แชร์

Bab 24. Harus Menunggu

ผู้เขียน: Aray Fu
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-12-24 11:38:38

“Jadi, apakah sekarang kami bisa memetik Akar Langit Abadi?” tanya Mo Tian.

Saat pertanyaan Mo Tian menggema di udara, naga penjaga Gunung Langit itu mengangguk sambil tertawa pelan, membuat tanah di bawah mereka sedikit bergetar. “Tentu saja kalian boleh memetik Akar Langit Abadi. Sebanyak yang kalian butuhkan.”

Kata-kata itu membawa kelegaan sesaat bagi Mo Tian dan Liu Qingxue. Namun, kegembiraan mereka segera berubah menjadi kebingungan. Saat mereka menoleh ke arah ladang kecil tempat Akar Langit Abadi sebelumnya bercahaya lembut di bawah sinar bulan, ladang itu kini telah lenyap. Tidak ada tanaman bercahaya, tidak ada akar yang bersinar seperti kristal biru. Hanya ada hamparan tanah kosong yang gersang dan tandus.

“Apa yang terjadi?” tanya Liu Qingxue dengan nada cemas.

Naga itu tersenyum misterius dan mengibaskan ekornya ke arah mereka. “Ikuti aku,” katanya, sebelum membuka pintu besar yang tampak tiba-tiba muncul di sisi tebing. Pintu itu bersinar dengan cahaya emas redup, meman
บทที่ถูกล็อก
อ่านต่อเรื่องนี้บน Application

บทที่เกี่ยวข้อง

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 25. Lonceng Jiwa Gelap

    Di markasnya yang tersembunyi di tengah lembah yang gelap dan dipenuhi kabut tebal, Bai Zhen berjalan mondar-mandir dengan wajah murka. Anak buahnya melaporkan bahwa Mo Tian dan Liu Qingxue telah mencapai Gunung Langit, tempat yang selama ini menjadi tabu bagi banyak pendekar, termasuk dirinya. Bai Zhen tahu persis bahwa Gunung Langit bukan tempat sembarangan—energinya terlalu murni dan kuat, bahkan dirinya yang telah mempelajari seni gelap tidak mampu bertahan lama di sana.“Aku tidak pernah bisa melewati penjaga Gunung Langit,” desisnya dengan suara tajam, menggertakkan giginya. “Namun, jika aku tidak bisa masuk, itu tidak berarti aku tidak bisa menyentuh mereka.”Matanya yang tajam menatap sekeliling ruangan. Ia merogoh ke dalam jubah hitamnya dan mengeluarkan sebuah benda kecil—sebuah lonceng berwarna hitam dengan ukiran rumit di permukaannya. Lonceng itu memancarkan aura dingin yang menyesakkan udara di sekitarnya."Dengan ini, kalian tidak akan pernah bisa melarikan diri dariku,

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-24
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 26. Pengaruh Bai Zhen

    Li Xiao, naga penjaga Gunung Langit, berdiri gagah di depan Mo Tian dan Liu Qingxue yang tergeletak lemah. Mata merahnya yang besar menyala dengan kehangatan yang berbeda dari sebelumnya.Dengan nafas dalam yang berat, Li Xiao mengerahkan energi dalamnya. Cahaya biru berpendar dari tubuh naga itu, membungkus tubuh Mo Tian dan Liu Qingxue seperti kabut lembut yang menenangkan.“Tenanglah,” ujar Li Xiao dengan suara yang menggema lembut. “Racun ini kuat, tetapi tidak mustahil untuk ditekan. Aku akan melindungi kalian selama kalian berada di sini.”Mo Tian, yang masih berusaha membuka matanya, merasakan tekanan di kepalanya mulai berkurang. Perlahan, nyeri yang menusuk tubuhnya mulai mereda. Liu Qingxue, yang semula terengah-engah, kini bisa bernapas lebih lega.“Bagaimana bisa…” gumam Mo Tian dengan suara serak.“Racun Bai Zhen memang kuat,” jawab Li Xiao. “Tapi selama aku ada, pengaruh racun itu tidak akan mendominasi pikiran kalian. Namun, kalian harus berhati-hati. Racun ini akan ter

