Share

PART 6

Penulis: RENA ARIANA
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

POV LUNA 

"Mbak, gantian atuh, nanti kalo mbak Arum kembali bisa habis kita," ujar Resti menghampiriku dengan memegangi Ember dan kain pel. 

"Ah, kamu ini. Denger ya, justru aku ongkang-ongkang kaki begini juga bantu kalian, kamu gak tau sih kesepakatannya, Arum nantangin aku harus hamil dalam waktu tiga bulan ini. Jika aku hamil semuanya akan kembali sama mas Tama. Tapi jika tidak, bersiaplah kalian jadi gembel," gerutuku, Resti manyun tak habis pikir dengan persyaratan itu.

"Sudah sana ah... aku gak mau keguguran dengan kerja'an berat itu!" bentakku. Resti makin mengerutkan kening dan kembali me-ngpel lantai. 

Haah, lega rasanya, wanita bodoh itu beri persyaratan nyeleneh. Aku benar-benar tak menyangka aku bisa memanfa'atkan keada'an ini. Tadinya, aku mau memanfaatkan mas Tama akan kehamilanku bersama Dion. Pria tampan teman satu clubku, aku tidak mau meminta pertanggung jawaban dia karena dia pria yang miskin dan tak punya masa depan sama sekali. Aku tidak mau menghancurkan masa depanku menikah dengan dia. 

Tadinya aku berpikir mas Tama lebih menjanjikan dengan aset Arum dan perusaha'an, ternyata semua berbalik seperti ini. Untungnya kehamilan ini bawa Hoki. Kandunganku sekarang baru menginjak 3 minggu, Arum baik siapapun, tidak akan curiga bahwa ini bukan benihnya Tama. Tinggal menunggu kapan waktunya saja Arum meminta hasil tespekku. Tapi aku harus pintar. Sewaktu-waktu Arum bisa saja berubah pikiran. Aku harus bujuk mas Tama untuk membuat surat perjanjian tentang persayaratan ini. Aku gak mau nanti persayaratn itu hanya guyonan wanita itu belaka.

"Mas...!" panggilku saat mas Tama masuk ke rumah.

"Ya...," singkatnya mendekat.

"Mas, kamu yakin, wanita itu bakal serius dengan persyaratannya?"

"Ya yakin sih, buktinya kita masih di ijinkan tinggal disini hingga detik ini kan?"

"Mas, aku kurang yakin aja sama dia, kamu bisa bikin surat perjanjian gitu. Akan syarat yang dikasih Arum! Biar nanti kita mudah membuangnya dari rumah ini!" hasutku, mas Tama menatapku dalam. 

"Buat apa Luna?"

"Mas, bisa jadi Arum yang meremehkan kejantananmu dan menganggap kamu tidak akan bisa punya anak! Kita harus bales dia mas! Saat aku hamil nanti kita bisa gantian bales dia!" ucapku sedikit membentak. Mas Tama terdiam sejenak. 

"Kamu gak kasian? Itu ibuk sama Resti dan bahkan aku di jadikan Budak. Buat perjanjian yang nanti perempuan itu tanda tangani. Hingga waktunya tiba kita akan campakan dia dari rumah ini!" jelasku, Mas Tama berdesih dan mengusap wajahnya. 

"Kamu yakin dia bakal tanda tangan?"

"Yakin mas! Wong dia yang buat persyaratan," tegasku, mas Tama tampak ngangguk-ngangguk. 

"Baiklah...."

"Makasih mas," ujarku Riang memeluknya. Mas Tama hanya tersenyum hangat. Aku tidak peduli dengan wajah gundahnya, yang terpenting sekarang harta mas Tama akan segera kembali padaku. 

******

Bunyi mobil memasuki garasi, aku melirik ke dinding baru jam sebelas siang. 

"Tumben itu perempuan pulangnya cepet!" desisku bergegas duduk menyambar Kain pel yang dipegang Resti.

"Udah sana...!" bentakku berbisik, Resti beranjak menemui ibuk di kamar belakang yang sedang sibuk dengan setrika'an.

"Bik iyem!" panggil wanita itu pada pembantunya. Aku lupa tadi aku titip Geby pada Iyem. Sial! Wanita ini bakal mencerocos deh kayaknya. 

"Iya nyah....!" gegas Iyem menghampiri sembari menggendong Geby. Aku melirik babu itu sembari memainkan sedikit kain pel. Nafas Arum tampak berat melihat Iyem mengurus anakkku. Namun, ia urung berceloteh untuk  mencermahiku. Karena aku juga terlihat sangat sibuk. 

