"Benar, kan, kau menguping?" Wanita itu kembali bertanya sambil mengacungkan telunjuknya ke arahku dan tatapannya benar-benar merendahkan. "Mereka memang pasangan yang serasi, namun aku sungguh tidak tahu kalau di mini market secuil ini pun masih bertemu dengan orang yang menjadi penggemar mereka. Seperti selalu mengikutinya ke mana pun," lanjutnya sambil memuji fisik, wajah, dan kekayaan mereka berulang-ulang.Hal itu sungguh tidak bisa membuatku menahan tawa, jadi aku tertawa kecil."Kenapa kau begitu? Apa kau tidak terima dengan apa yang baru saja aku katakan? Kenapa?" cecarnya tak terima. "Hah, padahal kau hanya tinggal duduk manis, sambil melihat keduanya dari jarak dekat. Mereka orang-orang baik, jadi tidak akan pernah melarangmu untuk melihatnya."Jadi dia pikir aku aku adalah penggemar mereka? Benar-benar di luar dugaan."Oh ya? Maaf, Anda siapa? Kenapa Anda begitu yakin kalau saya adalah penggemar mereka?" tanyaku mulai bersikap seperti biasa karena melihat pasangan itu sud
"Kalau bisa jangan hanya ditanyakan, Mas. Langsung beli saja kalau uangnya ada. Soalnya sayang, kapan lagi bisa beli kontrakan banyak pintu," lirihku meracuni.Setelah mengatakan itu, aku masuk ke dapur untuk membawa makanan kesukaannya."Wah, kapan buatnya?" tanyanya semringah."Tadi pagi. Bella dan yang lainnya juga tahu. Kebetulan tadi aku mau makan yang anget dan manis, terus bikin. Ini barusan sudah aku hangatkan di microwave." Aku mengambil satu potong dan menyuapinya.Seperti biasa dia makan dengan lahap tanpa mengatakan apa pun lagi. Kali ini giliran aku yang banyak bicara."Niatku ingin beli kontrakan agar nanti kita enak, Mas. Di masa tua akan terus menerima uang meski tidak bekerja, terus aku bisa membuat martabak cokelat ini tanpa harus bekerja panas-panasan di luar. Ditambah kalau atas nama anak, dia juga jadi belajar caranya mengelola keuangan," jelasku pelan, namun pasti.Mas Rayan mengangguk cepat. "Kamu benar. Hanya di depanmu aku berani mengatakan banyak makanan kes
Untuk menghilangkan segala kegelisahan tadi malam, kini aku memilih untuk menemui ibunya Via terlebih dahulu. Selama ini beliau selalu menjadi orang yang bijak dan membuatku lebih berani dalam menjalani hidup, aku rasa sekarang juga merupakan solusi yang tepat jika aku datang ke rumahnya.Yah, benar. Sebelum bertemu ustazah, alangkah baiknya aku memantapkan hati terlebih dahulu. Jadi, pagi menjelang siang aku kembali meminta Bella untuk memandikan anak-anak."Kamu dan yang lainnya tidak perlu ikut, ini adalah momen aku dan anak-anak sebelum nanti aku kembali disibukkan dengan kepulangan Bapak," pintaku padanya.Kali ini dia mengangguk cepat tanpa ragu, tidak seperti sebelum-sebelumnya. Mungkin sekarang dia sudah percaya bahwa aku tidak akan melakukan apa pun yang membuat Mas Rayan marah.Sejujurnya aku lebih benci diriku goyah seperti ini daripada langsung pergi meninggalkan semua kemewahan. Hanya saja kalau dirinya masih memiliki banyak uang, aku rasa dia akan bisa menemukan aku den
