Kakek tua itu menghilang dari pandangan, langkahnya ringan seolah angin membawanya pergi. Mo Tian menatap ke arah kepergian sang kakek dengan alis berkerut. Sesuatu dalam cerita itu mengusik pikirannya. Namun, sebelum ia sempat melangkah untuk mengejar kakek tua tersebut, Liu Qingxue meraih pergelangan tangannya.“Jangan, Mo Tian,” kata Liu Qingxue pelan namun tegas. Sorot matanya memperingatkan.Mo Tian menoleh ke arah Liu Qingxue dengan ekspresi bingung. “Kenapa? Kita perlu lebih banyak informasi. Jika dia tahu sesuatu tentang Buku Kematian, kita tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja.”Liu Qingxue menghela nafas, lalu menatapnya tajam. “Aku tahu kau ingin mencari jawaban, tapi kita tidak bisa sembarangan mempercayai orang asing. Bagaimana jika ini adalah jebakan dari Yan Wuxi? Bukankah terlalu aneh kalau dia muncul di sini, di tengah perjalanan kita?”Mo Tian terdiam, merenungkan kata-kata Liu Qingxue. Ia tahu ada kebenaran dalam ucapan itu. Yan Wuxi dan orang-orangnya dikenal
Langit malam membentang gelap di atas kuil kecil yang tersembunyi di tengah hutan. Mo Tian dan Liu Qingxue duduk di dekat perapian yang redup di dalam kuil, menikmati ketenangan yang langka. Setelah perjalanan panjang penuh bahaya, tempat itu memberikan mereka kesempatan untuk bernafas sejenak.“Kita bisa beristirahat beberapa hari di sini,” ujar Liu Qingxue, suaranya lembut tapi mantap. “Yan Wuxi tidak akan menyangka kita ada di tempat seperti ini.”Mo Tian mengangguk setuju. “Tapi jangan terlalu lengah. Kita harus tetap waspada.”Mereka berdua memutuskan untuk berbagi jaga malam itu, memastikan tidak ada yang datang tanpa mereka sadari. Namun, kelelahan akhirnya menguasai mereka. Ketika Mo Tian mengambil giliran pertama, ia tanpa sadar tertidur lebih awal dari yang direncanakan.Di luar kuil, bayang-bayang gelap bergerak diam-diam. Anggota Sekte Langit Berdarah telah menemukan persembunyian mereka. Dengan senyap, mereka mengepung kuil, memastikan tidak ada jalan keluar bagi target m
Liu Qingxue berlari mendekati Mo Tian yang tengah terduduk lemah di bawah pohon besar. Cahaya bulan menyinari wajahnya yang pucat, dan lengan kanannya terus mengeluarkan darah, membasahi pakaian dan tanah di bawahnya. Liu Qingxue menjerit panik melihat luka itu.“Mo Tian! Apa yang kau lakukan? Kau harus bilang jika lukamu separah ini!”Mo Tian, yang selalu terlihat tegar, hanya tersenyum kecil. “Hanya luka kecil. Aku baik-baik saja, Liu Qingxue.”Namun, senyum itu tidak cukup untuk meyakinkan Liu Qingxue. Air matanya mengalir deras saat ia membuka perban darurat yang membungkus lengan Mo Tian. Luka itu dalam dan panjang, bekas tebasan pedang musuh saat mereka bertarung di kuil. Darah segar masih menetes, membuat Liu Qingxue semakin cemas.“Ini bukan luka kecil, Mo Tian!” serunya, nadanya penuh dengan rasa marah dan khawatir. “Mengapa kau tidak bilang dari tadi?”Mo Tian menghela napas, lalu menatap Liu Qingxue dengan lembut. “Kita harus segera pergi dari kuil tadi, bukan? Aku tidak in