"Mas Tama! Kamu momong Anak itu. Aku ada keperluan sama Bik Iyem!" titahnya, Mas Tama berdiri dengan sedikit menggaruk dahinya mengambil Geby dari gendongannya Iyem.

********

Sorenya, setelah mas Tama selesai membuat surat perjanjian itu lengkap dengan matrainya, kami berdua menghampiri Arum ke kamar. 

"Nyah... Enak banget ya. Bibik bisa rebahan santai gini tiap hari gak ngapa-ngapain di gaji," celetuk Iyem merebah di bawah ranjang Arum. Wanita itu terkekeh ringan melirik Ijah yang rebahan di bawah beralaskan kasur lantai dan beberapa cemilan menghadap ke TV kamar Arum.

"Kapan lagi kan Bik, berasa kayak nyonya gedongan."

"Iya nyah. Ini benar-benar nikmat Tuhan yang tiada duannya nyah." Reflek keduanya terkekeh. 

Tok tok tok!

Mas Tama mengetuk pintu, sontak dua orang itu menoleh ke pintu. Ternyata mereka tidak menyadari kedatangan kami yang sudah berdiri sedari tadi. Mendengar dan melihat mereka tengah bersantai. Tentu saja kami tahu, sebab pintu kamarnya tidak ditutup.

"Ada apa? Kalian salah kamar jika harus program bikin anak disini!" ledek Arum menaikan kedua alisnya melihat kami berdua. Bik Iyem menyembunyikan tawanya dalam bantal. Aku geram melihat tingkah babu itu.

"Aku mau memberikan ini. Surat perjanjian persyarstan yang kamu buat!" tutur mas Tama. Sedikit wanita itu menaikan alisnya. Ia tersenyum simpul saat membaca isi surat itu.

"Ini konyol Mas! Gak perlu pakai surat segala! Aku akan serahkan semuanya jika terbukti istrimu ini hamil!" desisnya melemparkan lagi berkas itu ke hadapan kami.

"Jika kamu serius, kamu gak perlu susah-susah untuk tanda tangan ya 'kan? Atau sengaja kamu hanya mau hina kejantanan mas Tama?" timpalku, Arum sedikit menggaruk telinganya, jelas kali celotehku membuat telinganya sakit.

"Sudah ya, Murahan! Kamu buktikan saja kehamilanmu. Jikapun benar kamu bunting aku tidak akan ingkar! Aku bukan wanita picik seperti kalian! Itupun kalo kamu bisa buktikan!" bantahnya, aku menaikan alis dan kembali menyambar kertas itu. 

"Kalo begitu tanda tangan!" titahku. Lama wanita itu memandangku dengan tatapan tajam. Ia menyomot berkas itu kasar dan berkata. 

"Aku tanda tangan nanti! Saat kamu memang terbukti Hamil!" geramnya melampar kertas itu. Aku dan mas Tama membulatkan mata. Wanita itu memang tangguh dan sulit sekali menjatuhkannya. 

"Bik! Simpan kertas itu! Kita akan keluarkan lagi saat melihat hasil USG dan tespek wanita ini!" perintah Arum. Iyem bergegas berdiri mengambil berkas itu dan memasukkannya ke dalam lemari. Kembali wanita itu menoleh pada kami berdua. 

"Sudah bereskan? Sekarang kita hanya menunggu kabar baiknya! Jadi silahkan keluar dari kamarku!" usirnya dengan pelan tapi menyayat. Aku dan mas Tama bungkam sesaat. Setelah itu memilih beranjak. Kami semua terperanjat saat mendengar teriakan Resti dari belakang histeris.

"Mas Tama!" pekiknya berteriak dalam tangis. Sontak mas Tama berlalari mencari sumber suara itu. Aku dan yang lain juga menyusul. 

"Ibuk!" panggil Mas Tama terkejut melihat ibuknya pingsan di rangkulan Resti.

"Mas, ibuk tadi sempat bilang pusing, aku takut ibuk kenapa-kenapa mas?" tangis Resti tersedu-sedu. Arum yang datang menyusul juga tampak cemas. 

"Ibuk, ibuk bisa dengar Tama 'kan?" panggil Tama menangis. Arum coba mendekat dan ikut juga membangunkan ibuk.

"Heeh! Kamu mau ngapain, ini kan yang kamu mau. Kamu berharap ibuk mati!" hardikku pada Arum. Wanita itu geram melirik sinis padaku. Aku coba telan kesalku melihat tatapan tajamnya. 