"Siapa, Mas?" Belum juga Mas Rayan mendekat ke arahku, wanita itu sudah memanggilnya dengan mesra. Sementara anak-anak langsung berlari ke arah pria yang ada di hadapanku ini dan mempertanyakan apa dirinya sudah pulang dinas, lalu menginap di sini.Sekarang Mas Rayan terlihat sangat tertekan. Di satu sisi ada aku yang minta penjelasan, di sisi lain ada wanita itu yang tengah mendekat ke arah dini. Ditambah anak-anak juga kau diperhatikan.Rasakan, Mas. Ibu belum seberapa dan akan aku pastikan nanti kamu berada di posisi yang bahkan membuatmu tidak bisa mengeluarkan satu patah kata pun.Wanita itu mendekat ke arah kami dan kedua matanya tidak lepas dariku. Bisa saja dia sudah tahu sejak lama kalau aku adalah istri dari suaminya, namun sangat disayangkan aku justru baru tahu tentang dirinya."Mas," panggil wanita itu lagi. Namun kali ini nada bicaranya agak rendah.Kami sama-sama terdiam dan kalau aku masih tetap seperti ini, justru akan membuat mereka curiga."Mas apa yang kamu lakuk
"Lihat, istrimu sepertinya lebih perhatian kepada pria lain, Mas. Sudah aku katakan berulang kali, kalau kamu tidak menikah denganku, maka kamu akan lebih menderita," ucap Ratih, lalu pergi begitu saja ke kamarku sewaktu lajang.Padahal, aku sudah bilang agar dia tidak bertindak sembarangan karena aku tidak mau membuat Delisa curiga. Namun tetap saja dia tidak mau mendengarkan aku.Ketika aku hendak mencegahnya, mama lebih dulu menatapku tajam dan papa juga memintaku untuk duduk di ruang keluarga."Apa maksud kalian? Apa kalian sengaja memintaku untuk melihat kedekatan istriku dengan pria lain?" tanyaku dengan nada kesal.Aku sudah cukup bersabar dengan sikap anak-anak, sekarang Delisa malah melakukan hal yang sama. Bahkan beberapa menit yang lalu dia masih membela pria yang ada di luar itu. Benar-benar membuatku semakin marah."Bukan, sama sekali tidak ada maksud untuk seperti ini." Papa mulai membenarkan posisi duduknya. "Kami hanya ingin kamu tahu konsekuensi dari menikah lagi, da
Mataku tiba-tiba berair ketika melihat suamiku sendiri bermesraan dengan wanita lain. Kak Dion yang melihatku tidak mengatakan apa-apa. Aku rasa dia sudah tahu kalau aku sudah mengetahui semuanya.Dia memang orang yang peka dan aku sudah tahu sejak lama, makanya hanya dia yang kesuksesannya melebihi Mas Rayan.Kak Dion tidak mengatakan apa-apa dan aku juga langsung menghapus air mata ketika anak-anak mendekat ke arahku. Biarlah, toh mereka sudah suami istri. Yang membuatku tidak habis pikir, mereka melakukannya di rumah ini di saat aku dan anak-anak ada.Jadi, aku pikir ini merupakan tanda kalau aku dan anak-anak sudah bukan lagi prioritas baginya."Ambil keputusan yang tepat, lalu jangan pernah lagi melihat ke belakang!" ucap Kak Dion ketika kita berjalan ke arah pintu rumah.Aku sendiri tidak tahu kenapa dia berkata seperti itu, namun apa yang dia katakan tidak salah. Ketika aku sudah mengambil keputusan, maka aku dilarang untuk melihat ke belakang karena sudah pasti aku akan goyah
"Lihat apa?" Kedua tangan dingin Mas Rayan menyentuh kedua pipiku dan mengusapnya lembut."Melihat anak kita. Ternyata sekarang dia sudah besar dan bisa pergi ke masjid dengan siapa pun. Tidak harus dengan papanya," jelasku lembut.Untuk mendapatkan apa yang aku inginkan, bukankah aku harus berperan sebaik mungkin? Daripada menyia-nyiakan kesempatan, lebih baik aku berpura-pura menjadi istri yang baik, yang menutup kedua mata agar tidak melihat kekurangan yang ada pada suamiTentu saja semua ini