“Jadi, apakah sekarang kami bisa memetik Akar Langit Abadi?” tanya Mo Tian.Saat pertanyaan Mo Tian menggema di udara, naga penjaga Gunung Langit itu mengangguk sambil tertawa pelan, membuat tanah di bawah mereka sedikit bergetar. “Tentu saja kalian boleh memetik Akar Langit Abadi. Sebanyak yang kalian butuhkan.”Kata-kata itu membawa kelegaan sesaat bagi Mo Tian dan Liu Qingxue. Namun, kegembiraan mereka segera berubah menjadi kebingungan. Saat mereka menoleh ke arah ladang kecil tempat Akar Langit Abadi sebelumnya bercahaya lembut di bawah sinar bulan, ladang itu kini telah lenyap. Tidak ada tanaman bercahaya, tidak ada akar yang bersinar seperti kristal biru. Hanya ada hamparan tanah kosong yang gersang dan tandus.“Apa yang terjadi?” tanya Liu Qingxue dengan nada cemas.Naga itu tersenyum misterius dan mengibaskan ekornya ke arah mereka. “Ikuti aku,” katanya, sebelum membuka pintu besar yang tampak tiba-tiba muncul di sisi tebing. Pintu itu bersinar dengan cahaya emas redup, meman
Di markasnya yang tersembunyi di tengah lembah yang gelap dan dipenuhi kabut tebal, Bai Zhen berjalan mondar-mandir dengan wajah murka. Anak buahnya melaporkan bahwa Mo Tian dan Liu Qingxue telah mencapai Gunung Langit, tempat yang selama ini menjadi tabu bagi banyak pendekar, termasuk dirinya. Bai Zhen tahu persis bahwa Gunung Langit bukan tempat sembarangan—energinya terlalu murni dan kuat, bahkan dirinya yang telah mempelajari seni gelap tidak mampu bertahan lama di sana.“Aku tidak pernah bisa melewati penjaga Gunung Langit,” desisnya dengan suara tajam, menggertakkan giginya. “Namun, jika aku tidak bisa masuk, itu tidak berarti aku tidak bisa menyentuh mereka.”Matanya yang tajam menatap sekeliling ruangan. Ia merogoh ke dalam jubah hitamnya dan mengeluarkan sebuah benda kecil—sebuah lonceng berwarna hitam dengan ukiran rumit di permukaannya. Lonceng itu memancarkan aura dingin yang menyesakkan udara di sekitarnya."Dengan ini, kalian tidak akan pernah bisa melarikan diri dariku,
Li Xiao, naga penjaga Gunung Langit, berdiri gagah di depan Mo Tian dan Liu Qingxue yang tergeletak lemah. Mata merahnya yang besar menyala dengan kehangatan yang berbeda dari sebelumnya.Dengan nafas dalam yang berat, Li Xiao mengerahkan energi dalamnya. Cahaya biru berpendar dari tubuh naga itu, membungkus tubuh Mo Tian dan Liu Qingxue seperti kabut lembut yang menenangkan.“Tenanglah,” ujar Li Xiao dengan suara yang menggema lembut. “Racun ini kuat, tetapi tidak mustahil untuk ditekan. Aku akan melindungi kalian selama kalian berada di sini.”Mo Tian, yang masih berusaha membuka matanya, merasakan tekanan di kepalanya mulai berkurang. Perlahan, nyeri yang menusuk tubuhnya mulai mereda. Liu Qingxue, yang semula terengah-engah, kini bisa bernapas lebih lega.“Bagaimana bisa…” gumam Mo Tian dengan suara serak.“Racun Bai Zhen memang kuat,” jawab Li Xiao. “Tapi selama aku ada, pengaruh racun itu tidak akan mendominasi pikiran kalian. Namun, kalian harus berhati-hati. Racun ini akan ter
