Beranda / Romansa / JANGAN HINA AKU MANDUL / Ke rumah Ibu lihat catatan

Share

Ke rumah Ibu lihat catatan

Penulis: RENA ARIANA
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-22 09:16:21

Malam ini aku masih memasak seperti biasanya, menunggu Mas Tama pulang, aku tidak mau menampakkan raut kesedihanku di depannya, toh rasanya percuma jika aku pun menangis sekarang padanya. Yang ada tindakan itu hanyalah kekonyolan belaka, habis ini dia akan menertawakan aku di belakang dengan keluarga dan wanita murahan itu. Aku harus sabar hingga beberapa waktu lagi. Jika aku inginkan dia, atau sakit ini terbalaskan hingga impas aku akan mencoba tenang. 

 

 

Sedikit dilema karena Mas Tama bisa jadi hanya dipengaruhi oleh keluarganya. Dorongan akan kekecewaan karena dia tidak mempunyai anak dariku hingga akhirnya dia menyetujui persyaratan mertua macan tak lain ibunya itu. Aku sebenarnya bingung. Sekarang aku sebatang kara. Setelah melepas Yosi waktu itu menikah, dia dibawa pergi jauh oleh suaminya, ke Malang. Terlebih lagi dia juga sangat marah padaku karena menjual semua warisan almarhumah Ibu. Bodohnya saat itu aku lebih mementingkan Mas Tama, yang kupikir waktu itu Mas Tama butuh uang untuk mengembangkan usahanya. Berbeda dengan suaminya Yosi yang memang sudah cukup sukses. Sekarang bagaimana? Kemana aku akan mengadu, pria yang selama ini kuharap tempat berlindungku pun sudah tega menusukku di belakang. Ah, tiba-tiba saja aku teringat Ibuku. "Ibu … aku rindu," rintihku gemetar, tetesan air mata pun menetes deras. 

 

 

Buru-buru kuhapus saat mendengar mobil Mas Tama memasuki garasi. Aku mencoba menghela nafas dan merapikan riasanku. Setelah itu, aku segera menghampiri Mas Tama dengan langkah kaki yang gontai.

 

 

"Aslamualaikum, Dek," ucap Mas Tama saat aku sudah berada di depan pintu.

 

 

"Walaikumsalam," jawabku lalu mencium punggung tangannya.

 

 

"Kamu masak apa? Mas lapar!" singkatnya beranjak ke meja makan. Aku membuntuti dia sembari menenteng tas dan jasnya. Sigap aku membungkuk saat ia duduk di kursi untuk membukakan sepatu.

 

 

 

"Tidak usah, Sayang. Aku bisa sendiri. Lagian sudah lama juga kamu tidak seperti ini. Tidak usah ya? Aku bisa buka sendiri," tolak Mas Tama sambil membuka sendiri sepatunya.

 

 

"Iya, Mas," singkatku berdiri. Lalu menyiapkan makanan di piringnya. Setelah Mas Tama beranjak dan mencuci tangan, ia pun kembali duduk.

 

 

 

"Jangan banyak-banyak!" sanggahnya saat aku menyendokkannya beberapa bongkah nasi.

 

 

"Kenapa? Katanya kamu lapar?"

 

 

 

"Tadi ada pertemuan di kantor, dan ada acara makan-makan. Tapi aku hanya makan sedikit, menurutku masakan-nya tidak lezat. Aku lebih suka masakan kamu," tuturnya. Aku sedikit menaikan alis dan sigap menuangkan lagi nasi ke baki. 

 

 

 

"Di kantor, apa di tempat Ibumu, Mas?" tanyaku berdesis pelan. Mas Tama sedikit membuka mata. 

 

 

"Tidak. Aku belum sempat ke rumah Ibu. Pengenya sih mau minta maaf. Tapi entar saja lah, tunggu aku tidak sibuk," celotehnya.  Aku hanya bungkam sembari tetap fokus pada menu makanan. 

 

 

"Nih, Mas, makanlah," singkatku menyerahkan nasi yang sudah kusendok beserta lauknya.

 

 

"Makasih, Sayang," ujarnya mencubit pipiku lembut. Terpaksa aku tarik ujung bibir ini untuk tersenyum. Muak sekali aku rasanya. Dia pikir aku tidak tahu kebenarannya.

 

 

******

 

 

 

Suasana gelapnya kamar, dan malam yang semakin larut, membuatku semakin gelisah tak menentu. Aku masih ingin tahu sudah seberapa dekat Mas Tama dengan mantan tunangannya itu. Aku benar-benar ingin mencari tahu segalanya. Mungkin saja mereka sudah merencanakan pernikahan di belakangku. Tapi kapan-nya, aku benar-benar tidak tahu. Aku benar-benar sudah dibuat gila dengan masalah ini. Saat kulirik Mas Tama, dia sudah terlelap. Reflek aku sambar gawai Mas Tama dan mencoba untuk membukanya.

