POV TAMA
Akhirnya aku kembali kerumah Ini sebagai Tamu terhina seperti ini, rencana ibuk semula gagal yang ingin mengelabui Arum menjual rumah dan sebidang tanah itu. Aku tidak menyangka dia benar-benar bergerak cepat. Aku lupa aku jatuh cinta kepadanya dulu karna kesigapan dan ketangguhannya, wanita pendaki pertama yang begitu anggun dimataku. Aku mencintai jiwa pemberaninya. Walau naluri seorang istrinya terpancar saat kami sudah menjalani rumah tangga. Ternyata dia tetaplah Arum yang tegas. Penakluk bukit dan gunung itu. Jujur aku menyesal, tapi semua telah terlanjur. Aku mencintai Luna juga begitu Arum. Keturunan adalah hal yang terpenting sekarang. Mengingat aku sulung dan putra ibuk satu-satunya.
"Coba bik, bagusan yang mana coba?" tanya Arum pada bik Iyem dengan sesekali menatap layar ponsel.
"Ini non, bagus!" tunjuknya. Arum menoleh pada Bik iyem meyakinkan."Bibik suka?""Bagus, sih warnanya.""Yo wes kita masukin keranjang." Percakapan mereka sepertinya begitu hangat. Hingga aku datang menyelip. "Bik, bisa tolong bikinkan sereal untuk geby? Mamanya lagi dikamar mandi," pintaku, Arum tampak melirik, dengan sedikit alis terangkat. "Bibik Iyem libur kerja! Selama tiga hari! Lagian aku baru saja didatangi pekerja baru. Istrimu itu bisalah mas kalo cuma untuk bersih-bersih dan bikin sereal!" jelasnya. Aku mendegup. "Kalau cuma bikin sereal aku rasa tidak keberatan?" timpalku"Tiga hari, libur kerja. baik itu yang berat maupun yang ringan. Kapan lagi tugas bibik di gantikan Luna ya kan? Atau ibukmu kalo sanggup tak apa lah ya? Itung-itung senam," ujarnya, membuatku geram. Delapan tahun aku membina rumah tangga dengan Arum baru kali ini ia berani merendahkan dan menghina ibuku. Sebelumnya dia begitu santun lagi sopan. "Tak usah saja, Arum! Aku tidak menyangka kamu begitu picik juga ternyata!" geramku menyeret geby. Putri semata wayang Luna dari pernikahan sebelumya. Ibuk dan resti begitu menyayangi Geby. Istriku keduaku dia bukannya wanita pengangguran hanya saja ia sekarang tengah vakum dari karir modelingnya karna fokus buat ngerawat geby. Aku yakin badai ini akan cepat berlalu. Aku akan temui pekerja'an yang baru, dan Luna akan kembali menjadi model. Hanya saja sekarang aku harus bisa mencari tempat secepatnya sebelum terusir oleh Arum.**********,**********************"Mas! Kamu dari mana sih?" sambut Luna di gerbang, aku terengah-engah berjalan menghampirinya. Setelah seharian aku capek mencari rumah kontrakan yang bayarannya bisa belakang walau terdengar mustahil. Aku coba saja berusaha ."Aku cari rumah kontrakan Na, kali aja ketemu. Sayangnya tidak ada," ucapku terengah-engah beranjak masuk. Luna berdecih menghampiriku."Mas, ngapain mau pergi! Kita sudah disini ini saatnya kita rebut dari wanita itu mas! Apa kamu berpikir keluar begitu saja dari rumah ini?" tanya Luna, aku berdecih kesal mendengar celotehnya itu."Luna! Aku gak mau buat masalah lagi! Kamu dengar! Arum benar, ini semua miliknya, aku bukan siapa-siapa sebelumnya."Maksudmu aku menikah denganmu hanya untuk mendengar ungkapan konyol ini apa? Kamu menikah denganku menginginkan anak? Lalu bagaimana dengan anakku, apa kamu bakal kasih makan dia dengan rasa penyesalanmu?!" bentaknya, aku mengusap wajah gusar. Luna juga benar, aku membawanya masuk dalam kehidupanku dan malah mengabaikannya begini. Luna akan melahirkan anakku. Bahkan sekarang aku tidak punya uang sepersenpun untuk masa depannya. Lama aku menatapnya nanar.
