Hari itu, suasana di Paviliun Bambu terasa hening. Angin sore yang sejuk bertiup lembut, membawa aroma bambu yang menenangkan. Namun, Mo Tian tidak sedang menikmati ketenangan itu. Di lapangan kecil di belakang paviliun, dia sedang berlatih menggunakan pedangnya. Setiap ayunan pedangnya membawa kilatan energi yang tajam, meskipun gerakannya tampak kurang terkoordinasi.Mo Tian menghentikan gerakannya sejenak, menatap pedang di tangannya dengan pandangan serius. Pedang itu, terasa semakin sulit dikendalikan. Meski ia telah berlatih selama berbulan-bulan, energi pedang itu terkadang meluap tanpa kendali, seolah-olah memiliki kehendak sendiri.“Bagaimana aku bisa menguasaimu sepenuhnya?” gumam Mo Tian pelan, matanya menatap kilauan gelap di bilah pedang itu.Tiba-tiba, ia merasakan kehadiran seseorang. Mo Tian mengangkat kepalanya dan melihat Ketua Sekte Awan Putih, Hu Tian, berdiri di tepi lapangan, mengamati dengan tenang.“Ketua Hu,” Mo Tian menyimpan pedangnya dan membungkuk hormat.
Selama dua bulan, Mo Tian dan Liu Qingxue tinggal di Sekte Awan Putih, memulihkan diri dari luka fisik dan mental yang mereka alami dalam perjalanan sebelumnya. Kehangatan sekte, perhatian dari para tabib, dan latihan rutin yang mereka jalani membantu mereka kembali ke kondisi terbaik. Namun, bayangan ancaman Yan Wuxi selalu mengintai dalam pikiran mereka.Mo Tian duduk di teras Paviliun Bambu, menatap langit biru dengan pandangan penuh pertimbangan. Liu Qingxue mendekat.“Kau tampak gelisah, Mo Tian,” kata Liu Qingxue.“Aku mendengar kabar dari murid-murid sekte. Yan Wuxi akan datang ke sini.”Liu Qingxue tertegun. “Kau yakin?”Mo Tian mengangguk pelan. “Dia tidak akan berhenti sampai menemukan kita, Liu Qingxue. Dan aku tidak ingin Sekte Awan Putih menjadi korban dari pengejarannya.”Kata-kata Mo Tian membuatnya resah, tetapi ia tahu dia benar. Yan Wuxi bukanlah seseorang yang memiliki belas kasihan. Jika dia datang, Sekte Awan Putih akan kembali menghadapi bahaya besar.“Apa yang k
Hutan malam itu dipenuhi suara samar jangkrik dan angin yang menggoyangkan dedaunan. Mo Tian dan Liu Qingxue tetap duduk di dekat api unggun yang kecil, mencoba menghangatkan diri di udara dingin.Namun, kewaspadaan mereka belum sepenuhnya surut. Mo Tian terus memegang gagang pedangnya erat-erat, sementara Liu Qingxue menatap gelapnya malam dengan sorot mata penuh kehati-hatian.Setelah beberapa saat berlalu tanpa tanda-tanda bahaya, Mo Tian menghela nafas panjang. Ia meletakkan pedangnya di sisinya dan berkata, “Mungkin itu hanya binatang hutan yang berkeliaran.”Liu Qingxue melonggarkan genggaman pedangnya dan mengangguk. “Mungkin saja. Tapi tetap saja, kita harus berhati-hati. Kita tidak bisa mengambil risiko.”Mo Tian hanya tersenyum tipis. “Benar. Tapi aku rasa, malam ini kita bisa sedikit tenang.”Mereka kembali duduk bersisian, membiarkan api unggun kecil itu memancarkan cahaya hangat ke wajah mereka. Hening melingkupi, hanya ditemani oleh suara hutan yang mengalun seperti melo
