Abizar melepaskan tangan Alesha dari pinggangnya. Laki-laki itu tak memedulikan kehadiran Alesha yang masih berdiri di sana."Maaf," ucap Alesha. "Aku hanya punya kata maaf untuk apa yang terjadi padamu." Abizar terdiam, laki-laki itu memilih meraih baju dari dalam lemari. Mengenakan kaos putih polos lalu menuju meja rias untuk menyisir rambutnya.Alesha tak bisa berbohong tentang rasa sesak yang kini ia rasakan. Hatinya tak terima mendapatkan perlakuan dingin dari Abizar, karena sebelum laki-laki itu begitu peduli padanya hingga benih cinta itu hadir di hatinya."Jika kamu ingin berkata walau kasar, aku akan jauh berterima kasih, tetapi jika kamu hanya diam saja, aku sungguh tak tahan dengan rasa sesak ini," ucap Alesha jujur.Abizar meletakkan sisir, berbalik dan menghadap Alesha. Mata mereka saling bertemu. Untuk beberapa saat keduanya terdiam dan hanya saling pandang."Kamu bilang tak tahan dengan rasa sesak?" Abizar mendengkus. "Apa yang telah ibumu lakukan? Apakah menurutmu tak
"Duduk di sini," pinta Abizar dengan lembut.Alesha memandang heran pada suaminya itu, sikap kasarnya mendadak hilang begitu saja.Abizar segera berdiri dan meraih kotak P3K di laci kerjanya. Ia membuka kotak itu dan mengeluarkan kapas lalu ia basahi dengan cairan pembersih luka. Alesha meringis menahan rasa sakit, saat kapas itu menyentuh kulitnya yang luka. "Tahan, ini tak akan lama," ucap Abizar sambil sesekali melihat ke arah pintu.Arum masih berdiri di sana."Lain kali kamu gak perlu sok perhatian padaku, gak usah peduli dengan apa pun tentang diriku," ucapnya lirih pada Alesha.Tentu saja, rasa sakit menjalar di hati Alesha saat ini. Mungkin Excel mengkhianati dengan sahabatnya, tetapi ia berusaha untuk tetap mendapatkannya kembali. Sementara, Abizar ia datang sebagai pahlawan, tetapi ternyata hanya memberikan kepedihan dalam hidup Alesha."Aku bisa sendiri," ucap Alesha meraih kapas dari tangan Abizar.Abizar membiarkan tindakan Alesha dan memilih untuk memunguti pecahan kac
Alesha dan Abizar hendak keluar dari kamar Ummi, tetapi tiba-tiba wanita pemilik pipi chubby itu memanggil putranya."Abi, tunggu," ucap Ummi membuat Alesha dan Abziar menoleh bersamaan."Ada apa, Ummi?" tanya Abizar yang masih berdiri di depan pintu kamar."Duduklah sebentar, ada yang ingin Ummi bicarakan dengan kamu dan Alesha lagi," pintanya.Tentu saja Alesha dan Abziar segera duduk di sofa kembali. Walau dalam hati Alesha dipenuhi dengan banyak tanda tanya, tetapi ia memilih untuk memasang wajah santai."Ummi ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dua hari lagi," ucap Ummi.Seketika Alesha dan Abizar menatap tak mengerti. Syukuran untuk apa, pasalnya tak ada hal istimewa yang terjadi baru-baru ini."Syukuran apa, Ummi?" tanya Abizar penasaran."Syukuran atas pernikahan kamu dan Alesha. Hal ini sudah Ummi bicarakan dengan Abi, memang sudah kami rencanakan agar tetangga sekitar tahu bahwa kamu telah menikah, agar tak ada fitnah nantinya," jelas Ummi.Abizar hanya mengangguk menger
