Erlangga menatap ke arah Bunga. Ia sampai lupa kalau Bunga tak ikut berbaur. Lagi-lagi Erlangga melakukan sebuah kesalahan, Ia terlalu asik dengan kebahagiaannya sendiri tanpa mempedulikan istri barunya. Bunga pasti merasa dicuekin, Erlangga benar-benar merasa bersalah.Langkah Bunga terhenti di sebuah gazebo berbentuk joglo yang berada disudut taman dengan lampu temaram. Ia bersandar pada tiang kayu penyangga gazebo untuk menumpahkan segala kesedihan. Sekuat tenaga Ia berusaha menyimpan airmatanya, tapi kelopak matanya tak mampu menahan genangan airmatanya. Tubuhnya berguncang dan isak tangisnya terdengar lirih.Erlangga memperhatikannya dari jarak yang tak begitu jauh. Kembali didera perasaan bersalah telah mengabaikan istri yang mulai dicintai. Perlahan, mendekati Bunga dan melingkarkan lengan kekarnya pada pinggang istri ketiganya itu.Bunga terkejut, tapi tak menolak. Ia sangat mengenal pemilik lengan kekar itu. Aroma parfum suaminya menyeruak dan menggugah naluri wanitanya. Ia
“Oke, sepertinya istri mudamu seumuran dengan Ratih dan Adel. Hati-hati kalian, nanti lama-lama orang yang kalian panggil papah itu naksir kalian. Martha! jaga Ratih, jangan sampai kamu kecolongan.” Ucap Yudi dengan santai.“Jaga ucapan kamu Yudi! Aku bukan pria tak bermoral seperti kamu!” Emosi Erlangga makin tak terkendali.Plaakk, satu tamparan keras mendarat di pipi Yudi dan meninggalkan tanda merah. Dia memegang pipinya yang terasa perih.. Yudi menatap orang yang berani menamparnya dan tak percaya dengan penglihatannya sendiri.“Ratih! Berani sekali kamu menampar papah kandungmu! Ini yang mamah ajarkan kepadamu, untuk berani sama orangtua?!” Yudi terlihat marah melihat keberanian putri semata wayangnya.“Jangan pernah nyalahin mamah! Itu salah papah sendiri yang sudah menghina papah Erlangga! Dengar, papah Yudi! Papah Erlangga bukan orang seperti itu! Beliau orang yang sangat menyayangi Ratih dan Adel seperti anak kandungnya sendiri! Seluruh kasih sayang papah Erlangga tercurah k
Ucapan Bunga mengangetkan Erlangga dan kedua istrinya. Mereka tidak menyangka Bunga akan membela suaminya seperti itu.“Lepaskan tanganku!” Erlangga melepas lengannya dari kedua istrinya.“Yudistira! beraninya kau bermain-main denganku! aku sudah pernah memperingatkanmu untuk tidak mengganggu keluargaku lagi, tapi kau tak mengindahkannya! Itu artinya kamu siap menerima konsekuensinya! aku pastikan, satu kali dua puluh empat jam, hotel dan karaoke esek-esekmu akan hancur, dan kau akan merasakan dinginnya jeruji penjara!”Yudistira terdiam dan wajahnya memucat.. Ia mengusap wajahnya kasar. Yudistira tahu betul siapa Erlangga. Dia tidak pernah bermain-main dengan ucapannya. Bahkan hartanyapun tidak akan menang untuk melawan kekuatan Erlangga. Namun Yudi berusaha menyembunyikannya ketakutannya.“Aku tidak takut dengan ancamanmu Erlangga! Hotelku bersih! Aku juga mengeluarkan banyak uang untuk keamanan hotel! Jadi tidak ada yang bisa menangkapku!”“Bagaimana dengan perjudian dan rumah bord
“Aku ingat. Tapi rasanya tidak mungkin.”“Kenapa tidak mungkin?”“Kamu tahu sendiri, Bunga seperti apa sikapnya padaku.”Marta menyentuh lengan suaminya dengan lembut,”Aku akan bantu untuk bicara dengan Bunga. Mudah-mudahan berhasil ya.”Erlangga menganggukkan kepala. Tak berapa lama, Ia keluar dari kamar menuju ruang kerjanya sembari menelpon orang kepercayaannya untuk mengurus Yudi. Ia tidak pernah main-main dalam menjaga keluarganya.Aini mengetuk pintu lalu masuk ke dalam ruang kerja Erlangga. Ia mendapati suaminya sedang menangkupkan kedua tangannya di wajah. Aini mendekat dan memegang bahu suaminya. Ia merasa iba dengan suaminya karena penghinaan Yudi. Tapi Ia juga penasaran dengan ucapan Yudi tentang pertemuan mereka di klinik pasutri. Untuk apa suaminya datang kesana. Aini ingin segera mengetahui jawabannya sekarang.“Mas, ada yang ingin aku tanyakan sama kamu.”Erlangga menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya. Ia tahu apa yang akan ditanyakan oleh Aini. Ia merasa belum si
