"Ini—" Shine menatap tidak percaya tiga benda yang disodorkan Aldrick di depan matanya. Tanpa sadar, tangannya bergetar hebat, air matanya merebak saat mencoba mengambil seuntai kalung yang dia hapal mati. Kalung milik Abigail. Shine menangis saat menggenggam kalung itu seakan Abigail-lah yang sedang dia peluk. "Zaf mendapatkan informasi kalau Abigail ada di Italia—" Shine mengangkat pandangan dengan mulut terbuka. "Kemarin kami pergi ke sana untuk memastikannya dan memang benar kalau saudara kembarmu ada di sana dan ini buktinya." Aldrick menunjuk kalung Abigail. "Zaf tidak bisa membawamu karena itu terlalu beresiko. Saat ini Abigail sudah menjadi istri dari Mafia Italia dan berbahaya jika mendekatinya." "Mafia?" Tanya Shine tidak percaya. Aldrick mengangguk, menyandar di kursi salah satu cafe yang tidak terlalu ramai. "Zaf mengambil resiko besar datang ke sana dan yah kau bisa lihat sendiri wajah memar-memar kami ini tapi untung saja tidak sia-sia karena Zaf bisa bertemu deng
George Bush Center for Intelligence Kompleks Markas CIA, Fairfax County, Virginia, Amerika Serikat "Akhirnya kita berjumpa lagi Zafier Gaster." Zafier berbalik, membelakangi dinding kaca di dalam ruangan luas seperti apartemen di salah satu gedung yang ada di kompleks Markas CIA. Zaf mengangkat dagunya, memasukkan kedua tangannya ke saku celana dan memperhatikan laki-laki paruh baya yang baru saja duduk di sofa. "Kau kelihatan lebih tua dari terakhir kali kita bertemu, Trav." Travis, perwakilan CIA itu mendengus. "Tapi juga nampak berseri-seri." "Binggo." Travis memberikan jempolnya. "Kau datang di saat yang sangat tepat karena aku butuh pengakuan saat ini. Ketika aku mendapatkan laporan tentangmu, hal pertama yang aku lakukan adalah tersenyum lebar. Akhirnya, aku memiliki alasan kuat menahanmu di sini dan setelah itu, kurang dari dua puluh empat jam aku mengutus anak buahku menjemputmu dan sekarang kita bisa saling bertatap wajah. Aku sungguh beruntung." "Apa segitu besarnya ke
2 Tahun kemudian,Jakarta, IndonesiaShine memejamkan mata, mencoba meredakan gemuruh jantungnya yang menderu, digenggamnya erat buket bunga cantik yang menyebarkan aroma semerbak dan berdoa sesaat lalu menghembuskan napas panjang seraya membuka mata. Hal pertama yang dilihatnya adalah wajahnya sendiri yang sudah dipoles cantik rupawan. Manik matanya berbinar di balik Veil brokat seputih gading dengan hiasan bunga di tepiannya lalu memperhatikan penampilannya secara keseluruhan.Gaun putih two piece berbahan sutera dengan atasan off shoulders dan rok yang mengembang dibagian bawahnya. Perpaduan kuat antara klasik dan juga modern yang dihiasi detail ukiran rumit penuh bunga di setiap sisinya. Tiara di kepala melengkapi penampilannya yang sempurna dalam balutan gaun pengantin yang terasa nyaman dia kenakan."Shine, Ayo."Shine menoleh, memperhatikan penampilan Andrew yang gagah seperti biasanya tapi ekspresinya nampak aneh. "Kenapa wajahmu kesal begitu?"Andrew menyodorkan lengannya yan