 

 

"Shit! Sial...!" bentakku saat tahu ponsel Mas Tama memakai pasword. Padahal selama ini aku tidak pernah mau tahu dengan apa yang ada di dalam ponsel ini. Sekarang ketika aku ingin mencari tahu sesuatu, ponselnya menggunakan password, membuat nafasku terasa sesak. Tak terasa, bulir air mata pun kembali menetes.

 

 

"Aku harus bisa leluasa cari tahu semua tentang wanita itu. Tapi bagaimana caranya? Mas Tama sangat rapi menyembunyikan dia." Kembali aku menghapus air mata yang mengepul dan memutuskan untuk tidur.

 

 

****

 

 

Keesokan paginya, seperti biasa aku tetap melayani Mas Tama dengan baik, menyiapkan baju kantornya dan juga menyiapkan sarapan. Untuk pertama kalinya pagiku dirundung awan hitam, sampai-sampai aku tidak bisa menghirup dingin udara pagi. Darahku terasa mendidih yang sewaktu-waktu bisa saja meluap emosi. Namun, semua itu aku tahan. Aku belum siap hidup konyol tercampakkan di rumahku sendiri. 

 

 

"Sayang, Mas berangkat kerja dulu ya?" pamitnya mengecup keningku lembut. Aku hanya menyunggingkan senyum hangat padanya.

 

 

"Iya, Mas hati-hati," singkatku. Mas Tama mengacak rambutku dan beranjak pergi. Nafasku tersengal seraya menidurkan kepala di atas meja makan. 

 

 

Tak habis pikir, aku pun mencoba menghubungi temanku. Kali saja aku bisa mendapat info lebih cepat sebelum mereka semua mengelabuiku. Aku memiliki teman yang pernah dekat dengan Luna, siapa tahu dia bisa membantu.

 

 

Tuuutt….!

 

 

Aku mencoba menghubungi nomor Risa. Bersyukur panggilan itu tersambung dan tak lama Risa mengangkatnya.

 

 

 

"Hallo, Risa?"

 

 

"Ya ada apa, Arum? Tumben lu nelpon gue?"

 

 

"Gue butuh bantuan lo nih?"

 

 

"Apa?"

 

 

"Lu masih kenal, Luna? Yang waktu itu pernah satu kantor sama lu? Lu deket gak sama dia?" cecarku dengan pertanyaaan.

 

 

 

"Ya kenal sih … tapi semenjak dia jadi model dan menikah. Kami kehilangan kontak gitu?"

 

 

"Owh.." lirihku.

 

 

"Kenapa?"

 

 

"Dia... wanita yang akan dinikahi Mas Tama,"desisku terasa berat.

 

 

" Apa?"

 

 

"Iya, Sa. Gua mau minta tolong sama lo, cari info tentang dia dan suami gua. Akhir-akhir ini mungkin mereka sibuk menyiapkan pernikahan," rengekku.

 

 

"Lu cegah atau apa kek! Labrak aja kalo lo emang tau!"

 

 

"Nggak, Sa. Ini rumit! Ibunya Mas Tama yang menjodohkan mereka. Guenya pengen tahu, seberapa hebat sih saingan gue itu, ya selain bakatnya bisa mengandung," ujarku mencoba bercanda walau beban hatiku berat. 

 

 

"Is amitlah gue punya mertua kayak itu Rum. Ya udah, gue bisa kok deket sama dia lagi. Lagian kita pernah akrab juga. Lu tenang aja. Gue bakal bantuin lu nguntit-tin mereka," jelasnya. Sedikit lega akhirnya Risa mau membantu. 

 

 

"Makasih, Risa" singkatku.

 

 

"Nanti aku kabari lagi ya, aku akan temui dia di kantornya dulu."

 

 

"Emang lu tahu kantor, Luna?" tanyaku sedikit heran.

 

 

"Ya tahulah. Orang tempat kerja dia yang baru, masih deket dari kantor gue!" balas Risa. Baguslah kalau begitu.

 

 

"Hum. terima kasih ya?"

 

 

"Sama-sama, Arum, Sayang!" balasnya seraya memutuskan sambungan telepon.

