Malam Pertama"Aku ingin menjadi bagian dirimu, menyatu dalam setiap helaan napas dan jutaan butir keringat."Layla Mumtazahš§”š§”š§”Setelah tausiah selesai, kini Ummi mulai memperkenalkan Alesha sebagai istri Abizar sekaligus menantunya. Alesha tersenyum melihat ibu-ibu yang tersenyum ke arahnya."Duduk di sini, Sha," pinta Ummi.Alesha duduk tepat di samping Ummi, ia sesekali tersenyum malu karena tak mengenal ibu-ibu yang hadir di sana."Jadi perjodohan Abizar gagal dong, Ummi. Soalnya sekarang sudah punya istri," ucap Ibu berjilbab merah sambil menyentuh tangan Ummi.Ummi tersenyum lalu berkata, "Jodoh memang gak ada yang tahu, ya, Um. Kayaknya waktu itu saya ngebet banget mau jodohkan Abizar sama anak ustadz Hamdan, tahu-tahu Abizar pulang udah bawa jodohnya sendiri."Ibu berjilbab merah itu pun ikut tertawa renyah saat Ummi tertawa."Jadi kapan mau kasih umminya cucu nih?" tanya Ibu berjilbab hitam yang duduk di samping Alesha.Alesha hanya tersenyum tanpa menjawabnya. Jika dipik
"Abizar!" Teriakan seseorang dari bawah berhasil meloloskan Alesha dari pelukan laki-laki berdada bidang itu.Tentu saja hal itu membuat Abizar segera menekan tombol lampu, seketika kamar kembali terang benderang."Siapa yang datang jam segini?" pikir Abizar.Sementara suara bel pintu terus terdengar."Kamu mau ke mana?" tanya Alesha saat Abizar membuka pintu kamar."Tentu saja aku harus ke bawah," ucap laki-laki itu tampan itu dan segera meninggalkan Alesha.Hal itu membuat Alesha dengan cepat mengikuti langkah Abizar, perempuan berjilbab itu merasa penasaran akan tamu di malam-malam begini. Apalagi Ummi dan Abi pun sedang ke rumah sakit untuk menengok Nisya yang tengah di rawat inap.Abizar tiba di pintu utama, laki-laki berkaos putih itu segera memutar kunci untuk membuka pintu, tetapi saat pintu berhasil dibuka tiba-tiba saja sebuah pukulan mendarat di wajah Abizar begitu saja dengan keras.Alesha yang melihat kejadian itu pun begitu terkejut."Aku sudah bilang jangan macam-macam
Subuh ini tak seperti biasanya, rumah begitu sepi karena Ummi dan Abi menginap di rumah sakit, membantu Arum untuk menjaga Nisya.Alesha pun, masih tertidur pulas, hingga membuat Abizar membangunkan sang istri agar tak telat shalat Subuh."Sha, bangunlah, aku harus segera ke masjid. Kamu juga tolong bangunkan Zahrah, ya," pinta Abizar.Alesha hanya diam, ia masih tertidur membelakangi Abizar.Abizar yang telah memakai peci hitam itu, segera menyentuh bahu sang istri, membuat Alesha berbalik dan menatap dengan sayu."Iya, nanti aku akan bangunkan Zahrah," ucapnya lirih.Abizar yang melihat wajah pucat sang istri, segera meletakkan telapak tangan di keningnya. Benar saja, suhu tubuhnya tinggi."Kamu sakit?" tanya Abziar.Alesha menggeleng. "Hanya sedikit pusing.""Jelas-jelas kamu demam, kenapa semalam tak membangunkan aku?" tanya Abizar lagi."Aku tak ingin mengganggu waktu istirahatmu," jawab Alesha yang kini menarik selimut lebih ke atas hingga menutup dadanya."Aku akan panggil Zahr