Abizar keluar dari kamar sembari membawa pecahan kaca dan juga foto Fatimah. Ia baru saja akan meletakkan foto itu di atas meja saat tiba-tiba Arum melihatnya."Kamu melepaskan foto Fatimah dari kamar? Kenapa bingkainya bisa pecah gitu?" Arum bertanya dengan penuh penasaran."Ya, aku akan menggantinya dengan bingkai baru," ucap Abizar yang lalu membuang pecahan kaca ke tempat sampah."Ini pasti ulah Alesha, kan?" Abizar segera berbalik menatap wanita bergamis navi itu. Perkataan Arum bukan terdengar seperti sebuah pertanyaan, tetapi justru seperti sebuah tuduhan."Aku sudah merasa perempuan itu tak baik, baru juga beberapa hari menjadi istrimu dia sudah pergi tanpa izin dengan laki-laki lain, sekarang dia pasti sengaja menjatuhkan foto itu agar pecah dan terpaksa dikeluarkan dari kamar. Aku yakin dia hanya ingin menggantikan posisi Fatimah," ucap Arum terlalu sok tahu dengan begitu bersemangat.Abizar menatap tajam ke arah istri kakaknya itu lalu berkata, "Kalau Mba gak tahu kejadian
"Semakin dingin sikapmu padaku, maka semakin ingin aku mendekatimu."Alesha SyaquenaHujan yang turun dengan deras membuat kaca jendela itu menjadi basah, laki-laki yang tengah menyesap asap rokok itu sesekali mengehela napas kasar karena teringat akan kebodohannya yang terlena akan bujuk rayuan Kyoona."Hadiah pernikahan. Ck!" Dengkusnya.Seharusnya Excel bisa menahan gejolak sesaat yang Kyoona tawarkan, tetapi nyatanya justru laki-laki itu terjebak ke dalam lobang zina untuk kedua kalinya.Kyoona memang tak menuntut apa-apa setelah kejadian itu, walau kesuciannya direnggut oleh Excel. Pikiran laki-laki tampan itu kini justru beralih pada Alesha, gadis yang begitu ia cintai yang kini telah sangat membencinya.Excel segera berdiri, ia meraih ponsel dari atas tempat tidur dan menekan nomor anak buahnya."Aku ingin kamu lakukan sesuatu untuk meneror perusahaan Abizar," ucapnya yang kini telah berdiri sambil menghadap kaca.Kaca basah itu menjadi saksi bisu rencana jahat Excel. "Apa yan
"Mengapa kamu terus mengelak dari rasa yang nyata-nyata ada?"***Selepas shalat Subuh Ummi sudah mewanti-wanti kepada para lelaki yang berada di rumah itu agar tak ada yang berangkat ke kantor hari ini karena selepas Zuhur akan ada pengajian dan syukuran atas pernikahan Abizar dan Alesha.Walau sebenarnya Abziar justru beralasan bahwa ia tak bisa meninggalkan pekerjaan karena kemarin ia sudah mengerjakan semuanya dari rumah."Baiklah, pergilah, tetapi usahakan pulang sebelum Zuhur," ucap Ummi pada akhirnya.Abizar mengangguk setuju, sementara Alesha merasa bahwa Abizar hanya mencari alasan agar bisa menghindarinya.***Alesha masuk ke ruang kerja sang suami untuk merapikan meja seperti biasa, tetapi kali ini ia tersenyum sendiri saat melihat cangkir teh itu kini telah kosong.Abizar yang masuk untuk mengambil tas kerjanya melihat Alesha tengah memegang cangkir lalu berkata, "Jangan salah paham, aku hanya tidak ingin teh itu menjadi terbuang sia-sia, mubajir."Alesha yang mendengar ha
"Aku masih berdiri di sini dengan rasa yang sama walau berkali-kali kamu hancurkan pun aku masih bertahan, aku kehilangan segalanya dan aku masih mempertahankanmu."Alesha Syaquena 🧡 Abizar Maulana***"Kakak sungguh cantik," ucap Zahrah sambil tersenyum menatap Alesha."Benarkah? Apakah menurutmu ... kakakmu akan menyukai ini?" tanya Alesha sambil membalas senyuman Zahrah."Mungkin," jawab gadis ABG itu terlihat berpikir."Kenapa? Apakah aku tak cantik dengan gamis ini?" tanya Alesha lagi.Zahrah menggeleng. "Kakak cantik, cantik banget malah, tapi tergantung mata Kak Abizar sehat atau sakit karena laki-laki itu kan, menyebalkan."Alesha tertawa mendengar ucapan adik iparnya itu sambil sesekali menoleh ke arah jam dinding karena takut Abizar benar-benar tak bisa pulang oleh masalah yang sedang terjadi di kantor saat ini."Kak, kita keluar sekarang, yuk!" ajak Zahrah yang tak sabar ingin memamerkan kakak iparnya itu pada tamu yang hadir."Kamu keluar duluan saja, kakak akan merapika
