Bab 2
Hari Pernikahan
"Apa? Gak. Naura gak mau, Ma. Masak, Naura disuruh nikah sama si tukang rese itu sih. Gak. Gak mau."
"Naura sayang. Tolonglah! Apa kamu tidak kasihan melihat Tante Salma sedih? Kalau acara pernikahan ini sampai gagal, mereka pasti malu."
"Naura sayang. Mau ya, nikah sama Bagas? Tolong Tante!" ucap Tante Salma sambil terisak.
Duh, aku ikut sedih jadinya. Sebenarnya tidak tega melihat Tante Salma seperti itu, tapi masak harus dengan menikah sama Bagas sih.
"Naura, bagaimana? Mau ya nikah sama Bagas?" ucap tante Salma sambil terus terisak.
"Tante, sudah jangan nangis lagi. Iya,Naura mau kok nikah sama Bagas."
"Terimakasih, sayang. Terimakasih," ucap Tante Salma dengan terharu sembari memeluk Naura.
*********
"Bagaimana saksi? Sah?"
"Sah…."
"Alhamdulillahirobbilalamin…."
Tak terasa air mataku menetes. Hari ini, aku resmi menjadi nyonya Bagas.
Setelah akad selesai, Mama dan tante Salma menuntunku ke depan untuk duduk di samping Bagas. Mama menyenggol lenganku memberikan kode. Aku yang gak mengerti apa-apa malah bingung.
"Cium tangan suamimu!" bisik tante Salma.
Setelah itu, Bagas ganti mencium keningku. Aku melirik para orangtua. Mereka tersenyum bahagia.
Berbeda dengan Bagas. Ekspresi wajahnya sedingin es. Entah bagaimana nasib pernikahan kami. Pernikahan terpaksa dan tanpa cinta.
**********
Alhamdulillah rangkaian acara pernikahan kami sudah selesai. Rasanya capek sekali berdiri seharian menyalami ratusan undangan.
Pesta ini ternyata benar-benar meriah. Setelah acara selesai, kami menginap di hotel semalam sebelum besok pulang ke rumah.
"Bagas, antar Naura ke kamar! Dia pasti capek sekali. Sayang, kamu istirahat disini dulu ya," ujar tante Salma.
"Iya, Tante," jawabku.
"Lho, kok masih panggil tante sih? Panggil bunda dong, seperti Bagas. Kan, sekarang kamu menantu Bunda. Sudah jadi anak bunda."
Iya, bun."
"Ya udah, selamat istirahat sayang."
Aku dan Bagas berjalan beriringan menuju kamar hotel. Kami berjalan dalam diam. Kami tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku bingung, takut, dan cemas. Entah apa yang akan terjadi nanti di dalam kamar.
********
"Kenapa bengong disitu? Cepat masuk."
"Iya, ini juga mau masuk. Bawel,"gerutu Naura.
Setelah masuk ke dalam kamar hotel, Bagas segera melepas jasnya dan masuk ke kamar mandi.
Mumpung Bagus sedang mandi, Naura segera melepas gaunnya dan mengganti dengan piyama. Untung saja tidak ada drama resleting nyangkut, jadi dia bisa ganti dengan aman.
Saat Naura duduk di meja rias menghapus make up, Bagas keluar kamar mandi Hanya dengan handuk di pinggang. Tanpa sengaja Naura melihat pemandangan roti sobek itu.
"Aaaaaaa……….. Kak Bagas jorok! Kenapa gak pake baju sekalian di kamar mandi sih?" teriak Naura sembari menutup mukanya demgan kedua tangannya.
"Berisik. Jangan teriak-teriak. Ntar dikirain gue ngapa-ngapain elu lagi."
"Habisnya, kak Bagas keluar kamar mandi cuma pake handuk doang. Cepetan pake baju sana."
"Kenapa memangnya? Suka-suka gue dong. Lagian, kita kan sudah sah menjadi suami istri. Jadi gak papa dong. Lagian elu tadi juga lihatin tubuh gue. Apa jangan-jangan kamu mau lihat yang lain?"
ujar Bagas sembari mendekati Naura.
