“Marta, maafkan aku, aku .... ““Ssst .... “ Marta membalikkan badan, mereka kini saling berhadapan. “Aku sudah tauu semuanya.”“Bunga juga sudah cerita padaku, kalau kamu sudah mengetahuinya. Aku tidak bermksud membohongimu Marta. Maafkan aku, karena aku belum pernah menyentuhmu. Tapi aku sudah menyentuh Bunga. Ampuni aku, Marta, ampuni aku.” Erlangga berlutut di hadapan Marta dan merasa begitu berdosa kepadanya.“Bangun Erlangga,” Marta membantu Erlangga bangkit dan duduk di tepi ranjang, Ia lalu duduk di sampingnya. “Aku tidak apa-apa, Erlangga. Sekarang yang perlu kita pikirkan adalah Aini. Cepat atau lambat, Ia pasti akan tahu semuanya. Dan lebih baik, kamu jujur saja, jangan ada lagi kebohongan Erlangga.” Marta mencoba menasehati suaminya.“Tapi bagaimana caranya Marta? kamu tau ‘kan Aini? dia tidak bisa mendengar sesuatu yang membangkitkan kemarahannya. Aku takut dia ngedrop, dan kankernya kembali aktif. Itu bisa membahayakan nyawa Aini.”“Kalau menurutku, kamu harus memberikan
Aini sedang melamun dan duduk termenung di tepi ranjang sembari menundukkan kepala. Pikirannya terus tertuju kepada Bunga dan ucapan suaminya. Apa benar, dirinyalah penyebab semua ini.Suaminya benar, Bunga memang masih muda dan pasti menginginkan nafkah bathin yang tidak pernah terpenuhi. Tapi, Aini juga tidak membenarkan kalau Bunga selingkuh dengan pria lain. Tidak mungkin juga mengijinkan suaminya untuk menunaikan kewajiban kepada Bunga. Hatinya masih belum bisa ikhlas. Pasti terasa sangat menyakitkan andai semua itu terjadi di depan matanya.Aini menghela nafas dan membuang perlahan, mencoba menenangkan hati.Terdengar ucapan salam dan pintu di ketuk dari luar.“Masuk.” Jawab Aini.Cekrekk, Erlangga muncul dari balik pintu. Ia menutup pintu kembli dan menguncinya.“Kok, kamu kesini? Bukankah ini waktu malammu bersama Kak Marta’kan?” Aini terkejut melihat Erlangga yang mendatangi kamarnya.Erlangga duduk di samping Aini dan menyentuh jemrinya lembut. “Marta yang menyuruhku untuk m
Tiba di pagi hari semua irang sudah menunggu di meja makan. Tapi Bunga belum juga turun. bahkan Ia tak ikut sholat subuh berjamaah.Aini begitu gelisah. Berkali-kali Ia menatap ke arah kamar Bunga. Pintu itu masih tertutup rapat. Aini lalu melangkah menuju kamar Bunga. Ia mengucap salam dan mengetuk pintu beberapa kali, tapi tak ada jawaban.Lalu membuka pintu kamar Bunga dan mendapati kamarnya kosong. Aini sangat panik lalu berjalan ke arah kamar mandi dan memanggil nama Bunga, tetap tak ada jawaban. Aini bertambah panik. Tanpa sengaja, tatapan matanya mengarah ke arah selembar kertas yang tergeletak di atas nakas. Aini segera berlari dan membaca isi selembar kertas itu.‘Tante Aini. Maafkan Bunga yang sudah membuat tante marah. Bunga memang salah dan tidak tahu diri dan sudah membuat tante Aini murka. Bunga tidak sanggup melihat kemarahan tante Aini lagi. Bunga sayang sama tante, dan tidak ingin tante lebih sakit dengan keberadaan Bunga di rumah tante. Sekali lagi, maafkan Bunga. Bu
“Cucu-cucu nenek yang cantik.” Nyonya Irma menyapa adelia dan Ratih yang masih menikmati sarapan pagi.Ratih dan Adelia menoleh ke arah suara. Mereka terlihat senang dengan kedatangan nenek dan kakeknya. Mereka menghambur ke dalam pelukan Nenek dan sang Kakek. Bahagia menyelimuti hati Adelia dan Ratih.Marta mencium punggung tangan kedua mertuanya.“Bagaimana kabarmu, Marta?”“Alhamdulilah, baik Pa.” Jawab Marta.“Kakek, untung ke sini. Bunga pergi, Kek.” Ucapan Adelia yang penuh rasa khawatir membuat Marta menepuk jidatnya. Entahlah, petaka apa yang akan terjadi kalau papa mertuanya mengetahui penyebab kepergian Bunga. Walaupun anak-anak tidak ada yang tahu penyebab kepergian Bunga.“Bunga, bunga, ojo saru Nduk. Dia sudah jadi istri papamu, jangan cuma panggil namanya aja, gak boleh.” Hadi wijaya memperingatkan kedua cucunya.“Iya Kek, maaf. Tapi Adel khawatir, Kek.” Adel merajuk manja kepada kakeknya.“Bunga kenapa dan kemana?” tanya Hadi Wijaya kepada Adel.“Bunga cuma pergi ke rum