"Apa? Aku hamil?!" Kyoona menatap tak percaya akan apa yang ia dengar saat ini, tubuhnya seketika lemas.Sementara dokter itu memandang bingung pada pasiennya."Gak mungkin, aku ingin kandungan ini digugurkan saja," lanjut Kyoona sambil meremas jari jemarinya."Maaf, Mba, saya gak bisa melakukan praktek seperti itu, saran saya coba bicarakan pada keluarga atau pun suami Anda," ucap sang dokter."Suami? Masalahnya aku gak punya suami," jawab Kyoona jujur."Kalau begitu coba bicarakan pada kekasih Anda, mungkin dia mau bertanggung jawab, jangan menambah dosa lagi dengan menggugurkan janin tak bersalah," nasihat sang dokter.Kyoona merasa hidupnya hancur. Ya, ini adalah kesalahannya sendiri, sekarang ia telah sukses menghancurkan masa depannya. Sementara Kyoona tahu betul Excel tak akan mungkin mau bertanggungjawab akan kehamilannya. Laki-laki itu hanya bucin pada Alesha. Haruskah Kyoona mengemis bantuan pada Alesha saat ini.Namun, hatinya menolak. Kyoona masih ingat benar bagaimana Ale
"Ketika yang halal begitu indah, mengapa kamu tertarik pada yang haram?"Layla MumtazahMembuatmu HamilSuhu tubuh Alesha kini telah turun, Abizar sama sekali tak meninggalkan perempuan itu seharian ini. Apalagi Ummi yang pulang sebentar untuk mengambil baju ganti untuk Nisya, meminta anaknya untuk merawat sang istri. Jika setelah meminum obat dari dokter keluarga, suhu tubuh Alesha tak kunjung turun ummi meminta Abizar membawa sang menantu ke rumah sakit.Pasalnya Nisya harus dirawat di rumah sakit karena demam berdarah, trombositnya turun drastis dari yang seharusnya 150.000 bahkan lebih, kini tinggal 75.000.Ummi takut jika Alesha juga demam karena demam berdarah, tetapi kemungkinan besar Nisya digigit nyamuk saat ia berada di sekolahnya.***"Zahrah belum pulang?" tanya Alesha yang kini duduk bersandar di tempat tidur."Belum, mungkin ia pulang sore karena tadi dia sempat bilang ada tambahan pelajaran di sekolah," jawab Abizar sambil menyuapi bubur ke Alesha.Sejujurnya Alesha tak
ššArum menyentuh lembut tangan Nisya, ia selama ini selalu berusaha menjaga sang putri dengan begitu baik, tetapi tetap saja tidak bisa mengalahkan takdir yang telah tertulis."Rum, kamu sudah makan?" tanya Ummi yang baru kembali dari rumah sambil meletakkan tas di bawah.Arum menggeleng."Makanlah bersama Ansyar di luar, Ummi dan Abi akan menjaga Nisya," titah Ummi.Arum mengangguk, walau sebenarnya ia tak napsu makan, tetapi ia harus tetap makan untuk mengisi tenaga dan tak ikut sakit."Sayang, Ummi keluar dulu, ya," izinnya pada Nisya yang tak tidur.Nisya mengangguk.Arum lalu keluar dari kamar, di luar sudah ada Ansyar dan Abi yang tengah duduk di kursi tunggu."Bi, ayo makan!" ajak Arum pada Ansyar."Makanlah sendiri, aku sedang tak lapar," ucapnya cuek."Ummi yang memintaku untuk makan bersamamu, agar kita tak ikut tumbang akhirnya," jelas Arum.Ansyar hanya diam. Abi menyentuh bahu putranya itu dan berkata, "Makanlah dengan Arum, Abi dan Ummi akan menjaga Nisya."Mendengar
"Jika melakukan kesalahan jangan mencoba menutup dengan kesalahan berikutnya, tetapi belajarlah bertanggung jawab untuk memperbaiki kesalahan sebelumnya."Layla Mumtazah***"Tunggu dulu, aku hamil," ucap Kyoona dengan cepat.Alesha terdiam mendengar suara Kyoona, hatinya hancur seketika."Tolong aku, aku tak tahu harus melakukan apa saat ini? Excel tak mau bertanggung jawab, ia ingin aku menggugurkan kandungan ini," jelas Kyoona sambil menangis.Alesha masih terdiam mendengar semua itu, tetapi air matanya mengalir membasahi pipi.Abizar yang melihat hal itu menatap bingung sang istri. "Berikan padaku," pinta Abziar sambil mengulurkan tangannya.Alesha menggeleng."Berikan," pinta Abziar lagi.Dengan pelan Alesha menyerahkan ponsel itu pada sang suami, Abziar lalu meletakkan alat komunikasi itu pada telinganya."Bantu aku untuk meminta pertanggungjawaban Excel, aku mohon Alesha, aku tak tahu lagi harus melakukan apa. Apakah aku harus bunuh diri saja?""Kamu hamil dengan mantan kekasih