Tubuh mereka semakin dekat dan berimpit. Naura menjadi ketakutan dan panik.
"Awas aja kalo macam-macam. Gue aduin ke ayah dan bunda."
"Aduin aja. Siapa takut."
"Ih…., Kak Bagas nyebelin!" ujar Naura sembari berlari ke kamar mandi. Bagas hanya tertawa kecil melihat kelakuan Naura.
Cukup lama Naura bersembunyi dan mandi. Setelah Naura keluar kamar mandi, dia melihat Bagas sedang duduk di tempat tidur sembari bermain ponsel.
Dia kebingungan. Badannya lelah sekali dan ingin segera tidur. Tetapi Disana ada Bagas.
"Ngapain bengong disitu? Hobi banget bengong. Cepat kesini. Memangnya kamu tidak capek berdiri terus?"
"Kak, gue capek banget. Pengen tidur."
"Pengen tidur ya tidur saja. Gitu aja kok repot."
"Tapi kak Bagas jangan disitu. Kak Bagas tidur di sofa saja."
"Ogah. Kamu saja sana tidur di sofa," ujar Bagas sembari membaringkan badannya.
Naura semakin kebingungan.
"Udah,cepetan tidur sini. Gue gak mungkin ngapa-ngapain elu. Anak kecil juga."
"Beneran ya. Awas macem-macem," ancam naura.
Akhirnya Naura membaringkan badannya di tempat tidur setelah sebelumnya menata guling sebagai pembatas. Tidak lama kemudian dia sudah terlelap.
*********
Naura terbangun dari tidurnya. Dia kaget setelah mendapati dirinya tidur di sebuah kamar hotel. Terdengar suara gemericik air di kamar mandi. Dia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi. Setelah iangatannya pulih, Bagas tiba-tiba keluar kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk lagi.
"Ih…. Kak Bagas! Udah dibilangin juga. Pake baju di kamar mandi sana!" teriak Naura sambil menutup mata dengan kedua tangannya.
"Kamu ngapain sih pagi-pagi berisik? Lagian ya, diluar sana banyak cewek-cewek tergila-gila sama tubuh gue yang atletis ini. Kenapa elu malah kelihatan jijik gitu sih?" protes Bagas.
Memang, Bagas memiliki fisik yang nyaris sempurna. Tubuh tinggi, badan atletis, kulit kuning bersih, dan mata elangnya benar-benar bisa memikat para kaum hawa.
"Pokoknya gue gak suka. Cepetan pake baju ke kamar mandi."
Akhirnya Bagas memilih mengalah dan kembali ke kamar mandi untuk berpakaian.
"Elu cepetan mandi sana. Habis sarapan kita langsung pulang," ucap Bagas.
Pukul 12.30 WIB, mereka sudah sampai di rumah. Lalu lintas yang padat membuat mereka terlambat sampai di rumah.
"Kita ke rumah mana dulu nih? " tanya Bagas.
"Ke rumah gue saja."
Bagas lalu membelokkan mobilnya masuk ke halaman rumah Naura. Terdengar suara yang cukup ramai dari dalam rumah.
"Assalamualaikum. Papa, Mama, Naura pulang," ujar Naura sembari nyelonong masuk ke dalam rumah diikuti oleh Bagas.
"Lho…., Ayah sama Bunda juga disini?"
Bagas dan Naura menyalami mereka semua. Memang, walaupun mereka orang berada, tetapi mereka tetap mengajarkan etika terhadap orangtua.
Masuk ke dalam rumah harus mengucapkan salam dan mencium tangan kedua orangtuanya.
"Iya sayang. Ini Mamamu mengundang Bunda dan Ayah makan siang disini. Ini kan pertama kalinya kita berkumpul sebagai keluarga. Bukan begitu, Jeng Sinta?" ucap bunda Bagas.