 

 

 

******

 

 

Hari mulai siang. Hari ini aku masih berada di rumah sakit. Setelah cek up ke dokter tentang program kehamilanku barusan, aku sengaja duduk dulu di taman rumah sakit. Lalu kembali berpikir gundah. "Hah!" Aku menarik nafas panjang sebelum akhirnya menghembuskannya juga.

 

 

Buat apa aku datang lagi untuk cek up ke dokter tentang program kehamilan ini, toh Mas Tama juga sudah mencari jalan lain yang lebih mudah untuk mendapatkan anak. Aku bingung, Dokter bilang aku tidak bermasalah. Tapi masih juga belum diberi keturunan. Sedangkan, Mas Tama … ketika aku kembali untuk mengambil hasil lab kemarin, ternyata Dokter bilang Mas Tama tidak melakukan tes. Benar-benar keterlaluan. Hum, ternyata saat aku pamit ke kamar mandi, Mas Tama tidak mau melakukan tes. Pantas saja saat aku bilang tunggu hasil tes keluar dia hanya diam saja.

 

 

 

Deerrrt derrt….

 

Ponselku bergetar, aku pun langsung melihat pesan itu dan membacanya.

 

 

[Suami lo ada disini, Rum, bareng wanita itu. Mereka lagi makan di kantin kantor. Gue nyapa mereka gak ya?] pesan Risa lengkap dengan foto suamiku bersama wanita cantik yang tak lain adalah Luna. Mereka sudah terlihat sangat akrab, sangat jelas hubungan mereka sudah terjalin cukup lama. 

 

 

[Gak usah Risa, kamu balik kantor aja!] titahku. Aku tidak mau Mas Tama merasa Risih jika dia melihat Risa. Apalagi terpergok sedang berduaan dengan kekasihnya. Bisa-bisa dia menaruh curiga.

 

 

[Baiklah, lagian gue gak punya banyak waktu. Harus balik lagi ke kantor!] tulisnya, selepas mengetik ucapan terima kasih, aku pun bergegas pulang dengan mencari taksi. Yang kusangka usaha yang aku yakini dengan sabar ini akan berbuah manis, malah sekarang terasa sangat pahit.

 

 

"Hiks …  hiks …." tangisku pecah sembari mengelus dada, ada yang sesak rasanya yang tak bisa terlepas. Seakan nafasku terhenti. Tidak kupedulikan berapa pasang mata yang melihatku berjalan sambil menangis. "Mas, permainanmu benar-benar membuatku terkesima," batinku. 

 

 

Pikiran kembali miris saat mengingat dokter tadi menyarankan Mas Tama ikut kontrol program kehamilan. Semua itu hanya membuatku sakit. Semua sia-sia tak ada yang tersisa, harapan dan impian itu sirna sudah. Mas Tama saja akan menikah lagi. Mana mungkin dia mau ikut kontrol denganku. Bahkan, pekan lalu, yang aku kira dia telah melakukan tes pun hanya sebuah kebohongan. Heran, susah sekali laki-laki itu jika kupinta untuk ikut program.

 

 

"Taksi!" panggilku saat melihat taksi menepi. Kebetulan kosong, aku pun langsung masuk ke dalamnya. "Bang, kita ke perumahan sekar ya?" pintaku pada pak taksi. 

 

 

"Baik, Non." 

 

 

Aku akan pergi ke rumah mertuaku, untuk menemui ibu dan Resti. Aku ingin mencari tahu apa yang mereka lakukan kemarin. Apa mereka tak mau memberi tauku tentang pernikahan Mas Tama dan Luna? Atau bisa saja mereka biarkan Mas Tama membuat anak haram dengan wanita murahan itu. Aku sudah benar-benar merasa kepanasan sendiri. Serasa siap kalo Mas Tama akan menikah lagi. Tapi entah apa yang membuatku rapuh, terkadang siap, terkadang sebaiknya. Pak Taksi berkendara lumayan cepat. Sekitar 20 menit perjalanan, aku kami telah sampai di depan rumah Ibu mertua. 

 

 

"Sudah sampai, Non!" ucapnya.

 

 

"Iya, Bang." Segera aku turun setelah memberikannya uang pas. Dengan hati yang deg-degan, aku melangkah ke depan pintu rumah Ibu. 

 

 

Tok tok tok….! 

 

 

Pintu sedikit terbuka hingga aku bisa mengintip suasana di dalamnya. Sedikit gadis bungsu Mas Tama beringsut dari duduknya dan beranjak ke pintu. 

 

 

"Siapa?" tanyanya. Matanya sedikit terbuka melihatku berdiri. 

 

 

"Mbak? Kenapa kok tiba-tiba nongol disini?" ujarnya. Aku tersenyum simpul.

