“Sudahlah, aku pergi dulu.” Aini melangkah menuruni anak tangga dan tidak mempedulikan suaminya yang terus memanggil namanya. Saat hampir berada di ujung tangga bawah, Aini berpapasan dengan Bunga.Aini menatap tajam ke arah Bunga yang menunduk tak berani menatap matanya. Hati Aini bergetar, Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada diri Bunga. Bunga tak menyapa dan terus melanjutkan langkahnya.Aini membalikkan badan dan menatap ke arah Bunga yang disambut dengan kecupan hangat dari suaminya. Walaupun ada penolakan dari Bunga, tetapi gesture tubuh keduanya seperti sudah sangat intim. Mungkinkah telah terjadi sesuatu di antara mereka di luar sepengetahuannya? Mungkinkan wanita yang menemani suaminya di hotel Nirwana adalah Bunga.Tubuh Aini terasa lemas. Lututnya seperti tak mampu menyangga tubuh. Ia menyandarkan punggung pada pagar tangga. Dadanya terasa sesak saat kembali menatap suaminya merangkul bahu madunya lalu masuk ke kamar Bunga.Aini memegangi dadanya dan menangis tak bersuara.
“Cukup Kak, kecurigaanku beralasan. Nanti juga Kak Marta tau.” Aini meninggalkan Marta dan melangkah menuju meja receptionis. Namun Marta menarik lengan Aini kembali dan menghentikannya. “Aini, Erlangga tidak bodoh. Kalau dia mau selingkuh, untuk apa dia menyewa hotel lain, toh dia punya hotel sendiri.”“Justru karena Mas Erlangga tidak bodoh, maka dia menyewa hotel lain untuk menghilangkan jejak. Semua karyawan hotel sudah tau istrinya itu aku dan Kak Marta! Sudahlah kak, tolong lepasin tanganku!” Marta melepas lengan Aini dan membiarkan adiknya melangkah ke arah receptionis. Marta menggelengkan kepala, lalu menyusul Aini.“Bagaimana mbak? Apa sudah ketemu datanya?”“Sebenarnya data tamu itu rahasia, tetapi karena ibu yang bertanya dan mencari barang yang ketinggalan, maka tidak apa-apa. Kami sudah menemukan data. Bahwa benar semalam, Bapak Erlangga Wijaya, telah membooking kamar VVIP untuk semalam. Akan tetapi Bapak dan Ibu cek out sekitar pukul 10 malam. Ada lagi yang bisa kami ban
“Silakan duduk!” James mempersilakan Aini dan Marta untuk duduk.“Saya tidak ingin berbasa-basi. Jadi tolong berikan informasi yang saya butuhkan!” jawab Aini sembari duduk di sofa bersama Marta.“Oke. Apa kamu benar-benar lupa kepadaku, Nur? Aku ini yanto. Dulu kita satu kelas waktu di SMA!”Sejenak Aini mengingat-ingat sesuatu seraya mengamati wajah pria yang ada di hadapan.‘Iya. Aku ingat sekarang! Yanto, kamu harus katakan siapa yang bersama suamiku semalam?” Aini langsung menginterogerasi temannya tanpa berbasa-basi. Saat ini bukan waktunya untuk reuni. Aini benar-benar serius untuk mencari bukti dugaan kuat suaminya selingkuh.“Sst, jangan panggil aku Yanto dong, panggil James, please.”“Aku enggak peduli, Kamu tau kan kalau Erlangga itu suamiku? Kenapa kamu tidak menghubungiku saat kamu tau Mas Erlangga membawa wanita lain kesini?”“Nur, terakhir kita ketemu’kan dihari pernikahanmu. Itu sudah lama sekali. Aku pikir kalian sudah bercerai dan Erlangga membawa istri barunya semal
Erlangga berada di kamar Bunga. Ia memanfaatkan waktu saat kedua istrinya tidak ada di rumah. Erlangga memeluk Bunga dengan penuh kasih sayang. Mereka duduk di atas ranjang dan bersandar di kepala ranjang sembari menonton televisi.Bunga berkali-kali memindah chanel TV, tak ada respon dari Erlangga. Mereka sama-sama sedang berfikir tentang sikap aneh Aini. Terutama Erlangga. seumur Ia menjadi suami Aini, baru kali ini istrinya menolak di sentuh olehnya.Selama ini, Aini selalu bergairah jika Erlangga menyentuh dan ingin ‘bercengkrama’ dengannya. Walaupun tak sampai puncak, tetapi Aini selalu mampu membuatnya puas. Walaupun Ia harus melemaskan ketegangan dengan caranya sendiri sebagai seorang pria. Erlangga tidak munafik, semenjak kedatangan Bunga, gadis itu mampu membawanya menuju puncak kenikmatan. Erlangga menghela nafas, tak tau apa yang terjadi dengan istri pertamanya itu.Bungapun sama, Ia juga masih terus berfikir dengan sorot mata tajam milik Tante yang sangat disayangi. Sorot