Bunga sedang duduk melamun di atas ranjang. Dagunya bertumpu pada kedua lututnya yang ditekuk. Kedua lengannya memegang kakinya erat. Matanya terlihat sembab. Semalamam Ia tidak bisa tidur dan terus menangis. Beban hidup yang Ia tanggung terasa begitu berat, hingga membuat dadanya sesak.Disatu sisi, Ia sangat menyayangi Aini dan tak ingin menghianati wanita yang sudah dianggap seperti ibunya sendiri. Disisi lain, Bunga juga mulai mencintai suaminya. Baru beberapa jam saja Ia tak bertemu suaminya, rasanya rindu tak tertahankan.Berkali-kali Ia melihat ke arah ponselnya. Video call dan chat masuk puluhan kali tapi Bunga tak membalasnya satupun. Hatinya begitu ingin menerima telpon dari suaminya. Panggilan di hati mengatakan bahwa Ia begitu merindukan suara indah dan lembut yang mampu menggetarkan hatinya.Namun Bunga berusaha menepis dan mengabaikan semua rasa, walaupun terasa begitu berat. Tapi Ia harus mampu melupakan suaminya demi kebahagiaan wanita yang sangat Ia kasihi. Tanpa tera
“Pak Er itu gimana sih, mau merusak adik Bunga? Iya?! Ngasih ponsel sembarangan sama Adam! Maksudnya apa sih?! Jangan pernah sembarangan ngasih handphone ke anak kecil kalau isinya mesum doang!” Bunga begitu kesal dan melempar ponsel suaminya ke atas ranjang.“Maaf sayang, aku benar-benar lupa.” Erlangga mengambil ponsel yang tak jauh darinya.“Gimana kalau Tante Aini sama Tante Marta lihat?”“Iya, maaf. Aku pake password deh sekarang.” Erlangga mengotak atik ponselnya.“Di buang aja fotonya!”“Gak, ah. Sayang tahu.” Jawab Erlangga cuek sambil terus mengotak atik ponselnya.“Terserah deh.”“Kamu kemasi barang-barang kamu. Kita pulang sekarang, ya.”“Enggak mau.”“Sayang, tolonglah, Papa sama Mama lagi di rumah. Mereka mau menginap beberapa hari. Bagaimana kalau mereka terus menanyakan kamu? Aku tadi bilang pada mereka mau menjemput kamu?”Bunga tak menjawab, tetapi Ia melangkah kearah lemari pakaian dan melipat baju yang sudah tertata rapi disana.Erlangga bangkit, lalu melangkah ke a
“Mana barangnya, Pak?”“Ini Bu.”Aini menerima barang yang diberikan oleh security. Setelah security pergi, Aini kembali duduk dikursi teras. Ia mencoba membuka barang yang terbungkus rapi di dalam paper bag. Bungkusan itu berisi jam tangan wanita yang sangat indah.Jam tangan berlapis emas yang sama seperti yang pernah suaminya belikan untuknya. Aini sangat faham kalau suaminya membelikan sesuatu kepada seorang wanita, apalagi barang semahal ini, itu artinya wanita itu sangat berarti di matanya. Dan kemungkinan suaminya sangat mencintai wanita tersebut.Darah Aini seperti mendidih dan dadanya terasa panas. Tanpa terasa airmatanya mengalir membayangkan suaminya mencintai wanita lain. Hatinya begitu pedih, membayangkan Ia harus berbagi cinta dengan wanita lain. Kenapa suaminya tega berbuat seperti itu.“Apa kurangnya aku sebagai istrimu mas, aku sudah berusaha sekuat tenagaku untuk membuatmu bahagia. Kenapa kau menghianatiku, Mas.” Aini menangis dan terduduk lemas dilantai. Ia tak sang
“Sudahlah, aku pergi dulu.” Aini melangkah menuruni anak tangga dan tidak mempedulikan suaminya yang terus memanggil namanya. Saat hampir berada di ujung tangga bawah, Aini berpapasan dengan Bunga.Aini menatap tajam ke arah Bunga yang menunduk tak berani menatap matanya. Hati Aini bergetar, Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada diri Bunga. Bunga tak menyapa dan terus melanjutkan langkahnya.Aini membalikkan badan dan menatap ke arah Bunga yang disambut dengan kecupan hangat dari suaminya. Walaupun ada penolakan dari Bunga, tetapi gesture tubuh keduanya seperti sudah sangat intim. Mungkinkah telah terjadi sesuatu di antara mereka di luar sepengetahuannya? Mungkinkan wanita yang menemani suaminya di hotel Nirwana adalah Bunga.Tubuh Aini terasa lemas. Lututnya seperti tak mampu menyangga tubuh. Ia menyandarkan punggung pada pagar tangga. Dadanya terasa sesak saat kembali menatap suaminya merangkul bahu madunya lalu masuk ke kamar Bunga.Aini memegangi dadanya dan menangis tak bersuara.
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G