Malam Pertama"Aku ingin menjadi bagian dirimu, menyatu dalam setiap helaan napas dan jutaan butir keringat."Layla Mumtazah🧡🧡🧡Setelah tausiah selesai, kini Ummi mulai memperkenalkan Alesha sebagai istri Abizar sekaligus menantunya. Alesha tersenyum melihat ibu-ibu yang tersenyum ke arahnya."Duduk di sini, Sha," pinta Ummi.Alesha duduk tepat di samping Ummi, ia sesekali tersenyum malu karena tak mengenal ibu-ibu yang hadir di sana."Jadi perjodohan Abizar gagal dong, Ummi. Soalnya sekarang sudah punya istri," ucap Ibu berjilbab merah sambil menyentuh tangan Ummi.Ummi tersenyum lalu berkata, "Jodoh memang gak ada yang tahu, ya, Um. Kayaknya waktu itu saya ngebet banget mau jodohkan Abizar sama anak ustadz Hamdan, tahu-tahu Abizar pulang udah bawa jodohnya sendiri."Ibu berjilbab merah itu pun ikut tertawa renyah saat Ummi tertawa."Jadi kapan mau kasih umminya cucu nih?" tanya Ibu berjilbab hitam yang duduk di samping Alesha.Alesha hanya tersenyum tanpa menjawabnya. Jika dipik
"Biarkan aku membagi rasa ini, rasa yang hampir mati dan menjadi abu."Layla Mumtazah***Arum terbangun dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya, ia tak pernah bisa tertidur nyenyak saat wajah pucat Fatimah selalu datang dalam mimpinya. Berkali-kali ia berusaha menenangkan diri karena tak ingin membuat Ansyar terbangun.Perempuan cantik dengan mata indah itu bangkit dari tempat tidur, ia melangkah ke kamar mandi untuk mencuci wajah, tetapi saat ia hendak mencuci muka justru adegan kecelakaan Fatimah seakan-akan terlihat jelas di kaca seperti layar bioskop yang sedang memutar film. Lalu tiba-tiba sosok Fatimah berwajah pucat berdiri di hadapannya, memiringkan kepala dan tersenyum miring dengan tatapan kosong.Tubuh Arum seketika merosot ke lantai, ia tak mampu untuk berteriak karena merasakan sekujur tubuhnya lemas seketika. "Aku mohon berhenti menggangguku," lirihnya sambil memejamkan mata."Apakah kamu tak ingin menebus dosamu padaku, berhentilah mengganggu kehidupan Abizar."
"Sekali memulai aku tak dapat mengakhirinya."Layla Mumtazah***"Ummi, ini jus untuk Alesha," ucap Arum sembari tersenyum. Wanita berjilbab moca itu meletakkan gelas berisi jus buah di atas meja, akan ada permainan kecil untuk Alesha saat ini. Hal itu tentu saja membuat Arum tersenyum senang."Rum, kamu tahu kan, Alesha tengah hamil saat ini, ia mulai mengalami mual jika mencium bau-bauan. Jadi untuk sementara jangan biarkan dia mencuci baju dan piring untuk menghindari mual yang lebih parah karena mencium sabun-sabun itu," ujar ummi yang tentu saja membuat Arum kesal.Saat ini seisi rumah seakan-akan berpusat pada Alesha, semua orang ingin memperhatikan dirinya sebagai ratu.Arum menatap sembari menggangguk patuh pada sang mertua. "Baik ummi, tenang saja Arum mengerti."Ummi yang telah selesai mencuci piring, menggelap tangganya yang basah lalu menyentuh pundak Arum dan tersenyum. "Semoga kamu dan Ansyar juga disegerakan memilki momongan lagi, ya."Arum mengangguk, ia terpaksa ters
