Disaat keduanya begitu sibuk dengan beberapa buku, tiba-tiba pintu sebuah ruangan terbuka. Ruangan besar itu dipenuhi aroma makanan yang menggoda. Meja panjang di tengah ruangan dipenuhi berbagai hidangan lezat—roti yang masih hangat, daging panggang yang terlihat berair, buah-buahan segar, dan sup yang mengepul.Perut Mo Tian dan Liu Qingxue yang sudah berhari-hari tidak mendapatkan makanan layak mulai meronta, memprotes kekosongannya.Mo Tian menelan ludah, matanya terpaku pada sepiring roti yang tampak empuk dan beraroma harum. “Kita sudah terlalu lama kelaparan. Mungkin ini... hadiah atas perjuangan kita sampai ke sini?” tanyanya ragu, melangkah perlahan ke meja.Namun, sebelum tangannya sempat menyentuh roti, Liu Qingxue menahan pergelangan tangannya dengan tegas. “Jangan, Mo Tian. Ini bukan hadiah. Ini pasti ujian lain.”Mo Tian menoleh padanya, bingung. “Apa maksudmu? Tidak ada tanda-tanda bahaya di sini. Makanan ini...”“Justru karena terlalu sempurna,” potong Liu Qingxue. “Ki
Ruangan perpustakaan yang besar dan sunyi menjadi saksi bisu kegelisahan Mo Tian dan Liu Qingxue. Setelah membaca buku besar yang mengungkap sebagian rahasia Pedang Langit Membara, rasa penasaran mereka justru semakin dalam.Mo Tian mencoba membuka kembali buku itu, namun anehnya, tulisan-tulisan di dalamnya kini menjadi kabur, seperti tertutup kabut yang tak terlihat.“Aku tidak bisa membacanya lagi,” gumam Mo Tian, menutup buku itu dengan frustasi.Liu Qingxue mendekat, mencoba melihat apa yang terjadi. “Mungkin buku ini hanya ingin kita mengetahui sampai di titik tertentu,” ujarnya. “Seperti ada batasan yang tidak bisa kita langgar.”Mo Tian mengangguk pelan, meski hatinya tidak puas. Masih banyak pertanyaan yang menggantung di benaknya tentang pedangnya dan perannya dalam melawan Bai Zhen. Namun, ia tahu tidak ada gunanya memaksakan sesuatu yang tidak bisa diungkap saat ini.Saat Mo Tian melangkah menjauh, matanya tiba-tiba tertarik pada sebuah buku kecil di rak yang rendah. Sampu
Meskipun Mo Tian mengatakan akan melawannya, tapi dia tetap saja kepikiran tentang tanda hitam itu.Liu Qingxue berusaha meyakinkannya, namun Mo Tian merasa dialah penyebab Sekte Liu Qingxue diserang oleh Sekte Langit Berdarah hingga menyebabkan guru Liu Qingxue meninggal.“Semua bukan salahmu,” ujar Liu Qingxue.“Tapi, itu terjadi karena kau dekat denganku.”Blep!Tiba-tiba semua lentera di dalam Perpustakaan itu mati.Mo Tian dan Liu Qingxue terdiam dalam kegelapan yang tiba-tiba menyelimuti perpustakaan besar itu. Aroma menyengat menyeruak, seperti bau sulfur bercampur dengan tanah lembab yang membusuk.“Liu Qingxue, kau di sana?” Mo Tian memanggil dengan suara yang waspada, mencoba memastikan rekannya masih berada di dekatnya.“Aku di sini,” jawab Liu Qingxue, suaranya terdengar lebih tenang dari yang diharapkan. Namun, ia segera menggenggam lengan Mo Tian, menyalurkan rasa percaya dirinya ke dalam sentuhan itu. “Apa yang terjadi? Apa ini bagian dari perpustakaan, atau ada yang la