"Betul, Jeng. Ayo, mumpung sudah ngumpul, kita langsung makan. Itu bik Siti juga selesai menyiapkan makanannya."
Akhirnya, mereka makan siang bersama-sama sambil bercengkrama.
"Bagas, rencananya kamu mau mengajak Naura bulan madu kemana?" tanya ayah Bagas. Naura dan Bagas langsung tersedak bersamaan.
"Duh… kalo jodoh ya begini ini! Tersedak ja sampai barengan."
Mereka malah menanggapinya sambil tertawa.
Setelah minum dan menenangkan diri, Bagas menjawab," Sepertinya belum bisa sekarang, Yah. Pernikahan ini kan mendadak. Lagian, Naura masih kuliah. sebentar lagi ujian. Biar dia konsentrasi dulu sama kuliahnya."
"Baiklah kalo memang seperti itu. Tapi, Bunda minta, jangan menunda momongan ya! Bunda sudah kepengen menimang cucu."
Mereka berdua hanya bisa nyengir bersamaan.
"Lalu apa rencana kalian setelah ini?" tanya papa Naura.
Bab 3Aparteme"Lalu apa rencana kalian setelah ini?" tanya papa Nau"Biar kami jalani saja dulu, Pa. Kami perlu waktu untuk adaptasi. Bagas juga berencana untuk membawa Naura untuk tinggal di apartemen. Kami ingin belajar mandiri. Lagian, jarak apartemen dengan kantor dan kampus Naura kan tidak terlalu ja"Kamu yakin mau tinggal di apartemen? Apa tidak sebaiknya tinggal sama Mama Papa dulu? Naura itu masih manja banget lho," ujar Mama Na"Udah, Ma. Biarin saja mereka tinggal di apartemen. Benar kata Bagas. Biar mereka belajar mandiri. Papa mendukung keputusan kamu, Gas. Cuma pesan Papa, tolong, jaga putri Papa baik-baik! Bimbing dia agar bisa menjadi istri yang ba"Tentu,Pa," jawab Bagas sembari tersen
Bab 4CemburuTiba-tiba, ada yang menyapa Naura."Naura!""Uhuk …." Naura tersedak. Suaranya terdengar familiar."Ini, minumlah!" Mereka berdua menyodorkan minuman."Terimakasih, Kak!" Naura menerima minuman dari Bagas."Siapa dia?" tanya Bagas menunjuk pria yang ikut duduk di meja mereka."Kenalkan, gue Nico. Teman dekat Naura," ujar Nico sambil mengulurkan tangannya."Teman dekat?" tanya Bagas sambil mengernyitkan dahi."Bukan, Kak! Itu ….""Ayo kita pulang!" ujar Bagas sembari menarik tangan Naura.&nbs
Bab 5Saling Membuka HatiTanpa terasa, pernikahan mereka sudah berjalan 3 bulan. Selama ini, mereka rutin setiap Minggu mengunjungi orang tua mereka. Mereka tidak pernah mengizinkan orang tua mereka mengunjungi apartemen. Takut ketahuan tidur terpisah. He……Ting... tong….Bel rumah berbunyi.Begitu pintu terbuka," Kejutan…."Naura hanya bisa melongo melihat siapa yang datang."Mama? Bunda?""Kenapa wajah kamu seperti itu? Sepertinya tidak senang melihat kami datang," tanya bunda Bagas."Bukan begitu, Bun. Naura hanya kaget saja. Ayo masuk, Bun, Ma!" ujar Naura."Bagas belum pulang?"&