hanya untuk sementara. Kalau waktunya sudah tiba, aku akan mengeluarkan semuanya, dan membuatnya membayar dengan berlipat ganda. Bukan dengan uang, melainkan rasa sakit yang pernah aku terima."Apa kalau aku tidak ada di rumah, dia masih tetap salat di masjid?""Iya. Sekarang dia memang sudah lebih mendiri. Aku juga mengantarnya mengaji di ustaz dekat rumah," ucapku membuat wajahnya yang semula murung, kini tersenyum lebar.Dia memelukku erat. "Terima kasih sudah menjadi ibu dan istri yang ba
"Mas, kamu sudah pulang?" Aku mendekat dan menciuminya dengan takjim."Iya." Dia langsung mencium keningku, lalu mendekat ke arah Ratih dengan tatapan tajam. "Apa yang kau katakan? Beraninya kau bicara seperti itu di rumahku, terlebih ini adalah kamar kami. Apa yang kau inginkan?"Ratih tidak bicara. Dia hanya diam sambil menatap tidak suka ke arahku yang sama-sama diam, namun aku memilih untuk tidak melihat ke arah mereka berdua."Dia menyarankan agar aku berpisah darimu, Mas," ucapku masih dengan posisi yang sama.Emosi Mas Rayan meningkat, dia pun mengangkat tangan dan mendaratkan satu tamparan di pipinya."Jangan pernah melewati batas dan aku bisa melakukan apa pun untuk menghancurkan dirimu," kecamnya yang aku rasa hanya untuk sementara.Kenapa aku bilang begitu, karena mereka saling mencintai. Jadi, mustahil rasanya kalau Mas Rayan pun tetap akan memarahi atau menamparnya kalau aku tidak ada. Jika tak percaya, lihat saja nanti. Akan aku tunjukkan seperti apa cinta yang dimiliki
"Mas tahu hati kamu tidak akan langsung sembuh seperti dulu, namun Mas harap kamu bisa melupakan semua tentang Ratih. Terlebih sekarang dia sudah masuk ke penjara," ucapku berusaha membuatnya yakin karena Delisa terdiam cukup lama."Entahlah, Mas. Aku tidak tahu aku bisa percaya lagi sepenuhnya padamu atau justru akan hilang selamanya, yang jelas meski Ratih di penjara sekalipun, aku tetap saja cemburu. Ada luka yang tidak bisa dijelaskan dan ada kehancuran jiwa yang selalu coba aku tahan," ungkapnya membuatku terdiam.Kata-kata yang diucapkan Delisa mengandung arti yang dalam dan indah, namun menusuk. Aku tahu betul letak kesalahanku dana kalau posisinya dibalik, aku juga tidak yakin akan memaafkan Delisa dengan muda. Keputusanku sudah bulat. Dapat atau tidak maaf darinya, aku tetap akan melakukan yang terbaik sebagai seorang suami dan ayah untuk anak-anak. Aku akan menebus semua kesalahan yang pernah kulakukan dulu, termasuk waktu yang sudah aku buang sia-sia."Aku tahu semuanya b
"Sayang bangun, sudah saatnya salat malam," bisik Mas Rayan tepat di telinga membuatku agak merinding.Langka sekali dia melakukan ini, lalu sekarang kenapa tiba-tiba melakukannya? Apa dia tahu kalau aku masih marah dengan kebiasaannya yang suka berbohong itu?Tanpa membalasnya perkataannya, aku langsung bangun dan pergi ke kamar mandi. Karena masih malas melihat wajah serta mendengar suaranya, aku sengaja berlama-lama.Akan tetapi, belum ada lima menit, dia kembali mengetuk pintu kamar mandi."Sayang, jangan lama-lama kalau di kamar mandi," ucapnya dan daripada membalas dengan perkataan, aku langsung menyalakan shower saja. Agar dia tahunya aku tengah mandi, padahal enggak.Suaranya kembali tidak terdengar dan aku hanya bisa menghela napas lega. Semoga ketika aku keluar dari sini, dia sudah berubah normal seperti biasanya. Meski dia berubah menjadi lebih baik, namun tetap saja aku masih tidak terbiasa. Kek geli gitu.Dulu, aku biasa mandi di jam segini. Namun sejak dia dinas, ya mes