"Mas! Apa kamu menikahiku hanya untuk jadi babunya Arum?" Aku mendekat lalu merangkulnya erat. " Maaf Luna, Aku bingung. Kita tidak akan menang dari Arum," desisku mengelus pundaknya."Arum...dia begitu sombong mas! Kamu lihat bagaimana perlakuannya pada ibuk?"ucapnya. Sejenak aku diam. Luna ada benarnya juga. Tapi bagaimana untuk menjinakkan Arum, aku sungguh belum paham maksud Luna membalas Arum seperti apa.***************
Pagi ini Arum sudah siap dengan baju kantornya, sengaja dia tolak semua tawaran Risa bekerja di perusaha'anya karna dia ingin fokus memajukan perusaha'an kecil yang sudah aku kelola enam tahun yang lalu. " Arum kita harus bicara?"ujarku, membuyarkan fokusnya saat berberes di depan cermin."Apa? Katakan saja mas! Aku gak punya banyak waktu. Ini hari terakhir..." sungutnya. Dia terlihat sangat sibuk. Arum menghentikan tangannya yang sedang memasangkan anting dan melirik padaku."Kamu mau izin pergi? Silahkan. Oh ya, dapet kontrakan dimana? Nyaman gak? Ibukmu kan gak biasa susah semenjak jadi mertuaku," ujarnya sedikit meledek. Aku geram ini entah keberapa kali ia singgung-singgung tentang ibuku.
"Aku tau, kamu sangat sakit hati padaku. Tapi bukan berarti seenaknya kamu merendahkan ibuku begini!" bentakku sedikit meninggi, Arum melirikku sembari menaikan sedikit alisnya."Gak ada yang salah kok mas dengan ucapanku! Sekarang aku tanya, kamu ngapain kesini? Kalo mau pergi, pergi aja," singkatnya dengan santai. Sedikit aku coba mengatur nafas dan meredam amarahku. Tadinya aku mau minta pekerja'an padanya. Gak seharusnya aku terpancing emosi tadi.
"Arum, aku datang mau minta kerja'an kali aja, aku punya tempat di kantor kita. Aku tak mungkin terlantarkan Resty, Luna, Geby dan ibukku!" ucapku berat lagi tertekan. Wanita itu seakan tak peduli dengan ungkapanku yang begitu lirih. "Lucu ya? Saat kalian bersatu membuat masalah ini aku tak di ikut sertakan, lah kenapa saat kalian menderita aku keciprat sialnya? Aku mau kamu pergi jauh dari hidupku mas! Aku tak peduli mau kalian kelaparan kedinginan ataupun mati sekalipun! Aku tak peduli!" Arum berdiri melirikku gemetar. "Arum... bayangkan jika kita tetap bersama. Hidup kita akan sangat membosankan seumur hidup. Andai kamu bisa menerima Luna dan Geby. Kebahagia'an kita akan lengkap," jelasku. Arum gemetar menatapku tajam."Oh.. Begitu, Kamu begitu sangat menunggu anakmu mas.., okeh aku beri waktumu 3 bulan. Jika wanita murahan itu mengandung. Aku akan berikan lagi perusaha'an ini padamu. Aku harap kamu jangan terkejut dengan hasilnya," ujarnya sambil berlalu pergi. "Itu persyaratan yang gampang kali!" desisku, segera bergegas menemui Luna di kamar.*****************
"Sayang kamu tau? Apa kejutan hari ini dari Arum? Katanya kamu harus hamil dalam tiga bulan ini, jika tidak dia mengusir kita. Kalaupun benar kamu mengandung dia akan berikan lagi perusaha'anku," jelasku pada Luna. Sontak saja Luna girang.
"Ah yang benar mas?"Aku mengangguk, lalu mendekap tubuh istriku itu dengan erat.
"Dasar wanita bodoh! Hanya dia wanita yang tidak berguna di dunia ini!" desis Luna dalam dekapanku.