"Ketika amarah mengacaukan segalanya, maka beristighfarlah kembali mengingat Allah, tujuan sebenarnya kita di dunia ini itu untuk apa?"Layla Mumtazah***Alesha segera keluar dari mobil walau kepalanya masih terasa sedikit pusing, tak lama Abizar menyusul keluar dari mobil juga."Kamu yakin Kyoona di sini?" tanya Abziar.Alesha mengangguk yakin.Keduanya berjalan berdampingan begitu dekat, hingga hanya terlihat sedikit celah di antara mereka saat ini. Naik beberapa tangga untuk sampai ke tempat yang mereka tuju.Alesha mengedarkan pandangan saat berdiri di depan ruang IGD, ia melihat ke arah kanan dan benar saja ada Andre di sana. Perempuan itu segera menuju ke arah kakak laki-laki Kyoona, sementara Abizar mengikuti sang istri dari belakang."Kak, bagaimana Kyoona?" tanya Alesha saat telah berdiri di belakang Andre.Pemuda tinggi itu membalikkan badan dan melihat ke arah Alesha, ia sedikit terkejut dengan penampilan Alesha yang saat ini menutup aurat, sungguh sangat berbeda dari sebe
"Biarkan aku membagi rasa ini, rasa yang hampir mati dan menjadi abu."Layla Mumtazah***Arum terbangun dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya, ia tak pernah bisa tertidur nyenyak saat wajah pucat Fatimah selalu datang dalam mimpinya. Berkali-kali ia berusaha menenangkan diri karena tak ingin membuat Ansyar terbangun.Perempuan cantik dengan mata indah itu bangkit dari tempat tidur, ia melangkah ke kamar mandi untuk mencuci wajah, tetapi saat ia hendak mencuci muka justru adegan kecelakaan Fatimah seakan-akan terlihat jelas di kaca seperti layar bioskop yang sedang memutar film. Lalu tiba-tiba sosok Fatimah berwajah pucat berdiri di hadapannya, memiringkan kepala dan tersenyum miring dengan tatapan kosong.Tubuh Arum seketika merosot ke lantai, ia tak mampu untuk berteriak karena merasakan sekujur tubuhnya lemas seketika. "Aku mohon berhenti menggangguku," lirihnya sambil memejamkan mata."Apakah kamu tak ingin menebus dosamu padaku, berhentilah mengganggu kehidupan Abizar."
"Sekali memulai aku tak dapat mengakhirinya."Layla Mumtazah***"Ummi, ini jus untuk Alesha," ucap Arum sembari tersenyum. Wanita berjilbab moca itu meletakkan gelas berisi jus buah di atas meja, akan ada permainan kecil untuk Alesha saat ini. Hal itu tentu saja membuat Arum tersenyum senang."Rum, kamu tahu kan, Alesha tengah hamil saat ini, ia mulai mengalami mual jika mencium bau-bauan. Jadi untuk sementara jangan biarkan dia mencuci baju dan piring untuk menghindari mual yang lebih parah karena mencium sabun-sabun itu," ujar ummi yang tentu saja membuat Arum kesal.Saat ini seisi rumah seakan-akan berpusat pada Alesha, semua orang ingin memperhatikan dirinya sebagai ratu.Arum menatap sembari menggangguk patuh pada sang mertua. "Baik ummi, tenang saja Arum mengerti."Ummi yang telah selesai mencuci piring, menggelap tangganya yang basah lalu menyentuh pundak Arum dan tersenyum. "Semoga kamu dan Ansyar juga disegerakan memilki momongan lagi, ya."Arum mengangguk, ia terpaksa ters