"Mas! Ayo bawa ibu ke mobil. Kita bawa dia ke rumah sakit," pintanya. Aku mencibir melihat tingkahnya yang sok care. Mereka bertiga membopong ibuk ke atas mobil.

"Luna! Kamu ikut ya?" pinta mas Tama.

"Gak mas, aku harus jaga Geby. Kamu antar saja ya, semoga ibuk gak kenapa-kenapa!" sahutku saat mereka sudah di dalam mobil.

"Sudah mas! Buruan. Nanti malah kenapa-kenapa ini!" geram Arum. Resti yang panik hanya bisa merebah di badan ibunya itu.

"Buk...bangun. Resti mohon," tangisnya. Mobil itu berlalu pergi menuju rumah sakit terdekat. 

"Fyuuuh...!" desisku merasa lega semua pergi. Sekarang aku hanya tinggal bersama Geby dan pembantu itu. Aku melirik Iyem masuk ke rumah setelah ikut juga mengantar ibuk tadi ke mobil.

"Eh Babu...!" sorakku, langkah wanita paruh baya itu terhenti dan sontak berbalik. 

"Tolong bikinkan aku jus, dan ya. Bisa tolong jaga Geby. Malam ini aku mau istirahat tidur dengan nyenyak!" pintaku, Iyem kembali membalik melangkah, pasti menuju kamarnya. 

"Eh kamu mau kemana? Kamu belum tau aja. Aku pengganti Nnyonya rumah ini, jadi ja-" ucapanku terhenti serentak dengan hempasan kuat pintu kamar babu itu.

"Sialan!" bisikku, aku tak peduli dengan tingkah laku budaknya Arum. Toh nanti jika aku sudah dapatkan rumah ini, aku akan pecat dia!" kesalku berlalu ke dapur membuat jus. Badanku terasa gerah akan debat berkepanjangan dirumah ini. 

Segera aku menghenyak di kasur dan menoleh pada Geby yang sedang tidur nyenyak. 

"Uuuh.., tak sabar rasanya saat aku sudah benar-benar dapatkan segalanya. Mas Tama sejauh ini dia masih lemah! Mungkin karrna dia masih mencintai wanita itu. Tapi aku gak boleh nyerah, aku gak peduli dengan hatinya. Toh aku bisa menyelamatkan diri dari Dion dan dapat hidup enak disini. Jadi aku harus rebut segala kekaya'an Arum ini. Wanita tidak berguna dengan mulut sampah itu sepantasnya di sentil dari kehidupan wanita berkelas sepertiku.

Drrrrt drrrrt drrrrt...!

Bunyi ponselku berdering, sontak aku menautkan alis melihat nomor baru yang masuk. 

"Ini nomor siapa?" lirihku reflek menekan tombol hijau. 

"Hall-o?"

"Halo Luna. Berani sekali kamu coba kabur dari aku ha! Jalang!'' hardiknya. Aku gemetar suara yang tak asing lagi di telingaku. 

"Jj-jangan hubungi aku lagi! aku sudah tenang Dion! Aku tidak mau menghabiskan sisa hidup dengan pria bajingan sepertimu!" bantahku. Sepertinya Dion geram. Sebab dia mengancamku. 

"Aku akan cari kau sampai dapat Luna! Kau lupa? Aku telah lakukan segalanya untuk membantu karirmu bahkan membunuh suamimu! Setelah kamu bisa tenang sekarang, kamu kabur begitu saja? Tak bisa sayang. Itu tidak adil!" ledeknya, Membuat mataku terbelalak. Seluruh tubuhku gemetar. 

Dion Pria yang begitu akrab dengan Dunia malam itu, punya banyak relasi tentang perusaha'an modeling yang berbagai macam. Dari model profesional hingga model esek-esek. Bodohnya, dulu aku mengkhianati ayahnya Geby untuk menjadi simpanananya, dengan syarat dia akan rekomendasikan aku sebagai model salah satu kenalannya. Hingga suatu hari Mas Arman mengetahui hubunganku dengan Dion. Aku tak punya pilihan lain selain nurut perintah Dion untuk melenyapknya. Hingga seterusnya ancamannya akan menyeret-nyeret namaku atas pembunuhan itu. Membuat aku harus tetap menjadi selir dan pemuas nafsunya. Na'as sudah nasibku. Impian jadi model juga tak kunjung sampai, yang ada aku hanya pemuas nafsu pria tak waras seperti Dion. Tapi tidak lagi, aku tak ingin menemuinya. Semoga saja dia tidak menemukanku disini. Yang ada semuanya bisa berantakan jika dia muncul. 