Di tengah keheningan perpustakaan besar Gunung Langit, Mo Tian membalik halaman sebuah buku tua dengan hati-hati. Setiap lembarannya dipenuhi dengan tulisan kuno yang tergores dengan tinta hitam.Harapannya melambung tinggi, berharap menemukan petunjuk tentang cara mengendalikan pedang Langit Membara, pedang legendaris yang kini berada di tangannya.Namun, setelah membaca beberapa paragraf, ekspresi wajah Mo Tian berubah. Ia menatap tulisan yang tertera di buku itu dengan dahi berkerut. “Semua teknik pedang tingkat tinggi yang tercatat di dunia ini telah disegel di dalam Buku Kematian,” demikian tertulis di halaman terakhir buku tersebut."Buku Kematian?" gumamnya pelan, seolah tidak percaya. Ingatan tentang pertemuannya dengan Tabib Langit muncul kembali di benaknya. Tabib itu pernah memberitahu bahwa Yan Wuxi, pemimpin Sekte Langit Berdarah, sedang mati-matian mencari Buku Kematian. Pencarian itu diduga menjadi penyebab serangkaian bencana di dunia persilatan, termasuk kehancuran be
Dalam hiruk-pikuk pertempuran, Mo Tian dan Liu Qingxue dikelilingi oleh anggota Sekte Langit Berdarah yang terus menyerang tanpa henti. Keduanya berusaha keras untuk bertahan. Pedang Langit Membara di tangan Mo Tian bersinar terang, tetapi kekuatannya sulit dikendalikan. Sementara itu, Liu Qingxue dengan gigih menghalau serangan yang datang dari berbagai arah, meskipun luka di lengannya membuat gerakannya terbatas."Mo Tian, kita tidak bisa terus seperti ini!" seru Liu Qingxue, napasnya memburu.Mo Tian menggertakkan giginya. "Kita harus bertahan. Jika mereka menang, tidak ada yang bisa menghentikan Yan Wuxi!"Tiba-tiba, suara gemuruh yang menggetarkan bumi terdengar dari kejauhan. Langit yang sebelumnya cerah mendadak menjadi gelap. Angin dingin berhembus kencang, membawa serta aura yang menggetarkan jiwa. Semua orang, baik Mo Tian, Liu Qingxue, maupun anggota Sekte Langit Berdarah, berhenti bergerak dan memandang ke arah sumber suara.Dari balik awan hitam yang bergulung, muncul ses
Langit di Gunung Langit berangsur-angsur cerah setelah Li Xiao, naga penjaga yang legendaris, menghilang di balik awan. Angin yang tadinya menderu kini mereda, meninggalkan keheningan yang berat. Liu Qingxue dan Mo Tian berdiri diam di tempat mereka, menatap tanah kosong dimana perpustakaan besar sebelumnya berdiri. Perasaan kehilangan dan kebingungan menyelimuti keduanya.Liu Qingxue akhirnya memecah keheningan. Suaranya lembut, tapi penuh tekad. "Mo Tian, kita harus turun dari Gunung Langit."Mo Tian menoleh, jelas terkejut dengan pernyataannya. "Turun? Tapi... Buku Kematian! Kita belum menemukannya, dan tanpa petunjuk dari perpustakaan ini, kita tidak tahu harus mencari ke mana."Liu Qingxue menghela napas panjang, menundukkan kepala sejenak sebelum menatap Mo Tian dengan mata yang penuh kelelahan. "Aku tahu. Tapi lihatlah keadaan kita. Tubuh kita terlalu lelah. Kita terus bertarung tanpa henti sejak awal perjalanan ini. Meskipun racun kendali itu sudah hilang, dampaknya masih tera
Mo Tian dan Liu Qingxue akhirnya tiba di pintu gerbang Sekte Awan Putih setelah perjalanan panjang selama enam bulan. Perjalanan itu penuh dengan rintangan—serangan dari bandit, jebakan oleh kelompok pengikut Sekte Langit Berdarah, hingga menghadapi binatang buas di tengah hutan lebat. Namun, mereka berhasil bertahan, berkat kerja sama dan tekad yang kuat.Saat mereka memasuki gerbang sekte, para murid yang sedang berlatih segera berhenti dan menatap ke arah Liu Qingxue dengan sorot mata kagum. Liu Qingxue, dengan pakaiannya yang meskipun lusuh tapi masih menunjukkan wibawa, adalah tokoh yang dihormati di sekte itu. Salah satu murid segera berlari ke arah aula utama untuk melaporkan kedatangan mereka kepada Ketua Sekte, Hu Tian.Tidak lama kemudian, Hu Tian, muncul di depan aula utama bersama beberapa tetua sekte. Ketika dia melihat Liu Qingxue, matanya berbinar, dan senyum lebar menghiasi wajahnya."Kak Qingxue! Kau akhirnya kembali!" seru Hu Tian dengan penuh antusias, berjalan ce