"Aku milikmu atas kehendak Allah, jagalah aku seperti ibuku menjagaku sewaktu kecil."Layla Mumtazah.***Sore ini Alesha meminta izin untuk pergi ke suatu tempat, tentu saja ia tak pergi sendiri karena sang pawang tak akan membiarkan perempuan secantik bidadari itu untuk pergi sendirian."Jadi kita mau ke mana, Bi?" tanya Abizar."Nanti kamu juga akan tahu," ujar Alesha sembari menatap ke luar kaca.Kurang lebih dua puluh lima menit perjalanan dengan mobil pastinya, kini Alesha sudah sampai ketempat tujuan yang ia inginkan. Perempuan berjilbab hitam itu terduduk di tanah sembari menyentuh batu nisan sang ayah."Pa, maafkan Alesha, baru sekarang datang ke sini. Pa, sekarang Alesha sudah menikah," ucap perempuan berkulit putih itu dengan mata berkaca-kaca.Abizar menyentuh pundak Alesha, ia menoleh sembari mengangguk."Papa, Alesha rindu, saat tahu bahwa Alesha hamil, Alesha benar-benar teringat akan Papa. Alesha ingin sekali bisa bermanja-manja dengan Papa seperti saat kecil dulu, tet
"Kebahagiaan itu akan hadir ketika keikhlasan mulai menguasai hati."Layla Mumtazah."Bi, ini ...?" Abizar menatap Alesha penuh dengan kebahagiaan juga rasa haru.Alesha mengangguk-angguk menatap mata Abizar yang mulai menitikkan butir bening."Alhamdulillah, ya, Allah, alhamdulilah," ucap syukur Abizar sembari memeluk erat tubuh Alesha."Kamu akan jadi seorang ayah dan aku akan menjadi seorang ibu," ujar Alesha sembari menangis.Laki-laki berkemeja putih polos itu lalu melepaskan pelukan dari sang istri, meletakkan kedua tangan di pundak Alesha dan berkata, "Mulai saat ini, kamu harus jaga kesehatan untuk dirimu dan calon anak kita, kamu harus menjaga makanan, vitamin, tak boleh bergadang, jangan kerja keras, semuanya harus sesuai dengan apa yang aku katakan."Alesha terdiam, ia merasa heran dengan sifat Abizar saat ini, perempuan cantik itu merasa ada sisi posesif sang suami yang tiba-tiba muncul."Akan ada janin yang tumbuh dalam rahimmu, akan ada kehadiran malaikat kecil dalam hid
"Terkadang kita hanya mau tahu dengan egois meminta yang terbaik, tanpa mau tahu bahwa Allah telah mempersiapkan yang lebih baik dari yang kita minta."Layla Mumtazah.Alesha menelan ludahnya sendiri saat melihat Ansyar berdiri di sana sembari menatap heran, di samping laki-laki berkemeja maroon itu Nisya tengah berdiri sambil tersenyum manis melihat wajah sang ibu, Arum. Sementara Zahrah berada di belakang punggung sang kakak."Apakah saat ini sudah waktunya sarapan?" tanya Alesha tiba-tiba mencoba mencairkan suasana.Nisya mengangguk. Sementara Ansyar terlihat memicingkan mata menatap sang istri.Arum bergegas membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah putrinya. "Nisya, ke sini Sayang, duduklah," pinta Arum sambir menarik kursi.Tentu saja gadis kecil berjilbab merah muda itu segera menuruti apa perkataan sang ibu, Ansyar dan Zahrah pun bergegas duduk dan menunggu sarapan mereka.Abizar mau tak mau pun akhirnya memilih untuk duduk bersama, meninggalkan Alesha yang buru-buru menyeles
"Aku tanpamu bagaikan dunia tanpa internet."Layla Mumtazah***Abizar segera bangkit dan duduk di hadapan Alesha. "Apa yang kamu bicarakan ini?""Mba Arum selalu mengatakan bahwa ia tak ada di tempat kejadian kecelakaan itu, tapi Kyoona melihatnya. Kyoona begitu yakin bahwa wanita yang ia lihat di dekat TKP adalah Mba Arum."Abizar tiba-tiba terdiam, ia menatap wajah Alesha. "Malam itu Fatimah mengatakan akan bertemu dengan Arum, tetapi saat itu Arum mengatakan bahwa ia tak jadi menemui Fatimah, hal itu membuatku menyusulnya dan meninggalkannya sebentar untuk membeli es krim sebelum kejadian itu terjadi.""Apakah kamu yakin bahwa Mba Arum gak jadi datang malam itu?""Entahlah, aku tak sempat berpikir apa pun, melihat tubuh Fatimah bersimbah darah di hadapanku.""Maafkan aku," lirih Alesha penuh penyesalan.Abizar segera merengkuh tubuh Alesha dan memeluknya dengan erat. "Ini bukan kesalahanmu. Lupakan saja, semua sudah takdir dari Allah."Alesha menenggelamkan wajahnya dalam dekapan
