"Lihat apa?" Kedua tangan dingin Mas Rayan menyentuh kedua pipiku dan mengusapnya lembut."Melihat anak kita. Ternyata sekarang dia sudah besar dan bisa pergi ke masjid dengan siapa pun. Tidak harus dengan papanya," jelasku lembut.Untuk mendapatkan apa yang aku inginkan, bukankah aku harus berperan sebaik mungkin? Daripada menyia-nyiakan kesempatan, lebih baik aku berpura-pura menjadi istri yang baik, yang menutup kedua mata agar tidak melihat kekurangan yang ada pada suamiTentu saja semua ini hanya untuk sementara. Kalau waktunya sudah tiba, aku akan mengeluarkan semuanya, dan membuatnya membayar dengan berlipat ganda. Bukan dengan uang, melainkan rasa sakit yang pernah aku terima."Apa kalau aku tidak ada di rumah, dia masih tetap salat di masjid?""Iya. Sekarang dia memang sudah lebih mendiri. Aku juga mengantarnya mengaji di ustaz dekat rumah," ucapku membuat wajahnya yang semula murung, kini tersenyum lebar.Dia memelukku erat. "Terima kasih sudah menjadi ibu dan istri yang ba
"Mas, kamu sudah pulang?" Aku mendekat dan menciuminya dengan takjim."Iya." Dia langsung mencium keningku, lalu mendekat ke arah Ratih dengan tatapan tajam. "Apa yang kau katakan? Beraninya kau bicara seperti itu di rumahku, terlebih ini adalah kamar kami. Apa yang kau inginkan?"Ratih tidak bicara. Dia hanya diam sambil menatap tidak suka ke arahku yang sama-sama diam, namun aku memilih untuk tidak melihat ke arah mereka berdua."Dia menyarankan agar aku berpisah darimu, Mas," ucapku masih dengan posisi yang sama.Emosi Mas Rayan meningkat, dia pun mengangkat tangan dan mendaratkan satu tamparan di pipinya."Jangan pernah melewati batas dan aku bisa melakukan apa pun untuk menghancurkan dirimu," kecamnya yang aku rasa hanya untuk sementara.Kenapa aku bilang begitu, karena mereka saling mencintai. Jadi, mustahil rasanya kalau Mas Rayan pun tetap akan memarahi atau menamparnya kalau aku tidak ada. Jika tak percaya, lihat saja nanti. Akan aku tunjukkan seperti apa cinta yang dimiliki
Pagi-pagi sekali, aku mendengar pergerakan dari pria yang tidur di sebelahku. Hanya saja aku enggan untuk berbicara atau pun mendekat ke arahnya, jadi aku hanya berpura-pura tidak mendengar. Yakali jam empat kurang dia keluar untuk bekerja. Ngapain? Kurang kerjaan saja.Aki pura-pura tertidur ketika Mas Arsan bangkit dan keluar dari kamar. Tentu aku tahu apa yang akan dia lakukan, cuman kali ini aku tidak akan mencegahnya.Tadi malam, dia juga sudah berjanji untuk memberikan pelajaran kepada Ratih karena sudah mengatakan sesuatu yang negatif tentang anak-anak. Hanya saja aku masih tidak tahu hukuman apa yang akan dia berikan kepada istri mudanya itu atau dia hanya berpura-pura agar aku tidak memcurigainya lagi.Entahlah, yang jelas aku lebih yakin kalau dia sepertinya kalah oleh Ratih. Kalau satu atau dua tamparan memang berani, namun untuk jauh dari itu aku rasa tidak. Ditambah Ratih adalah wanita yang dicintainya, jadi dia bisa saja luluh lalu Ratih bilang akan meninggalkan dirinya