Bab 6Tidur Sekamar"Bagaimana hubunganmu dengan Nico?" lanjut Bagas."Hubungan apaan? Gue sama Nico gak ada hubungan apa-apa.""Beneran? Sepertinya, dia suka sama lo.""Iya sih, memang benar dia suka sama gue, malah dia pernah nembak gue. Hanya saja, gue nganggap dia teman doang.""Kenapa?""Ya … gak papa. Kan, emang perasaan gak bisa dipaksain.""Dia ganteng, lho! Pasti banyak yang suka. Meskipun, masih gantengan gue jauh sih!"Naura tertawa terpingkal mendengar kepedean Bagas."Ha … ha … ha…. Ih … Kak Bagas! Orang lagi serius juga, bisa aja bercanda
Bab 7Naura Cemburu" Kak Bagas …!" panggil wanita itu seraya mencium pipi kanan dan kiri Bagas.Bagas yang tak siap, tak sempat menghindar."Kamu …." ucapan Bagas terputus saking terkejutnya."Iya … ini aku. Kakak apa kabar?" ujar wanita itu."Aku … baik. Sama siapa?" tanya Bagas."Sendiri aja. Kak Ronald masih di Aussie, ngurusin bisnisnya. Kakak sama siapa?"Bagas ingin menjawab, tapi didahului oleh Naura."Sayang … dia siapa?" tanya Naura sambil bergelayut manja di lengan Bagas."Ow … iya, Sayang! Kenalin! Ini Alice, adiknya Ronald, sahabat aku pas kuliah."Naura
Bab 8Bagas Sakit"Kalo cewek gak mau, ya jangan dipaksa!" sela Bagas yang tiba-tiba sudah muncul."Emangnya lo siapa? Gak usah ikut campur!" ujar Nico ngegas."Lo belum tahu siapa gue? Dengarkan baik-baik. Gue suaminya Naura. Jadi, jangan pernah lo coba ganggu dia lagi! Ngerti lo!" ujar Bagas."Apa benar yang dia katakan, Ra?" tanya Nico kepada Naura."Udah dibilangin, masih saja ngeyel!" ejek Bagas."Gue tanya sama Naura, bukan sama lo!" ujar Nico sambil menunjuk muka Bagas."Apa lo pake nunjuk-nunjuk?" Bagas tersulut emosinya."Kur*ng aj*r!" teriak Nico.Bugh …. Nico menghantam wajah Bagas.Bagas yang tak siap, tak sempat meng
Bab 9Bulan MaduPukul 08.00 WIB Naura terbangun. Dia berjalan perlahan ke kamar mandi. Rasanya nyeri sekali. Tapi dia bahagia. Hari ini, dia sudah menjadi istri Bagas seutuhnya.Dia sadar, selama ini dia sudah mulai jatuh cinta pada sang suami. Cinta yang dia pendam sendiri, karena menunggu sang pujaan hati benar-benar siap membuka hati. Wajahnya merona saat ingat kejadian tadi."Masih sakit?" tanya Bagas lembut saat mendapati Naura keluar perlahan dari kamar mandi."Gak kok! Udah mendingan."Bagas menghampiri Naura, lalu membopongnya menuju tempat tidur."Istirahatlah! Kamu pasti capek!""Aku mau masak, Kak! Ini sudah siang!""Gak usah masak! Kita order saja! Satu lagi! Jangan panggil aku kak la
Bab 10Tamu Tak DiundangMereka tiba di Jakarta pukul 19.00 WIB. Mereka sepakat untuk pulang ke apartemen dahulu untuk berisitirahat. Besok mereka baru akan ke rumah orang tua mereka untuk mengantar oleh-oleh.Pagi ini, saat bangun tidur, Naura merasa mual hebat. Dia langsung berlari menuju kamar mandi.Bagas yang terkejut, langsung menyusulnya. Dia memijit lembut tengkuk Naura."Bagaimana, Sayang? Sudah enakan?" tanya Bagas.Naura hanya melambaikan tangannya dengan lemas. Setelah selesai, Bagas segera membopong tubuh istrinya ke tempat tidur. Setelah menidurkan istrinya, dia bergegas menuju dapur untuk membuat teh hangat."Diminum dulu, tehnya! Biar enakan! Habis ini kita ke dokter, ya! Wajah kamu pucat banget, gitu!" ucap Bagas.