Hidupnya berubah 180 derajat sejak hari itu.Beberapa minggu, dia lebih banyak diam menghayati rasa penyesalannya tapi setelah bertemu dengan Azalea dan bekerja untuknya, memperhatikan kehidupan wanita cantik itu yang begitu sempurna karena memiliki seorang suami yang saat pertama kali bertemu dulu membuatnya hampir kena serangan jantung. Seorang drummer band Internasional yang sangat tampan, muda dan rupawan. Shine memang jarang menonton tayangan televisi tapi dia tahu dengan jelas siapa Valen Ackerman.Shine seperti mendapatkan pencerahan sampai akhirnya dia mengambil keputusan untuk merubah hidupnya dan bertransformasi dari seorang Shine Aurora yang bukan siapa-siapa menjadi seorang Shine Aurora yang dikenal sebagai seorang model, brand Ambasador produk kecantikan juga perhiasan. Semua itu tidak lepas dari bantuan Azalea yang seperti sengaja didatangkan Tuhan untuk membantunya bangkit dan survive. Itulah kenapa, Azalea seperti panutan baginya. Wanita yang mau berbagi ilmu yang dimi
Markas CIA, Fairfax County, Virginia , Amerika "Kami berhasil menangkap buronan besar yang selama tujuh tahun ini menjadi incaran CIA karena tindak kejahatannya sebagai penjual senjata tajam ilegal dan pembunuh berdarah dingin di wilayah Amerika dan Eropa. Bakat menghindarnya yang ahli membuat kami membutuhkan waktu lama untuk menangkapnya tapi berkat kerja keras tim, semua pengorbanan itu terbayar saat akhirnya kami berhasil memenjarakannya di tempat berkeamanan tinggi. Saya selaku ketua operasi misi ini, Travis Acgory, bahagia bisa mengumumkan berita ini—" Seseorang mematikan suara televisi layar datar, membiarkan saja gambarnya bergerak-gerak di sana. "Dia terlihat bahagia sekali," decak seorang wanita. "Laki-laki tua yang ambisius. Akhirnya misi yang membuatnya seperti lelaki gila berhasil dia selesaikan dengan kemenangan meskipun yah, dia hanya membutuhkan semua pengakuan dan ucapan selamat itu." "Biarkan saja dia menikmati apa yang dia inginkan selama ini." Zafier memasukka
Zafier berdiri di bawah sinar matahari yang menyinari Malibu saat sore dari balkon beach house pribadinya. Mata biru pucat dibalik kacamata hitamnya memandang lurus ke arah pantai. Selama seminggu ini dia berdiam diri di sana hanya untuk menenangkan diri sebelum nantinya kembali mengurus banyak hal yang dulu ditinggalkannya. Hal pertama yang dia tanyakan pada Rey adalah kabar sunshine-nya dan lega saat mengetahui dia baik-baik saja dan bahagia menjalani kehidupan tanpanya. Zaf berusaha menahan diri untuk tidak langsung terbang ke Indonesia, berdiri di depan rumah Shine dan akan langsung memeluknya saat bertemu. Zaf benar-benar berupaya keras agar tidak melakukannya. Selama dua tahun, dia hanya berada di dalam sana. Tidak ada yang bisa dia lakukan bahkan bertukar kabar dengan Rey. Hanya orang tuanya yang datang berkunjung meski hanya Maminya. Bisa melihat dunia di belahan bumi lain tapi tidak bisa melakukan apapun untuk menyalurkan rindunya pada Shine. Zaf benar-benar frustasi. Berj
Penanda yang terpasang diponselnya kembali berbunyi setelah dua tahun lamanya mati suri. Sontak saja membuat Zafier yang sedang membantu wanita bergaun merah berdandanan menor yang dia pijat betis dan kakinya karena tidak sengaja dia tabrak dan berlagak sok kesakitan membuat tubuhnya menegang. Jantungnya menderu kencang, aliran darahnya berdesir cepat dan perasaan di dalam hatinya kembali bergejolak. Dilepasnya begitu saja kaki wanita itu dan meraba saku celananya memastikan kalau bunyi itu berasal dari sana bukan halusinasinya belaka, mengabaikan tatapan wanita di depannya yang bingung dengan tingkahnya. Zaf memantapkan niat berdiri dengan kepala menunduk, menarik napas panjang dengan dada berdebar lalu mengedarkan pandangan mencari sosoknya yang akhirnya kembali datang tanpa dia duga dan tertangkap radarnya. Lalu tatapan mereka terkunci dan Zaf terperangah bukan main. Wanita itu luar biasa cantik, rambut panjangnya tergerai ke satu sisi tubuhnya, gaun putih yang dikenakannya namp