POV ArumDengan Kesibukanku dikantor sedikit aku bisa melupakan masalah yang ada dirumah, sekarang aku harus fokus memajukan lagi perusaha'an yang sudah di jalankan Tama ini, banyak sekali yang harus aku perbaiki dan aku rombak. Dari agenda kerja pendata'an dan yang lainnya. Mas Tama benar-benar tidak bisa berbuat banyak untuk perusaha'an ini. Untungnya Risa sahabatku mau di ajak bekerja sama membantuku membangun lagi perusaha'anku."Kamu beneran gak apa serumah dengan Luna tiga bulan lagi?" tanya Risa. Sejenak aku terdiam menghentikan tanganku mengotak atik laptop."Aku ingin balas mereka, tak apa tiga bulan saja, tak sabar rasanya melihat reaksi mereka betapa tidak bergunanya Tama itu," geramku menggertakkan rahang."Tapi gue cemaskan Lo Rum!" singkatnya, sontak aku menoleh."Kenapa?""Kematian suaminya Luna itu sangat ganjal. Orang-orang mencurigai Lunalah yang telah membunuhnya" jelas Risa, mataku membulat s
POV LUNA"Mbak, gantian atuh, nanti kalo mbak Arum kembali bisa habis kita," ujar Resti menghampiriku dengan memegangi Ember dan kain pel."Ah, kamu ini. Denger ya, justru aku ongkang-ongkang kaki begini juga bantu kalian, kamu gak tau sih kesepakatannya, Arum nantangin aku harus hamil dalam waktu tiga bulan ini. Jika aku hamil semuanya akan kembali sama mas Tama. Tapi jika tidak, bersiaplah kalian jadi gembel," gerutuku, Resti manyun tak habis pikir dengan persyaratan itu."Sudah sana ah... aku gak mau keguguran dengan kerja'an berat itu!" bentakku. Resti makin mengerutkan kening dan kembali me-ngpel lantai.Haah, lega rasanya, wanita bodoh itu beri persyaratan nyeleneh. Aku benar-benar tak menyangka aku bisa memanfa'atkan keada'an ini. Tadinya, aku mau memanfaatkan mas Tama akan kehamilanku bersama Dion. Pria tampan teman satu clubku, aku tidak mau meminta pertanggung jawaban dia karena dia pria yang miskin dan tak pu
POV IBUHari ini aku sudah di bolehkan pulang. selama dirumah sakit Luna tidak pernah mengunjungiku. Mungkin dia sibuk dengan Geby yang masih balita. Aku berharap Luna bisa hamil secepatnya. Tak sabar rasanya melihat wanita itu sadar betapa tak berharganya dia."Ibuk istirahat lah, Tama akan siapkan teh hangat," ucap anakku. Aku tersenyum bangga memandangi anakku itu, Tama dia anak yang penurut lagi penyayang. Sedikitpun dia tak pernah membantah. Dia sangat menyayangi aku dan Resti. Hanya saja keterbatasanku yang tak bisa membahagiakannya, segala hartaku sudah habis kujual untuk biaya kuliahnya waktu itu. Hingga kami hanya punya rumah satu-satunya dan akhirnya itu juga ikut terjual karna wanita sampah seperti Arum."Tama...!" panggilku saat Tama sudah di pintu hendak keluar kamar."Kamu panggil Luna ya? Ibuk kangen sama dia," ujarku, Tama tersenyum sembari mengangguk.Selang lima menit Lun
Pov Luna.Sialan adiknya Arum itu berani menghajarku di depan semua orang. Apa dia fikir aku ini takut? Sama sekali aku tidak takut padanya. Awas saja aku akan ngadu sama mas Tama masalah kejadian ini. Mereka berdua akan segera aku singkirkan, dia tidak tau saja tengah mempermainkan siapa.Dari halaman rumah terdengar bunyi motor berhenti didepan rumah, mungkin ojol yang ngantar mas Tama pulang. Gegasku ku hampiri ke teras rumah."Mas," rengekku, masih terlihat raut wajah lelah mas Tama seharian jadi budak Arum di kantor."Kamu kenapa Lun," desisnya, aku membuntuti dia masuk ke rumah. Arum yang masih tampak bersedih karna Yosi begitu marah padanya itu tampak sesegukan menangis. Reflek mas Tama bertanya."Ada apa?" tanyanya, Arum melirik mas Tama dengan mata yang berkaca-kaca."Yosi, dia tadi kesini. Kamu tau betapa kecewanya dia melihat kamu menikah lagi? Kalian bisa tinggal enak disini j