"Oh tuhannn," lirihku mengusap wajah dengan gusar.

*****************************""*

POV  Ibu

Samar-samar aku mendengar denting jam ku-usahakan untuk membuka mata di malam yang sepi ini. Bisaku rasakan sekarang aku tengah berada dirumah sakit. Sedikit miris saat aku membuka mata, pertama kali yang aku lihat adalah Arum sedang menungguku disamping ranjang. rumah sakit. Sedikit aku gerakkan tangan menjangkau Resti yang ada di sofa tengah tertidur. Merasakan gerakanku, Arum mengangkat lehernya.

"Ibuk sudah bangun?" ujarnya, sedikit aku tepiskan tangannya dengan lenganku, kekesalan akan sikapnya akhir-akhir ini, membuat aku semakin tak menyukainya. Arum coba menjauh dan membangunkan anakku Tama. 

"Mas...!" panggilnya menggerakkan tubuh Tama yang melingkar di sofa.

"Mas, bangun. Ibumu sudah siuman!" ujarnya, sedikit anakku itu beringsut dan mendatangiku.

"Ibuk.., syukurlah  ibuk sudah sadar. Tama sangat khawatir sekali," desisnya mengelus rambutku.

"Nak?" lirihku coba mengeluarkan suara yang terasa berat dan sakit di dadaku. 

"Ibuk tidak mau tinggal lagi dengan wanita itu," lirikku, pada wanita yang begitu menyesengsarakan kami bertahun-tahun. Terlihat Arum mendegup. Tapi aku tidak peduli dari dulu dia selalu drama dengan wajah sok polosnya. 

"Suruh dia pergi...!" singkatku lagi dengan tertatih. Mendengar itu Arum beranjak pergi. Aku lega sekali dia bisa menghilang juga dari pandanganku. 

Selama ini Arum memang begitu sopan dan baik padaku. Bahkan dia juga ikut cemas saat aku terbaring sakit. Namun, tingkahnya yang akhir-akhir ini seakan mengeluarkan racun hatinya yang lama terpendam, membuat dia menunjukan belang dan jati diri aslinya. Sama sekali aku tidak menyesal menikahkan Tama dengan wanita lain. Arum Tak lain hanya wanita munafik. 

******************

Dua hari berlalu, aku sudah mulai membaik. Siang ini, saat Tama menemani makan siangku dirumah sakit. Aku coba bicara dari hati dengannya. 

"Sudah Tama, Syarat Arum untuk waktu tiga bulan itu hanya teriknya saja agar dia bisa menginjak-injak harga diri kita lebih lama lagi! Sudah lupakan itu. Kita pergi saja dari wanita picik itu!"

"Buk, Tama belum punya uang ataupan apa untuk membawa ibuk dan yang lain pergi dari situ. Jadi ibuk sabar ya?" desisnya mengelus pipiku lembut. Aku berdesih, sudah cukup rasanya aku teraniaya dan tertindas oleh menantu kurang ajar itu.

Delapan tahun lamanya wanita itu siksa kami dengan rasa harap yang tak kunjung berbuahkan hasil. Bahkan kini saat Anakku sudah mampu lepas dari jeratan wanita itu,  dia juga tak biarkan kami hidup tenang. Dia benar-benar tak tahu diri. Sudah jelas-jelas dia sendiri yang tidak berguna. Malah tidak mau sadar diri. Aku berharap, Tuhan segera cabut nyawanya. Sungguh, setelah semua ini pun, meski dia mau membayarkan biaya perawatanku, aku akan tetap membenci perempuan mandul yang picik lagi munafik itu! ....

AKU SANGAT BENCI KAMU ARUM!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Setyo Wibo Wati
belum tau aja ibu mertua kalo anak,ny sendiri yg mandul
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 7

    POV IBUHari ini aku sudah di bolehkan pulang. selama dirumah sakit Luna tidak pernah mengunjungiku. Mungkin dia sibuk dengan Geby yang masih balita. Aku berharap Luna bisa hamil secepatnya. Tak sabar rasanya melihat wanita itu sadar betapa tak berharganya dia."Ibuk istirahat lah, Tama akan siapkan teh hangat," ucap anakku. Aku tersenyum bangga memandangi anakku itu, Tama dia anak yang penurut lagi penyayang. Sedikitpun dia tak pernah membantah. Dia sangat menyayangi aku dan Resti. Hanya saja keterbatasanku yang tak bisa membahagiakannya, segala hartaku sudah habis kujual untuk biaya kuliahnya waktu itu. Hingga kami hanya punya rumah satu-satunya dan akhirnya itu juga ikut terjual karna wanita sampah seperti Arum."Tama...!" panggilku saat Tama sudah di pintu hendak keluar kamar."Kamu panggil Luna ya? Ibuk kangen sama dia," ujarku, Tama tersenyum sembari mengangguk.Selang lima menit Lun