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-25
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 27. Energi Akar Langit Abadi

    Di kediaman Li Xiao, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersila di ruang meditasi yang tenang. Cahaya biru samar dari kristal alami di dinding gua memberikan suasana damai, sementara akar Langit Abadi yang mereka petik sebelumnya diletakkan di depan mereka.“Mulailah,” kata Li Xiao dengan suara tenang. “Fokuskan energi kalian. Akar Langit Abadi akan membantu menghilangkan racun kendali, tetapi ini membutuhkan tenaga dalam yang besar. Kalian harus sepenuhnya berkonsentrasi.”Mo Tian dan Liu Qingxue mengangguk tanpa sepatah kata. Mereka memejamkan mata, menarik napas dalam, dan mulai mengalirkan energi mereka untuk menyerap kekuatan dari akar suci itu. Begitu energi dari akar Langit Abadi memasuki tubuh mereka, sebuah sensasi hangat menjalar ke seluruh tubuh. Rasa nyeri dan tekanan yang selama ini mereka rasakan perlahan mulai mereda.Namun, seperti yang telah diperingatkan Li Xiao, proses ini tidaklah mudah. Energi dari akar Langit Abadi sangat murni dan kuat, dan tubuh mereka yang telah la

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-25
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 29. Mencari Jawaban

    Setelah beberapa hari memulihkan diri dan mengasah kekuatan mereka di bawah bimbingan Li Xiao, Mo Tian dan Liu Qingxue akhirnya siap melanjutkan perjalanan. Dengan rasa hormat yang mendalam, mereka berpamitan kepada sang penjaga Gunung Langit, yang telah menjadi sekutu penting dalam perjuangan mereka.Li Xiao berdiri di depan pintu gua, sosoknya yang besar dan tegas tampak kokoh seperti gunung itu sendiri. “Aku tidak bisa menemani kalian,” ujarnya, suaranya tenang namun penuh wibawa. “Tugas menjaga Gunung Langit tidak bisa kutinggalkan. Namun, aku yakin kalian cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan ini. Ingatlah, Gunung Langit akan selalu melindungi kalian selama kalian memegang niat yang benar.”Mo Tian membungkuk hormat. “Terima kasih atas segalanya, Li Xiao. Tanpa bantuanmu, kami mungkin sudah hancur di bawah kendali Bai Zhen.”Liu Qingxue menambahkan, “Kami tidak akan melupakan kebaikanmu. Jika suatu hari kau membutuhkan bantuan, kami akan kembali.”Li Xiao mengangguk dengan seny

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-26
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 29. Tersesat

    Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersandar di dinding gua kecil itu, napas mereka tersengal-sengal setelah perjalanan panjang yang tak berujung. Mereka tidak menyangka bahwa jalan menuju Perpustakaan Besar Gunung Langit akan menjadi labirin tanpa petunjuk, penuh dengan rintangan dan jebakan.Tangan Liu Qingxue gemetar saat membersihkan luka-luka kecil di lengannya. Tumbuhan berduri yang mereka lewati sebelumnya telah meninggalkan bekas-bekas goresan merah yang pedih. Mo Tian pun tidak lebih baik; bahunya memar akibat tergelincir di jalur curam.“Kita... kembali lagi ke sini,” ujar Liu Qingxue dengan suara serak. Matanya memandang ke sekeliling gua, merasa putus asa karena mereka kembali ke titik awal setelah berjalan berhari-hari.Mo Tian hanya mengangguk, rahangnya mengeras. “Entah bagaimana, kita selalu tersesat. Seperti ada sesuatu yang membuat kita terus berputar di tempat yang sama.”Liu Qingxue menarik napas dalam-dalam, lalu menggeleng pelan. “Kita harus istirahat. Tubuh kita suda