Bab 51EKSTRA PART"Sayang, besok aku izin keluar ya!" ujar Kirana kepada Ronald."Mau kemana?" tanya Ronald."Ke rumah sakit.""Kamu sakit?" tanya Ronald panik."Gak, Sayang! Jadi, ceritanya itu akhir-akhir ini kan Axel sering sakit, trus beberapa kali mimisan. Akhirnya, aku periksakan ke dokter. Nah, sama dokternya disuruh periksa ke lab. Takutnya, ada yang serius." Kirana memberi penjelasan."Kenapa gak pernah cerita? Itu periksa ke labnya kapan?""Sekitar … dua minggu sebelum pernikahan kita," ujar Kiran sambil mengingat-ingat."Sebelum kamu nemuin Papa dan nglamar aku.""Itu sudah lama sekali, lho!" protes Ronald."Iya sih. Kata petugas labnya, perkiraan dua minggu hasilnya keluar. Tapi kemarin itu ternyata lebih. Baru tiga hari yang lalu dikabari kalau hasilnya sudah keluar.""Trus, kenapa gak langsung diambil?" "Lha kita kan posisinya masih bulan madu. Aku gak mau merusak suasana. Kalau sekarang kan, kita sudah di rumah. Makanya mau tak ambil."Ronald menghela nafas panjang."
Bab 50PERTEMUAN PERTAMA“Oya, siapa nama anak kita?” tanya Ronald.” Axel Dharmendra Wibawa,” sahut Kirana.“Kamu tidak memasukkan namaku?” protes Ronald.“Aku gak yakin kamu mau mengakuinya, jadi aku memasukkan nama Papa.”“Setelah kita menikah, aku akan menggantinya menjadi Axel Dharmendra Baskoro,” ujar Ronald.“Terserah kamu sajalah.”“Oya, dia pulang sekolah jam berapa?” tanyanya.“Jam 14.00 WIB.”“Nanti aku ikut jemput, ya?” tanya Ronald.“Yakin?”“Iya, dong! Aku sudah tidak sabar!” ujar Ronald.“Dia pasti senang,” ujar Kirana.“Apa yang kamu katakan padanya saat dia menanyakan Papanya?” tanya Ronald penasaran.“Aku bilang sama dia kalau Papanya sedang bekerja di tempat yang jauh mencari uang yang banyak buat dia.”“Trus, dia jawab apa?”“Awalnya gak banyak protes, tapi akhir-akhir ini dia selalu bilang kalau dia tidak butuh uang yang banyak. Dia hanya ingin punya Papa seperti teman-temannya,” sahut Kirana. Dia tampak sedih mengingat pembicaraannya dengan Axel kala itu.Ronald
Bab 49PERJUANGAN RONALD"Aku sudah meletakkan surat pengunduran diriku di meja Pak Ronald.""Kamu yakin? Aku bisa memindahkan kamu ke divisi lain kalau tidak suka disana.""Gak perlu, Pak! Saya ada alasan lain mengapa harus resign.""Baiklah, kalau memang itu keinginanmu. Aku tidak memaksa.""Ya sudah, Pak, saya pamit ya!" Usai Kirana meninggalkan kantor, tak lama kemudian Ronald datang. Dia sangat terkejut mendapati surat pengunduran diri Kirana. Dia lebih terkejut lagi mendapati hasil tes DNA delapan tahun yang lalu."Jadi, anak itu adalah anakku," ujar Ronald lirih. Ronald tampak syok. Bergegas dia melangkah ke ruangan Sakti."Apa Kirana tadi kesini?" tanya Ronald."Iya Pak, hanya mampir sebentar lalu pulang. Ada apa Pak?" tanya Sakti heran."Gak ada. Terimakasih," ujarnya, lalu meninggalkan ruangan Sakti. Sakti memandang kepergian Ronald dengan miris. Dia tahu, ada sesuatu antara Kirana dan Ronald. Sepertinya, dia harus bersiap patah hati. Ronald segera melajukan kendaraanny