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 8

    Pov Luna.Sialan adiknya Arum itu berani menghajarku di depan semua orang. Apa dia fikir aku ini takut? Sama sekali aku tidak takut padanya. Awas saja aku akan ngadu sama mas Tama masalah kejadian ini. Mereka berdua akan segera aku singkirkan, dia tidak tau saja tengah mempermainkan siapa.Dari halaman rumah terdengar bunyi motor berhenti didepan rumah, mungkin ojol yang ngantar mas Tama pulang. Gegasku ku hampiri ke teras rumah."Mas," rengekku, masih terlihat raut wajah lelah mas Tama seharian jadi budak Arum di kantor."Kamu kenapa Lun," desisnya, aku membuntuti dia masuk ke rumah. Arum yang masih tampak bersedih karna Yosi begitu marah padanya itu tampak sesegukan menangis. Reflek mas Tama bertanya."Ada apa?" tanyanya, Arum melirik mas Tama dengan mata yang berkaca-kaca."Yosi, dia tadi kesini. Kamu tau betapa kecewanya dia melihat kamu menikah lagi? Kalian bisa tinggal enak disini j

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 9

    POV LUNADua hari berlalu, Hari ini ibuk sudah diperbolehkan pulang. Tatapan mata dan sikapnya membuatku gundah, akhirnya aku memilih menjauh-jauh saja darinya daripada nanti mas Tama mencurigai sesuatu."Buk, Kita sudah bisa pulang, tapi maaf. Tama gak bisa bawa ibuk dalam keada'an sehat. Tama janji Tama akan berusaha untuk menyembuhkan ibuk. Jadi ibuk sabar ya?'' jelas mas Tama pada ibunya yang tengah duduk di atas kursi Roda. Kesalnya... Arum masih tampak mendampingi mas Tama."Iya buk, Arum akan bawa dokter spesialis nanti untuk menangani penyakit ibu," jelasnya, reflek aku mencibir.*******Hari terus berlalu, siang ini aku sengaja menemui ibuk di kamarnya. Wanita renta itu masih memandangiku dengan melotot. Sontak aku pun lirik ke kiri dan kanan, melihat keada'an. Karena aku masih ingin memastikan ibuk benar mendengar percakapan aku dengan mas Dion atau tidak."Buk!" sapaku meremas Punggu

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 10

    POV ARUM"Jadi mana surat yang kemaren, ayok coba tanda tangani?" titah Luna, seketika aku gemetar sekaligus geram. Apa yang terjadi. Apa dokter itu yang salah? Gak mungkin, dokter itu tidak mungkin salah. Aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak mungikin berikan hartaku gitu aja sama wanita itu. Ini pasti ada yang tidak beres disini. Tak mungkin data dari laboratorium itu salah. Kalo mas Tama itu benaran mandul!"Apa beneran ini tespesk dan USGmu? Beneran?" tanyaku, mas Tama tampak girang, dan wanita itu tak kalah senang.Seketika aku kalud, dan susah memutar otak bagaimana bisa wanita itu hamil."Gak mungkin!" desisku, Luna berdesih dan sontak berucap."Kok bisa gak mungkin! Jelas-jelas sekarang aku tengah mengandung anaknya mas Tama! Kenapa kamu? Mau ngelak ya? Dasar wanita picik!" ujarnya. Aku bungkam tak habis pikir. Apa wanita ini berpikir bahwa aku akan memberikan hartaku begitu saja? Dasa

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 11

    POV IbuDrrrt drrrtt ....Bunyi ponsel berdering, hari ini Luna yang menjagaku. Resti anak bungsuku dijadikan budak setelah Iyem tak mau bekerja denganya sedangkan dia duduk manis didepanku dengan sesekali tersenyum."Buk... Semua sudah seperti semula. Mas Tama dia udah kembali lagi ke kantor. Dan aku jadi nyonya dirumah ini, tapi masalahku sekarang hanya Ibuk, buk! Karena ibuk mengetahui segalanya," bisiknya dengan tersenyum kecut. Aku gemetar hendak menimpuknya. Namun lenganku terasa lemah tak berdaya untuk diangkat."Kenapa? ibu mau marah?" ledeknya lagi memasang wajah datar."Buk, maaf. Aku harus segera pergi! Aku akan hasut mas Tama jual semuanya. Mengambil uangnya dan pergi deh dari sini," jelasnya dengan enteng. Aku coba menghela nafas sesak. Sontak Luna melirik Resti yang sedang mengepel."Bungsunya ibuk berbakat banget, buat jadi babu. Baguslah. Setidaknya aku gak keluar duit untuk sementa