"Aku milikmu atas kehendak Allah, jagalah aku seperti ibuku menjagaku sewaktu kecil."Layla Mumtazah.***Sore ini Alesha meminta izin untuk pergi ke suatu tempat, tentu saja ia tak pergi sendiri karena sang pawang tak akan membiarkan perempuan secantik bidadari itu untuk pergi sendirian."Jadi kita mau ke mana, Bi?" tanya Abizar."Nanti kamu juga akan tahu," ujar Alesha sembari menatap ke luar kaca.Kurang lebih dua puluh lima menit perjalanan dengan mobil pastinya, kini Alesha sudah sampai ketempat tujuan yang ia inginkan. Perempuan berjilbab hitam itu terduduk di tanah sembari menyentuh batu nisan sang ayah."Pa, maafkan Alesha, baru sekarang datang ke sini. Pa, sekarang Alesha sudah menikah," ucap perempuan berkulit putih itu dengan mata berkaca-kaca.Abizar menyentuh pundak Alesha, ia menoleh sembari mengangguk."Papa, Alesha rindu, saat tahu bahwa Alesha hamil, Alesha benar-benar teringat akan Papa. Alesha ingin sekali bisa bermanja-manja dengan Papa seperti saat kecil dulu, tet
"Kebahagiaan itu akan hadir ketika keikhlasan mulai menguasai hati."Layla Mumtazah."Bi, ini ...?" Abizar menatap Alesha penuh dengan kebahagiaan juga rasa haru.Alesha mengangguk-angguk menatap mata Abizar yang mulai menitikkan butir bening."Alhamdulillah, ya, Allah, alhamdulilah," ucap syukur Abizar sembari memeluk erat tubuh Alesha."Kamu akan jadi seorang ayah dan aku akan menjadi seorang ibu," ujar Alesha sembari menangis.Laki-laki berkemeja putih polos itu lalu melepaskan pelukan dari sang istri, meletakkan kedua tangan di pundak Alesha dan berkata, "Mulai saat ini, kamu harus jaga kesehatan untuk dirimu dan calon anak kita, kamu harus menjaga makanan, vitamin, tak boleh bergadang, jangan kerja keras, semuanya harus sesuai dengan apa yang aku katakan."Alesha terdiam, ia merasa heran dengan sifat Abizar saat ini, perempuan cantik itu merasa ada sisi posesif sang suami yang tiba-tiba muncul."Akan ada janin yang tumbuh dalam rahimmu, akan ada kehadiran malaikat kecil dalam hid
"Terkadang kita hanya mau tahu dengan egois meminta yang terbaik, tanpa mau tahu bahwa Allah telah mempersiapkan yang lebih baik dari yang kita minta."Layla Mumtazah.Alesha menelan ludahnya sendiri saat melihat Ansyar berdiri di sana sembari menatap heran, di samping laki-laki berkemeja maroon itu Nisya tengah berdiri sambil tersenyum manis melihat wajah sang ibu, Arum. Sementara Zahrah berada di belakang punggung sang kakak."Apakah saat ini sudah waktunya sarapan?" tanya Alesha tiba-tiba mencoba mencairkan suasana.Nisya mengangguk. Sementara Ansyar terlihat memicingkan mata menatap sang istri.Arum bergegas membalikkan tubuhnya dan menghadap ke arah putrinya. "Nisya, ke sini Sayang, duduklah," pinta Arum sambir menarik kursi.Tentu saja gadis kecil berjilbab merah muda itu segera menuruti apa perkataan sang ibu, Ansyar dan Zahrah pun bergegas duduk dan menunggu sarapan mereka.Abizar mau tak mau pun akhirnya memilih untuk duduk bersama, meninggalkan Alesha yang buru-buru menyeles
"Aku tanpamu bagaikan dunia tanpa internet."Layla Mumtazah***Abizar segera bangkit dan duduk di hadapan Alesha. "Apa yang kamu bicarakan ini?""Mba Arum selalu mengatakan bahwa ia tak ada di tempat kejadian kecelakaan itu, tapi Kyoona melihatnya. Kyoona begitu yakin bahwa wanita yang ia lihat di dekat TKP adalah Mba Arum."Abizar tiba-tiba terdiam, ia menatap wajah Alesha. "Malam itu Fatimah mengatakan akan bertemu dengan Arum, tetapi saat itu Arum mengatakan bahwa ia tak jadi menemui Fatimah, hal itu membuatku menyusulnya dan meninggalkannya sebentar untuk membeli es krim sebelum kejadian itu terjadi.""Apakah kamu yakin bahwa Mba Arum gak jadi datang malam itu?""Entahlah, aku tak sempat berpikir apa pun, melihat tubuh Fatimah bersimbah darah di hadapanku.""Maafkan aku," lirih Alesha penuh penyesalan.Abizar segera merengkuh tubuh Alesha dan memeluknya dengan erat. "Ini bukan kesalahanmu. Lupakan saja, semua sudah takdir dari Allah."Alesha menenggelamkan wajahnya dalam dekapan