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-26
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 30. Mimpi yang Menemukan Jalan

    Mo Tian menatap bangunan megah itu dengan tekad. “Mungkin kita tidak akan pernah tahu. Tapi yang jelas, kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.”Mo Tian dan Liu Qingxue hanya bisa terdiam, menatap bangunan megah di depan mereka. Perpustakaan Besar Gunung Langit menjulang dengan keanggunan yang sulit dilukiskan. Pilar-pilarnya berkilauan keemasan di bawah sinar matahari pagi, dan atapnya yang melengkung dihiasi ukiran naga yang tampak hidup. Halaman di sekitar perpustakaan penuh dengan pohon sakura yang bunganya berguguran pelan, menciptakan suasana yang tenang dan sakral."Ini... ini nyata, kan?" tanya Liu Qingxue dengan suara lirih, masih setengah tidak percaya.Mo Tian mengangguk perlahan, meskipun ia sendiri merasa seperti berada dalam mimpi. "Aku tidak tahu bagaimana kita sampai di sini. Tapi ini pasti tempat yang kita cari."Mereka berdua berdiri sejenak, memandang bangunan itu dengan kagum sekaligus kewaspadaan. Ada sesuatu yang berbeda di udara—suatu energi yang terasa

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-26
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 31. Perpustakaan yang Sesungguhnya

    Lorong panjang itu terasa seperti tak berujung. Langkah kaki Mo Tian dan Liu Qingxue bergema di antara dinding-dinding batu yang lembab. Cahaya tipis yang menjadi satu-satunya petunjuk mereka tampak seperti mengolok-olok, terus menjauh setiap kali mereka mendekat.“Berapa lama kita sudah berjalan?” tanya Liu Qingxue, mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya.Mo Tian menggeleng, pandangannya terpaku pada jalan di depan mereka. “Aku tidak tahu. Rasanya seperti sudah berhari-hari.”Mereka sama sekali tidak bisa menentukan waktu. Tidak ada perbedaan antara siang dan malam, hanya kegelapan yang temaram dengan suara tetesan air dari dinding-dinding batu. Kelelahan mulai menggerogoti mereka, tapi tekad untuk menemukan jawaban membuat mereka terus melangkah.“Jika ini ujian dari penjaga, dia pasti sengaja membuat kita melewati ini,” gumam Mo Tian.Liu Qingxue mengangguk pelan, meski tubuhnya sudah nyaris tak mampu. “Kita tidak boleh menyerah. Pasti ada akhir dari perjalanan ini.”Setelah

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-27
  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 32. Pedang Langit Membara

    Disaat keduanya begitu sibuk dengan beberapa buku, tiba-tiba pintu sebuah ruangan terbuka. Ruangan besar itu dipenuhi aroma makanan yang menggoda. Meja panjang di tengah ruangan dipenuhi berbagai hidangan lezat—roti yang masih hangat, daging panggang yang terlihat berair, buah-buahan segar, dan sup yang mengepul.Perut Mo Tian dan Liu Qingxue yang sudah berhari-hari tidak mendapatkan makanan layak mulai meronta, memprotes kekosongannya.Mo Tian menelan ludah, matanya terpaku pada sepiring roti yang tampak empuk dan beraroma harum. “Kita sudah terlalu lama kelaparan. Mungkin ini... hadiah atas perjuangan kita sampai ke sini?” tanyanya ragu, melangkah perlahan ke meja.Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh roti, Liu Qingxue menahan pergelangan tangannya dengan tegas. “Jangan, Mo Tian. Ini bukan hadiah. Ini pasti ujian lain.”Mo Tian menoleh padanya, bingung. “Apa maksudmu? Tidak ada tanda-tanda bahaya di sini. Makanan ini...”“Justru karena terlalu sempurna,” potong Liu Qingxue. “Ki