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 12

    POV LUNASialan aku harus bagaimana, aku bisa saja gila karena ini. Dulu mas Herman sekarang Resti sampai kapan aku akan tetap ikuti permainan dia. Jika aku tidak bersandiwara pasti aku mati juga ditangannya, mana aku janjikan padanya bahwa aku bakal ambil harta mas Tama secepatnya. Jujur, aku tidak ingin pergi bersama dia membawa kabur harta mas Tama. Tuhan bagaimana caranya aku bisa kabur dari jerat Dion. Pria psikopat dengan kelainan sekss itu. Mengenalnya adalah malapetaka yang terbesarDrrrrrrrrrrt drrrrrt...."Hallo?" ujarku gemetar mengangkat telpon dari Dion."Dia sudah lenyap. Aku temukan karung itu hanyut terbawa air," desisnya, aku mendegup dengan mata membulat dan gemetar. Belum percaya saja rasanya Resti sudah tiada dan akulah pembunuhnya."Aa-kk-u Tt-takut mas,"lirihku gemetar."Kamu tenang saja. Makanya jangan bertele-tele! Ambil uangnya dan segera pergi dari situ. Aku akan tetap mengawasimu," ujarnya

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 13

    POV ARUMSore berkunjung, setelah mengambil keputusan untuk kembali ke rumah, Mas Hadi sangat marah dan kecewa padaku. Aku memang egois tapi aku harus lakukan ini. Bagaimanapun aku wanita bersuami. Sampai detik ini mas Tama belum menandatangani surat perceraian. Walau aku tak tau apa alasannya. Yang jelas kenyataannya aku masih istri sah mas Tama...*********Tok tok tok....!Bunyi ketukan pintu, membuatku gemetar. Aku persiapkan mentalku untuk menemui mereka terutama istri kedua mas Tama.Trakt!Bunyi daun pintu terbuka, mata Luna membulat saat melihat aku berdiri bersama bik Iyem membawa barang-barangku."Nng-apain kamu kesini?" tanyanya, tanpa pikir panjang aku nyelonong masuk dan menyapu pandangan ke seluruh ruangan."Bik rapikan kamar ya? Aku capek mau segera istirahat," titahku pada bik iyem"Baik non."Luna geram dan langsung menghampiriku menghunuskan

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 14

    POV TAMA"Arum...apa yang terjadi?" tanyaku saat Arum masih nanar dengan tatapan mata berkaca-kaca."Arum?"panggilku lagi, Arum menoleh dengan tatapan hambar."Mas, maaf? Aku akan segera selesaikan ini," ujarnya berlalu pergi, aku kembali menghenyak kursi kerjaku dengan perasaan gundah. Pria itu, sebelumnya pernah dekat dengan Arum apa yang terjadi hingga Arum menjual semua aset padanya.Aku tidak tau bagaimana Arum menyelesaikan masalahnya dengan pria itu, masalah baru ini benar-benar membuatku pusing, tak ada yang bisa aku lakukan untuk perusahaan ini lagi, aku harus kembali ke rumah.Sesampai di rumah aku temui Luna tengah bermain dengan Geby, aku mencoba untuk tidak menemui dia dulu dan langsung mengecek kamar Resti. Rasa rindu dan penasaran padanya kenapa dia tiba-tiba menghilang dan mengirimi aku sebuah pesan misterius itu membuat banyak pertanyaan bersarang di kepalaku."Apa yang terjadi sebenarnya?

Bab terbaru

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 66

    .... POV HADI"Mama maafin papa ya?" ujar putriku mendekat dan menggenggam pergelengan tangan Arum erat. Arum masih bungkam hingga dia tampak dilema, istriku berdesih dan coba menarik tangannya yang aku genggam erat, matanya tampak merintikan air mata deras."Tolong berikan aku kesempatan lagi mah."lirihku. Sedikit Arum menyibak belahan rambutnya dan menghela nafas sesak. Caca yang juga menunggu jawaban dari Arum itu juga ikut bersimpuh di sampingku."Mama, caca maunya Mama Arum yang tinggal bersama Caca. Maafkan Caca mah, Caca gak akan manja lagi. Caca akan berusaha mandiri supaya tidak merepotkan mama lagi" ujarnya. Arum bergerak memegangi bahu Caca dan membawanya berdiri."Sayang...., kamu jangan begini. Sama sekali mama tidak pernah di repotkan oleh Caca." ujarnya. Arum menoleh padaku dan berkata."Pergil