Di kediaman Li Xiao, Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersila di ruang meditasi yang tenang. Cahaya biru samar dari kristal alami di dinding gua memberikan suasana damai, sementara akar Langit Abadi yang mereka petik sebelumnya diletakkan di depan mereka.“Mulailah,” kata Li Xiao dengan suara tenang. “Fokuskan energi kalian. Akar Langit Abadi akan membantu menghilangkan racun kendali, tetapi ini membutuhkan tenaga dalam yang besar. Kalian harus sepenuhnya berkonsentrasi.”Mo Tian dan Liu Qingxue mengangguk tanpa sepatah kata. Mereka memejamkan mata, menarik napas dalam, dan mulai mengalirkan energi mereka untuk menyerap kekuatan dari akar suci itu. Begitu energi dari akar Langit Abadi memasuki tubuh mereka, sebuah sensasi hangat menjalar ke seluruh tubuh. Rasa nyeri dan tekanan yang selama ini mereka rasakan perlahan mulai mereda.Namun, seperti yang telah diperingatkan Li Xiao, proses ini tidaklah mudah. Energi dari akar Langit Abadi sangat murni dan kuat, dan tubuh mereka yang telah la
Setelah beberapa hari memulihkan diri dan mengasah kekuatan mereka di bawah bimbingan Li Xiao, Mo Tian dan Liu Qingxue akhirnya siap melanjutkan perjalanan. Dengan rasa hormat yang mendalam, mereka berpamitan kepada sang penjaga Gunung Langit, yang telah menjadi sekutu penting dalam perjuangan mereka.Li Xiao berdiri di depan pintu gua, sosoknya yang besar dan tegas tampak kokoh seperti gunung itu sendiri. “Aku tidak bisa menemani kalian,” ujarnya, suaranya tenang namun penuh wibawa. “Tugas menjaga Gunung Langit tidak bisa kutinggalkan. Namun, aku yakin kalian cukup kuat untuk melanjutkan perjalanan ini. Ingatlah, Gunung Langit akan selalu melindungi kalian selama kalian memegang niat yang benar.”Mo Tian membungkuk hormat. “Terima kasih atas segalanya, Li Xiao. Tanpa bantuanmu, kami mungkin sudah hancur di bawah kendali Bai Zhen.”Liu Qingxue menambahkan, “Kami tidak akan melupakan kebaikanmu. Jika suatu hari kau membutuhkan bantuan, kami akan kembali.”Li Xiao mengangguk dengan seny
Mo Tian dan Liu Qingxue duduk bersandar di dinding gua kecil itu, napas mereka tersengal-sengal setelah perjalanan panjang yang tak berujung. Mereka tidak menyangka bahwa jalan menuju Perpustakaan Besar Gunung Langit akan menjadi labirin tanpa petunjuk, penuh dengan rintangan dan jebakan.Tangan Liu Qingxue gemetar saat membersihkan luka-luka kecil di lengannya. Tumbuhan berduri yang mereka lewati sebelumnya telah meninggalkan bekas-bekas goresan merah yang pedih. Mo Tian pun tidak lebih baik; bahunya memar akibat tergelincir di jalur curam.“Kita... kembali lagi ke sini,” ujar Liu Qingxue dengan suara serak. Matanya memandang ke sekeliling gua, merasa putus asa karena mereka kembali ke titik awal setelah berjalan berhari-hari.Mo Tian hanya mengangguk, rahangnya mengeras. “Entah bagaimana, kita selalu tersesat. Seperti ada sesuatu yang membuat kita terus berputar di tempat yang sama.”Liu Qingxue menarik napas dalam-dalam, lalu menggeleng pelan. “Kita harus istirahat. Tubuh kita suda
Mo Tian menatap bangunan megah itu dengan tekad. “Mungkin kita tidak akan pernah tahu. Tapi yang jelas, kita tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.”Mo Tian dan Liu Qingxue hanya bisa terdiam, menatap bangunan megah di depan mereka. Perpustakaan Besar Gunung Langit menjulang dengan keanggunan yang sulit dilukiskan. Pilar-pilarnya berkilauan keemasan di bawah sinar matahari pagi, dan atapnya yang melengkung dihiasi ukiran naga yang tampak hidup. Halaman di sekitar perpustakaan penuh dengan pohon sakura yang bunganya berguguran pelan, menciptakan suasana yang tenang dan sakral."Ini... ini nyata, kan?" tanya Liu Qingxue dengan suara lirih, masih setengah tidak percaya.Mo Tian mengangguk perlahan, meskipun ia sendiri merasa seperti berada dalam mimpi. "Aku tidak tahu bagaimana kita sampai di sini. Tapi ini pasti tempat yang kita cari."Mereka berdua berdiri sejenak, memandang bangunan itu dengan kagum sekaligus kewaspadaan. Ada sesuatu yang berbeda di udara—suatu energi yang terasa