Aku hanya menatap punggungnya dengan diam dan takjub. Untuk dikatakan sebagai anak korban broken home, dia adalah anak yang tegar karena mampu berdiri di kakinya sendiri hingga sekarang. Apa mungkin anak-anakku nanti bisa seperti dirinya?Setelah berpisah nanti, aku sangat berharap anak-anak bisa lebih tegar atau sama seperti Kak Dion. Aku ingin melihat mereka sukses meski berdiri di kakinya sendiri. Setidaknya aku bisa membantu mereka sekarang ketika masih membutuhkan pengawasanku.Setelah mengetahui semua kenyataan itu, Aku tidak bisa berpura-pura baik seperti sebelumnya. Mereka terlalu jahat untuk dibaiki. Akan tetapi, aku tidak punya pilihan selain menjadi Delisa yang dulu selama uang yang dimiliki Mas Rayan belum habis. Meski kehilangan uang bukanlah segalanya, namun hal itu biasanya membuat masrayan sering marah-marah.Serayan juga punya usaha yang begitu besar, namun hal itu tetap saja tidak sebanding dengan uang yang dimilikinya sekarang karena jumlahnya sangat banyak karena
"Apa tidak apa-apa?" tanyaku lagi untuk memastikan."Tentu saja! Bukankah aku sendiri yang menawarkan?" jangannya cepat. "Aku tidak ingin anak-anak menjalani kehidupan sehari-harinya dengan sangat menyakitkan seperti diriku yang dulu. Jadi, sejak awal aku memang berniat untuk membantumu."Aku sangat tersentuh dengan kata-katanya, terlebih dia berbicara penuh ketulusan. Ternyata meski sikapnya dingin, dia benar-benar peduli dengan anak-anakku."Apa Mas Rayan tidak akan membahayakan dirimu atau Mama sama Papa?""Mana mungkin! Dia hanya manusia biasa. Dia makan nasi, aku juga makan nasi. Untuk apa takut?" Kak Dion terlihat sangat percaya diri.Ini sudah ke sekian kalinya aku mengetesnya, jadi sekarang aku sudah yakin kalau dia memang tidak punya hubungan baik dengan Mas Rayan. Jadi, sekarang aku sudah mulai percaya kalau mereka tidak punya perjanjian apa pun."Mau mampir dulu ke restoran langgananku? Kebetulan di sana ada tempat yang aman untuk bermain anak-anak," ajaknya dan anak-anak
"Jangan berpikir terlalu jauh. Maksudnya aku yang akan antar-jemput mereka sekolah dan menemaninya main," jelasnya singkat."Memangnya siapa yang berpikir terlalu jauh, Kak? Kalau bicara, setidaknya jelaskan dulu maksudnya bagaimana." Aku menatapnya kesal."Nanti saya jelaskan apa maksud sebenarnya," ucapnya seenak jidat.Dia sendiri yang bicara singkat hingga membuat orang penasaran, namun dia juga tidak mau menjelaskannya. Membuat orang bingung saja.Aku baru tahu sikap baru Kak Dion, ternyata dia adalah orang yang sangat menyebalkan. Untuk dikatakan pria lajang, aku rasa dia akan kesusahan ketika mencari calon istri nanti. Siapa yang mau menikah dengan pria yang dinginnya melebihi kutub Utara ini?"Sekarang ini lebih penting mengurus ini!" Kak Dion menyerahkan sebuah brosur sekolah MI terbaik di kota ini. "Menurutku lebih baik pindahkan Gibran ke sini sekarang. Toh, nanti yang akan antar jemput adalah aku. Jadi orang-orang Rayan tidak akan curiga."Aku menatapnya heran. "Kenapa ha
"Tetapi bagaimana cara mendapatkannya?" tanyaku penasaran. "Bukankah kalau orang lain menjual emas seperti itu bukan hal yang mudah?""Betul. Mama memintaku untuk membantu Mbak mengatakan di mana saja aset itu. Jadi, nanti Mbak bisa meminta Mas Rayan untuk membelikan banyak hal. Seperti vila, atau apa pun yang Mbak atau anak-anak inginkan dan harganya mahal. Atau Mbak minta anak-anak untuk punya simpanan Mbak, aku yakin Mas Rayan akan langsung mengurusnya," terang Mustika membuatku agak