Zaf memegangi area dadanya yang nyeri. Pukulannya masih sama bikin nagih."Shine—" Panggil Zaf. "Hei, aku baik-baik saja."Zaf mendekati Shine yang memijit pelipisnya dan menangkup wajahnya lembut seperti memegang porselen dan melihat matanya yang berkaca-kaca. "Aku baik-baik saja meski dua tahun aku harus menahan banyak hal di dalam diriku ini—""Menahan jiwa playboymu lalu setelah keluar kau kembali menjadi brengsek seperti dulu," sela Shine, melepas paksa cekalan Zaf dan mundur seraya menunjuk wajahnya. "Selama ini aku mencoba memikirkan banyak hal, berharap kalau di sana kau bisa berubah tidak lagi meniduri banyak wanita—""AKU MEMANG TIDAK TIDUR DENGAN WANITA MANAPUN!!" Teriak Zaf membuat Shine bergeming dan mata mengerjap. "Aku keluar dari sana merasa seperti seorang pendeta. Ck." Zaf menyisir rambutnya ke belakang dengan frustasi. "Apa kau bisa bayangkan itu?""Sekarang kau akan melakukannya lagi."Zaf menatap Shine tidak percaya. "Apa kita tidak bisa bicara baik-baik, saling b
Setelah hari itu, hidup Lize sepenuhnya berubah. Dia sama sekali tidak pernah membayangkan suatu saat nanti, dia akan merindukan sinar matahari yang menyengat seperti panasnya Florida. Yang bisa dia lakukan saat ini ketika melihat sinar matahari hanyalah tersenyum tanpa ekspresi, berdiri di balik kaca transparan kamarnya yang tidak bisa ditembus matahari dan mencoba menerima keadaannya dengan lapang dada. Hari itu, saat mereka pergi liburan ke Florida yang seharusnya dua minggu menjadi dua hari, Lize divonis menderita penyakit langka Polymorphous light eruption (PMLE) yang menyebabkan kulit seperti terbakar jika terkena sinar matahari. Intinya, hidupnya terancam bahaya jika dia berada di bawah sinar matahari terlalu lama. Bahkan sekarang, sedikit saja bersentuhan langsung dengan sinar matahari, kulitnya akan mulai melepuh seperti terbakar. Sungguh ironis hidupnya saat ini. Terkurung dalam dinding kaca saat siang dan melakukan semua kegiatan di luar rumah saat malam. Selama setahun d
Florida, Amerika SerikatLize mengangkat pandangannya ke atas, satu tangannya memegangi topi pantai yang menghalau pandangannya dari teriknya matahari yang menyengat meski angin pantai di sekitarnya mengibarkan rambut hitam panjangnya.“Lize—”Lize berbalik saat mendengar panggilan itu, menemukan Papinya yang sudah siap membaur bersama laut yang membentang luas tidak jauh di depannya.“Ya Pap?”“Apa yang kau pandangin sayang?”Lize menunjuk ke ujung cakrawala, ke arah matahari yang bersinar teriķ.“Terlalu panas.”Papinya tersenyum, “Sebaiknya kau bersenang-senang sementara kita berada di sini.”Lize menggelengkan kepala, “Meskipun ingin tapi aku tidak tertarik. Mana Mami?”“Berjemur.”Lize menoleh ke belakang, melihat Maminya yang sedang hamil adik kembarnya memasuki usia kandungan tujuh bulan menikmati teriknya matahari yang langsung menyengat kulitnya. Di sampingnya, Omanya melakukan hal yang sama sembari bermain pasir dengan Lucia.“Pap—”Entah kenapa, Lize merasa tubuhnya tidak e