“Ya sudah, Tante mau ke kamar dulu.” Aini melangkah keluar dengan tergesa menuju kamarnya dan di susul oleh Marta. Aini berlari menuju ranjang dan menelungkupkan tubuhnya di atas ranjang. Ia menangis sejadinya, menumpahkan segala kesedihan yang menghimpit di dadanya.Marta dengan setia menemaninya dan mengelus punggung Aini dan sesekali memijitnya. Marta tak tau harus berbuat apa. Ia merasa sangat sedih melihat adiknya seperti ini. Marta sangat memahami jiwa adiknya yang begitu rapuh.Semenjak lahir Aini tidak tau siapa orangtua kandungnya, dan hal itu menyebabkan jiwanya rapuh. Namun kasih sayang dari pengasuh panti asuhan dan juga kedua orangtua Marta membuat semangat hidup Aini bangkit hingga menemukan kebahagiaan bersama suaminya. Dan kini, hati lembut Aini tengah terkoyak. Luka yang pasti sulit untuk disembuhkan.Aini membalikkan badan menatap Marta. “Kak, terimakasih Kak Marta sudah membantuku. Sekarang, istirahatlah Kak.”Marta membelai pipi halus Aini, “Kamu tidak perlu berter
“Emm ... aku ....” Erlangga gelagapan. Ia berusaha mencari alasan yang tepat supaya kebohongannya tidak terbongkar. “Ya sudah, enggak apa-apa, aku pakai jasnya.” Erlangga mengambil pakaian dan segera memakainya. Ia menatap wajah istrinya yang terlihat sembab. Tidak seperti biasanya istrinya hanya terdiam, tak membantu dirinya saat memakai pakaian dan juga dasi. “Aini, kamu kenapa sih? Kok aku dibiarin ganti baju sendirian.” Ucap Erlangga di depan meja kaca sembari merapihkan pakaiannya.“Jangan manja, istrimu bukan cuma aku!”Erlangga membalikkan badan menghadap Aini. “Kamu kenapa sih? Marah sama aku?”“Seharusnya aku yang tanya sama kamu, kenapa ponsel kamu pake password?”Erlangga terkejut, “Darimana kamu tau? Apa ... kamu membukanya tadi? Gak nyambung banget sih, aku tanya apa, kamu jawabnya apa.” Erlangga bertanya penuh selidik. Tanpa menunggu waktu lama, Ia melangkah dan mengambil ponselnya hingga memastikan ponsel itu belum terbuka. “Kamu tadi, belum membukanya’kan? dan untuk ap
Setengah berlari Aini keluar dari lift menuju kamar miliknya. Sesaat Ia berhenti menatap pintu. Tiba-tiba jantungnya berdetak begitu kencang, tubuhnya terasa lemas. Lututnya tak mampu menopang tubuhnya. Aini bersandar pada dinding, Ia memegangi perutnya yang terasa begitu sakit. Tubuhnya melorot kebawah. Ia benar-benar syok dan tidak bisa menerima kenyataan yang ada. Suaminya benar-benar telah menghianatinya. Rasanya tidak sanggup untuk menyaksikan hal yang terjadi didalam sana.Aini terus menangis walau tak bersuara. Tubuhnya berguncang hebat. Sekitar limabelas menit berlalu, tenaganya mulai pulih. Dengan tertatih mencoba mengumpulkan segenap kekuatan. Ia harus belajar menerima kenyataan. Perlahan Aini berdiri dan memencet bel berkali-kali dengan kasar.Sementara didalam sana, Erlangga dan Bunga tengah bermesraan dalam balutan asmara. Mereka benar-benar memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Keduanya terkejut saat mendengar suara bel berkali-kali. Erlangga tak perduli dan tetap meneruska
“Aku tahu kamu sudah sembuh total sejak dua tahun lalu! Dan aku juga sudah berkonsultasi dengan dokter yang menanganimu, tanpa sepengetahuanmu! Dokter mengatakan kamu masih tetap bisa melayaniku dengan sedikit terapy! Tapi kamu berbohong kepadaku kalau dokter bilang kamu tidak boleh berhubungan! Aku diam saja, karena aku mencintai kamu! Aku tidak ingin membebani hidupmu, walaupun aku harus gigit jari saat menginginkanmu! Apa kamu tau, betapa tersiksanya seorang suami yang harus menahan selama bertahun-tahun! Bahkan aku harus mengeluarkan sendiri padahal aku punya istri!” Erlangga menumpahkan semua kekesalannya kepada Aini. Semua yang dirasakan oleh Erlangga tertumpah dalam balutan emosi.Aini terdiam, Ia tidak menyangka kalau suaminya tahu tentang rahasia yang selama ini Ia sembunyikan. Namun Aini kembali dengan lantang berkata didepan suaminya. “Kamu tidak tau apa-apa Mas! Seorang pasien cancer yang pernah menjalani kemoterapy dan radioteraphy itu tidak boleh berhubungan!”“Jangan bo
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G