Aku mendekat ke arahnya dan menatapnya tajam. "Suka-suka akulah, lagi pula aku Nyonya di sini," ucapku sambil membanggakan diri.Setelah mengatakan itu dan melihat kedua tangannya mengepal kuat, aku langsung meminta Mustika untuk membawa anak-anak jauh dari sini. Aku tidak mau mereka mendengar ataupun melihat pertengkaran antara orang dewasa."Jangan senang dulu! Rumah ini akan segera menjadi rumahku!" teriaknya membuat tatapanku semakin tajam.Akan tetapi, dia tiba-tiba saja menutup mulutnya."Ah, maksudku rumah ini bisa saja berpindah tangan menjadi milik orang lain meskipun sekarang adalah milikmu. Karena apa, karena rumah ini masih menjadi milik Mas Rayan," rakatnya dengan wajah sombong.Aku sudah menduga dia menginginkan rumah ini. Ah, sayangnya dia tidak akan mendapatkan apa pun. Apalagi sertifikat rumah ini sudah disimpan di tempat yang akan. Bahkan, Mas Rayan juga membuat perjanjian yang berbunyi "Tidak ada yang bisa menggugat, menjual, atau tindakan apa pun menyangkut rumah
Rayan"Kamu kenapa membawaku ke rumah ini, Mas? Bukankah sudah aku bilang aku ingin pergi ke kontrakan yang akan segera menjadi milikku?" Ratih menatapku penuh kecewa.Sebenarnya aku sedang berada di posisi sulit. Satunya wanita yang kucintai dan di sisi lain ada wanita yang kusayang sejak dulu sekaligus ibu dari anak-anakku. Ditambah mereka berdua sama-sama menginginkan banyak hal yang sama.Sekarang aku harus membujuk Ratih agar tidak memperlihatkan wajahnya untuk beberapa waktu ini di hadapan Delisa. Wanita akan menjadi sangat sensitif ketika berhadapan dengan wanita yang dianggap sebagai lawannya.Karena tidak mau membuat Delisa kecewa padaku, apalagi Ratih mengatakan banyak hal yang seharusnya dia sembunyikan. Aku tumbuh bersama Delisa dan aku juga tahu sikapnya selama ini. Dia bukan wanita yang mudah dibujuk kalau hatinya sudah kecewa.Aku sudah memperingatkan Ratih berulang kali agar dia hati-hati, namun alih-alih mengikutinya, dia lebih memilih untuk melakukan hal yang bertol
"Ma sebenarnya kita sedang ada di mana?” tanya Gibran setelah aku selesai bicara dengan Mas rayan."Kami sekarang tinggal di rumah baru, sayang. Apakah kalian keberatan tinggal di sini dengan mama?" tanyaku lirih. "Iya, Ma. Aku dan adik-adik akan sangat bahagia karena bisa bersama dengan Mama.""Meskipun tidak akan bertemu Papa dalam jangka waktu yang dekat?""Tentu, Ma. Lagi pula bukankah Papa memang selalu sibuk dan jarang pulang ke rumah? Selama ini di depan mata kita hanya ada Mama, jadi hanya Mama yang kami butuhkan," terangnya membuatku menjadi tenang. "Terima kasih banyak, Sayang. Kalian adalah anak-anak Mama yang hebat," pujiku sambil memeluknya, lalu mengusap puncak kepalanya lembut.Aku belum sanggup mengatakannya dengan jelas, namun aku akan mencoba bicara perlahan agar tidak berbohong. Aku juga meminta anak-anak untuk bersabar dan tidak meminta bertemu dengan papanya. Mereka setuju dan bahkan Gibran membuatku tenang dengan mengatakan bahwa dia baik-baik saja meski tidak