Semenjak memiliki keluarga, Shine mendedikasikan seluruh perhatiannya untuk merawat kedua putrinya meski sesekali dia menerima tawaran iklan juga model. Meskipun Zafier dengan gaya angkuhnya berulang kali mengatakan kalau uangnya tidak akan habis sekalipun dia membelanjakannya terus menerus tapi Shine ingin tetap bisa melakukan sesuatu yang disukainya. Meski berat namun Zaf menyetujuinya dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati. Suaminya itu bahkan membelikannya pesawat pribadi yang bisa dia gunakan sesuka hati. Meski terlihat agak berlebihan namun Shine mengalah dan menerimanya dari pada Zaf melarangnya menjadi model lagi. Lelah selama perjalanan panjang dari Indonesia akan menghilang saat dia sampai di rumah seperti saat ini. Alih-alih menggunakan mobil untuk menjemputnya, Zaf malah mengirim helikopter yang saat ini mendarat sempurna di belakang mansion keluarga Gaster tidak jauh dari tamannya yang asri. Melintasi kebun mawar merah, Shine berjalan mengarah ke gazebo yang
“Kenapa kalian tidak bisa akur?”“Kenapa kami harus akur?” Zaf bertanya balik.Shine mendengkus, melipat lengan di dada sembari rebahan di tempat tidur saat Zaf bergabung dengannya.“Kalian sudah sama-sama tua dan seharusnya bisa berdamai.”“Kau terlalu berlebihan mengkhawatirkannya.”Shine menghela napas, memiringkan tubuhnya ke arah Zaf dan menatapnya serius. “Dia seharusnya sudah memiliki kehidupan yang lebih baik. Memiliki istri dan anak lalu hidup bahagia bukannya malah menjadi orang tua tunggal karena kesalahan satu malam seperti ini. Aku benar-benar sedih Zaf.” “Seperti yang kau katakan, dia sudah tua dan pastinya tahu bagaimana harus bersikap. Aku yakin dia sedang menata hidupnya lagi jadi kau harus mempercayainya.”“Semoga saja.”Shine membiarkan saja Zaf menariknya dalam pelukan dan membisikkan sesuatu.“Aku juga berharap dia bisa bahagia.” Shine tersenyum. “Agar berhenti mengangguku seperti ini.”Shine melotot membuat Zaf sontak tertawa. Sikap menyebalkan suaminya memang s
“Kau sengaja melakukannya ya,” desis Zaf saat menemukan Arsen sedang menjaga Lize yang asyik dengan es krimnya sementara Lucia tidur di kereta dorongnya di salah satu restoran yang ada di Seattle. Duduk di samping Lize yang langsung tersenyum menyambutnya dan mendaratkan kecupan di pipi. “Tetap tidak berubah,” jawab Arsen entang, mengelus rambut Lize yang tertiup angin. “Tidak bisa membiarkan kami sedikit saja menghabiskan waktu bersama.” “Tidak akan!” ujar Zaf datar, mengalihkan tatapan ke Lize dengan ekspresi berbeda, tersenyum lembut. “Lize, mau Papi suapin makan es krimnya?” Lize sontak menggelengkan kepala membuat Arsen menahan senyumannya di sudut bibir. “Sama uncle Arsen aja.” “Good girl,” ujar Arsen, menyuapi sesendok besar es krim strawberry ke Lize di bawah tatapan kesal Zaf yang melipat lengannya di dada, kalah telak. “Shine bilang kau sedang meeting dan tidak bisa diganggu.” “Karena itu kau sengaja melakukan hal ini kan?” “Tidak. Aku hanya ingin kau tahu kalau ak
“Berapa lama kau akan meeting?”Zaf berjalan ke ruang rapat bersama Nick, sekretarisnya dan beberapa orang penting di perusahaannya yang mengikuti di belakang sembari mengangkat panggilan telepon dari Shine.“Mungkin tiga jam. Ada banyak hal yang harus dibicarakan.”“Oke baiklah. Kami sedang berbelanja saat ini jadi mungkin setelah selesai kau bisa menemui kami untuk makan siang bersama. Lize bilang dia ingin es krim pisang.”Zaf menghentikan langkah kakinya dan semua bawahannya ikut berhenti.“Bagaimana kalau aku tunda rapatnya dan menemani kalian?”Nick ingin menyahut namun terhenti saat Zaf melotot membuatnya langsung mengatupkan bibir.“Tidak perlu!” tolak Shine. “Kau tidak boleh mempermainkan bawahanmu seenaknya.”“Mereka tidak akan protes.” Zaf menoleh ke belakang, menatap satu persatu bawahannya yang hanya diam saja. “Begitulah enaknya jadi bos.”“Dasar bos setan memang!” umpat Shine. “Kau selesaikan saja pekerjaanmu lalu susul kami. Jangan membuatku marah!”Zaf mendesah, kemba
