atau justru saat ini aku sedang terbelenggu dalam drama yang mereka semua sedang perankan?Entahlah ... Semoga Allah senantiasa memberikan jalan terbaik untukku."Cepat habiskan makanannya! Kita harus segera kembali untuk mengantre!"Aku tersadar dari lamunanku, dan segera menyapu bers

    Last Updated : 2021-08-06
  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Menjalankan misi

    sepuluh lewat empat puluh lima menit, angka itulah yang tertera pada layar ponselku saat Mas Tama melenggang masuk ke kamar dengan dua bingkisan di tangannya.Ia mengulurkan satu bingkisan itu kepadaku saat telah tepat berada di hadapanku."Ini makanannya sudah sampai, makanlah!" ucapnya."Terima kasih, Mas. Mas Tama temani aku makan di sini ya!" rengekku."Iya, makanya aku bawa juga makananku ke sini, Han,"Aku tersenyum mendengarnya, syukurlah ia mempunyai inisiatif untuk itu.Semoga saja ini awal yang baik untuk rumah tanggaku.Kubuka bingkisan yang telah mendarat di genggamanku itu, terdapat boks berisi nasi, dan beberapa bungkus lauk pauk seperti udang balado, daging rendang dan beberapa potong timun dan selada.Kubuka satu persatu lauk pauk itu dengan gerakan seribu bayangan, agar aku selesai terlebih dahulu dari pada suamiku.Lalu kuserahkan kepada Mas Tama,

    Last Updated : 2021-08-07
  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Hasutan Pricilia

    Mas Tama segera memapahku untuk membantuku berdiri,"Hebat kamu, Cil, kamu berhasil mendoktrin Mamaku," pekik Mas Tama kepada Pricilia."Kamu yang sudah kemakan sama hasutan Hani, Tam, sekarang jadi berani teriak-teriak depan Mama," sahut Mama."Ma, apa sih yang sebenarnya ada dalam pikiran Mama, salah Hani apa? Sampai Mama berbuat demikian dan justru lebih membela 'orang lain' itu dari pada menantu Mama sendiri," tukas Mas Tama."Dia itu kampungan, Tam, lihatlah penampilannya, sangat berbanding terbalik dengan Pricil, Mama malu, Tam," ujar Mama."Pricil juga sudah cerita semuanya ke Mama, kalau tadi kamu bentak-bentak Pricil di Rumah Sakit karena hasutan Hani." Mama beralih memandangku."Hani, seharusnya kamu itu tau diri, kamu datang diantara Tama dan Pricilia, tetapi kamu sok mau menguasai Tama, Tama itu terpaksa menikahi kamu, Han, tidak lama lagi, pasti juga kamu akan segera di ceraikan oleh put

    Last Updated : 2021-08-09

Latest chapter

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Perubahan pada tubuhku2

    "Kalian lanjutkan makannya, ya! Papa sudah selesai, mau lanjutkan kerjaan kantor yang tadi belum kelar, " ucap Papa."Iya, Pa," jawab Mas Tama.Setelah Papa meninggalkan meja makan, Mas Tama menatapku lagi dengan senyuman yang berhasil membuatku tersepona dengan ketampanannya. Eh ... Terpesona."Rupanya istriku ini pandai masak, ya!"Aku tersipu mendengar pujian dari suamiku itu."Ah, Mas Tama bisa saja. Di kampung, aku sudah biasa masak, Mas,""Berarti lain kali boleh dong kalau aku minta kamu masakin aku setiap hari, khusus untukku!" ucapnya, sambil mengerlingkan."Tentu boleh dong, Mas."&nb

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Perubahan pada tubuhku

    Aku segera bangkit dengan tubuh polos yang hanya berbalut selimut.Aku tidak bisa berjalan seperti biasanya karena organ kewanitaanku terasa semakin sakit saat melangkah.Aku melangkah perlahan, kakiku seperti tidak menapak di lantai, aku berjalan seperti habis sunat.Sesekali aku menengok Mas Tama.Rupanya ia tengah asyik menertawaiku, dipikir sedang nonton lawak apa."Mas, kok malah ketawa, sakit, nih!""Jalanmu lucu, Han. Kayak habis sunat." Mas Tama melanjutkan tawanya.Meskipun terasa sakit, aku tetap berjalan sewot, menuju kamar mandi.Aku berdiri di bawah deraian air dari shower.Membuat tubuhku terasa rileks.Masih menari-nari dalam ingatanku, bagaimana Mas Tama membawak

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Jebolnya pertahanan

    "Hani, kamu tidak apa-apa, kan?!""Tidak, Mas." Aku bergegas meninggalkan Mas Tama.Ada rasa nyeri pada ulu hati saat mengingat Mas Tama berduaan dengan Pricilia.Dengan alasan apapun, mengapa Mas Tama sampai mau diajaknya ke taman belakang?Tujuan utamaku adalah kamar.Tempat paling nyaman di rumah ini bagiku.Derap kaki mengikutiku dari belakang, "Hani, dengarkan penjelasanku dulu!"Aku mencoba meredam amarah yang berkecamuk dibagian dalam tubuhku.Namun sulit, gemuruh kian meraja lela di dalam sana.Kupercepat langkahku, kaki yang terasa nyeri seolah tak terasa, kalah oleh nyerinya hatiku.Bahkan, aku istri sahnya belum berani semesra itu menggandeng tangannya, menyandarkan kepala ini di bahunya.Air mata