Saat kegalauan melanda, Gibran datang dan menepuk pundakku. "Tidak apa-apa, mah. Lagi pula, Papa akan pulang nanti paling lama seminggu kemudian," ucapnya membuatku sadar bahwa dia juga tidak paham apa yang sedang kita lakukan sekarang. Aku memang tidak bisa berharap banyak padanya karena tahun ini dia baru menginjak usia 9 tahun. Dia belum cukup dewasa untuk mengetahui percakapan atau kenyataan yang harus dihadapi oleh orang dewasa seperti kita. Hal itu membuatku terluka sebagai seorang ibu, karena aku tidak bisa memberikan kasih sayang yang lengkap seperti keluarga seharusnya.Namun ketika membayangkan kalau pada akhirnya Mas Rayan akan tetap cuek kepada anak-anak setelah Ratih melahirkan, aku tidak menyalahkan keputusan ini. Kemarin pun mereka masih bisa menunjukkan cintanya di hadapanku, padahal di saat itu amarahku tengah memuncak dan kebencianku semakin membesar. Namun mereka tidak merasa malu sedikitpun dan menunjukkan kasih sayangnya. Daripada nanti mereka akan semakin terl
"Sudah puas bohongnya?" tanya Ratih tanpa merasa bersalah. Padahal, aku tidak akan berkata seperti itu kepada Delisa jika Ratih tidak memintaku untuk menemaninya lagi. Anehnya, dia masih menuduhku melakukan sesuatu yang tidak-tidak dengan Delisa meskipun aku berada di sampingnya sepanjang hari. Aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dia pikirkan, yang jelas aku tidak suka sikapnya yang seperti ini. Namun jika aku mengatakannya secara terang-terangan, dia pasti marah dan tidak akan mengajakku berbicara dalam jangka waktu yang cukup lama. Jadi, aku tidak punya pilihan lain selain mengikuti permintaannya. Sikap manja inilah yang membuat kedua orang tuaku semakin membenci Ratih, sikapnya ini jauh berbanding terbalik dengan sikap Delisa yang dewasa dan keibuan. Namun aku juga tidak bisa melakukan apa pun, karena kalau dinasehati sedikit saja, dia akan marah besar. Dia akan menganggap perkataanku seolah adalah bom baginya. Aku sendiri tidak tahu kenapa dia berpikir seperti
Karena jalan utama di sebelah utara rusak, jalan yang aku lalui sekarang sangat macet karena kendaraan yang padat dan aku hanya bisa mengemudi dengan sangat pelan. Aku sangat tidak suka situasi seperti ini karena membuatku terlambat bertemu dengan Delisa dan anak-anak. Semoga mereka sedang bersenang-senang dan bahagia ketika aku datang nanti. Intinya, ada banyak harapan yang semoga menjadi kenyataan.Aku merasa heran kenapa Bella dan yang lainnya masih belum menghubungiku hari ini. Biasanya mereka tidak seperti ini karena biasanya di jam segini Bella sudah mengirimkan banyak foto terkait aktivitas yang dilakukan oleh Delisa atau jika tidak, dikirim oleh yang lainnya. Baik di waktu pagi, makan siang, ataupun sore hari. Namun hari ini benar-benar tidak ada pesan dari mereka sama sekali. Meskipun pikiranku terarah kepada hal yang tidak-tidak, aku berusaha untuk berpikir positif karena tidak mungkin terjadi sesuatu pada mereka saat aku berada di dekatnya.Setelah memilih untuk melewati
"Sudah tahu punya istri lebih satu dan tidak bisa berbuat adil itu adalah dosa yang tidak terkira dan bisa mengantarkan dirimu ke gerbang kehancuran, tetapi masih coba-coba untuk melakukannya. Sekarang rasakan saja," gerutu mama membuatku tak bisa berkutik."Makanya kami minta kamu untuk berpikir matang, karena apa? Karena kami tidak mau hal yang sama, kehancuran beberapa tahun lalu yang menimpa papamu kembali ke anak-anak Mama. Mama ingin semuanya cukup sampai di sana saja dan tidak akan yang