    ปรับปรุงล่าสุด : 2024-12-27

บทล่าสุด

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 49. Tanda dari Dewa Kematian

    Malam telah larut ketika Wu Zhang duduk di dalam perpustakaan kecilnya. Cahaya lilin menerangi wajahnya yang berkerut karena konsentrasi mendalam. Beberapa buku kuno tergeletak terbuka di depannya, halaman-halamannya penuh dengan tulisan tangan yang hampir tidak terbaca.Ia menelusuri setiap baris dengan seksama, berharap menemukan petunjuk tentang tanda hitam yang menghantui pikirannya sejak ia melihatnya di pundak Mo Tian.Sejak peristiwa itu, Wu Zhang merasa gelisah. Sebagai seorang tetua yang telah menghabiskan sebagian besar hidupnya mempelajari seni bela diri dan pengetahuan kuno, ia tidak asing dengan tanda-tanda supranatural. Namun, tanda hitam berbentuk sabit di pundak Mo Tian berbeda dari apa pun yang pernah ia temui sebelumnya.“Bukan segel biasa,” gumamnya, mengingat kata-katanya sendiri ketika berbicara dengan Mo Tian dan Liu Qingxue. Saat itu, ia mengatakan bahwa ia pernah melihat tanda serupa, tetapi sebenarnya itu hanya asumsi. Kenyataannya, tanda itu benar-benar asing

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 49. Segel Kekuatan

    Wu Zhang berdiri dengan tegak, wajahnya yang penuh kerutan tampak serius namun tenang. Tangannya diangkat, memberi isyarat kepada murid-muridnya yang berkumpul untuk membubarkan diri. Kerumunan itu awalnya enggan bergerak, tetapi tatapan dingin Wu Zhang membuat mereka tidak berani melawan.Qian Lu, yang masih menyimpan seringai penuh kemenangan, tampak ingin mengatakan sesuatu. Namun, ketika tatapan tajam Wu Zhang menghampirinya, keberaniannya surut. Ia mengepalkan tangan dengan frustasi, kemudian melangkah pergi bersama murid-murid lain.Wu Zhang menoleh kepada Mo Tian dan Liu Qingxue, lalu mengisyaratkan mereka untuk mengikutinya ke dalam aula pribadi dojo. Mereka mengikuti dengan tenang, meskipun hati mereka dipenuhi berbagai macam emosi.Setelah pintu aula tertutup, Wu Zhang berbalik menghadap mereka. Cahaya lentera di ruangan itu memantulkan sorot matanya yang tajam, seolah mampu menembus jiwa siapapun yang ia tatap.“Mo Tian,” kata Wu Zhang dengan suara dalam dan penuh wibawa. “

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 47. Tantangan Qian Lu

    Pagi di dojo Wu Zhang selalu dimulai dengan suara denting pedang dan teriakan murid-murid yang berlatih. Di bawah bimbingan Wu Zhang, latihan bukanlah sekadar demonstrasi teknik, melainkan ujian keberanian dan ketahanan. Wu Zhang percaya bahwa hanya dengan menghadapi bahaya nyata, seorang pendekar bisa memahami esensi sejati dari pedang.Mo Tian dan Liu Qingxue berdiri di barisan murid baru. Pedang tajam di tangan mereka terasa berat, bukan hanya karena bobotnya, tetapi juga karena tanggung jawab yang menyertainya.“Di sini, kita tidak menggunakan pedang kayu,” kata Wu Zhang tegas di hadapan semua murid. “Jika kau takut terluka, kau tidak pantas belajar seni pedang.”Mata Wu Zhang menyapu barisan murid, lalu berhenti pada Mo Tian dan Liu Qingxue. “Kalian berdua sudah membuktikan sesuatu dengan keberanian kalian sebelumnya. Tapi itu belum cukup. Jika ingin belajar dariku, kalian harus menunjukkan tekad yang lebih kuat.”Mo Tian dan Liu Qingxue hanya mengangguk, menatap Wu Zhang dengan