bingung.Aneh. Kalau memang Mas Rayan tidak punya perasaan padaku, kenapa dia selalu menuruti apa pun yang menjadi permintaanku? Apa karena anak-anak? Kalau ya, kenapa dia juga selalu memberikan aku barang-barang yang aku inginkan?Ah, apa mungkin aku pun dianggap sebagai pencetak anak untuknya? Kalau memang seperti itu, dia adalah orang yang benar-benar keterlaluan."Nanti aku pikirkan dulu dan coba bicarakan dengan beberapa orang yang sedang membantuku. Terima kasih atas informasinya, Dek.""Sama-sa
Aku mendekat ke arahnya dan menatapnya tajam. "Suka-suka akulah, lagi pula aku Nyonya di sini," ucapku sambil membanggakan diri.Setelah mengatakan itu dan melihat kedua tangannya mengepal kuat, aku langsung meminta Mustika untuk membawa anak-anak jauh dari sini. Aku tidak mau mereka mendengar ataupun melihat pertengkaran antara orang dewasa."Jangan senang dulu! Rumah ini akan segera menjadi rumahku!" teriaknya membuat tatapanku semakin tajam.Akan tetapi, dia tiba-tiba saja menutup mulutnya."Ah, maksudku rumah ini bisa saja berpindah tangan menjadi milik orang lain meskipun sekarang adalah milikmu. Karena apa, karena rumah ini masih menjadi milik Mas Rayan," rakatnya dengan wajah sombong.Aku sudah menduga dia menginginkan rumah ini. Ah, sayangnya dia tidak akan mendapatkan apa pun. Apalagi sertifikat rumah ini sudah disimpan di tempat yang akan. Bahkan, Mas Rayan juga membuat perjanjian yang berbunyi "Tidak ada yang bisa menggugat, menjual, atau tindakan apa pun menyangkut rumah
"Mas tahu hati kamu tidak akan langsung sembuh seperti dulu, namun Mas harap kamu bisa melupakan semua tentang Ratih. Terlebih sekarang dia sudah masuk ke penjara," ucapku berusaha membuatnya yakin karena Delisa terdiam cukup lama."Entahlah, Mas. Aku tidak tahu aku bisa percaya lagi sepenuhnya padamu atau justru akan hilang selamanya, yang jelas meski Ratih di penjara sekalipun, aku tetap saja cemburu. Ada luka yang tidak bisa dijelaskan dan ada kehancuran jiwa yang selalu coba aku tahan," ungkapnya membuatku terdiam.Kata-kata yang diucapkan Delisa mengandung arti yang dalam dan indah, namun menusuk. Aku tahu betul letak kesalahanku dana kalau posisinya dibalik, aku juga tidak yakin akan memaafkan Delisa dengan muda. Keputusanku sudah bulat. Dapat atau tidak maaf darinya, aku tetap akan melakukan yang terbaik sebagai seorang suami dan ayah untuk anak-anak. Aku akan menebus semua kesalahan yang pernah kulakukan dulu, termasuk waktu yang sudah aku buang sia-sia."Aku tahu semuanya b
"Sayang bangun, sudah saatnya salat malam," bisik Mas Rayan tepat di telinga membuatku agak merinding.Langka sekali dia melakukan ini, lalu sekarang kenapa tiba-tiba melakukannya? Apa dia tahu kalau aku masih marah dengan kebiasaannya yang suka berbohong itu?Tanpa membalasnya perkataannya, aku langsung bangun dan pergi ke kamar mandi. Karena masih malas melihat wajah serta mendengar suaranya, aku sengaja berlama-lama.Akan tetapi, belum ada lima menit, dia kembali mengetuk pintu kamar mandi."Sayang, jangan lama-lama kalau di kamar mandi," ucapnya dan daripada membalas dengan perkataan, aku langsung menyalakan shower saja. Agar dia tahunya aku tengah mandi, padahal enggak.Suaranya kembali tidak terdengar dan aku hanya bisa menghela napas lega. Semoga ketika aku keluar dari sini, dia sudah berubah normal seperti biasanya. Meski dia berubah menjadi lebih baik, namun tetap saja aku masih tidak terbiasa. Kek geli gitu.Dulu, aku biasa mandi di jam segini. Namun sejak dia dinas, ya mes