"Anakku punya sikap yang baik, tidak mungkin dia melakukan sesuatu hal yang membuatnya harus di penjara. Dia juga punya anak kecil!" lagi-lagi Ibunya Rina berteriak dan hal ini membuatku jengah.Sementara Dion hanya menatapku tak percaya. Untuk orang yang tidak tahu tentangnya, pasti akan berpikir kalau dia lebih baik dariku. Aslinya, justru dialah yang lebih berengsek. Aku tidak mengatakan ini untuk memuji diriku sendiri, tetapi mana ada pria baik yang menempatkan seorang wanita di rumahnya? Apa dia tidak paham ilmu agama? Padahal, di keluarga kita diajarkan tentang batas-batas dengan yang bukan mahram.Karena sebelumnya Delisa juga dihasut olehnya agar bisa menumbangkan aku dengan kedok menolongnya, jadi aku yakin dia juga yang ada di belakang layar atas pemecatanku. Sudah lama sekali dia bilang iri padaku dan ingin merebut semuanya.Sayangnya dia tidak bisa melakukan hal itu, karena aku lebih dulu sadar kalau cintaku pada Ratih tidak nyata. Justru di alam bawah sadar pun, aku hany
"Aku ingin anak-anak punya kehidupan yang layak, meskipun nanti mereka harus jauh darimu. Karena sekarang kamu bisa mengatakan akan selalu ada di sisi kami, Mas. Namun tidak dengan nanti. Siapa tahu nanti kamu juga sama seperti yang sudah, tiba-tiba punya wanita yang dicintai," tegas Delisa tanpa basa-basi.Kini, dia sadar kalau kebahagiaan anaknya sedang dipertaruhkan. Oleh karena itu, Delisa bahkan tidak memikirkan tentang perasaan dan harga dirinya. Karena bagi seorang ibu, kebahagiaan anak-anaknya merupakan hal yang paling utama.Rayan mengangkat wajahnya dan menatapnya lekat. "Aku bersedia. Asal kamu mau memaafkan aku dan kembali ke kehidupan kita seperti sebelumnya, aku akan melakukan semua yang kamu katakan.""Penuhi dulu janjimu, baru kamu boleh membatalkan sidang perceraiannya, Mas." Delisa kembali bicara dengan tajam tanpa ingin melihat cinta yang ada di mata Rayan.Hati dan jiwanya sudah membeku, hingga cinta yang sempat ia miliki juga ikut pergi. Begitupun dengan perasaa
"Mau bertemu dengan Rayan?" tanya papa mertua."Iya, Sayang. Tidak ada salahnya memberikan dia kesempatan kedua. Bukankah kamu juga tidak mau kalau papanya anak-anak ada dalam kapal yang sama dengan wanita penjahat itu?" sahut ibu mertuanya berusaha membujuk.Apa yang terjadi padanya beberapa waktu lalu sudah membuatnya trauma. Dia yang bahkan enggan memikirkan tentang perusahaan, rela ikut dengan suaminya yang di tempat itu. Padahal, papanya Rayan juga sudah lama memutuskan untuk tidak ikut campur lagi. Akan tetapi, apa yang sudah Ratih lakukan benar-benar menimbulkan luka yang mendalam.Setelah kejadian itu papanya Rayan mendadak datang lagi ke perusahaan yang tengah diurus oleh anak keduanya, itu pun dengan membawa istrinya. Sang anak tentu bahagia dengan kedatangan kedua orang tuanya, ditambah rumahnya dengan orang tua juga jauh karena dia sudah punya rumah sendiri.Namun demikian, dia tetap menyelidiki apa yang menyebabkan kedua orang tuanya tiba-tiba tertarik dengan perusahaan.