Ketika pagi datang begitu damai, seolah alam mencoba menenangkan hati Mo Tian dan Liu Qingxue setelah malam yang panjang. Embun yang masih menempel di dedaunan menciptakan kilauan seperti permata saat sinar matahari menembus celah-celah pepohonan. Namun, di tengah kedamaian itu, hati Mo Tian dan Liu Qingxue justru terombang-ambing oleh emosi yang sulit mereka pahami, apalagi ungkapkan.Mo Tian duduk di bawah pohon besar, memegangi lengannya yang sudah diperban dengan baik oleh Liu Qingxue. Luka itu masih terasa nyeri, tetapi bukan itu yang mengganggu pikirannya. Pikirannya penuh dengan tatapan Liu Qingxue semalam, penuh air mata dan ketulusan yang tidak pernah ia sangka. Bagaimana bisa seseorang begitu peduli padanya?Ia menghela napas dalam, mencoba menepis perasaan aneh yang mulai tumbuh. Ia yakin itu hanya karena situasi. Mereka telah melalui begitu banyak hal bersama, wajar jika ada rasa kedekatan. Tapi, kenapa kata-kata Liu Qingxue terus terngiang di pikirannya?“Kau tidak menger
Kota Beiyuan, terletak di kaki Gunung Tianlan, adalah tempat yang gemerlap dengan sejarah panjang sebagai pusat seni bela diri. Jalan-jalan kota dipenuhi toko-toko senjata, arena latihan terbuka, dan aliran murid dari berbagai sekte yang berlalu lalang. Bau logam dan suara denting pedang terdengar hampir di setiap sudut kota, menandakan betapa mendalamnya budaya bela diri di tempat ini.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Feng Zhan memasuki Beiyuan menjelang senja. Matahari yang terbenam mewarnai langit dengan semburat oranye keemasan, sementara bayangan gedung-gedung kota mulai memanjang. Kehadiran mereka tidak terlalu mencolok, tetapi aura Mo Tian dengan pedang Langit Membara yang terselip di punggungnya menarik perhatian beberapa orang.“Kota ini ramai sekali,” ujar Liu Qingxue, memandang sekeliling dengan mata berbinar.“Beiyuan memang selalu hidup,” jawab Feng Zhan sambil tersenyum kecil. “Ini adalah tempat di mana ahli bela diri dari berbagai penjuru berkumpul. Jangan kaget jika kita bert
Pagi di dojo Wu Zhang selalu dimulai dengan suara denting pedang dan teriakan murid-murid yang berlatih. Di bawah bimbingan Wu Zhang, latihan bukanlah sekadar demonstrasi teknik, melainkan ujian keberanian dan ketahanan. Wu Zhang percaya bahwa hanya dengan menghadapi bahaya nyata, seorang pendekar bisa memahami esensi sejati dari pedang.Mo Tian dan Liu Qingxue berdiri di barisan murid baru. Pedang tajam di tangan mereka terasa berat, bukan hanya karena bobotnya, tetapi juga karena tanggung jawab yang menyertainya.“Di sini, kita tidak menggunakan pedang kayu,” kata Wu Zhang tegas di hadapan semua murid. “Jika kau takut terluka, kau tidak pantas belajar seni pedang.”Mata Wu Zhang menyapu barisan murid, lalu berhenti pada Mo Tian dan Liu Qingxue. “Kalian berdua sudah membuktikan sesuatu dengan keberanian kalian sebelumnya. Tapi itu belum cukup. Jika ingin belajar dariku, kalian harus menunjukkan tekad yang lebih kuat.”Mo Tian dan Liu Qingxue hanya mengangguk, menatap Wu Zhang dengan
Wu Zhang berdiri dengan tegak, wajahnya yang penuh kerutan tampak serius namun tenang. Tangannya diangkat, memberi isyarat kepada murid-muridnya yang berkumpul untuk membubarkan diri. Kerumunan itu awalnya enggan bergerak, tetapi tatapan dingin Wu Zhang membuat mereka tidak berani melawan.Qian Lu, yang masih menyimpan seringai penuh kemenangan, tampak ingin mengatakan sesuatu. Namun, ketika tatapan tajam Wu Zhang menghampirinya, keberaniannya surut. Ia mengepalkan tangan dengan frustasi, kemudian melangkah pergi bersama murid-murid lain.Wu Zhang menoleh kepada Mo Tian dan Liu Qingxue, lalu mengisyaratkan mereka untuk mengikutinya ke dalam aula pribadi dojo. Mereka mengikuti dengan tenang, meskipun hati mereka dipenuhi berbagai macam emosi.Setelah pintu aula tertutup, Wu Zhang berbalik menghadap mereka. Cahaya lentera di ruangan itu memantulkan sorot matanya yang tajam, seolah mampu menembus jiwa siapapun yang ia tatap.“Mo Tian,” kata Wu Zhang dengan suara dalam dan penuh wibawa. “
