“Oh ya, Bunga. Nanti pegawai showroom mobil aku suruh kemari, kamu pilih sesuka hatimu, Kamu belum punya mobil sendiri’kan?”“Enggak usah pak Er, Bunga tidak mau.” Bunga menundukan kepala.Marta makin curiga dengan gerak-gerik Bunga yang terlihat begitu gelisah. Sepiring nasi goreng di hadapannya, tak disentuh sama sekali.“Enggak apa-apa say, ee Bunga.” Hampir saja Erlangga kelepasan memanggil dengan sebutan sayang.“Kalau Bunga gak mau ya jangan dipaksa Erlangga!” Tiba-tiba Marta berbicara dengan nada tinggi. Ia lalu meninggalkan meja makan tanpa permisi. Begitu kesal dengan sikap suaminya yang mulai tidak adil.“Marta kenapa Aini?” tanya Erlangga tak mengerti.“Gak tau Mas.”“Kamu tanyakan padanya, siapa tau dia butuh bantuanmu.”“Iya Mas, nanti aku tanya.”“Oh Iya, Bunga. Tadi Ayah kamu telpon, nanti sore, kamu diminta kesana.” Ucap erlangga kepada istrinya.“Ayah? Kenapa enggak telpon Bunga langsung?” jawab Bunga kebingungan.“Hape kamu gak aktif katanya.” Jawab Erlangga sambil
Marta menunduk dan mensejajarkan dengan Bunga, lalu memeluk tubuhnya erat.“Bunga. kamu tidak salah. kamu justru sudah menjalankan kewajibanmu sebagai seorang istri dengan baik, menggantikan aku dan Aini. Tante enggak marah dan malah berterimakasih sama kamu, karena menggugurkan kewajiban kami. Setidaknya, kami tidak merasa berdosa karena tak memenuhi hak suami. Tapi wajarkan kalau tante cemburu, tolong maafkan tante.” Marta memeluk Bunga kian erat. Mereka bertangisan haru.“Bunga juga tidak mau ini terjadi, Tante. Bunga sudah berusaha menghindar, tapi Pak Er terus merayu Bunga.”Marta melepas pelukannya dan menatap wajah Bunga yang bersimbah airmata. “Apa Dia kembali memaksamu, seperti dulu?”Bunga tak berani menjawab. Ia hanya menggelengkan kepala dan menunduk takut.“Syukurlah. Hanya saja, tante tidak suka dengan cara Erlangga yang mencuri waktu Aini. Apa jadinya kalau sampai Aini tahu Erlangga keluar dar kamarmu dini hari tadi. Untung saja aku yang memergoki kalian, bukan Aini!”
Bunga tengah duduk santai di teras bersama Ayah, ibu dan juga adik lelakinya. Mereka tengah bercengkrama. Tak lupa pula Bunga membawa makanan enak yang belum pernah mereka makan sebelumnya. Bunga benar-benar ingin membahagiakan keluarganya.Baru kali ini, Bunga akan menginap di rumah yang baru selesai direnovasi. Bunga begitu bahagia, melihat keluarganya bisa hidup di sebuah rumah yang layak. Bunga juga berterimakasih kepada suaminya, yang sudah berbaik hati dengan merenovasi rumah warisan eyang dan mengganti seluruh perabot rumah dengan yang baru. Rumah reyot yang dulu jadi bahan hinaan orang, kini berdiri kokoh dan lebih megah dari bangunan sekitar.Ingin rasanya Bunga bisa kembali tinggal bersama keluarganya. Tapi dia sadar sekarang sudah mempunyai keluarga kecil yang mulai dibina dengan cinta yang tulus.Pak Er, Bunga menyebut nama pria yang begitu baik. Tak salah Bunga melabuhkan cinta terakhir kepada suaminya. Ketampanan dan kebaikan suaminya mampu menyihir dan menyulap rasa be
Bunga kesal dan mengambil ponsel suaminya.“Pak Er. Kalau Bunga ngomong dengerin dong. Pak Er bisa enak karena gak berbekas apapun. Sedangkan Bunga, nih lihat! Bunga harus sibuk menyembunyikan ini semua dari tante Aini!” Bunga menunjukan kiss mark di hampir sisi tubuh sensitifnya. Belum juga semalam hilang, sudah di tambah lagi hari ini. Bunga benar-benar kesal dibuatnya.Erlangga terlihat santai. “Oh, itu. Sini Aku tambahin.“ Erlangga menarik tubuh istrinya. Tapi Bunga mendorong tubuh Erlangga dengan kesal. Ia lalu meninggalkan suaminya dan masuk ke dalam kamar mandi, lalu membanting pintu kamar mandi dengan kasar.Erlangga bangkit dan duduk bersandar di ranjang dengan berbantalkan kedua lengan. Ia menarik napas dan membuangnya perlahan. Erlangga memang nampak santai di depan Bunga, tapi sesungguhnya Ia juga memikirkan tentang perkataan Bunga. Ia masih sangat mencintai Aini dan tak ingin menyakiti hatinya.Namun Hati Erlangga sudah terbagi untuk istri ketiganya dan tak akan mampu un