  • JANGAN HINA AKU MANDUL    BAB 65

    POV RESTITing nong.Bunyi bel bergema Asih tampak meninggalkan Arabela yang tengah tertidur dan segera beranjak ke pintu."Nona Cassandra Resnya ada?" tanyanya, darahku berdesir saat mendengar suara mas Aldi. Bergegas aku bersiap dan berdiri sembari menghela nafas untuk menghilangkan nervousku."Ada Tuan, silahkan." ujar Inem. Mas Aldi masuk aku menyambutnya dengan gaun hitam di tambah dengan aksen bling-bling yang menempel di lengan, leher dan telingaku sengaja aku pake perhiasan brilian putih senada agar penampilanku terlihat berkesan dan elegan. Sedikit mas Aldi terpana melihat aku berdiri di hadapannya."Aku fikir, kamu tidak akan datang Tuan" ujarku menggunakan bahasa inggris. Sedikit mas Aldi senyum tipis dan berkata."Aku sudah janji. Kita sudah sangat dekat belakangan, aku tida

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 64

    Pov Resti."Aku tidak akan salah lagi, kamu Resti." lirih mba Arum meremas bahuku. Reflek aku memeluk dan menagis di pelukannya."Mba..." lirihku, mba Arum mendekap dan mengelus rambutku lembut."Aku hampir saja tidak mengenali mu Res? Kamu hebat sekali bisa sesukses ini." lirih mba Arum mengecup pucuk kepalaku. Mba Arum mendorongku pelan dan berkata sembari mengelus wajahku."Apa yang terjadi Res? Kenapa kamu menghilang? Kamu bilang kamu sudah punya anak? Kamu sudah menikah? Dengan siapa? Lantas hubunganmu bersama Aldi bagaimana? Sungguh mba sangat ingin tau semuanya Resti." ucapnya mencecarku dengan pertanya'an."Ceritanya panjang mba? , anakkku dia seumuran sama Andra. Aku pergi ke london saat hamil Arabela, aku menemui temanku disana, hingga ia tawari aku pekerja'an dan menjadi Casandra Res." jelasku. Mba Arum masih

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 63

    "Aku tidak mengerti dengan takdir. Setelah perceraianku dengan Tania, aku bahkan tak bisa menjalani hidup lagi dengan normal. Lucu bukan? Tania yang berbuat salah tapi seolah aku yang dapat karmanya."ucapnya terkekeh. Kembali ia berucap dengan lirih sembari mengingat seseorang." Tuhan pernah bawa seseorang memberi sedikit warna dihidupku. Namun dia hanya sekedar hadir sebentar lalu pergi."ucapnya. Mba Arum tampak memperhatikan wajahnya mas Aldi dengan seksama."Sepertinya kamu begitu mencintainya?" tanya mba Arum. Sedikit mas Aldi mengangguk dan berkata."Ya, sangat. Hanya saja sekarang aku coba menyerah dan ikhlaskan dia." tuturnya sejenak hatiku rasanya teranyuh. Sungguh aku tidak ingin mas Aldi melupakanku. Aku harus kembali tapi aku bingung bagaimana mengahadirkan Resti yang dulu lagi dalam hidupnya suami. Atau aku langsung jujur saja? Entahlah aku menemuinya lain waktu saja. Aku sedi

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 62

    POV RESTIDi depan kaca riasku di sebuah studio pemotretan terbaik di kota london ini aku menatap nanar pantulanku sembari pikiranku melayang jauh hingga ke indonesia. Bagaimana bisa aku kembali secepat mungkin ke indonesia sedangkan aku masih punya kontrak kerja dua bulan lagi. Dan Irfan akan segera berrtunangan dua minggu lagi. Aku masih sangat sibuk disini, mbak Arum? Dari sekian banyaknya wanita di dunia ini kenapa harus mbak Arum. Tapi saat aku melihat mata mas Aldi waktu itu. Dia tidak mungkin melupakanku semudah itu. Aku harus ingatkan dia lagi tentang Resti. Tanpa pikir panjang aku coba menghubungi mas Aldi.Tuuuut Tuuut....!Terdengar panggilan itu tersambung."Halo?"ucapnya"Halo Tuan indonesia?"sapaku dengan bahasa inggris terdengar mas Aldi terkekeh."Hay nona apa kabar?"tanyanya