BAB 48MENGUNDURKAN DIRI“Saya temannya Mama kamu,” sahut Bagas.“Oya? Wah ... kebetulan sekali! Apa kamu juga teman Papa aku?” tanya Axel polos.Bagas memandang Mama Kirana mencari jawaban.“Axel, ayo temannya diajak masuk!” ujar Mama Kirana.“Gak usah, Tante! Kami langsung pulang saja!” sahut Bagas.“Papa, kami mau kue!” rengek Kayla.“Mau kue yang mana? Sini, Oma ambilkan!”Mama Kirana menggiring Kayla dan Keysha ke bagian etalase kue.Sekarang, tinggal Bagas berdua dengan Axel.“Om, apa Om kenal dengan Papa aku?” tanya Axel lagi."Memangnya Mama kamu bilang apa?" tanya Bagas."Kata Mama, Papa sedang bekerja di tempat yang jauh. Kalau Om ketemu Papaku, tolong katakan padanya, aku gak minta uang yang banyak. Aku juga gak akan minta dibelikan mainan. Aku hanya ingin Papa pulang. Gak papa kita gak punya banyak uang, asalkan bisa selalu bersama," ujar Axel sendu."Bagas terharu mendengar ucapan Axel, lalu menghela napas panjang."Om memang kenal Papa kamu, tapi Om gak tahu dimana dia s
BAB 47QUEEN CAKE ‘N BAKERY"Pa, bagaimana kalau kita antar Axel pulang dulu? Dia belum dijemput!" ujar Kayla kepada Papanya saat dijemput pulang sekolah. Tampak, di taman Axel sedang bermain sendirian ditemani sang wali kelas. "Iya, Pa! Kasihan dia nanti sendirian!" sahut Keysha."Memangnya Axel belum dijemput?" tanya Bagas."Belum!" sahut mereka serempak."Sebentar! Papa tanya wali kelas kalian dulu!"Bagas, Kayla, dan Keysha segera menghampiri wali kelas mereka. "Selamat siang, Bu!” sapa Bagas.“Selamat siang, Pak Bagas! Ada apa, ya?” tanya Bu Dyah, walikelas mereka.“Axel kok belum pulang? Memangnya, dia belum dijemput, Bu?" tanya Bagas."Belum, Pak! Barusan mamanya telfon, katanya jemputnya agak terlambat," sahut sang wali kelas. "Bagaimana kalau dia kami antar saja? Rumahnya mana?" Wali kelas tersebut menyebutkan sebuah alamat."Kami satu arah. Bagaimana, Bu?" "Apa tidak merepotkan, Pak?""Tidak, Bu. Lagipula, sepertinya anak-anak dekat dengan dia. Mereka gak tega meninggal
Bab 46MENJADI SEKRETARIS RONALD"Maaf, Pak! Saya pinjam Ibu Kirana sebentar. Ada keperluan mendesak," ujar Sakti.Ronald memandang Sakti dengan tajam. "Urusan apa? Bukankah ini masih jam kerja? Lagipula, wawancaranya belum selesai," sahut Ronald tak suka."Maaf, Pak! Ini masalah keluarga dan sangat penting. Mohon pengertiannya!" ujar Sakti sopan.Ronald menatap Sakti dan Kirana bergantian. Apa hubungan Sakti dengan Kirana? Batinnya.Kirana pun memandang Sakti dengan tanda tanya."Apa kamu keluarganya?" tanya Ronald lagi.Sakti tersenyum tipis."Bukan, Pak! Hanya saja, baru saja keluarganya menghubungi," sahut Sakti."Ya sudah! Bawa dia pergi!" ujar Ronald pasrah."Terimakasih, Pak! Ayo!" ajak Sakti kepada Kirana. Dengan penuh tanda tanya, Kirana mengikuti langkah Sakti. "Ada apa?" tanya Kirana saat mereka sudah di luar ruangan."Tadi Mama kamu nelfon. Sebenarnya, beliau sudah menghubungi kamu tapi gak bisa, jadi beliau menghubungi nomor kantor," ujar sakti."Ada apa Mama nelpon?"