Kakek tua itu menghilang dari pandangan, langkahnya ringan seolah angin membawanya pergi. Mo Tian menatap ke arah kepergian sang kakek dengan alis berkerut. Sesuatu dalam cerita itu mengusik pikirannya. Namun, sebelum ia sempat melangkah untuk mengejar kakek tua tersebut, Liu Qingxue meraih pergelangan tangannya.“Jangan, Mo Tian,” kata Liu Qingxue pelan namun tegas. Sorot matanya memperingatkan.Mo Tian menoleh ke arah Liu Qingxue dengan ekspresi bingung. “Kenapa? Kita perlu lebih banyak informasi. Jika dia tahu sesuatu tentang Buku Kematian, kita tidak bisa membiarkannya pergi begitu saja.”Liu Qingxue menghela nafas, lalu menatapnya tajam. “Aku tahu kau ingin mencari jawaban, tapi kita tidak bisa sembarangan mempercayai orang asing. Bagaimana jika ini adalah jebakan dari Yan Wuxi? Bukankah terlalu aneh kalau dia muncul di sini, di tengah perjalanan kita?”Mo Tian terdiam, merenungkan kata-kata Liu Qingxue. Ia tahu ada kebenaran dalam ucapan itu. Yan Wuxi dan orang-orangnya dikenal
Langit malam membentang gelap di atas kuil kecil yang tersembunyi di tengah hutan. Mo Tian dan Liu Qingxue duduk di dekat perapian yang redup di dalam kuil, menikmati ketenangan yang langka. Setelah perjalanan panjang penuh bahaya, tempat itu memberikan mereka kesempatan untuk bernafas sejenak.“Kita bisa beristirahat beberapa hari di sini,” ujar Liu Qingxue, suaranya lembut tapi mantap. “Yan Wuxi tidak akan menyangka kita ada di tempat seperti ini.”Mo Tian mengangguk setuju. “Tapi jangan terlalu lengah. Kita harus tetap waspada.”Mereka berdua memutuskan untuk berbagi jaga malam itu, memastikan tidak ada yang datang tanpa mereka sadari. Namun, kelelahan akhirnya menguasai mereka. Ketika Mo Tian mengambil giliran pertama, ia tanpa sadar tertidur lebih awal dari yang direncanakan.Di luar kuil, bayang-bayang gelap bergerak diam-diam. Anggota Sekte Langit Berdarah telah menemukan persembunyian mereka. Dengan senyap, mereka mengepung kuil, memastikan tidak ada jalan keluar bagi target m
Liu Qingxue berlari mendekati Mo Tian yang tengah terduduk lemah di bawah pohon besar. Cahaya bulan menyinari wajahnya yang pucat, dan lengan kanannya terus mengeluarkan darah, membasahi pakaian dan tanah di bawahnya. Liu Qingxue menjerit panik melihat luka itu.“Mo Tian! Apa yang kau lakukan? Kau harus bilang jika lukamu separah ini!”Mo Tian, yang selalu terlihat tegar, hanya tersenyum kecil. “Hanya luka kecil. Aku baik-baik saja, Liu Qingxue.”Namun, senyum itu tidak cukup untuk meyakinkan Liu Qingxue. Air matanya mengalir deras saat ia membuka perban darurat yang membungkus lengan Mo Tian. Luka itu dalam dan panjang, bekas tebasan pedang musuh saat mereka bertarung di kuil. Darah segar masih menetes, membuat Liu Qingxue semakin cemas.“Ini bukan luka kecil, Mo Tian!” serunya, nadanya penuh dengan rasa marah dan khawatir. “Mengapa kau tidak bilang dari tadi?”Mo Tian menghela napas, lalu menatap Liu Qingxue dengan lembut. “Kita harus segera pergi dari kuil tadi, bukan? Aku tidak in
Ketika pagi datang begitu damai, seolah alam mencoba menenangkan hati Mo Tian dan Liu Qingxue setelah malam yang panjang. Embun yang masih menempel di dedaunan menciptakan kilauan seperti permata saat sinar matahari menembus celah-celah pepohonan. Namun, di tengah kedamaian itu, hati Mo Tian dan Liu Qingxue justru terombang-ambing oleh emosi yang sulit mereka pahami, apalagi ungkapkan.Mo Tian duduk di bawah pohon besar, memegangi lengannya yang sudah diperban dengan baik oleh Liu Qingxue. Luka itu masih terasa nyeri, tetapi bukan itu yang mengganggu pikirannya. Pikirannya penuh dengan tatapan Liu Qingxue semalam, penuh air mata dan ketulusan yang tidak pernah ia sangka. Bagaimana bisa seseorang begitu peduli padanya?Ia menghela napas dalam, mencoba menepis perasaan aneh yang mulai tumbuh. Ia yakin itu hanya karena situasi. Mereka telah melalui begitu banyak hal bersama, wajar jika ada rasa kedekatan. Tapi, kenapa kata-kata Liu Qingxue terus terngiang di pikirannya?“Kau tidak menger