mengalaminya lagi, namun ternyata kamu malah menginginkan hal demikian kembali terjadi. Itu pun kepada dirimu sendiri," lanjutnya.Setelah menghancurkan banyak barang di rumah, aku langsung pergi ke rumah orang tuaku. Siapa tahu dia datang ke sini lebih dulu dan mengatakan apa yang sebenarnya sudah terjadi. Namun baru saja sampai di sini, aku sudah mendapatkan tatapan sinis dari semua orang.Ternyata mereka semua sudah menduga aku akan mengalami kejadian ini. Ah, sialan! Ini semua gara-gara Rat
"Siapa yang tahu tentang rumah ini selain kamu? Apa ada teman atau keluargamu yang tahu?" tanyaku kepada Kak Dion ketika anak-anak sudah tidur dan saat ini kami tengah makan bersama di ruang tamu. Kak Dion terdiam sejenak, lalu berucap, "Tidak ada yang tahu selain aku. Aku punya banyak Villa dan Ini hanya salah satunya, bukan satu-satunya." Aku mengganggu cepat sambil mengucapkan terima kasih karena dia sudah bergerak lebih dulu sebelum aku mempersiapkannya. Ternyata dia memang benar-benar ingin membantuku terlepas dari Mas Rayan, Karena dia sudah tahu seperti apa pria itu sebenarnya. Aku benar-benar tidak tahu lagi apa yang harus aku lakukan selain mengucapkan terima kasih karena dia sudah mengorbankan banyak hal, bahkan sampai harus meninggalkan keluarga Mas Rayan yang selama ini sudah merawatnya. Akan tetapi, aku yakin kali ini orang tua Mas Rayan akan setuju terhadap keputusannya, karena mereka juga sangat ingin aku didampingi. Apalagi anak-anak masih sangat kecil dan aku jug
"Mas tahu hati kamu tidak akan langsung sembuh seperti dulu, namun Mas harap kamu bisa melupakan semua tentang Ratih. Terlebih sekarang dia sudah masuk ke penjara," ucapku berusaha membuatnya yakin karena Delisa terdiam cukup lama."Entahlah, Mas. Aku tidak tahu aku bisa percaya lagi sepenuhnya padamu atau justru akan hilang selamanya, yang jelas meski Ratih di penjara sekalipun, aku tetap saja cemburu. Ada luka yang tidak bisa dijelaskan dan ada kehancuran jiwa yang selalu coba aku tahan," ungkapnya membuatku terdiam.Kata-kata yang diucapkan Delisa mengandung arti yang dalam dan indah, namun menusuk. Aku tahu betul letak kesalahanku dana kalau posisinya dibalik, aku juga tidak yakin akan memaafkan Delisa dengan muda. Keputusanku sudah bulat. Dapat atau tidak maaf darinya, aku tetap akan melakukan yang terbaik sebagai seorang suami dan ayah untuk anak-anak. Aku akan menebus semua kesalahan yang pernah kulakukan dulu, termasuk waktu yang sudah aku buang sia-sia."Aku tahu semuanya b
"Sayang bangun, sudah saatnya salat malam," bisik Mas Rayan tepat di telinga membuatku agak merinding.Langka sekali dia melakukan ini, lalu sekarang kenapa tiba-tiba melakukannya? Apa dia tahu kalau aku masih marah dengan kebiasaannya yang suka berbohong itu?Tanpa membalasnya perkataannya, aku langsung bangun dan pergi ke kamar mandi. Karena masih malas melihat wajah serta mendengar suaranya, aku sengaja berlama-lama.Akan tetapi, belum ada lima menit, dia kembali mengetuk pintu kamar mandi."Sayang, jangan lama-lama kalau di kamar mandi," ucapnya dan daripada membalas dengan perkataan, aku langsung menyalakan shower saja. Agar dia tahunya aku tengah mandi, padahal enggak.Suaranya kembali tidak terdengar dan aku hanya bisa menghela napas lega. Semoga ketika aku keluar dari sini, dia sudah berubah normal seperti biasanya. Meski dia berubah menjadi lebih baik, namun tetap saja aku masih tidak terbiasa. Kek geli gitu.Dulu, aku biasa mandi di jam segini. Namun sejak dia dinas, ya mes