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 46. Menemui Guru Ahli Pedang

    Kota Beiyuan, terletak di kaki Gunung Tianlan, adalah tempat yang gemerlap dengan sejarah panjang sebagai pusat seni bela diri. Jalan-jalan kota dipenuhi toko-toko senjata, arena latihan terbuka, dan aliran murid dari berbagai sekte yang berlalu lalang. Bau logam dan suara denting pedang terdengar hampir di setiap sudut kota, menandakan betapa mendalamnya budaya bela diri di tempat ini.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Feng Zhan memasuki Beiyuan menjelang senja. Matahari yang terbenam mewarnai langit dengan semburat oranye keemasan, sementara bayangan gedung-gedung kota mulai memanjang. Kehadiran mereka tidak terlalu mencolok, tetapi aura Mo Tian dengan pedang Langit Membara yang terselip di punggungnya menarik perhatian beberapa orang.“Kota ini ramai sekali,” ujar Liu Qingxue, memandang sekeliling dengan mata berbinar.“Beiyuan memang selalu hidup,” jawab Feng Zhan sambil tersenyum kecil. “Ini adalah tempat di mana ahli bela diri dari berbagai penjuru berkumpul. Jangan kaget jika kita bert

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 45. Tidak Ada Waktu Memikirkan Masa Depan

    Ketika pagi datang begitu damai, seolah alam mencoba menenangkan hati Mo Tian dan Liu Qingxue setelah malam yang panjang. Embun yang masih menempel di dedaunan menciptakan kilauan seperti permata saat sinar matahari menembus celah-celah pepohonan. Namun, di tengah kedamaian itu, hati Mo Tian dan Liu Qingxue justru terombang-ambing oleh emosi yang sulit mereka pahami, apalagi ungkapkan.Mo Tian duduk di bawah pohon besar, memegangi lengannya yang sudah diperban dengan baik oleh Liu Qingxue. Luka itu masih terasa nyeri, tetapi bukan itu yang mengganggu pikirannya. Pikirannya penuh dengan tatapan Liu Qingxue semalam, penuh air mata dan ketulusan yang tidak pernah ia sangka. Bagaimana bisa seseorang begitu peduli padanya?Ia menghela napas dalam, mencoba menepis perasaan aneh yang mulai tumbuh. Ia yakin itu hanya karena situasi. Mereka telah melalui begitu banyak hal bersama, wajar jika ada rasa kedekatan. Tapi, kenapa kata-kata Liu Qingxue terus terngiang di pikirannya?“Kau tidak menger

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 44. Terluka Parah

    Liu Qingxue berlari mendekati Mo Tian yang tengah terduduk lemah di bawah pohon besar. Cahaya bulan menyinari wajahnya yang pucat, dan lengan kanannya terus mengeluarkan darah, membasahi pakaian dan tanah di bawahnya. Liu Qingxue menjerit panik melihat luka itu.“Mo Tian! Apa yang kau lakukan? Kau harus bilang jika lukamu separah ini!”Mo Tian, yang selalu terlihat tegar, hanya tersenyum kecil. “Hanya luka kecil. Aku baik-baik saja, Liu Qingxue.”Namun, senyum itu tidak cukup untuk meyakinkan Liu Qingxue. Air matanya mengalir deras saat ia membuka perban darurat yang membungkus lengan Mo Tian. Luka itu dalam dan panjang, bekas tebasan pedang musuh saat mereka bertarung di kuil. Darah segar masih menetes, membuat Liu Qingxue semakin cemas.“Ini bukan luka kecil, Mo Tian!” serunya, nadanya penuh dengan rasa marah dan khawatir. “Mengapa kau tidak bilang dari tadi?”Mo Tian menghela napas, lalu menatap Liu Qingxue dengan lembut. “Kita harus segera pergi dari kuil tadi, bukan? Aku tidak in

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 43. Orang yang Tidak Bersalah Jadi Korban