Hari itu, suasana di Paviliun Bambu terasa hening. Angin sore yang sejuk bertiup lembut, membawa aroma bambu yang menenangkan. Namun, Mo Tian tidak sedang menikmati ketenangan itu. Di lapangan kecil di belakang paviliun, dia sedang berlatih menggunakan pedangnya. Setiap ayunan pedangnya membawa kilatan energi yang tajam, meskipun gerakannya tampak kurang terkoordinasi.Mo Tian menghentikan gerakannya sejenak, menatap pedang di tangannya dengan pandangan serius. Pedang itu, terasa semakin sulit dikendalikan. Meski ia telah berlatih selama berbulan-bulan, energi pedang itu terkadang meluap tanpa kendali, seolah-olah memiliki kehendak sendiri.“Bagaimana aku bisa menguasaimu sepenuhnya?” gumam Mo Tian pelan, matanya menatap kilauan gelap di bilah pedang itu.Tiba-tiba, ia merasakan kehadiran seseorang. Mo Tian mengangkat kepalanya dan melihat Ketua Sekte Awan Putih, Hu Tian, berdiri di tepi lapangan, mengamati dengan tenang.“Ketua Hu,” Mo Tian menyimpan pedangnya dan membungkuk hormat.
Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi berjalan tertatih-tatih menyusuri jalan berbatu, meninggalkan Kota Hantu yang sudah menolak mereka. Tubuh mereka terasa lelah, luka-luka yang mereka dapat dari perjalanan sebelumnya masih terasa perih, dan kepala mereka dipenuhi pertanyaan tentang Buku Kematian."Kita harus menemukan penginapan," ujar Liu Qingxue. "Kalau kita terus berjalan seperti ini, kita akan tumbang sebelum menemukan jawaban."Mo Tian mengangguk. "Aku setuju. Kita juga perlu berpikir lebih jernih tentang apa yang sebenarnya terjadi."Setelah berjalan beberapa saat, mereka akhirnya menemukan sebuah desa kecil di kaki bukit. Desa itu terlihat tenang, dengan rumah-rumah kayu yang berjejer rapi dan cahaya lentera yang menerangi jalan setapak. Mereka segera mencari penginapan dan akhirnya menemukan Rumah Peristirahatan Angin Timur, sebuah penginapan sederhana yang dijalankan oleh seorang wanita tua bernama Madam Xiu.Setelah memesan satu kamar untuk bertiga, mereka segera membersihka
Tubuh Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi terlempar ke udara saat pilar batu hitam itu hancur. Mereka merasa seperti jatuh ke dalam kehampaan, dikelilingi oleh kegelapan yang tak berujung. Angin menderu, suara berdesir mengelilingi mereka seolah-olah ada bisikan dari dunia lain.Saat mereka akhirnya mendarat, mereka mendapati diri mereka berada di sebuah lapangan luas yang gelap. Tidak ada langit, tidak ada tanah, hanya kekosongan tak terbatas yang membentang ke segala arah."Apa ini…?" Liu Qingxue bangkit perlahan, matanya menyapu sekitar dengan waspada.Fang Zhi menyentuh permukaan tempat mereka berdiri. "Kita benar-benar berada di tempat lain… tapi ini bukan Kota Hantu."Mo Tian berdiri, tubuhnya sedikit goyah akibat perjalanan yang tidak mereka duga. Namun, sebelum ia bisa berbicara, bayangannya sendiri muncul di sekeliling mereka.Mo Tian terkejut saat melihat puluhan—tidak, ratusan—bayangan dirinya sendiri berdiri di sekitar mereka. Setiap bayangan memiliki bentuk yang identik de
Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi kembali mengikuti jejak yang samar-samar tertinggal di jalanan Kota Hantu. Jejak itu terus membawa mereka ke arah timur, melewati bangunan-bangunan yang semakin terlihat aneh. Kadang, jejak itu tampak jelas di tanah berdebu, tetapi di lain waktu, jejak itu seperti melayang, tidak meninggalkan bekas di tanah."Ini benar-benar aneh," gumam Liu Qingxue. "Seolah dia bisa berjalan di udara."Fang Zhi menyipitkan mata, melihat sekeliling dengan curiga. "Yan Luo... apa dia manusia atau bukan?"Mo Tian tak langsung menjawab. Sejak awal, ia sudah merasa ada yang tidak biasa dengan sosok itu. Bayangannya yang muncul lalu lenyap seperti asap, gerakannya yang secepat kilat, dan jejak-jejak misterius ini membuat mereka bertanya-tanya: apakah Yan Luo benar-benar nyata?Saat mereka tiba di depan sebuah bangunan tua yang besar, jejak itu berhenti di sana. Bangunan ini tampak lebih utuh dibandingkan dengan reruntuhan lainnya di kota ini, seolah memiliki energi yang m
Setelah berhasil mengalahkan penjaga gerbang, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah masuk ke dalam Kota Hantu. Suasana di dalamnya lebih mencekam daripada yang mereka bayangkan. Bangunan-bangunan tua berdiri dalam kesunyian, beberapa sudah runtuh dan tertutup oleh kabut tipis yang bergulung-gulung di antara reruntuhan.Tidak ada tanda kehidupan—tidak ada suara langkah kaki, tidak ada hembusan nafas makhluk hidup, bahkan suara angin pun terasa seperti tertahan di tempat ini. Kota ini benar-benar seperti telah lama ditinggalkan, namun tetap menyimpan aura yang mengancam."Apa ini benar-benar kota?" Fang Zhi bergumam, matanya menyapu ke sekeliling. "Tempat ini lebih mirip kuburan raksasa."Mo Tian mengangguk. "Kita harus tetap waspada. Bisa saja sesuatu mengintai kita dalam bayangan."Liu Qingxue berjalan sedikit di belakang mereka, tangannya sudah bersiap dengan senjata jika sewaktu-waktu bahaya datang. Namun, semakin mereka melangkah ke dalam kota, semakin aneh rasanya.Mereka m
Angin berhembus kencang, membawa hawa kematian yang menyesakkan. Kota Hantu berdiri di hadapan mereka, diselimuti kabut pekat yang berputar seperti roh-roh penasaran. Pintu gerbang kota yang besar dan usang tampak menjulang di depan mereka, dihiasi ukiran-ukiran aneh yang menyerupai wajah-wajah menyeringai. Suasana begitu sunyi, hanya terdengar suara napas mereka yang tertahan.Mo Tian melangkah maju, tangannya menggenggam erat Pedang Langit Membara. Namun, sebelum ia sempat mendekati gerbang, tanah tiba-tiba bergetar. Dari balik bayangan, muncul sesosok penjaga yang mengenakan baju zirah hitam legam. Matanya kosong tanpa cahaya, tetapi auranya begitu menekan."Apa yang mencari kehidupan lakukan di tempat orang mati?" Suaranya terdengar berat, seperti berasal dari dunia lain.Mo Tian tidak langsung menjawab. Ia bisa merasakan tekanan kuat dari makhluk itu. Liu Qingxue dan Fang Zhi juga merasakan hawa membunuh yang begitu pekat, membuat mereka bersiaga penuh."Kami mencari sesuatu di d
Tiba-tiba Mo Tian terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya."Mo Tian, kau baik-baik saja?" tanya Liu Qingxue dengan nada khawatir.Mo Tian mengangguk pelan. "Aku baik-baik saja, tapi mereka akan kembali. Kita harus segera bergerak menuju Kota Hantu sebelum mereka mengumpulkan lebih banyak orang untuk menghadang kita."Fang Zhi menghela napas. "Kita juga harus berhati-hati. Yan Wuxi terluka parah, tapi aku yakin dia akan melakukan segala cara untuk membalas dendam. Kita tak boleh lengah."Mo Tian memandang ke arah utara, ke jalur berbatu yang akan membawa mereka menuju Kota Hantu. Hatinya dipenuhi dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya. Mereka tidak bisa mundur sekarang. Mereka harus menemukan Buku Kematian dan mengungkap misteri di balik kutukan yang ada pada dirinya.Perjalanan mereka tidaklah mudah. Jalanan semakin terjal, angin bertiup kencang, dan udara semakin dingin. Semakin mereka mendekati Kota Hantu, suasana di sekitar mereka semakin terasa aneh. Tidak ada suara bi
Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melanjutkan perjalanan menuju Kota Hantu. Angin berhembus dingin, membawa aroma tanah yang lembab dan dedaunan kering yang berguguran. Langit di atas mereka tampak kelabu, seolah menandakan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Mereka tetap waspada, menyadari bahwa perjalanan ini tidak akan mudah.Setelah berhari-hari melewati hutan lebat dan melewati pegunungan berbatu, mereka tiba di sebuah padang luas yang dipenuhi kabut tipis. Suasana mencekam, sepi tanpa suara burung atau hewan liar. Liu Qingxue merasakan ketidaknyamanan dan mencengkeram pedangnya erat-erat."Kita harus berhati-hati," bisiknya.Mo Tian mengangguk. “Aku juga merasakan sesuatu yang tidak beres.”Fang Zhi menatap sekeliling, matanya tajam. “Ada seseorang di sekitar sini.”Benar saja, dari balik kabut, dua sosok muncul dengan langkah perlahan namun penuh kepercayaan diri. Yan Wuxi dan Bai Zhen berdiri di hadapan mereka, dengan tatapan penuh kebencian dan dendam yang membara.
Langkah Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi perlahan menjauh dari Lembah Tujuh Bintang. Ketiganya terdiam, merenungkan petunjuk samar yang baru saja mereka dapatkan. Langit di atas mereka perlahan memudar dari kerlipan bintang menjadi semburat merah muda saat matahari pagi mulai menyingsing.“Jadi, sekarang kita harus mencari seseorang yang memiliki Buku Kematian,” gumam Fang Zhi sambil mengusap lehernya yang kaku setelah perjalanan panjang.“Tapi siapa orang itu? Dan di mana kita harus mencarinya?” tanya Liu Qingxue, suaranya sedikit serak karena kelelahan.Mo Tian berhenti sejenak, menatap cakrawala yang memanjang di depan mereka. “Aku tidak tahu,” katanya lirih. “Tapi aku yakin, jika kita terus berjalan dan mencari, takdir akan membawa kita pada jawaban.”Fang Zhi mengangguk meski dengan skeptis. “Itu terdengar seperti ucapan seseorang yang tidak punya rencana. Tapi, aku rasa, kita memang tidak punya pilihan lain.”Perjalanan mereka kembali ke desa terdekat memakan waktu dua hari. K
Langit malam di Lembah Tujuh Bintang tampak seperti lautan cahaya. Ratusan, bahkan ribuan bintang berkilauan di atas mereka, memantulkan sinar ke tanah lembah yang dihiasi dengan batu-batu berwarna biru cemerlang. Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi berdiri di tengah lembah, memandangi keajaiban ini dengan kekaguman yang bercampur kebingungan.“Ini benar-benar memukau,” gumam Liu Qingxue, matanya terpaku pada hamparan langit penuh bintang.“Tapi, bukankah ini disebut Lembah Tujuh Bintang?” tanya Mo Tian, mengerutkan kening. “Kenapa ada begitu banyak bintang? Bagaimana kita tahu mana yang merupakan tujuh bintang inti?”Mo Tian memandang ke sekeliling, mencoba menganalisis situasi. Ia tahu bahwa mereka tidak bisa terus terpesona oleh keindahan ini. Ada misi yang harus diselesaikan, dan waktu mereka tidak banyak.“Kita harus menemukan tujuh bintang inti,” kata Fang Zhi tegas. “Itu adalah petunjuk yang dijelaskan. Mungkin di situlah kita bisa menemukan Buku Kematian, atau setidaknya petunj