"Anakku punya sikap yang baik, tidak mungkin dia melakukan sesuatu hal yang membuatnya harus di penjara. Dia juga punya anak kecil!" lagi-lagi Ibunya Rina berteriak dan hal ini membuatku jengah.Sementara Dion hanya menatapku tak percaya. Untuk orang yang tidak tahu tentangnya, pasti akan berpikir kalau dia lebih baik dariku. Aslinya, justru dialah yang lebih berengsek. Aku tidak mengatakan ini untuk memuji diriku sendiri, tetapi mana ada pria baik yang menempatkan seorang wanita di rumahnya? Apa dia tidak paham ilmu agama? Padahal, di keluarga kita diajarkan tentang batas-batas dengan yang bukan mahram.Karena sebelumnya Delisa juga dihasut olehnya agar bisa menumbangkan aku dengan kedok menolongnya, jadi aku yakin dia juga yang ada di belakang layar atas pemecatanku. Sudah lama sekali dia bilang iri padaku dan ingin merebut semuanya.Sayangnya dia tidak bisa melakukan hal itu, karena aku lebih dulu sadar kalau cintaku pada Ratih tidak nyata. Justru di alam bawah sadar pun, aku hany
"Aku ingin anak-anak punya kehidupan yang layak, meskipun nanti mereka harus jauh darimu. Karena sekarang kamu bisa mengatakan akan selalu ada di sisi kami, Mas. Namun tidak dengan nanti. Siapa tahu nanti kamu juga sama seperti yang sudah, tiba-tiba punya wanita yang dicintai," tegas Delisa tanpa basa-basi.Kini, dia sadar kalau kebahagiaan anaknya sedang dipertaruhkan. Oleh karena itu, Delisa bahkan tidak memikirkan tentang perasaan dan harga dirinya. Karena bagi seorang ibu, kebahagiaan anak-anaknya merupakan hal yang paling utama.Rayan mengangkat wajahnya dan menatapnya lekat. "Aku bersedia. Asal kamu mau memaafkan aku dan kembali ke kehidupan kita seperti sebelumnya, aku akan melakukan semua yang kamu katakan.""Penuhi dulu janjimu, baru kamu boleh membatalkan sidang perceraiannya, Mas." Delisa kembali bicara dengan tajam tanpa ingin melihat cinta yang ada di mata Rayan.Hati dan jiwanya sudah membeku, hingga cinta yang sempat ia miliki juga ikut pergi. Begitupun dengan perasaa
"Mau bertemu dengan Rayan?" tanya papa mertua."Iya, Sayang. Tidak ada salahnya memberikan dia kesempatan kedua. Bukankah kamu juga tidak mau kalau papanya anak-anak ada dalam kapal yang sama dengan wanita penjahat itu?" sahut ibu mertuanya berusaha membujuk.Apa yang terjadi padanya beberapa waktu lalu sudah membuatnya trauma. Dia yang bahkan enggan memikirkan tentang perusahaan, rela ikut dengan suaminya yang di tempat itu. Padahal, papanya Rayan juga sudah lama memutuskan untuk tidak ikut campur lagi. Akan tetapi, apa yang sudah Ratih lakukan benar-benar menimbulkan luka yang mendalam.Setelah kejadian itu papanya Rayan mendadak datang lagi ke perusahaan yang tengah diurus oleh anak keduanya, itu pun dengan membawa istrinya. Sang anak tentu bahagia dengan kedatangan kedua orang tuanya, ditambah rumahnya dengan orang tua juga jauh karena dia sudah punya rumah sendiri.Namun demikian, dia tetap menyelidiki apa yang menyebabkan kedua orang tuanya tiba-tiba tertarik dengan perusahaan.