POV LUNADua hari berlalu, Hari ini ibuk sudah diperbolehkan pulang. Tatapan mata dan sikapnya membuatku gundah, akhirnya aku memilih menjauh-jauh saja darinya daripada nanti mas Tama mencurigai sesuatu."Buk, Kita sudah bisa pulang, tapi maaf. Tama gak bisa bawa ibuk dalam keada'an sehat. Tama janji Tama akan berusaha untuk menyembuhkan ibuk. Jadi ibuk sabar ya?'' jelas mas Tama pada ibunya yang tengah duduk di atas kursi Roda. Kesalnya... Arum masih tampak mendampingi mas Tama."Iya buk, Arum akan bawa dokter spesialis nanti untuk menangani penyakit ibu," jelasnya, reflek aku mencibir.*******Hari terus berlalu, siang ini aku sengaja menemui ibuk di kamarnya. Wanita renta itu masih memandangiku dengan melotot. Sontak aku pun lirik ke kiri dan kanan, melihat keada'an. Karena aku masih ingin memastikan ibuk benar mendengar percakapan aku dengan mas Dion atau tidak."Buk!" sapaku meremas Punggu
POV ARUM"Jadi mana surat yang kemaren, ayok coba tanda tangani?" titah Luna, seketika aku gemetar sekaligus geram. Apa yang terjadi. Apa dokter itu yang salah? Gak mungkin, dokter itu tidak mungkin salah. Aku harus bagaimana sekarang? Aku tidak mungikin berikan hartaku gitu aja sama wanita itu. Ini pasti ada yang tidak beres disini. Tak mungkin data dari laboratorium itu salah. Kalo mas Tama itu benaran mandul!"Apa beneran ini tespesk dan USGmu? Beneran?" tanyaku, mas Tama tampak girang, dan wanita itu tak kalah senang.Seketika aku kalud, dan susah memutar otak bagaimana bisa wanita itu hamil."Gak mungkin!" desisku, Luna berdesih dan sontak berucap."Kok bisa gak mungkin! Jelas-jelas sekarang aku tengah mengandung anaknya mas Tama! Kenapa kamu? Mau ngelak ya? Dasar wanita picik!" ujarnya. Aku bungkam tak habis pikir. Apa wanita ini berpikir bahwa aku akan memberikan hartaku begitu saja? Dasa
POV IbuDrrrt drrrtt ....Bunyi ponsel berdering, hari ini Luna yang menjagaku. Resti anak bungsuku dijadikan budak setelah Iyem tak mau bekerja denganya sedangkan dia duduk manis didepanku dengan sesekali tersenyum."Buk... Semua sudah seperti semula. Mas Tama dia udah kembali lagi ke kantor. Dan aku jadi nyonya dirumah ini, tapi masalahku sekarang hanya Ibuk, buk! Karena ibuk mengetahui segalanya," bisiknya dengan tersenyum kecut. Aku gemetar hendak menimpuknya. Namun lenganku terasa lemah tak berdaya untuk diangkat."Kenapa? ibu mau marah?" ledeknya lagi memasang wajah datar."Buk, maaf. Aku harus segera pergi! Aku akan hasut mas Tama jual semuanya. Mengambil uangnya dan pergi deh dari sini," jelasnya dengan enteng. Aku coba menghela nafas sesak. Sontak Luna melirik Resti yang sedang mengepel."Bungsunya ibuk berbakat banget, buat jadi babu. Baguslah. Setidaknya aku gak keluar duit untuk sementa