Kota Beiyuan, terletak di kaki Gunung Tianlan, adalah tempat yang gemerlap dengan sejarah panjang sebagai pusat seni bela diri. Jalan-jalan kota dipenuhi toko-toko senjata, arena latihan terbuka, dan aliran murid dari berbagai sekte yang berlalu lalang. Bau logam dan suara denting pedang terdengar hampir di setiap sudut kota, menandakan betapa mendalamnya budaya bela diri di tempat ini.Mo Tian, Liu Qingxue, dan Feng Zhan memasuki Beiyuan menjelang senja. Matahari yang terbenam mewarnai langit dengan semburat oranye keemasan, sementara bayangan gedung-gedung kota mulai memanjang. Kehadiran mereka tidak terlalu mencolok, tetapi aura Mo Tian dengan pedang Langit Membara yang terselip di punggungnya menarik perhatian beberapa orang.“Kota ini ramai sekali,” ujar Liu Qingxue, memandang sekeliling dengan mata berbinar.“Beiyuan memang selalu hidup,” jawab Feng Zhan sambil tersenyum kecil. “Ini adalah tempat di mana ahli bela diri dari berbagai penjuru berkumpul. Jangan kaget jika kita bert
Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi berjalan tertatih-tatih menyusuri jalan berbatu, meninggalkan Kota Hantu yang sudah menolak mereka. Tubuh mereka terasa lelah, luka-luka yang mereka dapat dari perjalanan sebelumnya masih terasa perih, dan kepala mereka dipenuhi pertanyaan tentang Buku Kematian."Kita harus menemukan penginapan," ujar Liu Qingxue. "Kalau kita terus berjalan seperti ini, kita akan tumbang sebelum menemukan jawaban."Mo Tian mengangguk. "Aku setuju. Kita juga perlu berpikir lebih jernih tentang apa yang sebenarnya terjadi."Setelah berjalan beberapa saat, mereka akhirnya menemukan sebuah desa kecil di kaki bukit. Desa itu terlihat tenang, dengan rumah-rumah kayu yang berjejer rapi dan cahaya lentera yang menerangi jalan setapak. Mereka segera mencari penginapan dan akhirnya menemukan Rumah Peristirahatan Angin Timur, sebuah penginapan sederhana yang dijalankan oleh seorang wanita tua bernama Madam Xiu.Setelah memesan satu kamar untuk bertiga, mereka segera membersihka
Tubuh Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi terlempar ke udara saat pilar batu hitam itu hancur. Mereka merasa seperti jatuh ke dalam kehampaan, dikelilingi oleh kegelapan yang tak berujung. Angin menderu, suara berdesir mengelilingi mereka seolah-olah ada bisikan dari dunia lain.Saat mereka akhirnya mendarat, mereka mendapati diri mereka berada di sebuah lapangan luas yang gelap. Tidak ada langit, tidak ada tanah, hanya kekosongan tak terbatas yang membentang ke segala arah."Apa ini…?" Liu Qingxue bangkit perlahan, matanya menyapu sekitar dengan waspada.Fang Zhi menyentuh permukaan tempat mereka berdiri. "Kita benar-benar berada di tempat lain… tapi ini bukan Kota Hantu."Mo Tian berdiri, tubuhnya sedikit goyah akibat perjalanan yang tidak mereka duga. Namun, sebelum ia bisa berbicara, bayangannya sendiri muncul di sekeliling mereka.Mo Tian terkejut saat melihat puluhan—tidak, ratusan—bayangan dirinya sendiri berdiri di sekitar mereka. Setiap bayangan memiliki bentuk yang identik de
Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi kembali mengikuti jejak yang samar-samar tertinggal di jalanan Kota Hantu. Jejak itu terus membawa mereka ke arah timur, melewati bangunan-bangunan yang semakin terlihat aneh. Kadang, jejak itu tampak jelas di tanah berdebu, tetapi di lain waktu, jejak itu seperti melayang, tidak meninggalkan bekas di tanah."Ini benar-benar aneh," gumam Liu Qingxue. "Seolah dia bisa berjalan di udara."Fang Zhi menyipitkan mata, melihat sekeliling dengan curiga. "Yan Luo... apa dia manusia atau bukan?"Mo Tian tak langsung menjawab. Sejak awal, ia sudah merasa ada yang tidak biasa dengan sosok itu. Bayangannya yang muncul lalu lenyap seperti asap, gerakannya yang secepat kilat, dan jejak-jejak misterius ini membuat mereka bertanya-tanya: apakah Yan Luo benar-benar nyata?Saat mereka tiba di depan sebuah bangunan tua yang besar, jejak itu berhenti di sana. Bangunan ini tampak lebih utuh dibandingkan dengan reruntuhan lainnya di kota ini, seolah memiliki energi yang m
Setelah berhasil mengalahkan penjaga gerbang, Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melangkah masuk ke dalam Kota Hantu. Suasana di dalamnya lebih mencekam daripada yang mereka bayangkan. Bangunan-bangunan tua berdiri dalam kesunyian, beberapa sudah runtuh dan tertutup oleh kabut tipis yang bergulung-gulung di antara reruntuhan.Tidak ada tanda kehidupan—tidak ada suara langkah kaki, tidak ada hembusan nafas makhluk hidup, bahkan suara angin pun terasa seperti tertahan di tempat ini. Kota ini benar-benar seperti telah lama ditinggalkan, namun tetap menyimpan aura yang mengancam."Apa ini benar-benar kota?" Fang Zhi bergumam, matanya menyapu ke sekeliling. "Tempat ini lebih mirip kuburan raksasa."Mo Tian mengangguk. "Kita harus tetap waspada. Bisa saja sesuatu mengintai kita dalam bayangan."Liu Qingxue berjalan sedikit di belakang mereka, tangannya sudah bersiap dengan senjata jika sewaktu-waktu bahaya datang. Namun, semakin mereka melangkah ke dalam kota, semakin aneh rasanya.Mereka m
Angin berhembus kencang, membawa hawa kematian yang menyesakkan. Kota Hantu berdiri di hadapan mereka, diselimuti kabut pekat yang berputar seperti roh-roh penasaran. Pintu gerbang kota yang besar dan usang tampak menjulang di depan mereka, dihiasi ukiran-ukiran aneh yang menyerupai wajah-wajah menyeringai. Suasana begitu sunyi, hanya terdengar suara napas mereka yang tertahan.Mo Tian melangkah maju, tangannya menggenggam erat Pedang Langit Membara. Namun, sebelum ia sempat mendekati gerbang, tanah tiba-tiba bergetar. Dari balik bayangan, muncul sesosok penjaga yang mengenakan baju zirah hitam legam. Matanya kosong tanpa cahaya, tetapi auranya begitu menekan."Apa yang mencari kehidupan lakukan di tempat orang mati?" Suaranya terdengar berat, seperti berasal dari dunia lain.Mo Tian tidak langsung menjawab. Ia bisa merasakan tekanan kuat dari makhluk itu. Liu Qingxue dan Fang Zhi juga merasakan hawa membunuh yang begitu pekat, membuat mereka bersiaga penuh."Kami mencari sesuatu di d
Tiba-tiba Mo Tian terbatuk dan mengeluarkan darah dari mulutnya."Mo Tian, kau baik-baik saja?" tanya Liu Qingxue dengan nada khawatir.Mo Tian mengangguk pelan. "Aku baik-baik saja, tapi mereka akan kembali. Kita harus segera bergerak menuju Kota Hantu sebelum mereka mengumpulkan lebih banyak orang untuk menghadang kita."Fang Zhi menghela napas. "Kita juga harus berhati-hati. Yan Wuxi terluka parah, tapi aku yakin dia akan melakukan segala cara untuk membalas dendam. Kita tak boleh lengah."Mo Tian memandang ke arah utara, ke jalur berbatu yang akan membawa mereka menuju Kota Hantu. Hatinya dipenuhi dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya. Mereka tidak bisa mundur sekarang. Mereka harus menemukan Buku Kematian dan mengungkap misteri di balik kutukan yang ada pada dirinya.Perjalanan mereka tidaklah mudah. Jalanan semakin terjal, angin bertiup kencang, dan udara semakin dingin. Semakin mereka mendekati Kota Hantu, suasana di sekitar mereka semakin terasa aneh. Tidak ada suara bi
Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi melanjutkan perjalanan menuju Kota Hantu. Angin berhembus dingin, membawa aroma tanah yang lembab dan dedaunan kering yang berguguran. Langit di atas mereka tampak kelabu, seolah menandakan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Mereka tetap waspada, menyadari bahwa perjalanan ini tidak akan mudah.Setelah berhari-hari melewati hutan lebat dan melewati pegunungan berbatu, mereka tiba di sebuah padang luas yang dipenuhi kabut tipis. Suasana mencekam, sepi tanpa suara burung atau hewan liar. Liu Qingxue merasakan ketidaknyamanan dan mencengkeram pedangnya erat-erat."Kita harus berhati-hati," bisiknya.Mo Tian mengangguk. “Aku juga merasakan sesuatu yang tidak beres.”Fang Zhi menatap sekeliling, matanya tajam. “Ada seseorang di sekitar sini.”Benar saja, dari balik kabut, dua sosok muncul dengan langkah perlahan namun penuh kepercayaan diri. Yan Wuxi dan Bai Zhen berdiri di hadapan mereka, dengan tatapan penuh kebencian dan dendam yang membara.
Langkah Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi perlahan menjauh dari Lembah Tujuh Bintang. Ketiganya terdiam, merenungkan petunjuk samar yang baru saja mereka dapatkan. Langit di atas mereka perlahan memudar dari kerlipan bintang menjadi semburat merah muda saat matahari pagi mulai menyingsing.“Jadi, sekarang kita harus mencari seseorang yang memiliki Buku Kematian,” gumam Fang Zhi sambil mengusap lehernya yang kaku setelah perjalanan panjang.“Tapi siapa orang itu? Dan di mana kita harus mencarinya?” tanya Liu Qingxue, suaranya sedikit serak karena kelelahan.Mo Tian berhenti sejenak, menatap cakrawala yang memanjang di depan mereka. “Aku tidak tahu,” katanya lirih. “Tapi aku yakin, jika kita terus berjalan dan mencari, takdir akan membawa kita pada jawaban.”Fang Zhi mengangguk meski dengan skeptis. “Itu terdengar seperti ucapan seseorang yang tidak punya rencana. Tapi, aku rasa, kita memang tidak punya pilihan lain.”Perjalanan mereka kembali ke desa terdekat memakan waktu dua hari. K
Langit malam di Lembah Tujuh Bintang tampak seperti lautan cahaya. Ratusan, bahkan ribuan bintang berkilauan di atas mereka, memantulkan sinar ke tanah lembah yang dihiasi dengan batu-batu berwarna biru cemerlang. Mo Tian, Liu Qingxue, dan Fang Zhi berdiri di tengah lembah, memandangi keajaiban ini dengan kekaguman yang bercampur kebingungan.“Ini benar-benar memukau,” gumam Liu Qingxue, matanya terpaku pada hamparan langit penuh bintang.“Tapi, bukankah ini disebut Lembah Tujuh Bintang?” tanya Mo Tian, mengerutkan kening. “Kenapa ada begitu banyak bintang? Bagaimana kita tahu mana yang merupakan tujuh bintang inti?”Mo Tian memandang ke sekeliling, mencoba menganalisis situasi. Ia tahu bahwa mereka tidak bisa terus terpesona oleh keindahan ini. Ada misi yang harus diselesaikan, dan waktu mereka tidak banyak.“Kita harus menemukan tujuh bintang inti,” kata Fang Zhi tegas. “Itu adalah petunjuk yang dijelaskan. Mungkin di situlah kita bisa menemukan Buku Kematian, atau setidaknya petunj