Lorong panjang itu terasa seperti tak berujung. Langkah kaki Mo Tian dan Liu Qingxue bergema di antara dinding-dinding batu yang lembab. Cahaya tipis yang menjadi satu-satunya petunjuk mereka tampak seperti mengolok-olok, terus menjauh setiap kali mereka mendekat.“Berapa lama kita sudah berjalan?” tanya Liu Qingxue, mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya.Mo Tian menggeleng, pandangannya terpaku pada jalan di depan mereka. “Aku tidak tahu. Rasanya seperti sudah berhari-hari.”Mereka sama sekali tidak bisa menentukan waktu. Tidak ada perbedaan antara siang dan malam, hanya kegelapan yang temaram dengan suara tetesan air dari dinding-dinding batu. Kelelahan mulai menggerogoti mereka, tapi tekad untuk menemukan jawaban membuat mereka terus melangkah.“Jika ini ujian dari penjaga, dia pasti sengaja membuat kita melewati ini,” gumam Mo Tian.Liu Qingxue mengangguk pelan, meski tubuhnya sudah nyaris tak mampu. “Kita tidak boleh menyerah. Pasti ada akhir dari perjalanan ini.”Setelah
Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi berjalan tertatih-tatih menyusuri jalan berbatu, meninggalkan Kota Hantu yang sudah menolak mereka. Tubuh mereka terasa lelah, luka-luka yang mereka dapat dari perjalanan sebelumnya masih terasa perih, dan kepala mereka dipenuhi pertanyaan tentang Buku Kematian."Kita harus menemukan penginapan," ujar Liu Qingxue. "Kalau kita terus berjalan seperti ini, kita akan tumbang sebelum menemukan jawaban."Mo Tian mengangguk. "Aku setuju. Kita juga perlu berpikir lebih jernih tentang apa yang sebenarnya terjadi."Setelah berjalan beberapa saat, mereka akhirnya menemukan sebuah desa kecil di kaki bukit. Desa itu terlihat tenang, dengan rumah-rumah kayu yang berjejer rapi dan cahaya lentera yang menerangi jalan setapak. Mereka segera mencari penginapan dan akhirnya menemukan Rumah Peristirahatan Angin Timur, sebuah penginapan sederhana yang dijalankan oleh seorang wanita tua bernama Madam Xiu.Setelah memesan satu kamar untuk bertiga, mereka segera membersihka
Tubuh Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi terlempar ke udara saat pilar batu hitam itu hancur. Mereka merasa seperti jatuh ke dalam kehampaan, dikelilingi oleh kegelapan yang tak berujung. Angin menderu, suara berdesir mengelilingi mereka seolah-olah ada bisikan dari dunia lain.Saat mereka akhirnya mendarat, mereka mendapati diri mereka berada di sebuah lapangan luas yang gelap. Tidak ada langit, tidak ada tanah, hanya kekosongan tak terbatas yang membentang ke segala arah."Apa ini…?" Liu Qingxue bangkit perlahan, matanya menyapu sekitar dengan waspada.Fang Zhi menyentuh permukaan tempat mereka berdiri. "Kita benar-benar berada di tempat lain… tapi ini bukan Kota Hantu."Mo Tian berdiri, tubuhnya sedikit goyah akibat perjalanan yang tidak mereka duga. Namun, sebelum ia bisa berbicara, bayangannya sendiri muncul di sekeliling mereka.Mo Tian terkejut saat melihat puluhan—tidak, ratusan—bayangan dirinya sendiri berdiri di sekitar mereka. Setiap bayangan memiliki bentuk yang identik de
Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi kembali mengikuti jejak yang samar-samar tertinggal di jalanan Kota Hantu. Jejak itu terus membawa mereka ke arah timur, melewati bangunan-bangunan yang semakin terlihat aneh. Kadang, jejak itu tampak jelas di tanah berdebu, tetapi di lain waktu, jejak itu seperti melayang, tidak meninggalkan bekas di tanah."Ini benar-benar aneh," gumam Liu Qingxue. "Seolah dia bisa berjalan di udara."Fang Zhi menyipitkan mata, melihat sekeliling dengan curiga. "Yan Luo... apa dia manusia atau bukan?"Mo Tian tak langsung menjawab. Sejak awal, ia sudah merasa ada yang tidak biasa dengan sosok itu. Bayangannya yang muncul lalu lenyap seperti asap, gerakannya yang secepat kilat, dan jejak-jejak misterius ini membuat mereka bertanya-tanya: apakah Yan Luo benar-benar nyata?Saat mereka tiba di depan sebuah bangunan tua yang besar, jejak itu berhenti di sana. Bangunan ini tampak lebih utuh dibandingkan dengan reruntuhan lainnya di kota ini, seolah memiliki energi yang m
Setelah berhasil mengalahkan penjaga gerbang, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah masuk ke dalam Kota Hantu. Suasana di dalamnya lebih mencekam daripada yang mereka bayangkan. Bangunan-bangunan tua berdiri dalam kesunyian, beberapa sudah runtuh dan tertutup oleh kabut tipis yang bergulung-gulung di antara reruntuhan.Tidak ada tanda kehidupan—tidak ada suara langkah kaki, tidak ada hembusan nafas makhluk hidup, bahkan suara angin pun terasa seperti tertahan di tempat ini. Kota ini benar-benar seperti telah lama ditinggalkan, namun tetap menyimpan aura yang mengancam."Apa ini benar-benar kota?" Fang Zhi bergumam, matanya menyapu ke sekeliling. "Tempat ini lebih mirip kuburan raksasa."Mo Tian mengangguk. "Kita harus tetap waspada. Bisa saja sesuatu mengintai kita dalam bayangan."Liu Qingxue berjalan sedikit di belakang mereka, tangannya sudah bersiap dengan senjata jika sewaktu-waktu bahaya datang. Namun, semakin mereka melangkah ke dalam kota, semakin aneh rasanya.Mereka m
Angin berhembus kencang, membawa hawa kematian yang menyesakkan. Kota Hantu berdiri di hadapan mereka, diselimuti kabut pekat yang berputar seperti roh-roh penasaran. Pintu gerbang kota yang besar dan usang tampak menjulang di depan mereka, dihiasi ukiran-ukiran aneh yang menyerupai wajah-wajah menyeringai. Suasana begitu sunyi, hanya terdengar suara napas mereka yang tertahan.Mo Tian melangkah maju, tangannya menggenggam erat Pedang Langit Membara. Namun, sebelum ia sempat mendekati gerbang, tanah tiba-tiba bergetar. Dari balik bayangan, muncul sesosok penjaga yang mengenakan baju zirah hitam legam. Matanya kosong tanpa cahaya, tetapi auranya begitu menekan."Apa yang mencari kehidupan lakukan di tempat orang mati?" Suaranya terdengar berat, seperti berasal dari dunia lain.Mo Tian tidak langsung menjawab. Ia bisa merasakan tekanan kuat dari makhluk itu. Liu Qingxue dan Fang Zhi juga merasakan hawa membunuh yang begitu pekat, membuat mereka bersiaga penuh."Kami mencari sesuatu di d
Tiba-tiba Mo Tian terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya."Mo Tian, kau baik-baik saja?" tanya Liu Qingxue dengan nada khawatir.Mo Tian mengangguk pelan. "Aku baik-baik saja, tapi mereka akan kembali. Kita harus segera bergerak menuju Kota Hantu sebelum mereka mengumpulkan lebih banyak orang untuk menghadang kita."Fang Zhi menghela napas. "Kita juga harus berhati-hati. Yan Wuxi terluka parah, tapi aku yakin dia akan melakukan segala cara untuk membalas dendam. Kita tak boleh lengah."Mo Tian memandang ke arah utara, ke jalur berbatu yang akan membawa mereka menuju Kota Hantu. Hatinya dipenuhi dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya. Mereka tidak bisa mundur sekarang. Mereka harus menemukan Buku Kematian dan mengungkap misteri di balik kutukan yang ada pada dirinya.Perjalanan mereka tidaklah mudah. Jalanan semakin terjal, angin bertiup kencang, dan udara semakin dingin. Semakin mereka mendekati Kota Hantu, suasana di sekitar mereka semakin terasa aneh. Tidak ada suara bi
Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melanjutkan perjalanan menuju Kota Hantu. Angin berhembus dingin, membawa aroma tanah yang lembab dan dedaunan kering yang berguguran. Langit di atas mereka tampak kelabu, seolah menandakan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Mereka tetap waspada, menyadari bahwa perjalanan ini tidak akan mudah.Setelah berhari-hari melewati hutan lebat dan melewati pegunungan berbatu, mereka tiba di sebuah padang luas yang dipenuhi kabut tipis. Suasana mencekam, sepi tanpa suara burung atau hewan liar. Liu Qingxue merasakan ketidaknyamanan dan mencengkeram pedangnya erat-erat."Kita harus berhati-hati," bisiknya.Mo Tian mengangguk. “Aku juga merasakan sesuatu yang tidak beres.”Fang Zhi menatap sekeliling, matanya tajam. “Ada seseorang di sekitar sini.”Benar saja, dari balik kabut, dua sosok muncul dengan langkah perlahan namun penuh kepercayaan diri. Yan Wuxi dan Bai Zhen berdiri di hadapan mereka, dengan tatapan penuh kebencian dan dendam yang membara.
Langkah Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi perlahan menjauh dari Lembah Tujuh Bintang. Ketiganya terdiam, merenungkan petunjuk samar yang baru saja mereka dapatkan. Langit di atas mereka perlahan memudar dari kerlipan bintang menjadi semburat merah muda saat matahari pagi mulai menyingsing.“Jadi, sekarang kita harus mencari seseorang yang memiliki Buku Kematian,” gumam Fang Zhi sambil mengusap lehernya yang kaku setelah perjalanan panjang.“Tapi siapa orang itu? Dan di mana kita harus mencarinya?” tanya Liu Qingxue, suaranya sedikit serak karena kelelahan.Mo Tian berhenti sejenak, menatap cakrawala yang memanjang di depan mereka. “Aku tidak tahu,” katanya lirih. “Tapi aku yakin, jika kita terus berjalan dan mencari, takdir akan membawa kita pada jawaban.”Fang Zhi mengangguk meski dengan skeptis. “Itu terdengar seperti ucapan seseorang yang tidak punya rencana. Tapi, aku rasa, kita memang tidak punya pilihan lain.”Perjalanan mereka kembali ke desa terdekat memakan waktu dua hari. K
Langit malam di Lembah Tujuh Bintang tampak seperti lautan cahaya. Ratusan, bahkan ribuan bintang berkilauan di atas mereka, memantulkan sinar ke tanah lembah yang dihiasi dengan batu-batu berwarna biru cemerlang. Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi berdiri di tengah lembah, memandangi keajaiban ini dengan kekaguman yang bercampur kebingungan.“Ini benar-benar memukau,” gumam Liu Qingxue, matanya terpaku pada hamparan langit penuh bintang.“Tapi, bukankah ini disebut Lembah Tujuh Bintang?” tanya Mo Tian, mengerutkan kening. “Kenapa ada begitu banyak bintang? Bagaimana kita tahu mana yang merupakan tujuh bintang inti?”Mo Tian memandang ke sekeliling, mencoba menganalisis situasi. Ia tahu bahwa mereka tidak bisa terus terpesona oleh keindahan ini. Ada misi yang harus diselesaikan, dan waktu mereka tidak banyak.“Kita harus menemukan tujuh bintang inti,” kata Fang Zhi tegas. “Itu adalah petunjuk yang dijelaskan. Mungkin di situlah kita bisa menemukan Buku Kematian, atau setidaknya petunj