"Anakku punya sikap yang baik, tidak mungkin dia melakukan sesuatu hal yang membuatnya harus di penjara. Dia juga punya anak kecil!" lagi-lagi Ibunya Rina berteriak dan hal ini membuatku jengah.Sementara Dion hanya menatapku tak percaya. Untuk orang yang tidak tahu tentangnya, pasti akan berpikir kalau dia lebih baik dariku. Aslinya, justru dialah yang lebih berengsek. Aku tidak mengatakan ini untuk memuji diriku sendiri, tetapi mana ada pria baik yang menempatkan seorang wanita di rumahnya? Apa dia tidak paham ilmu agama? Padahal, di keluarga kita diajarkan tentang batas-batas dengan yang bukan mahram.Karena sebelumnya Delisa juga dihasut olehnya agar bisa menumbangkan aku dengan kedok menolongnya, jadi aku yakin dia juga yang ada di belakang layar atas pemecatanku. Sudah lama sekali dia bilang iri padaku dan ingin merebut semuanya.Sayangnya dia tidak bisa melakukan hal itu, karena aku lebih dulu sadar kalau cintaku pada Ratih tidak nyata. Justru di alam bawah sadar pun, aku hany
"Aku ingin anak-anak punya kehidupan yang layak, meskipun nanti mereka harus jauh darimu. Karena sekarang kamu bisa mengatakan akan selalu ada di sisi kami, Mas. Namun tidak dengan nanti. Siapa tahu nanti kamu juga sama seperti yang sudah, tiba-tiba punya wanita yang dicintai," tegas Delisa tanpa basa-basi.Kini, dia sadar kalau kebahagiaan anaknya sedang dipertaruhkan. Oleh karena itu, Delisa bahkan tidak memikirkan tentang perasaan dan harga dirinya. Karena bagi seorang ibu, kebahagiaan anak-anaknya merupakan hal yang paling utama.Rayan mengangkat wajahnya dan menatapnya lekat. "Aku bersedia. Asal kamu mau memaafkan aku dan kembali ke kehidupan kita seperti sebelumnya, aku akan melakukan semua yang kamu katakan.""Penuhi dulu janjimu, baru kamu boleh membatalkan sidang perceraiannya, Mas." Delisa kembali bicara dengan tajam tanpa ingin melihat cinta yang ada di mata Rayan.Hati dan jiwanya sudah membeku, hingga cinta yang sempat ia miliki juga ikut pergi. Begitupun dengan perasaa
"Mau bertemu dengan Rayan?" tanya papa mertua."Iya, Sayang. Tidak ada salahnya memberikan dia kesempatan kedua. Bukankah kamu juga tidak mau kalau papanya anak-anak ada dalam kapal yang sama dengan wanita penjahat itu?" sahut ibu mertuanya berusaha membujuk.Apa yang terjadi padanya beberapa waktu lalu sudah membuatnya trauma. Dia yang bahkan enggan memikirkan tentang perusahaan, rela ikut dengan suaminya yang di tempat itu. Padahal, papanya Rayan juga sudah lama memutuskan untuk tidak ikut campur lagi. Akan tetapi, apa yang sudah Ratih lakukan benar-benar menimbulkan luka yang mendalam.Setelah kejadian itu papanya Rayan mendadak datang lagi ke perusahaan yang tengah diurus oleh anak keduanya, itu pun dengan membawa istrinya. Sang anak tentu bahagia dengan kedatangan kedua orang tuanya, ditambah rumahnya dengan orang tua juga jauh karena dia sudah punya rumah sendiri.Namun demikian, dia tetap menyelidiki apa yang menyebabkan kedua orang tuanya tiba-tiba tertarik dengan perusahaan.