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Tidak tinggal diam

    "Hani, maafkan aku jika selama ini bersikap dingin kepadamu, bukannya aku menolak perjodohan kita, aku hanya merasa pernikahan ini terlalu cepat," "Aku pun merasakan hal yang sama, Mas, tapi aku yakin bahwa jalan yang Allah beri ini adalah yang terbaik," " Aku baru sadar, setelah kamu hilang, ada separuh jiwa aku yang kamu bawa, aku merasa hampa, kosong, dan linglung saat aku pulang tapi kamu sudah tidak ada di rumah," "Maafin Hani, Mas, Hani kurang hati-hati sehingga membuat Mas Tama khawatir," "Lain kali jangan pergi jauh-jauh lagi ya, untung saja kamu bertemu dengan orang-orang baik," Aku mengangguk, masih tak menyangka kalau saat ini aku suda

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Kembali pulang

    " Kamu kemana saja, Hani. Aku khawatir banget sama kamu." Mas Dirga mengatupkan kedua tangannya di pipiku, sembari menatapku dengan mata yang berkaca."Maaf, Pak. Istri anda tersesat dan melapor ke Kantor kami. Kami dapat melacak alamat rumah ini dari nomor ponsel yang Ibu Hani berikan kepada kami," ucap Pak Polisi."Terima kasih banyak, Pak. Sudah mengantar istri saya sampai rumah dengan selamat." ucap Mas Tama."Sudah tugas kami untuk membantu, Pak. Kami permisi, selamat siang.""Siang, Pak. Sekali lagi terima kasih banyak,"Setelah mobil Polisi menjauh, aku kembali menatap Mas Tama.Ada yang merembes dari sudut mataku.Kupeluk erat tubuh suamiku, dan menumpahkan ketakutan serta kerinduanku.Ia membalas peluka

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Tersesat 2

    Seseorang yang entah aku pun tak mengetahui siapa itu menjadi bulan-bulanan dua preman hingga babak belur."Halo, Pak, Pak Polisi sudah dekat? Oke, langsung ke sini saja,Pak." Aku menempelkan tanganku ke telinga.Dua preman itu lari kocar-kacir setelah sebelumnya saling pandang beberapa saat.Aku hanya mendekat ke lelaki itu tanpa menolongnya berdiri."Terima kasih sudah menolongku,"Ia mengulurkan tangannya hendak bersalaman denganku, sembari mengucap namanya."Guntur ... "Aku segera mengatupkan kedua tanganku di hadapanku."Hani ... "Ia menarik kembali tangannya dengan ekspresi tak enak hati."Kenapa sendirian malam-malam begin

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Tersesat

    Duduk di bawah pohon adalah solusi terbaik saat ini.Seingatku, aku tak membawa uang sepeserpun.Aku menepuk jidatku, saat ingat kalau uang pulsa milik Mama tadi masih ada kembaliannya, empat puluh lima ribu.Aku segera menuju penjual minuman tak jauh dari tempatku berteduh."Bu, beli es kelapa muda satu, ya,""Iya, Neng, silakan duduk dulu!" jawab Ibu penjual es itu, ramah."Kok, hanya jalan kaki, Neng, memangnya dari mana, mau kemana?" tanyanya."Saya di sini baru beberapa hari, Bu, ikut suami. Tadi saya pergi ke konter tap

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Mertua julid

    "Ini, Han." Segera kuserahkan barang keramat itu kepada Hani.Ia menerimanya dan segera masuk ke toilet."Han, aku berangkat ya, takut telat," pekikku agar terdengar olehnya."Iya, Mas, hati-hati," balasnya dari dalam toilet.*****Aku masih tak percaya, kenapa Mas Tama mau membelikan barang yang aku sendiri pun terkadang malu membelinya.Aku membersihkan diri dan sekalian mandi.Syukurlah, kakiku sudah membaik, dan sudah tak terlalu sakit.

  • JODOH SEJAK DALAM KANDUNGAN   Membelikan pembalut Hani

    Lagi-lagi tangan Mas Tama menumpang di atas perutku.Tapi entah mengapa, rasa risi yang biasa kurasakan kini berubah menjadi rasa nyaman.Seketika teringat artikel yang pernah kubaca, bukankah aku dan Mas Tama telah halal?Tidak berdosa 'kan jika aku membalas pelukan suamiku sendiri. Aku tersipu malu.Dengan ragu, kurapatkan tubuhku, memangkas jarak di antara aku dan Mas Tama.Perlahan kujulurkan tanganku di atas tubuh suamiku, kutahan menggantung di udara, karena aku ragu melakukannya.Dapat kuhidu aroma khas parfum yang telah bersatu dengan keringatnya, membuat darahku seakan berdesir lebih cepat.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status