Malam telah larut ketika Wu Zhang duduk di dalam perpustakaan kecilnya. Cahaya lilin menerangi wajahnya yang berkerut karena konsentrasi mendalam. Beberapa buku kuno tergeletak terbuka di depannya, halaman-halamannya penuh dengan tulisan tangan yang hampir tidak terbaca.Ia menelusuri setiap baris dengan seksama, berharap menemukan petunjuk tentang tanda hitam yang menghantui pikirannya sejak ia melihatnya di pundak Mo Tian.Sejak peristiwa itu, Wu Zhang merasa gelisah. Sebagai seorang tetua yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya mempelajari seni bela diri dan pengetahuan kuno, ia tidak asing dengan tanda-tanda supranatural. Namun, tanda hitam berbentuk sabit di pundak Mo Tian berbeda dari apa pun yang pernah ia temui sebelumnya.“Bukan segel biasa,” gumamnya, mengingat kata-katanya sendiri ketika berbicara dengan Mo Tian dan Liu Qingxue. Saat itu, ia mengatakan bahwa ia pernah melihat tanda serupa, tetapi sebenarnya itu hanya asumsi. Kenyataannya, tanda itu benar-benar asing
Bayangan Mo Tian berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh kesombongan. Mata merahnya berkilau, memperlihatkan aura yang sangat kuat dan jahat. Di sekeliling mereka, angin berputar kencang, menciptakan pusaran energi yang membatasi arena pertarungan.Fang Zhi mengepalkan tinjunya, sementara Liu Qingxue menatap Mo Tian dengan cemas.“Kami tidak bisa membantu?” Liu Qingxue bertanya dengan suara penuh kekhawatiran.Penjaga Kuil Jiwa Terakhir menggeleng. “Ini adalah ujian Mo Tian. Jika kalian ikut campur, maka pertarungan ini dianggap tidak sah, dan Mo Tian akan langsung kalah.”Fang Zhi menggertakkan giginya. Ia ingin sekali menghunus pedangnya dan menyerang bayangan Mo Tian itu, tetapi ia tahu bahwa hal itu hanya akan membuat segalanya semakin buruk.Mo Tian menarik napas dalam-dalam. Tangannya meraih gagang pedangnya dengan erat. “Baiklah. Aku akan mengalahkanmu.”Bayangannya tertawa dingin. “Kau? Mengalahkanku?” Ia mengangkat tangannya, dan tiba-tiba pedang hitam pekat muncul di geng
Fang Zhi menggertakkan giginya. Ada sesuatu yang tidak beres dengan lelaki tua itu. Tatapan matanya kepada Mo Tian seolah mengandung maksud tersembunyi, seperti seseorang yang menunggu sesuatu terjadi.“Kita harus pergi,” katanya tegas, berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman yang terus menghantuinya.Mo Tian mengangguk pelan, tubuhnya masih lemah. Liu Qingxue tampak ragu, tapi ia tahu Fang Zhi tidak akan bertindak gegabah tanpa alasan.Lelaki tua itu hanya tersenyum tipis melihat mereka bersiap pergi. “Kalian boleh mencoba pergi, tapi ingatlah kata-kataku. Pada akhirnya, hanya ada satu jalan untuk menghancurkan Buku Kematian…”Fang Zhi menatapnya tajam sebelum menarik lengan Mo Tian, membantunya berjalan. “Kita tidak akan mempercayaimu begitu saja.”Lelaki tua itu terkekeh. “Kita lihat saja nanti.”Tanpa menunggu lebih lama, mereka segera meninggalkan tempat itu.Langit malam mulai menyelimuti perjalanan mereka. Angin dingin berhembus perlahan, menambah ketegangan di antara mereka