“Ooh, syukurlah, katanya kamu mau menginap?” tanya Aini sambil menatap kearah Bunga.“Tidak jadi, Tante,” jawab bunga panik.“Malam ini aku tidur di mana?’ tanya Erlangga.“Di kamar kak Marta.” Jawab Aini.“Ya sudah. Aku mau tidur dulu.” Kata Erlangga sembari melangkah menuju tangga.“Permisi, Tante. Bunga mau istirahat.”“Iya,” Aini menatap Bunga dengan tersenyum sambil merapihkan rambut Bunga yang basah. “Jangan suka keramas malem-malam, nanti masuk angin Lo.”Namun senyum Aini mendadak hilang dan tiba-tiba sorot matanya begitu tajam. Tanpa sengaja, saat bunga lewat di depan Aini, tak sengaja melihat kiss mark di leher Bunga yang lupa tak mengenakan sweater sebagai penutup.“Tunggu, Bunga!” Aini menghentikan langkah Bunga.Bungapun menghentikan langkahnya. Dengan gesit Aini mengejar Bunga dan menarik sedikit krah Bunga. “Apa-apa an ini Bunga? Siapa yang melakukannya! Pantas saja kamu beralasan untuk ke rumah orangtua kamu!” Aini terlihat begitu emosi.Bunga menangis ketakutan dan t
“Enggak mau, Bunga harus tetap berada di sini!”“Masuk aku bilang! Patuhi perintah suamimu!” nada bicara Erlangga makin meninggi. Ia mulai terpancing emosi.“Bunga! ayo, masuk ke kamarmu!” Marta mendekati Bunga dan menyentuh kedua bahunya.“Tapi bagaimana dengan Tante, Aini?”“Nanti Tante yang bantu. Kami sudah terbiasa menyelesaikan masalah di rumah ini.” Jawab Marta berusaha meyakinkan Bunga.“Baik, Tante.” Bunga menurut dan menaiki tangga menuju kamarnya.“Erlangga, Aini, sudah cukup! sudah malam. Jangan sampai anak-anak terbangun dan melihat pertengkaran kalian! Emosi tidak akan menyelesaikan masalah! besok kita bicarakan lagi!” Marta mencoba melerai pertengkaran mereka.Aini terdiam dan menuruti ucapan Marta. Kemudian melangkah meninggalkan Marta dan Erlangga dengan kesal.“Aini, bawa sekalian Erlangga bersamamu!” seru Marta.“Malam ini jatah Kakak!” jawab Aini ketus tanpa menoleh. Ia terus melanjutkan langkahnya ke kamar.“Ayo Erlangga, kita temui Bunga.” Ajak Marta.“Iya.” Erl
“Marta, maafkan aku, aku .... ““Ssst .... “ Marta membalikkan badan, mereka kini saling berhadapan. “Aku sudah tauu semuanya.”“Bunga juga sudah cerita padaku, kalau kamu sudah mengetahuinya. Aku tidak bermksud membohongimu Marta. Maafkan aku, karena aku belum pernah menyentuhmu. Tapi aku sudah menyentuh Bunga. Ampuni aku, Marta, ampuni aku.” Erlangga berlutut di hadapan Marta dan merasa begitu berdosa kepadanya.“Bangun Erlangga,” Marta membantu Erlangga bangkit dan duduk di tepi ranjang, Ia lalu duduk di sampingnya. “Aku tidak apa-apa, Erlangga. Sekarang yang perlu kita pikirkan adalah Aini. Cepat atau lambat, Ia pasti akan tahu semuanya. Dan lebih baik, kamu jujur saja, jangan ada lagi kebohongan Erlangga.” Marta mencoba menasehati suaminya.“Tapi bagaimana caranya Marta? kamu tau ‘kan Aini? dia tidak bisa mendengar sesuatu yang membangkitkan kemarahannya. Aku takut dia ngedrop, dan kankernya kembali aktif. Itu bisa membahayakan nyawa Aini.”“Kalau menurutku, kamu harus memberikan
Aini sedang melamun dan duduk termenung di tepi ranjang sembari menundukkan kepala. Pikirannya terus tertuju kepada Bunga dan ucapan suaminya. Apa benar, dirinyalah penyebab semua ini.Suaminya benar, Bunga memang masih muda dan pasti menginginkan nafkah bathin yang tidak pernah terpenuhi. Tapi, Aini juga tidak membenarkan kalau Bunga selingkuh dengan pria lain. Tidak mungkin juga mengijinkan suaminya untuk menunaikan kewajiban kepada Bunga. Hatinya masih belum bisa ikhlas. Pasti terasa sangat menyakitkan andai semua itu terjadi di depan matanya.Aini menghela nafas dan membuang perlahan, mencoba menenangkan hati.Terdengar ucapan salam dan pintu di ketuk dari luar.“Masuk.” Jawab Aini.Cekrekk, Erlangga muncul dari balik pintu. Ia menutup pintu kembli dan menguncinya.“Kok, kamu kesini? Bukankah ini waktu malammu bersama Kak Marta’kan?” Aini terkejut melihat Erlangga yang mendatangi kamarnya.Erlangga duduk di samping Aini dan menyentuh jemrinya lembut. “Marta yang menyuruhku untuk m
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G