 

 

"Emang kenapa? Mbak tidak boleh kesini?" tanyaku. Resti menoleh ke arah dapur dan berteriak.

 

 

"Ibuk....!"

 

 

Wanita paruh baya itu berjalan keluar wajahnya sedikit berubah melihatku ada di pintu. 

 

 

"Mau apa kamu kesini?" tanyanya. Aku mendekat, dan sedikit memasang wajah sedih. 

 

 

"Ibu, Arum hanya pengen minta maaf soal malam itu. Mas Tama tidak seharusnya membentak Ibu begitu. Arum jadi merasa bersalah," jelasku sambil memegangi lengannya. Mertuaku itu terlihat sedikit memainkan wajahnya.

 

 

"Ya sudah lah, kamu memang selalu pandai mengambil hati anakku itu, sekarang terserah. Aku sudah gak mau ngurus!" sungutnya. Aku sedikit menyringai dan melirik pada Resti. 

 

 

"Maaf ya, Res. Mbak juga sudah jarang datang kesini," ujarku. Resti menarik ujung bibirnya dan tersenyum.  Sedari tadi, kedua orang itu tidak menyuruhku masuk. Sehingga tanpa di suruh, kakiku pun melangkah ke dalam. Kaki ini berhenti di dekat meja kecil ketika mataku mendapati sebuah catatan di atasnya. 'Nikah Tama 28 januari. Persiapan pernikahan?' Belum sempat aku membaca keseluruhan, Ibu sudah sewot hingga membuatku kaget.

 

 

 

"Kamu kalau gak punya maksud lain, ya udah pulang! Gak usah basa basi gak jelas! Lagian kamu senangkan, Tama membenciku?!" hardik ibu.

 

 

"Oh, baiklah, Bu. Bukan apa-apa, Arum hanya ingin minta maaf karena tidak enak hati malam itu."

 

 

"Sudah! Pergi sana! Bilang saja kamu pengen hina aku, ya kan?" bentaknya. Aku tidak peduli, segera  aku pun membalik dan secepat kilat menjauh.

 

 

"28 januari … oke, baiklah!" lirihku bergumam pilu saat sudah sampai di luar rumah ibu. Pernikahan mereka hanya tinggal menghitung hari.

 

 

 

*********

 

 

 

"Lo harus cegah, Arum! Jangan diamkan saja! Jangan biarkan Wanita itu menikah dengan suami lo!" hasut Risa saat aku menemuinya di kantor. Sepulang dari rumah Ibu aku langsung pergi ke kantor Risa.

 

 

"Aku sadar, Risa. Aku tidak sesempurna itu jika harus membatalkan pernikahan mereka. Kenyataannya aku memang tak berguna," lirihku. Risa hanya menggeleng.

 

 

"Emang dasar, dari dulu lu itu lemah, Arum! Kesel gue," geram teman lamaku itu. Aku hanya bungkan merintikkan air mata deras. Risa hanya berdesih melihat air mataku mengalir deras.

 

 

"Trus lo mau apa?"

 

 

"Diam..." lirihku.

 

 

"Dan pura-pura gak tau, hiks..." tangisku kembali pecah. Ia menggeleng sambil berdesih gundah melihat kesedihanku, refleks Risa mengelus pundakku.

 

 

"Yakin, kamu bakal kuat? Percayalah ini akan sangat menyiksa, Rum." Aku semakin menangis tersedu-sedu. Kembali tangannya lugas merangkul dan mengelus bahuku. Setidaknya kehadiran Risa membuat aku merasa bahwa sekarang aku tak seorang diri.

 

 

"Kalau begitu, aku pulang dulu, Sa. Kamu juga harus kembali bekerja," pamitku. Risa hanya mengangguk. Setelah mengusap air mata, aku pun melangkah keluar kembali mencari taksi ....

 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Setyo Wibo Wati
ambil alih perusahaan atas nama kamu biar dia tau rasa
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bukan aku tapi kamu!

    Ini sudah dua hari Mas Tama tidak pulang, dia pergi keluar kota untuk urusan kantor yang mendadak, walau aku tahu itu hanya alasan. Mungkin saja sekarang dia sibuk menyiapkan hari pernikahannya bersama wanita pilihan ibunya itu. Aku yang kembali teringat omongan Dokter pun segera menghubunginya. Tak lama, setelah panggilan terhubung Mas Tama mengangkat panggilanku. Tidak memakai salam seperti biasa, aku langsung saja pada inti dan tujuanku menelepon."Halo, Arum," ucap Mas Tama. Entah kenapa darah ini tiba-tiba berdesir."Mas, aku rasa kali ini kamu mau ikut denganku untuk cek up program itu. Kamu kemarin tidak mau melakukannya dengan alasan buang-buang waktu! Tapi kamu ingin punya momongan! Sedangkan aku harus berusaha sendiri! Kamu bagaimana sih, Mas!""Dokter menyarankan, kamu juga diperiksa!" Kalau bisa, kamu hari ini juga cepetan p