ShaaatMo Tian hanya bisa menghela napas berat saat Buku Kematian tiba-tiba melayang dan tersedot ke dalam Pedang Langit Membara, seolah-olah pedang itu memiliki kekuatan alami untuk menyegel keberadaan buku tersebut. Cahaya redup berkedip dari pedang, lalu segalanya kembali tenang.Fang Zhi dan Liu Qingxue saling berpandangan, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Lelaki tua berjubah abu-abu itu tetap diam, matanya menatap tajam ke arah pedang suci yang kini kembali menjadi wadah segel bagi buku terkutuk itu."Sepertinya kita tidak perlu menyegel Mo Tian..." kata Fang Zhi, mencoba mencairkan ketegangan.Namun, lelaki tua itu justru tertawa pelan, suaranya menggema di ruangan yang sunyi. "Jangan terlalu cepat bernafas lega. Kalian sudah mengetahui keberadaan Buku Kematian… dan yang lebih buruk lagi, buku itu telah mengenali pemiliknya."Mo Tian menoleh dengan ekspresi dingin. "Apa maksudmu?"Lelaki tua itu melangkah maju, tatapannya penuh makna. "Kau pasti menyadarinya. B
Mo Tian merasakan tubuhnya melemah seiring dengan hisapan kekuatan yang dilakukan oleh Buku Kematian. Wajahnya memucat, tangannya gemetar, dan matanya mulai kehilangan fokus. Sebuah perasaan kosong merayapi pikirannya—seakan ada bagian dari dirinya yang terenggut dan tak akan pernah kembali.Fang Zhi yang sejak awal memperhatikan perubahan pada Mo Tian segera bertindak.“Berhenti!” serunya, matanya melebar saat menyadari sesuatu yang mengerikan.Buku Kematian bukan hanya menyerap jiwa yang mereka korbankan, tapi juga terus menarik jiwa Mo Tian!Namun, sebelum mereka sempat bereaksi lebih jauh, aura hitam pekat meledak dari buku itu, menyebar ke seluruh ruangan seperti kabut neraka. Buku itu bergetar hebat, seolah ada kekuatan yang terbangun di dalamnya.Mo Tian tak mampu bertahan lebih lama. Tubuhnya jatuh ke lantai dengan suara berdebum keras.“Mo Tian!” Liu Qingxue berlari mendekat, wajahnya penuh kepanikan.Fang Zhi, tanpa berpikir panjang, segera mengalirkan kekuatan spiritualnya
“Tunggu!” teriak Liu Qingxue.“Gunakan cara yang lain! Dan aku yakin kita bisa menggunakan cara lain,” sambungnya sambil menggeleng dan airmata yang telah jatuh di wajahnya.Mo Tian menatap Liu Qingxue. “Aku tidak apa-apa.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan kami?” tanya Liu Qingxue.Lelaki berjubah itu mendesah dan kembali bersuara. "Jika kau ingin aku membaca buku ini, kau harus memilih... darah atau jiwa. Jika kau memilih darah, maka pemiliknya harus mengorbankan darahnya sendiri untuk membuka tiap halaman. Tapi darah manusia terbatas. Membuka seluruh isi buku ini dengan darahnya... hanya akan membuatnya mati kehabisan darah sebelum semua terungkap. Tidak bisa dengan darah orang lain.”Mo Tian menggenggam buku itu semakin erat.“Jika jiwa orang lain? Disini banyak jiwa yang terperangkap, gunakan mereka," tanya Liu Qingxue."Jiwa seseorang akan dikorbankan untuk membuka halaman buku. Jiwa itu akan musnah, tidak bisa bereinkarnasi, tidak bisa kembali. Jiwa itu akan menjadi bagi
Buku Kematian yang kini berada di tangan Mo Tian kembali terlihat kosong. Huruf-huruf yang sebelumnya muncul saat terkena darahnya telah lenyap, menyisakan halaman-halaman kosong yang seakan menyimpan misteri yang lebih dalam.Mo Tian menghela nafas panjang. Jika satu tetes darah saja dapat menampakkan huruf-huruf itu, maka butuh seluruh darahnya untuk membaca keseluruhannya. Itu bukan pilihan yang bisa diambil begitu saja.Perjalanan mereka menuju Gunung Jiwa Abadi terasa lebih mudah dari yang mereka bayangkan. Tidak ada rintangan berarti, tidak ada serangan dari iblis atau makhluk penjaga. Ini terlalu aneh. Gunung Jiwa Abadi seharusnya menjadi tempat yang paling sulit dijangkau, namun mereka berjalan tanpa hambatan."Aku tidak suka ini," gumam Liu Qingxue sambil menatap sekeliling dengan waspada."Aku juga," timpal Fang Zhi. "Biasanya tempat seperti ini penuh dengan jebakan atau makhluk penjaga. Ini terlalu sepi."Mo Tian tidak banyak bicara, tetapi dia bisa merasakan hawa dingin ya