    Langit malam membentang gelap di atas kuil kecil yang tersembunyi di tengah hutan. Mo Tian dan Liu Qingxue duduk di dekat perapian yang redup di dalam kuil, menikmati ketenangan yang langka. Setelah perjalanan panjang penuh bahaya, tempat itu memberikan mereka kesempatan untuk bernafas sejenak.“Kita bisa beristirahat beberapa hari di sini,” ujar Liu Qingxue, suaranya lembut tapi mantap. “Yan Wuxi tidak akan menyangka kita ada di tempat seperti ini.”Mo Tian mengangguk setuju. “Tapi jangan terlalu lengah. Kita harus tetap waspada.”Mereka berdua memutuskan untuk berbagi jaga malam itu, memastikan tidak ada yang datang tanpa mereka sadari. Namun, kelelahan akhirnya menguasai mereka. Ketika Mo Tian mengambil giliran pertama, ia tanpa sadar tertidur lebih awal dari yang direncanakan.Di luar kuil, bayang-bayang gelap bergerak diam-diam. Anggota Sekte Langit Berdarah telah menemukan persembunyian mereka. Dengan senyap, mereka mengepung kuil, memastikan tidak ada jalan keluar bagi target m

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 42. Jangan Mudah Percaya Pada Orang Asing

    Kakek tua itu menghilang dari pandangan, langkahnya ringan seolah angin membawanya pergi. Mo Tian menatap ke arah kepergian sang kakek dengan alis berkerut. Sesuatu dalam cerita itu mengusik pikirannya. Namun, sebelum ia sempat melangkah untuk mengejar kakek tua tersebut, Liu Qingxue meraih pergelangan tangannya.“Jangan, Mo Tian,” kata Liu Qingxue pelan namun tegas. Sorot matanya memperingatkan.Mo Tian menoleh ke arah Liu Qingxue dengan ekspresi bingung. “Kenapa? Kita perlu lebih banyak informasi. Jika dia tahu sesuatu tentang Buku Kematian, kita tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja.”Liu Qingxue menghela nafas, lalu menatapnya tajam. “Aku tahu kau ingin mencari jawaban, tapi kita tidak bisa sembarangan mempercayai orang asing. Bagaimana jika ini adalah jebakan dari Yan Wuxi? Bukankah terlalu aneh kalau dia muncul di sini, di tengah perjalanan kita?”Mo Tian terdiam, merenungkan kata-kata Liu Qingxue. Ia tahu ada kebenaran dalam ucapan itu. Yan Wuxi dan orang-orangnya dikenal

  • JEJAK HITAM SANG PENGUASA AKHIR   Bab 41. Gunung Jiwa

    Hutan malam itu dipenuhi suara samar jangkrik dan angin yang menggoyangkan dedaunan. Mo Tian dan Liu Qingxue tetap duduk di dekat api unggun yang kecil, mencoba menghangatkan diri di udara dingin.Namun, kewaspadaan mereka belum sepenuhnya surut. Mo Tian terus memegang gagang pedangnya erat-erat, sementara Liu Qingxue menatap gelapnya malam dengan sorot mata penuh kehati-hatian.Setelah beberapa saat berlalu tanpa tanda-tanda bahaya, Mo Tian menghela nafas panjang. Ia meletakkan pedangnya di sisinya dan berkata, “Mungkin itu hanya binatang hutan yang berkeliaran.”Liu Qingxue melonggarkan genggaman pedangnya dan mengangguk. “Mungkin saja. Tapi tetap saja, kita harus berhati-hati. Kita tidak bisa mengambil risiko.”Mo Tian hanya tersenyum tipis. “Benar. Tapi aku rasa, malam ini kita bisa sedikit tenang.”Mereka kembali duduk bersisian, membiarkan api unggun kecil itu memancarkan cahaya hangat ke wajah mereka. Hening melingkupi, hanya ditemani oleh suara hutan yang mengalun seperti melo

DMCA.com Protection Status