"Apa pun akan aku lakukan untukmu, walau jarum jam bergerak berbalik arah pun aku akan tetap ada untukmu."Layla Mumtazah.***Arum menatap kosong untuk sesaat saat mendengar ucapan Alesha, tetapi ia lalu berkata dengan cepat. "Mungkin kamu sudah lupa aku pernah berkata bahwa aku tak ada di sana saat kejadian itu terjadi. Apakah sekarang kamu ingin menuduhku?"Alesha tersenyum tipis melihat raut takut di wajah Arum. "Aku hanya bertanya bukan menuduh.""Apakah kamu sedang berusaha untuk mengambing hitamkan aku atas kesalahanmu?" Arum memicingkan mata pada Alesha."Aku hanya bertanya Mba, kenapa Mba berpikiran sejauh ini.""Dengar baik-baik Alesha, Fatimah itu sahabatku, satu kamar sejak di pesantren, satu rumah setelah kami menikah, jadi kamu jangan memfitnah diriku."Alesha memilih diam, melihat bahwa Arum seperti terusik dan tak suka dengan pertanyaannya, membuat istri Abizar itu semakin yakin pasti ada sesuatu tiga tahun yang lalu.***Malam tiba dengan cepat, setelah sore hujan men
"Kamu adalah awan saat sinar matahari begitu terik."Layla Mumtazah.***Apa itu cinta?Aku rasa tak ada yang bisa menjelaskan apa itu cinta dengan baik bahkan, sekelas pujangga pun. Kecuali seseorang yang sedang jatuh cinta dan itu adalah aku."Assalammualaikum, Bi ... ada apa bidadariku?" ucap Abziar saat menerima panggilan telepon dari Alesha."Waalaikumsalam, suamiku," balas Alesha tak kalah lembut dari suara Abizar."Mendengar suara istriku ini membuatku ingin buru-buru pulang," ucap Abizar sambil menatap layar laptopnya."Mau ngapain?""Mau bikin adonan kue bolu sama kamu, Bi," ujar Abizar membuat Alesha tersipu malu.Sekertaris Abizar yang masih berdiri di sampingnya saat ini hanya bisa menahan senyum mendengar perkataan sang bos. Ia tak menyangka saja bahwa sang bos masih harus masuk ke dapur untuk membantu sang istri memasak dan membuat kue."Kenapa kamu masih di sini, aku akan panggil lagi nanti setelah semuanya selesai aku tanda tangani," kata Abizar membuat pria itu mengan
"Hentikan debaran ini yang membuatku merasa sesak karena tak bisa memiliki dirimu."Layla Mumtazah.***Arum yang hari ini mengenakan gamis dusty pink dengan garis hitam di kedua sisi lengannya dipadukan dengan jilbab hitam menutupi dada membuatnya nampak begitu anggun, sama seperti saat Kyoona melihatnya tiga tahun yang lalu."Bawa semuanya," titah Arum yang dibarengi dengan anggukan kepala Alesha.Di ruang tamu itu Kyoona masih berdiri menatap wanita yang kini berada di hadapannya setelah Alesha masuk untuk meletakkan kantong-kantong plastik di dapur."Tunggu," ucap Kyoona saat Arum melewatinya begitu saja.Perempuan berjilbab hitam itu menghentikan langkah kakinya dan menoleh, ia mengerutkan kening saat melihat Kyoona, mata Arum melihat dari ujung kepala hingga ke kaki sahabat Alesha itu."Iya, ada apa?" tanya Arum sambil menatap Kyoona."Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Kyoona yang membuat Arum menaikan kedua pundaknya."Aku rasa kita tak pernah bertemu karena aku baru