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-22
  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 4

    POV TAMAAkhirnya aku kembali kerumah Ini sebagai Tamu terhina seperti ini, rencana ibuk semula gagal yang ingin mengelabui Arum menjual rumah dan sebidang tanah itu. Aku tidak menyangka dia benar-benar bergerak cepat. Aku lupa aku jatuh cinta kepadanya dulu karna kesigapan dan ketangguhannya, wanita pendaki pertama yang begitu anggun dimataku. Aku mencintai jiwa pemberaninya. Walau naluri seorang istrinya terpancar saat kami sudah menjalani rumah tangga. Ternyata dia tetaplah Arum yang tegas. Penakluk bukit dan gunung itu. Jujur aku menyesal, tapi semua telah terlanjur. Aku mencintai Luna juga begitu Arum. Keturunan adalah hal yang terpenting sekarang. Mengingat aku sulung dan putra ibuk satu-satunya."Coba bik, bagusan yang mana coba?" tanya Arum pada bik Iyem dengan sesekali menatap layar ponsel."Ini non, bagus!" tunjuknya. Arum menoleh pada Bik iyem meyakinkan."Bibik suka?""Bagus, sih warnanya."

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30
  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 5

    POV ArumDengan Kesibukanku dikantor sedikit aku bisa melupakan masalah yang ada dirumah, sekarang aku harus fokus memajukan lagi perusaha'an yang sudah di jalankan Tama ini, banyak sekali yang harus aku perbaiki dan aku rombak. Dari agenda kerja pendata'an dan yang lainnya. Mas Tama benar-benar tidak bisa berbuat banyak untuk perusaha'an ini. Untungnya Risa sahabatku mau di ajak bekerja sama membantuku membangun lagi perusaha'anku."Kamu beneran gak apa serumah dengan Luna tiga bulan lagi?" tanya Risa. Sejenak aku terdiam menghentikan tanganku mengotak atik laptop."Aku ingin balas mereka, tak apa tiga bulan saja, tak sabar rasanya melihat reaksi mereka betapa tidak bergunanya Tama itu," geramku menggertakkan rahang."Tapi gue cemaskan Lo Rum!" singkatnya, sontak aku menoleh."Kenapa?""Kematian suaminya Luna itu sangat ganjal. Orang-orang mencurigai Lunalah yang telah membunuhnya" jelas Risa, mataku membulat s

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30
  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 6

    POV LUNA"Mbak, gantian atuh, nanti kalo mbak Arum kembali bisa habis kita," ujar Resti menghampiriku dengan memegangi Ember dan kain pel."Ah, kamu ini. Denger ya, justru aku ongkang-ongkang kaki begini juga bantu kalian, kamu gak tau sih kesepakatannya, Arum nantangin aku harus hamil dalam waktu tiga bulan ini. Jika aku hamil semuanya akan kembali sama mas Tama. Tapi jika tidak, bersiaplah kalian jadi gembel," gerutuku, Resti manyun tak habis pikir dengan persyaratan itu."Sudah sana ah... aku gak mau keguguran dengan kerja'an berat itu!" bentakku. Resti makin mengerutkan kening dan kembali me-ngpel lantai.Haah, lega rasanya, wanita bodoh itu beri persyaratan nyeleneh. Aku benar-benar tak menyangka aku bisa memanfa'atkan keada'an ini. Tadinya, aku mau memanfaatkan mas Tama akan kehamilanku bersama Dion. Pria tampan teman satu clubku, aku tidak mau meminta pertanggung jawaban dia karena dia pria yang miskin dan tak pu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30
  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 7

    POV IBUHari ini aku sudah di bolehkan pulang. selama dirumah sakit Luna tidak pernah mengunjungiku. Mungkin dia sibuk dengan Geby yang masih balita. Aku berharap Luna bisa hamil secepatnya. Tak sabar rasanya melihat wanita itu sadar betapa tak berharganya dia."Ibuk istirahat lah, Tama akan siapkan teh hangat," ucap anakku. Aku tersenyum bangga memandangi anakku itu, Tama dia anak yang penurut lagi penyayang. Sedikitpun dia tak pernah membantah. Dia sangat menyayangi aku dan Resti. Hanya saja keterbatasanku yang tak bisa membahagiakannya, segala hartaku sudah habis kujual untuk biaya kuliahnya waktu itu. Hingga kami hanya punya rumah satu-satunya dan akhirnya itu juga ikut terjual karna wanita sampah seperti Arum."Tama...!" panggilku saat Tama sudah di pintu hendak keluar kamar."Kamu panggil Luna ya? Ibuk kangen sama dia," ujarku, Tama tersenyum sembari mengangguk.Selang lima menit Lun