“Kau adalah aku, Mo Tian!”Namun, sebelum tangannya bisa menyentuhnya, sebuah energi gelap meledak dari buku itu!DORR!!!Mo Tian, pria itu, Liu Qingxue, dan Fang Zhi semuanya terpental ke belakang akibat kekuatan yang tiba-tiba muncul. Angin kencang berputar di sekitar mereka, menciptakan pusaran bayangan yang menelan cahaya di sekitarnya.Pria yang mengaku sebagai Dewa Kematian tergelincir di tanah, namun dengan cepat ia kembali berdiri, matanya bersinar tajam."Tampaknya buku itu sudah memilih pemiliknya yang baru..." katanya dengan nada tajam. "Tapi itu bukan berarti kau bisa mengendalikannya tanpa aku, Mo Tian."Mo Tian merasa dadanya sesak, tangannya masih erat menggenggam buku itu.Dari dalam buku, suara berbisik mulai terdengar."Kau adalah pemilikku, karena kau adalah aku... Kau adalah penguasa kematian... Terimalah takdirmu, Mo Tian..."Mo Tian menggigit bibirnya, mencoba menenangkan diri. Namun, suara dari buku itu semakin kuat. Gambaran aneh muncul di pikirannya—bayangan h
Langit mulai memerah saat Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah keluar dari Kuil Seribu Bayangan. Udara dingin menerpa wajah mereka, membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan embusan angin pegunungan. Mereka tidak punya waktu untuk beristirahat lebih lama. Gunung Jiwa Abadi menunggu mereka."Kita harus segera berangkat," kata Fang Zhi, suaranya tegas meskipun ada sedikit nada kelelahan di dalamnya. "Semakin lama kita menunda, semakin besar risiko Mo Tian kehilangan kendali."Mo Tian mengangguk meskipun tubuhnya masih terasa lemah. Sejak insiden di kuil, dia terus merasakan getaran aneh dalam tubuhnya—seolah ada sesuatu yang mencoba keluar dari dalam dirinya.Liu Qingxue menatapnya dengan cemas."Apa kau yakin bisa melanjutkan perjalanan?" tanyanya. "Kita bisa istirahat sebentar jika kau butuh waktu."Mo Tian menyeringai tipis."Jika kita berhenti sekarang, aku takut aku tidak akan bangun lagi."Fang Zhi memandangnya dalam-dalam, lalu akhirnya mengangguk."Baiklah. Kita pe
Langkah kaki mereka bergema di lorong-lorong gelap Kuil Seribu Bayangan.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi bergerak dengan hati-hati, menyusuri jalan setapak yang dipenuhi ukiran-ukiran kuno di dinding. Meski mereka sudah berhasil mengambil Buku Kematian, perasaan tidak nyaman masih menyelimuti mereka.Mo Tian menatap buku itu dengan waspada. Meski terlihat seperti buku kosong dimata Liu Qingxue dan Fang Zhi, bahkan untuknya saat ini. Tapi dia yakin kalau itu memanglah buku kematian yang mereka cari. Dan siapa yang menyangka, perjalanan yang mereka tempuh sudah begitu banyak, buku itu ternyata selalu membersamainya, buku itu bersemayam di dalam pedang Langit Membawa milik Mo Tian.Mo Tian menggenggam erat buku itu, matanya tajam menatap ke depan. Liu Qingxue dan Fang Zhi berjalan di sisinya, mengawasi setiap gerak-geriknya.Fang Zhi meliriknya sekilas sebelum berkata dengan nada serius,"Mo Tian, kau harus tetap fokus. Jangan biarkan suara-suara itu mengendalikanmu."Mo Tian mengerut