"Keputusan ada di tangan kamu, Delisa. Tapi kalau Rayan menang bisa melupakan Ratih dan bisa memegang janjinya untuk tidak kembali melakukan kesalahan yang sama, maka menurutku tidak ada salahnya memberikan dia kesempatan kedua," terang Via.Delisa hanya diam sambil mencerna kata-katanya."Kalau dia masih belum menceraikan Ratih?" tanya Delisa lirih setelah dirinya mulai tenang."Maka minta Rayan untuk memindahkan semua aset atas nama kamu," tegas Via. "Buat dia jadi gembel hingga tidak bisa melakukan aktivitas apa pun tanpa izin darimu.""Mama setuju dengan keputusan Via, Sayang. Ini memang kesempatan langka yang tidak boleh disia-siakan," sahut mama Rayan yang tiba-tiba masuk. "Maaf kalau Mama sudah lancang mendengarkan obrolan kalian, namun untuk kali ini saja kamu mau mendengarkan kami, Sayang.""Kita bicara di luar saja, jangan sampai mengganggu anak-anak," terang Papa Rayan membuat semuanya mengangguk.Mereka pun kembali ke ruang keluarga dan membicarakan tentang rencana yang d
Rayan berlari ke arah Ratih dan mencengkram kuat tangan kiri serta pundak kanannya. Dia menatap tajam ke arah wanita yang dicintainya itu dan memintanya untuk mengatakan sesuatu. "Kau kan yang mengatakan semuanya kepada Delisa, padahal aku sudah memintamu untuk diam dan tidak mengatakan apa pun tentang hubungan kita," tegas Rayan dengan suara yang kuat sampai aurat-urat lehernya terlihat. Ratih sendiri terlihat ketakutan, namun semua itu hanyalah akting agar Rayan mengasihani dirinya. Namun untuk saat ini, Rayan sama sekali tidak melihat Ratih, dia malah terngiang dengan perkataan mustika tentang Delisa. "Cepat akui semua kesalahanmu itu sebelum aku bertindak lebih jauh lagi. Katakan siapa sebenarnya dirimu yang sekarang? Karena kalau kau adalah Ratih yang dulu, tidak mungkin kau mau melukai keluargaku hingga sejauh ini," sentak Rayan lagi membuat Ratih terkejut. "Apa sebenarnya yang kau tahu tentang aku? tanya Ratih tanpa merasa bersalah. "Oh, jadi kalau tidak mau mengaku dan m
Rayan mengambil kembali foto yang hendak dia berikan kepada pria yang ada di hadapannya, lalu memasukkannya kembali ke tempat semula, dan kembali menatap ke arah depannya itu dengan tatapan lekat."Jangan katakan apa pun yang kau tidak tahu!" tegasnya, lalu dia pun bangkit dan berjalan. Akan tetapi, Baru beberapa langkah saja, dia kembali menghentikan langkahnya. "Apa yang aku bicarakan benar adanya, karena aku sendiri yang menjadi pengacara istrimu," ucap pria itu sambil bangkit dan berjalan ke arah Rayan."Di sana, aku akan membuka semua kesalahan yang pernah kau lakukan padanya. Setelah kasus ini, akan kupastikan kau tidak akan bisa menekanku lagi karena aku sudah punya kartu As yang selama ini kau rahasiakan," ancamnya."Kau sendiri tidak tahu apa yang sudah kulakukan dan apa yang sebenarnya terjadi, dan sekarang kau malah sok tahu?"Rayan tak tahu apa pun, namun dia juga tahu kalau pria di depannya tidak akan berbicara omong kosong. Jadi, dia akan menemui papanya dan menanyakan
Rina menjatuhkan dirinya di lantai, seolah Via sudah melukainya. Melihat hal itu, Dion mendadak marah."Apa yang kau lakukan?" teriak Dion sambil buru-buru membantu Rina untuk bangun."Memangnya aku melakukan apa? Bukankah aku hanya tidak sengaja menyiramkan air yang berada di gelas ini?" tanya Via sambil memutarkan kedua bola matanya malas."Padahal, jelas sekali Dion dan yang lainnya ada di sana. Bukankah seharusnya mereka melihat akting daripada wanita ini? Kenapa aku yang disalahkan?" batin Via geram."Kau mendorongnya!" bentak Dion dan itu membuat Delisa tak terima."Jangan berbicara keras di sini! Anak-anak sedang tidur!" ucap Delisa mengingatkan."Aku tidak akan seperti ini kalau temanmu ini tidak kelewatan," sentak Dion tidak kalah murka meskipun saat ini yang berbicara adalah Delisa.Melihat perubahan dalam diri Dion, Delisa tertawa kecil. Lalu, dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi papa mertuanya."Aku mau membawa anak-anak pergi sekarang, Pa! Berkas perceraian juga sudah