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30
  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 8

    Pov Luna.Sialan adiknya Arum itu berani menghajarku di depan semua orang. Apa dia fikir aku ini takut? Sama sekali aku tidak takut padanya. Awas saja aku akan ngadu sama mas Tama masalah kejadian ini. Mereka berdua akan segera aku singkirkan, dia tidak tau saja tengah mempermainkan siapa.Dari halaman rumah terdengar bunyi motor berhenti didepan rumah, mungkin ojol yang ngantar mas Tama pulang. Gegasku ku hampiri ke teras rumah."Mas," rengekku, masih terlihat raut wajah lelah mas Tama seharian jadi budak Arum di kantor."Kamu kenapa Lun," desisnya, aku membuntuti dia masuk ke rumah. Arum yang masih tampak bersedih karna Yosi begitu marah padanya itu tampak sesegukan menangis. Reflek mas Tama bertanya."Ada apa?" tanyanya, Arum melirik mas Tama dengan mata yang berkaca-kaca."Yosi, dia tadi kesini. Kamu tau betapa kecewanya dia melihat kamu menikah lagi? Kalian bisa tinggal enak disini j

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30
  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 9

    POV LUNADua hari berlalu, Hari ini ibuk sudah diperbolehkan pulang. Tatapan mata dan sikapnya membuatku gundah, akhirnya aku memilih menjauh-jauh saja darinya daripada nanti mas Tama mencurigai sesuatu."Buk, Kita sudah bisa pulang, tapi maaf. Tama gak bisa bawa ibuk dalam keada'an sehat. Tama janji Tama akan berusaha untuk menyembuhkan ibuk. Jadi ibuk sabar ya?'' jelas mas Tama pada ibunya yang tengah duduk di atas kursi Roda. Kesalnya... Arum masih tampak mendampingi mas Tama."Iya buk, Arum akan bawa dokter spesialis nanti untuk menangani penyakit ibu," jelasnya, reflek aku mencibir.*******Hari terus berlalu, siang ini aku sengaja menemui ibuk di kamarnya. Wanita renta itu masih memandangiku dengan melotot. Sontak aku pun lirik ke kiri dan kanan, melihat keada'an. Karena aku masih ingin memastikan ibuk benar mendengar percakapan aku dengan mas Dion atau tidak."Buk!" sapaku meremas Punggu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30
  • JANGAN HINA AKU MANDUL   PART 10

    POV ARUM"Jadi mana surat yang kemaren, ayok coba tanda tangani?" titah Luna, seketika aku gemetar sekaligus geram. Apa yang terjadi. Apa dokter itu yang salah? Gak mungkin, dokter itu tidak mungkin salah. Aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak mungikin berikan hartaku gitu aja sama wanita itu. Ini pasti ada yang tidak beres disini. Tak mungkin data dari laboratorium itu salah. Kalo mas Tama itu benaran mandul!"Apa beneran ini tespesk dan USGmu? Beneran?" tanyaku, mas Tama tampak girang, dan wanita itu tak kalah senang.Seketika aku kalud, dan susah memutar otak bagaimana bisa wanita itu hamil."Gak mungkin!" desisku, Luna berdesih dan sontak berucap."Kok bisa gak mungkin! Jelas-jelas sekarang aku tengah mengandung anaknya mas Tama! Kenapa kamu? Mau ngelak ya? Dasar wanita picik!" ujarnya. Aku bungkam tak habis pikir. Apa wanita ini berpikir bahwa aku akan memberikan hartaku begitu saja? Dasa

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-30

Bab terbaru

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 66

    .... POV HADI"Mama maafin papa ya?" ujar putriku mendekat dan menggenggam pergelengan tangan Arum erat. Arum masih bungkam hingga dia tampak dilema, istriku berdesih dan coba menarik tangannya yang aku genggam erat, matanya tampak merintikan air mata deras."Tolong berikan aku kesempatan lagi mah."lirihku. Sedikit Arum menyibak belahan rambutnya dan menghela nafas sesak. Caca yang juga menunggu jawaban dari Arum itu juga ikut bersimpuh di sampingku."Mama, caca maunya Mama Arum yang tinggal bersama Caca. Maafkan Caca mah, Caca gak akan manja lagi. Caca akan berusaha mandiri supaya tidak merepotkan mama lagi" ujarnya. Arum bergerak memegangi bahu Caca dan membawanya berdiri."Sayang...., kamu jangan begini. Sama sekali mama tidak pernah di repotkan oleh Caca." ujarnya. Arum menoleh padaku dan berkata."Pergil