“Bunga? Ngapain kamu di situ, Sayang?” Erlangga melihat Bunga berada di dalam lemari pakaian tengah duduk sembari menangkupkan kedua tangannya di wajah. Ia lalu mensejajarkan dirinya dengan Bunga sembari melepas kedua tangan istrinya yang menutupi wajah.“Pak Er, mau ngapain ke sini?” Bunga cemas dan ketakutan.“Mau menuntaskan urusan kita yang belum selesai, kamu enggak usah pura-pura lupa, deh.” Erlangga menarik lengan Bunga hingga istrinya keluar dari persembunyiannya dan menutup pintu lemari.Bunga duduk di tepi ranjang dan membuang mukanya. “Beb, kamu gak lupa’kan?” Erlangga merengkuh bahu Bunga.“Iih lepasin,”Bunga menepis lengan suaminya, “Bunga ‘kan sudah bilang, jangan masuk ke kamar Bunga, bagaimana kalau sampai tante Aini tahu?”“Kamu tadi enggak ngomong seperti itu. Kalo kamu enggak mau aku kesini, kenapa juga kamu enggak mengunci pintu kamar?” Erlangga sekarang lebih berani dan pandai mengendalikan situasi.“Bunga lupa ngunci doang.” Bunga tak mau kalah, tapi kali ini Ia
Setelah semalaman bergelut dengan panasnya bara asmara, wajah Bunga terlihat murung. Entah apa yang ada di pikirannya. Membuat sang suami bertanya kepadanya. “Ada apa, Sayang?”“Maaf, Bunga ... Bunga tidak mau melakukan itu lagi.”“Kenapa, Sayang?”“Bunga merasa menghianati Tante Aini dan Tante Marta, sungguh, Bunga menempatkan kalau posisi Bunga ada pada mereka, Bunga pasti sakit banget kalau suami Bunga tidur dengan wanita lain, di dalam rumah yang sama.”Erlangga menarik napas dan mengusap-usap dagunya. Dia tampak berfikir, benar juga apa yang dikatakan Bunga. Kalau sampai mereka tahu pasti akan sakit hati, terutama Aini.Namun Erlangga tak bisa menampik bahwa dia juga butuh penyaluran biologisnya. Sebagai seorang pria normal yang beristri sangat tersiksa kala tak bisa menyalurkan hasratnya.“Nanti kita pikirkan lagi.”Erlangga memanjatkan do’a untuk dimudahkan dalam segala urusan. Semoga Dia mampu berbuat adil terhadap ketiga istrinya, tanpa ada satupun yang tersakiti. Tak lupa pu
“Oh ya, Bunga. Nanti pegawai showroom mobil aku suruh kemari, kamu pilih sesuka hatimu, Kamu belum punya mobil sendiri’kan?”“Enggak usah pak Er, Bunga tidak mau.” Bunga menundukan kepala.Marta makin curiga dengan gerak-gerik Bunga yang terlihat begitu gelisah. Sepiring nasi goreng di hadapannya, tak disentuh sama sekali.“Enggak apa-apa say, ee Bunga.” Hampir saja Erlangga kelepasan memanggil dengan sebutan sayang.“Kalau Bunga gak mau ya jangan dipaksa Erlangga!” Tiba-tiba Marta berbicara dengan nada tinggi. Ia lalu meninggalkan meja makan tanpa permisi. Begitu kesal dengan sikap suaminya yang mulai tidak adil.“Marta kenapa Aini?” tanya Erlangga tak mengerti.“Gak tau Mas.”“Kamu tanyakan padanya, siapa tau dia butuh bantuanmu.”“Iya Mas, nanti aku tanya.”“Oh Iya, Bunga. Tadi Ayah kamu telpon, nanti sore, kamu diminta kesana.” Ucap erlangga kepada istrinya.“Ayah? Kenapa enggak telpon Bunga langsung?” jawab Bunga kebingungan.“Hape kamu gak aktif katanya.” Jawab Erlangga sambil
Marta menunduk dan mensejajarkan dengan Bunga, lalu memeluk tubuhnya erat.“Bunga. kamu tidak salah. kamu justru sudah menjalankan kewajibanmu sebagai seorang istri dengan baik, menggantikan aku dan Aini. Tante enggak marah dan malah berterimakasih sama kamu, karena menggugurkan kewajiban kami. Setidaknya, kami tidak merasa berdosa karena tak memenuhi hak suami. Tapi wajarkan kalau tante cemburu, tolong maafkan tante.” Marta memeluk Bunga kian erat. Mereka bertangisan haru.“Bunga juga tidak mau ini terjadi, Tante. Bunga sudah berusaha menghindar, tapi Pak Er terus merayu Bunga.”Marta melepas pelukannya dan menatap wajah Bunga yang bersimbah airmata. “Apa Dia kembali memaksamu, seperti dulu?”Bunga tak berani menjawab. Ia hanya menggelengkan kepala dan menunduk takut.“Syukurlah. Hanya saja, tante tidak suka dengan cara Erlangga yang mencuri waktu Aini. Apa jadinya kalau sampai Aini tahu Erlangga keluar dar kamarmu dini hari tadi. Untung saja aku yang memergoki kalian, bukan Aini!”
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G