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 61

    POV HADI.Lelucon macam apa ini, apa yang dikatakan Arum sangat menyayat hatiku. Bagaimana bisa aku hadiri sidang perceraian. Siang ini aku tak bisa berbuat banyak selain menyendiri lagi di kamar, aku rapuh sekali, aku tidak mau bercerai dengan Arum rasanya hatiku sangat lelah sekali. Aku ingin berkeluh kesah pada Arum tentang hatiku entah bagaimana caranya membuat dia yakin bahwa aku belum membagi perasaanku ataupun cintaku. Cumbuan itu hanya naluriah yang tak bisa aku artikan. Aku resah sekali saat ini aku menyesal. Sekarang semua sudah terlanjur kacau begini. Aku benar-benar lelah. Dalam lamunanku itu terdengar bunyi mobil memasuki garasi sontak aku tersadar dan melihat siapa yang datang bersama mobilku itu. Aku beranjak ke balkon melihat keadaan dibawah bisa aku lihat putriku turun dari mobil dengan wajah lemes. Segera aku hampiri dia ke pintu."Caca... Kamu dari mana aja nak bareng kang supir?" tanyaku.

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 60

    POV ARUM.Setelah melepas mas Tama pergi Aldi mengantarku kerumah. Aku terdiam sejenak melihat rumah itu, rumah ini masih terlihat bagus dan rapi. Karna memang aku selalu sewa jasa pekerja untuk membersihkannya tiap hari. Sedikit aku menghela nafas dan coba membuka kunci pintu itu."Kamu yakin bakal disini sendirian?" tanya Aldi yang Ikut juga masuk sembari menggendong Andra. Sebelumnya Andra sempat rewel bersamaku hingga Aldi mengmbilnya dan anak itu anteng lagi."Nanti aku akan hubungi Inem Al, dia pembantuku sebelumnya. Semoga saja dia masih bisa bekerja denganku." ujarku. Aldi mengangguk."Maaf aku belum sempat belanja, belum ada apa-apa di dapur. Kamu duduklah Al. Sini Andranya." ucapku mengambil anakku di gendongannya."Tak apa Rum, dia anteng sama aku." ujarnya. Aku mendegup dan coba kembali berkata gugup.&n

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 59

    POV HADIDengan langkah gontai aku coba melangkah ke mobil. Dadaku terasa sakit aku bingung mau menyusul Arum yang pergi bersama Aldi sekarang atau kembali pulang, bahkan aku tidak tau bagaimana bicara pada Caca nanti yang ada di rumah, sungguh Aku masih belum percaya kalau Arum mengetahui ini, bisa-bisanya rumah tanggaku hancur dalam sekejap. Padahal aku tidak pernah ingin berniat mengkhianatinya, aku masih menjaga batasanku hingga sejauh ini. Aku tidak bisa jika Arum pergi dan beranggapan bahwa aku telah berkhianat."Oh Tuhan tolong aku "lirihku dengan mata berkaca-kaca dengan berat hati aku menyalakan mesin mobil dan melaju pulang.Sesampai di rumah. Tanpa kata sepatah katapun aku berlalu kekamar, aku kesal membanting semua yang ada. Berkali-kali aku coba mengusap wajahku agar tidak terlihat lemah. Namun aku tidak bisa. Aku terhenyak di kasur dengan air mata merintik.&

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 58

    POV ARUMTuhan tolong beri aku kekuatan, semalam aku dapati mas Hadi pergi keluar dan kembali sebelum shubuh. Selama umur pernikahan kami, baru kali ini ia lakukan itu padaku. Aku sudah yakin mas Hadi telah membagi cintanya, entah bagaimana caranya aku kuat semalaman. Aku sudah muak. Aku tidak sanggup lagi menderita. Aku harus beberkan ke media. Publik terlanjur menuduh aku yang buruk. Padahal aku hanya korban dari segala pelik ini. Mas Hadi entah bagaimana rasanya hatiku sekarang. Kamu membagi cinta untuk mantan istrimu. Segala dongeng indah tentang kita di masa lalu itu hanyalah sebuah hiburan belaka untuk bisa aku kenang. Aku nanar menunggu wartawan datang ke ruang utama."Permisi selamat pagi Mbak Arum?" tanya salah seorang wartawan, aku sedikit tersintak dari lamunanku, tadinya aku fikir aku akan beberkan skandal mas Hadi. Tapi tak adil rasanya jika aku permalukan suamiku dihadapan publik. Lagi pula ini baru pertama ka

DMCA.com Protection Status