  • JANGAN HINA AKU MANDUL    BAB 65

    POV RESTITing nong.Bunyi bel bergema Asih tampak meninggalkan Arabela yang tengah tertidur dan segera beranjak ke pintu."Nona Cassandra Resnya ada?" tanyanya, darahku berdesir saat mendengar suara mas Aldi. Bergegas aku bersiap dan berdiri sembari menghela nafas untuk menghilangkan nervousku."Ada Tuan, silahkan." ujar Inem. Mas Aldi masuk aku menyambutnya dengan gaun hitam di tambah dengan aksen bling-bling yang menempel di lengan, leher dan telingaku sengaja aku pake perhiasan brilian putih senada agar penampilanku terlihat berkesan dan elegan. Sedikit mas Aldi terpana melihat aku berdiri di hadapannya."Aku fikir, kamu tidak akan datang Tuan" ujarku menggunakan bahasa inggris. Sedikit mas Aldi senyum tipis dan berkata."Aku sudah janji. Kita sudah sangat dekat belakangan, aku tida

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 64

    Pov Resti."Aku tidak akan salah lagi, kamu Resti." lirih mba Arum meremas bahuku. Reflek aku memeluk dan menagis di pelukannya."Mba..." lirihku, mba Arum mendekap dan mengelus rambutku lembut."Aku hampir saja tidak mengenali mu Res? Kamu hebat sekali bisa sesukses ini." lirih mba Arum mengecup pucuk kepalaku. Mba Arum mendorongku pelan dan berkata sembari mengelus wajahku."Apa yang terjadi Res? Kenapa kamu menghilang? Kamu bilang kamu sudah punya anak? Kamu sudah menikah? Dengan siapa? Lantas hubunganmu bersama Aldi bagaimana? Sungguh mba sangat ingin tau semuanya Resti." ucapnya mencecarku dengan pertanya'an."Ceritanya panjang mba? , anakkku dia seumuran sama Andra. Aku pergi ke london saat hamil Arabela, aku menemui temanku disana, hingga ia tawari aku pekerja'an dan menjadi Casandra Res." jelasku. Mba Arum masih

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 63

    "Aku tidak mengerti dengan takdir. Setelah perceraianku dengan Tania, aku bahkan tak bisa menjalani hidup lagi dengan normal. Lucu bukan? Tania yang berbuat salah tapi seolah aku yang dapat karmanya."ucapnya terkekeh. Kembali ia berucap dengan lirih sembari mengingat seseorang." Tuhan pernah bawa seseorang memberi sedikit warna dihidupku. Namun dia hanya sekedar hadir sebentar lalu pergi."ucapnya. Mba Arum tampak memperhatikan wajahnya mas Aldi dengan seksama."Sepertinya kamu begitu mencintainya?" tanya mba Arum. Sedikit mas Aldi mengangguk dan berkata."Ya, sangat. Hanya saja sekarang aku coba menyerah dan ikhlaskan dia." tuturnya sejenak hatiku rasanya teranyuh. Sungguh aku tidak ingin mas Aldi melupakanku. Aku harus kembali tapi aku bingung bagaimana mengahadirkan Resti yang dulu lagi dalam hidupnya suami. Atau aku langsung jujur saja? Entahlah aku menemuinya lain waktu saja. Aku sedi

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 62

    POV RESTIDi depan kaca riasku di sebuah studio pemotretan terbaik di kota london ini aku menatap nanar pantulanku sembari pikiranku melayang jauh hingga ke indonesia. Bagaimana bisa aku kembali secepat mungkin ke indonesia sedangkan aku masih punya kontrak kerja dua bulan lagi. Dan Irfan akan segera berrtunangan dua minggu lagi. Aku masih sangat sibuk disini, mbak Arum? Dari sekian banyaknya wanita di dunia ini kenapa harus mbak Arum. Tapi saat aku melihat mata mas Aldi waktu itu. Dia tidak mungkin melupakanku semudah itu. Aku harus ingatkan dia lagi tentang Resti. Tanpa pikir panjang aku coba menghubungi mas Aldi.Tuuuut Tuuut....!Terdengar panggilan itu tersambung."Halo?"ucapnya"Halo Tuan indonesia?"sapaku dengan bahasa inggris terdengar mas Aldi terkekeh."Hay nona apa kabar?"tanyanya