"Apa pun akan aku lakukan untukmu, walau jarum jam bergerak berbalik arah pun aku akan tetap ada untukmu."Layla Mumtazah.***Arum menatap kosong untuk sesaat saat mendengar ucapan Alesha, tetapi ia lalu berkata dengan cepat. "Mungkin kamu sudah lupa aku pernah berkata bahwa aku tak ada di sana saat kejadian itu terjadi. Apakah sekarang kamu ingin menuduhku?"Alesha tersenyum tipis melihat raut takut di wajah Arum. "Aku hanya bertanya bukan menuduh.""Apakah kamu sedang berusaha untuk mengambing hitamkan aku atas kesalahanmu?" Arum memicingkan mata pada Alesha."Aku hanya bertanya Mba, kenapa Mba berpikiran sejauh ini.""Dengar baik-baik Alesha, Fatimah itu sahabatku, satu kamar sejak di pesantren, satu rumah setelah kami menikah, jadi kamu jangan memfitnah diriku."Alesha memilih diam, melihat bahwa Arum seperti terusik dan tak suka dengan pertanyaannya, membuat istri Abizar itu semakin yakin pasti ada sesuatu tiga tahun yang lalu.***Malam tiba dengan cepat, setelah sore hujan men
"Kamu adalah awan saat sinar matahari begitu terik."Layla Mumtazah.***Apa itu cinta?Aku rasa tak ada yang bisa menjelaskan apa itu cinta dengan baik bahkan, sekelas pujangga pun. Kecuali seseorang yang sedang jatuh cinta dan itu adalah aku."Assalammualaikum, Bi ... ada apa bidadariku?" ucap Abziar saat menerima panggilan telepon dari Alesha."Waalaikumsalam, suamiku," balas Alesha tak kalah lembut dari suara Abizar."Mendengar suara istriku ini membuatku ingin buru-buru pulang," ucap Abizar sambil menatap layar laptopnya."Mau ngapain?""Mau bikin adonan kue bolu sama kamu, Bi," ujar Abizar membuat Alesha tersipu malu.Sekertaris Abizar yang masih berdiri di sampingnya saat ini hanya bisa menahan senyum mendengar perkataan sang bos. Ia tak menyangka saja bahwa sang bos masih harus masuk ke dapur untuk membantu sang istri memasak dan membuat kue."Kenapa kamu masih di sini, aku akan panggil lagi nanti setelah semuanya selesai aku tanda tangani," kata Abizar membuat pria itu mengan
"Hentikan debaran ini yang membuatku merasa sesak karena tak bisa memiliki dirimu."Layla Mumtazah.***Arum yang hari ini mengenakan gamis dusty pink dengan garis hitam di kedua sisi lengannya dipadukan dengan jilbab hitam menutupi dada membuatnya nampak begitu anggun, sama seperti saat Kyoona melihatnya tiga tahun yang lalu."Bawa semuanya," titah Arum yang dibarengi dengan anggukan kepala Alesha.Di ruang tamu itu Kyoona masih berdiri menatap wanita yang kini berada di hadapannya setelah Alesha masuk untuk meletakkan kantong-kantong plastik di dapur."Tunggu," ucap Kyoona saat Arum melewatinya begitu saja.Perempuan berjilbab hitam itu menghentikan langkah kakinya dan menoleh, ia mengerutkan kening saat melihat Kyoona, mata Arum melihat dari ujung kepala hingga ke kaki sahabat Alesha itu."Iya, ada apa?" tanya Arum sambil menatap Kyoona."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Kyoona yang membuat Arum menaikan kedua pundaknya."Aku rasa kita tak pernah bertemu karena aku baru