Bab 45SANG CEOKirana melajukan mobilnya dengan kencang. Namun, dia tetap terhalang kemacetan panjang. Setelah menempuh perjalanan hampir empat puluh lima menit, akhirnya Kirana tiba di kantor. Kirana melirik jam di pergelangan tangannya. Dia sudah hampir terlambat. Setelah memarkirkan kendaraannya, Kirana melangkah terburu-buru ke ruangannya. Saking terburu-burunya, dia tidak memperhatikan langkahnya.Bruk.Tabrakan pun tak terelakkan.Berkas-berkas di tangan Kirana jatuh berhamburan."Maaf, Pak!" ujar Kirana sembari menunduk. Lalu, dia berjongkok mengambil berkas-berkas tersebut."Maaf, Pak, atas kecerobohan karyawan saya!" ujar Sakti merasa tak enak. Saat ini, Sakti sedang menemani sang CEO menuju ruangannya."Hm!" Sang CEO hanya berdehem, lalu melanjutkan langkahnya ke ruangannya."Kenapa terlambat? Kemarin kan aku sudah bilang harus tepat waktu?" omel Sakti sembari membantu Kirana mengumpulkan berkas-berkas yang berceceran."Maaf, Pak! Semalam Axel demam, jadi ….""Bagaimana ke
Bab 44UNGKAPAN HATI SAKTIPagi ini, lalu lintas cukup lancar. Taksi yang ditumpanginya melaju dengan tenang. Ronald memandang setiap sudut jalanan."Kota ini sudah banyak berubah," ujarnya dalam hati.Saat di lampu merah, sekilas dia melihat seorang wanita sedang menyetir seorang diri. Ronald memperhatikan wanita itu dengan seksama. Benar saja, wanita itu adalah Kirana. Sesaat kemudian,lampu hijau menyala."Ikuti mobil merah itu, Pak!" ujar Ronald kepada sopir taksinya. "Baik, Pak!" sahut sang sopir taksi. Sopir taksi tersebut berusaha mengikuti mobil Kirana. Dua puluh menit kemudian, mobil Kirana memasuki pelataran parkir sebuah perusahaan. "Stop, Pak!" ujar Ronald. Dia mengamati kantor tersebut dari dalam taksi. Setelah puas, dia meminta sopir taksi tersebut meninggalkan lokasi."Jalan, Pak! Kembali ke tujuan awal!" ujar Ronald. "Baik, Pak!" sahut sopir taksi tersebut. Ronald menyandarkan tubuhnya ke kursi sembari memejamkan matanya. Dia tersenyum tipis. Sekarang, dia tahu haru
Bab 43❤️Delapan Tahun kemudian ❤️"Ma, aku gak mau masuk sekolah lagi!" ujar Axel sendu."Kenapa begitu, Sayang?" tanya Kirana. Dia tampak terkejut dengan pernyataan putra semata wayangnya."Teman-teman jahat, Ma!""Jahat bagaimana?""Mereka tidak mau berteman dengan aku. Mereka juga mengolok-olok aku, Ma!" ujar Axel lirih.Kirana terhenyak. Selalu begitu. Tak bisakah mereka membiarkan putranya bisa bersekolah dengan tenang? Yang melakukan kesalahan adalah orang tuanya. Jadi, biar orang tuanya yang menanggung. Jangan bebankan kepada anaknya. Anak yang masih polos dan tak tahu apa-apa. Sejak awal bersekolah, selalu masalah yang sama. Ini sekolah ketiga yang dia datangi. Di dua sekolah sebelumnya, Axel mengalami masalah yang sama. "Sayang … kita tidak mungkin pindah sekolah lagi. Apa semua teman kamu menjauhi kamu?" tanya Kirana.Axel menggeleng."Ada dua anak kembar yang berteman dengan aku. Tapi, teman-teman yang lain mencoba menghasutnya untuk menjauhi aku," ujar Axel lirih."Lalu