POV LUNASialan aku harus bagaimana, aku bisa saja gila karena ini. Dulu mas Herman sekarang Resti sampai kapan aku akan tetap ikuti permainan dia. Jika aku tidak bersandiwara pasti aku mati juga ditangannya, mana aku janjikan padanya bahwa aku bakal ambil harta mas Tama secepatnya. Jujur, aku tidak ingin pergi bersama dia membawa kabur harta mas Tama. Tuhan bagaimana caranya aku bisa kabur dari jerat Dion. Pria psikopat dengan kelainan sekss itu. Mengenalnya adalah malapetaka yang terbesarDrrrrrrrrrrt drrrrrt...."Hallo?" ujarku gemetar mengangkat telpon dari Dion."Dia sudah lenyap. Aku temukan karung itu hanyut terbawa air," desisnya, aku mendegup dengan mata membulat dan gemetar. Belum percaya saja rasanya Resti sudah tiada dan akulah pembunuhnya."Aa-kk-u Tt-takut mas,"lirihku gemetar."Kamu tenang saja. Makanya jangan bertele-tele! Ambil uangnya dan segera pergi dari situ. Aku akan tetap mengawasimu," ujarnya
.... POV HADI"Mama maafin papa ya?" ujar putriku mendekat dan menggenggam pergelengan tangan Arum erat. Arum masih bungkam hingga dia tampak dilema, istriku berdesih dan coba menarik tangannya yang aku genggam erat, matanya tampak merintikan air mata deras."Tolong berikan aku kesempatan lagi mah."lirihku. Sedikit Arum menyibak belahan rambutnya dan menghela nafas sesak. Caca yang juga menunggu jawaban dari Arum itu juga ikut bersimpuh di sampingku."Mama, caca maunya Mama Arum yang tinggal bersama Caca. Maafkan Caca mah, Caca gak akan manja lagi. Caca akan berusaha mandiri supaya tidak merepotkan mama lagi" ujarnya. Arum bergerak memegangi bahu Caca dan membawanya berdiri."Sayang...., kamu jangan begini. Sama sekali mama tidak pernah di repotkan oleh Caca." ujarnya. Arum menoleh padaku dan berkata."Pergil
POV RESTITing nong.Bunyi bel bergema Asih tampak meninggalkan Arabela yang tengah tertidur dan segera beranjak ke pintu."Nona Cassandra Resnya ada?" tanyanya, darahku berdesir saat mendengar suara mas Aldi. Bergegas aku bersiap dan berdiri sembari menghela nafas untuk menghilangkan nervousku."Ada Tuan, silahkan." ujar Inem. Mas Aldi masuk aku menyambutnya dengan gaun hitam di tambah dengan aksen bling-bling yang menempel di lengan, leher dan telingaku sengaja aku pake perhiasan brilian putih senada agar penampilanku terlihat berkesan dan elegan. Sedikit mas Aldi terpana melihat aku berdiri di hadapannya."Aku fikir, kamu tidak akan datang Tuan" ujarku menggunakan bahasa inggris. Sedikit mas Aldi senyum tipis dan berkata."Aku sudah janji. Kita sudah sangat dekat belakangan, aku tida
Pov Resti."Aku tidak akan salah lagi, kamu Resti." lirih mba Arum meremas bahuku. Reflek aku memeluk dan menagis di pelukannya."Mba..." lirihku, mba Arum mendekap dan mengelus rambutku lembut."Aku hampir saja tidak mengenali mu Res? Kamu hebat sekali bisa sesukses ini." lirih mba Arum mengecup pucuk kepalaku. Mba Arum mendorongku pelan dan berkata sembari mengelus wajahku."Apa yang terjadi Res? Kenapa kamu menghilang? Kamu bilang kamu sudah punya anak? Kamu sudah menikah? Dengan siapa? Lantas hubunganmu bersama Aldi bagaimana? Sungguh mba sangat ingin tau semuanya Resti." ucapnya mencecarku dengan pertanya'an."Ceritanya panjang mba? , anakkku dia seumuran sama Andra. Aku pergi ke london saat hamil Arabela, aku menemui temanku disana, hingga ia tawari aku pekerja'an dan menjadi Casandra Res." jelasku. Mba Arum masih