"Keputusan ada di tangan kamu, Delisa. Tapi kalau Rayan menang bisa melupakan Ratih dan bisa memegang janjinya untuk tidak kembali melakukan kesalahan yang sama, maka menurutku tidak ada salahnya memberikan dia kesempatan kedua," terang Via.Delisa hanya diam sambil mencerna kata-katanya."Kalau dia masih belum menceraikan Ratih?" tanya Delisa lirih setelah dirinya mulai tenang."Maka minta Rayan untuk memindahkan semua aset atas nama kamu," tegas Via. "Buat dia jadi gembel hingga tidak bisa melakukan aktivitas apa pun tanpa izin darimu.""Mama setuju dengan keputusan Via, Sayang. Ini memang kesempatan langka yang tidak boleh disia-siakan," sahut mama Rayan yang tiba-tiba masuk. "Maaf kalau Mama sudah lancang mendengarkan obrolan kalian, namun untuk kali ini saja kamu mau mendengarkan kami, Sayang.""Kita bicara di luar saja, jangan sampai mengganggu anak-anak," terang Papa Rayan membuat semuanya mengangguk.Mereka pun kembali ke ruang keluarga dan membicarakan tentang rencana yang d
Rayan berlari ke arah Ratih dan mencengkram kuat tangan kiri serta pundak kanannya. Dia menatap tajam ke arah wanita yang dicintainya itu dan memintanya untuk mengatakan sesuatu. "Kau kan yang mengatakan semuanya kepada Delisa, padahal aku sudah memintamu untuk diam dan tidak mengatakan apa pun tentang hubungan kita," tegas Rayan dengan suara yang kuat sampai aurat-urat lehernya terlihat. Ratih sendiri terlihat ketakutan, namun semua itu hanyalah akting agar Rayan mengasihani dirinya. Namun untuk saat ini, Rayan sama sekali tidak melihat Ratih, dia malah terngiang dengan perkataan mustika tentang Delisa. "Cepat akui semua kesalahanmu itu sebelum aku bertindak lebih jauh lagi. Katakan siapa sebenarnya dirimu yang sekarang? Karena kalau kau adalah Ratih yang dulu, tidak mungkin kau mau melukai keluargaku hingga sejauh ini," sentak Rayan lagi membuat Ratih terkejut. "Apa sebenarnya yang kau tahu tentang aku? tanya Ratih tanpa merasa bersalah. "Oh, jadi kalau tidak mau mengaku dan m
Rayan mengambil kembali foto yang hendak dia berikan kepada pria yang ada di hadapannya, lalu memasukkannya kembali ke tempat semula, dan kembali menatap ke arah depannya itu dengan tatapan lekat."Jangan katakan apa pun yang kau tidak tahu!" tegasnya, lalu dia pun bangkit dan berjalan. Akan tetapi, Baru beberapa langkah saja, dia kembali menghentikan langkahnya. "Apa yang aku bicarakan benar adanya, karena aku sendiri yang menjadi pengacara istrimu," ucap pria itu sambil bangkit dan berjalan ke arah Rayan."Di sana, aku akan membuka semua kesalahan yang pernah kau lakukan padanya. Setelah kasus ini, akan kupastikan kau tidak akan bisa menekanku lagi karena aku sudah punya kartu As yang selama ini kau rahasiakan," ancamnya."Kau sendiri tidak tahu apa yang sudah kulakukan dan apa yang sebenarnya terjadi, dan sekarang kau malah sok tahu?"Rayan tak tahu apa pun, namun dia juga tahu kalau pria di depannya tidak akan berbicara omong kosong. Jadi, dia akan menemui papanya dan menanyakan
Rina menjatuhkan dirinya di lantai, seolah Via sudah melukainya. Melihat hal itu, Dion mendadak marah."Apa yang kau lakukan?" teriak Dion sambil buru-buru membantu Rina untuk bangun."Memangnya aku melakukan apa? Bukankah aku hanya tidak sengaja menyiramkan air yang berada di gelas ini?" tanya Via sambil memutarkan kedua bola matanya malas."Padahal, jelas sekali Dion dan yang lainnya ada di sana. Bukankah seharusnya mereka melihat akting daripada wanita ini? Kenapa aku yang disalahkan?" batin Via geram."Kau mendorongnya!" bentak Dion dan itu membuat Delisa tak terima."Jangan berbicara keras di sini! Anak-anak sedang tidur!" ucap Delisa mengingatkan."Aku tidak akan seperti ini kalau temanmu ini tidak kelewatan," sentak Dion tidak kalah murka meskipun saat ini yang berbicara adalah Delisa.Melihat perubahan dalam diri Dion, Delisa tertawa kecil. Lalu, dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi papa mertuanya."Aku mau membawa anak-anak pergi sekarang, Pa! Berkas perceraian juga sudah