Zaf bangkit membuat Alva langsung kaget, berjalan menghampiri putrinya yang menunggu anak lelaki itu membukakan permen bentuk bunga matahari itu dengan sabar. Zaf menyimpitkan mata, mencoba mengabaikan tatapan Shine yang sesaat tadi beradu dengannya dan menaikkan alis penuh curiga. Zaf mengabaikannya karena yang terpenting saat ini menyelamatkan putrinya dari penggoda yang hanya bermodalkan permen itu. Zaf berdiri di belakang Lize dengan tatapan tajam membuat anak lelaki itu reflek menatapnya dan tertegun. Zaf menarik senyum ke sudut bibirnya menakuti membuatnya langsung mengerjapkan mata. Saat Lize berbalik, Zaf sontak tersenyum. “Papi—“ Ucap Lize dengan senyuman lebar. “Hai sayang, kau sedang apa?” “Mau makan permen,” ujarnya seraya menunjuk permen bunga di tangan anak lelaki itu. “Ah begitu.” Zaf mendekat, melipat satu kakinya agar sejajar dengan Lize sembari tangannya mengambil permen lain di meja dan membukanya. “Rasa strawberry lebih enak. Ini Papi bukakan.” Mengabaikan an
Seattle, Amerika Gaster Coorporation semakin berkembang pesat. Setelah berhasil memperjuangkan cintanya, memperistri Shine dan mendapatkan malaikat secantik Lize juga Lucia yang kedatangannya benar-benar tidak terduga, Zaf memboyong anggota keluarganya menetap permanen di Seattle dan menjalankan bisnisnya yang tersebar di berbagai belahan dunia dari sana. Sebagai kepala keluarga, pebisnis dan suami yang saat ini tengah bahagia menjalankan perannya, Zaf benar-benar merasa sedang berada di momen terbaik hidupnya. Pada akhirnya dia menemukan tempat untuk pulang bukan lagi persinggahan, diberi kesempatan menjadi hot Daddy untuk kedua putrinya. Suatu keberkahan yang diberikan Tuhan padanya. “Bukankah mereka terlalu cepat besar,” gumam Zaf di samping sepupunya, Alva Alexander memperhatikan gadis mereka masing-masing yang sedang asyik bermain bersama teman-teman sepantaran mereka dalam acara ulang tahun Angela, putri Alva yang berumur tujuh tahun di taman kediaman keluarga Alexander di Ne
Teriakan itu membuat Zaf reflek menoleh ke atas tebing dan ternganga saat melihat Shine sudah berdiri di atas sana sembari berkacak pinggang. Bagaimana bisa dia sudah ada di atas sana? “Ngapain kau di situ?” “Hmm, entahlah. Enaknya ngapain ya.” Zaf mengeryit, “Kalau begitu ayo turun.” Meski tebingnya tidak terlalu tinggi dan kalaupun Shine jatuh ke bawah dia akan masuk ke dalam air tetap saja Zaf tidak mau istrinya itu kenapa-napa. “Look at me Zaf.” Zaf yang tadinya sudah berniat menyusul Shine langsung terhenti. Dilihatnya Shine tersenyum menatapnya membuatnya terpaku. Istrinyalah yang tercantik di dunia selain Maminya dan Lize, tentu saja. “Terima kasih banyak untuk semua yang kau lakukan.” Disela suara air, Zaf tidak mengerti kenapa Shine tiba-tiba bersikap sok terharu. “Seharusnya sejak awal kau mengatakannya agar aku senang.” “Dasar menyebalkan!!” dengus Shine. “Sekarang waktunya pertunjukan.” Zaf mengeryit tidak mengerti. Tercengang saat Shine dengan tatapan nakal mul