"Keputusan ada di tangan kamu, Delisa. Tapi kalau Rayan menang bisa melupakan Ratih dan bisa memegang janjinya untuk tidak kembali melakukan kesalahan yang sama, maka menurutku tidak ada salahnya memberikan dia kesempatan kedua," terang Via.Delisa hanya diam sambil mencerna kata-katanya."Kalau dia masih belum menceraikan Ratih?" tanya Delisa lirih setelah dirinya mulai tenang."Maka minta Rayan untuk memindahkan semua aset atas nama kamu," tegas Via. "Buat dia jadi gembel hingga tidak bisa melakukan aktivitas apa pun tanpa izin darimu.""Mama setuju dengan keputusan Via, Sayang. Ini memang kesempatan langka yang tidak boleh disia-siakan," sahut mama Rayan yang tiba-tiba masuk. "Maaf kalau Mama sudah lancang mendengarkan obrolan kalian, namun untuk kali ini saja kamu mau mendengarkan kami, Sayang.""Kita bicara di luar saja, jangan sampai mengganggu anak-anak," terang Papa Rayan membuat semuanya mengangguk.Mereka pun kembali ke ruang keluarga dan membicarakan tentang rencana yang d
Rayan berlari ke arah Ratih dan mencengkram kuat tangan kiri serta pundak kanannya. Dia menatap tajam ke arah wanita yang dicintainya itu dan memintanya untuk mengatakan sesuatu. "Kau kan yang mengatakan semuanya kepada Delisa, padahal aku sudah memintamu untuk diam dan tidak mengatakan apa pun tentang hubungan kita," tegas Rayan dengan suara yang kuat sampai aurat-urat lehernya terlihat. Ratih sendiri terlihat ketakutan, namun semua itu hanyalah akting agar Rayan mengasihani dirinya. Namun untuk saat ini, Rayan sama sekali tidak melihat Ratih, dia malah terngiang dengan perkataan mustika tentang Delisa. "Cepat akui semua kesalahanmu itu sebelum aku bertindak lebih jauh lagi. Katakan siapa sebenarnya dirimu yang sekarang? Karena kalau kau adalah Ratih yang dulu, tidak mungkin kau mau melukai keluargaku hingga sejauh ini," sentak Rayan lagi membuat Ratih terkejut. "Apa sebenarnya yang kau tahu tentang aku? tanya Ratih tanpa merasa bersalah. "Oh, jadi kalau tidak mau mengaku dan m
Rayan mengambil kembali foto yang hendak dia berikan kepada pria yang ada di hadapannya, lalu memasukkannya kembali ke tempat semula, dan kembali menatap ke arah depannya itu dengan tatapan lekat."Jangan katakan apa pun yang kau tidak tahu!" tegasnya, lalu dia pun bangkit dan berjalan. Akan tetapi, Baru beberapa langkah saja, dia kembali menghentikan langkahnya. "Apa yang aku bicarakan benar adanya, karena aku sendiri yang menjadi pengacara istrimu," ucap pria itu sambil bangkit dan berjalan ke arah Rayan."Di sana, aku akan membuka semua kesalahan yang pernah kau lakukan padanya. Setelah kasus ini, akan kupastikan kau tidak akan bisa menekanku lagi karena aku sudah punya kartu As yang selama ini kau rahasiakan," ancamnya."Kau sendiri tidak tahu apa yang sudah kulakukan dan apa yang sebenarnya terjadi, dan sekarang kau malah sok tahu?"Rayan tak tahu apa pun, namun dia juga tahu kalau pria di depannya tidak akan berbicara omong kosong. Jadi, dia akan menemui papanya dan menanyakan
Rina menjatuhkan dirinya di lantai, seolah Via sudah melukainya. Melihat hal itu, Dion mendadak marah."Apa yang kau lakukan?" teriak Dion sambil buru-buru membantu Rina untuk bangun."Memangnya aku melakukan apa? Bukankah aku hanya tidak sengaja menyiramkan air yang berada di gelas ini?" tanya Via sambil memutarkan kedua bola matanya malas."Padahal, jelas sekali Dion dan yang lainnya ada di sana. Bukankah seharusnya mereka melihat akting daripada wanita ini? Kenapa aku yang disalahkan?" batin Via geram."Kau mendorongnya!" bentak Dion dan itu membuat Delisa tak terima."Jangan berbicara keras di sini! Anak-anak sedang tidur!" ucap Delisa mengingatkan."Aku tidak akan seperti ini kalau temanmu ini tidak kelewatan," sentak Dion tidak kalah murka meskipun saat ini yang berbicara adalah Delisa.Melihat perubahan dalam diri Dion, Delisa tertawa kecil. Lalu, dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi papa mertuanya."Aku mau membawa anak-anak pergi sekarang, Pa! Berkas perceraian juga sudah