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 61

    POV HADI.Lelucon macam apa ini, apa yang dikatakan Arum sangat menyayat hatiku. Bagaimana bisa aku hadiri sidang perceraian. Siang ini aku tak bisa berbuat banyak selain menyendiri lagi di kamar, aku rapuh sekali, aku tidak mau bercerai dengan Arum rasanya hatiku sangat lelah sekali. Aku ingin berkeluh kesah pada Arum tentang hatiku entah bagaimana caranya membuat dia yakin bahwa aku belum membagi perasaanku ataupun cintaku. Cumbuan itu hanya naluriah yang tak bisa aku artikan. Aku resah sekali saat ini aku menyesal. Sekarang semua sudah terlanjur kacau begini. Aku benar-benar lelah. Dalam lamunanku itu terdengar bunyi mobil memasuki garasi sontak aku tersadar dan melihat siapa yang datang bersama mobilku itu. Aku beranjak ke balkon melihat keadaan dibawah bisa aku lihat putriku turun dari mobil dengan wajah lemes. Segera aku hampiri dia ke pintu."Caca... Kamu dari mana aja nak bareng kang supir?" tanyaku.

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 60

    POV ARUM.Setelah melepas mas Tama pergi Aldi mengantarku kerumah. Aku terdiam sejenak melihat rumah itu, rumah ini masih terlihat bagus dan rapi. Karna memang aku selalu sewa jasa pekerja untuk membersihkannya tiap hari. Sedikit aku menghela nafas dan coba membuka kunci pintu itu."Kamu yakin bakal disini sendirian?" tanya Aldi yang Ikut juga masuk sembari menggendong Andra. Sebelumnya Andra sempat rewel bersamaku hingga Aldi mengmbilnya dan anak itu anteng lagi."Nanti aku akan hubungi Inem Al, dia pembantuku sebelumnya. Semoga saja dia masih bisa bekerja denganku." ujarku. Aldi mengangguk."Maaf aku belum sempat belanja, belum ada apa-apa di dapur. Kamu duduklah Al. Sini Andranya." ucapku mengambil anakku di gendongannya."Tak apa Rum, dia anteng sama aku." ujarnya. Aku mendegup dan coba kembali berkata gugup.&n

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 59

    POV HADIDengan langkah gontai aku coba melangkah ke mobil. Dadaku terasa sakit aku bingung mau menyusul Arum yang pergi bersama Aldi sekarang atau kembali pulang, bahkan aku tidak tau bagaimana bicara pada Caca nanti yang ada di rumah, sungguh Aku masih belum percaya kalau Arum mengetahui ini, bisa-bisanya rumah tanggaku hancur dalam sekejap. Padahal aku tidak pernah ingin berniat mengkhianatinya, aku masih menjaga batasanku hingga sejauh ini. Aku tidak bisa jika Arum pergi dan beranggapan bahwa aku telah berkhianat."Oh Tuhan tolong aku "lirihku dengan mata berkaca-kaca dengan berat hati aku menyalakan mesin mobil dan melaju pulang.Sesampai di rumah. Tanpa kata sepatah katapun aku berlalu kekamar, aku kesal membanting semua yang ada. Berkali-kali aku coba mengusap wajahku agar tidak terlihat lemah. Namun aku tidak bisa. Aku terhenyak di kasur dengan air mata merintik.&

  • JANGAN HINA AKU MANDUL   Bab 58

    POV ARUMTuhan tolong beri aku kekuatan, semalam aku dapati mas Hadi pergi keluar dan kembali sebelum shubuh. Selama umur pernikahan kami, baru kali ini ia lakukan itu padaku. Aku sudah yakin mas Hadi telah membagi cintanya, entah bagaimana caranya aku kuat semalaman. Aku sudah muak. Aku tidak sanggup lagi menderita. Aku harus beberkan ke media. Publik terlanjur menuduh aku yang buruk. Padahal aku hanya korban dari segala pelik ini. Mas Hadi entah bagaimana rasanya hatiku sekarang. Kamu membagi cinta untuk mantan istrimu. Segala dongeng indah tentang kita di masa lalu itu hanyalah sebuah hiburan belaka untuk bisa aku kenang. Aku nanar menunggu wartawan datang ke ruang utama."Permisi selamat pagi Mbak Arum?" tanya salah seorang wartawan, aku sedikit tersintak dari lamunanku, tadinya aku fikir aku akan beberkan skandal mas Hadi. Tapi tak adil rasanya jika aku permalukan suamiku dihadapan publik. Lagi pula ini baru pertama ka

DMCA.com Protection Status