"Aku tidak mengerti dengan takdir. Setelah perceraianku dengan Tania, aku bahkan tak bisa menjalani hidup lagi dengan normal. Lucu bukan? Tania yang berbuat salah tapi seolah aku yang dapat karmanya."ucapnya terkekeh. Kembali ia berucap dengan lirih sembari mengingat seseorang." Tuhan pernah bawa seseorang memberi sedikit warna dihidupku. Namun dia hanya sekedar hadir sebentar lalu pergi."ucapnya. Mba Arum tampak memperhatikan wajahnya mas Aldi dengan seksama."Sepertinya kamu begitu mencintainya?" tanya mba Arum. Sedikit mas Aldi mengangguk dan berkata."Ya, sangat. Hanya saja sekarang aku coba menyerah dan ikhlaskan dia." tuturnya sejenak hatiku rasanya teranyuh. Sungguh aku tidak ingin mas Aldi melupakanku. Aku harus kembali tapi aku bingung bagaimana mengahadirkan Resti yang dulu lagi dalam hidupnya suami. Atau aku langsung jujur saja? Entahlah aku menemuinya lain waktu saja. Aku sedi
POV RESTIDi depan kaca riasku di sebuah studio pemotretan terbaik di kota london ini aku menatap nanar pantulanku sembari pikiranku melayang jauh hingga ke indonesia. Bagaimana bisa aku kembali secepat mungkin ke indonesia sedangkan aku masih punya kontrak kerja dua bulan lagi. Dan Irfan akan segera berrtunangan dua minggu lagi. Aku masih sangat sibuk disini, mbak Arum? Dari sekian banyaknya wanita di dunia ini kenapa harus mbak Arum. Tapi saat aku melihat mata mas Aldi waktu itu. Dia tidak mungkin melupakanku semudah itu. Aku harus ingatkan dia lagi tentang Resti. Tanpa pikir panjang aku coba menghubungi mas Aldi.Tuuuut Tuuut....!Terdengar panggilan itu tersambung."Halo?"ucapnya"Halo Tuan indonesia?"sapaku dengan bahasa inggris terdengar mas Aldi terkekeh."Hay nona apa kabar?"tanyanya
POV HADI.Lelucon macam apa ini, apa yang dikatakan Arum sangat menyayat hatiku. Bagaimana bisa aku hadiri sidang perceraian. Siang ini aku tak bisa berbuat banyak selain menyendiri lagi di kamar, aku rapuh sekali, aku tidak mau bercerai dengan Arum rasanya hatiku sangat lelah sekali. Aku ingin berkeluh kesah pada Arum tentang hatiku entah bagaimana caranya membuat dia yakin bahwa aku belum membagi perasaanku ataupun cintaku. Cumbuan itu hanya naluriah yang tak bisa aku artikan. Aku resah sekali saat ini aku menyesal. Sekarang semua sudah terlanjur kacau begini. Aku benar-benar lelah. Dalam lamunanku itu terdengar bunyi mobil memasuki garasi sontak aku tersadar dan melihat siapa yang datang bersama mobilku itu. Aku beranjak ke balkon melihat keadaan dibawah bisa aku lihat putriku turun dari mobil dengan wajah lemes. Segera aku hampiri dia ke pintu."Caca... Kamu dari mana aja nak bareng kang supir?" tanyaku.
POV ARUM.Setelah melepas mas Tama pergi Aldi mengantarku kerumah. Aku terdiam sejenak melihat rumah itu, rumah ini masih terlihat bagus dan rapi. Karna memang aku selalu sewa jasa pekerja untuk membersihkannya tiap hari. Sedikit aku menghela nafas dan coba membuka kunci pintu itu."Kamu yakin bakal disini sendirian?" tanya Aldi yang Ikut juga masuk sembari menggendong Andra. Sebelumnya Andra sempat rewel bersamaku hingga Aldi mengmbilnya dan anak itu anteng lagi."Nanti aku akan hubungi Inem Al, dia pembantuku sebelumnya. Semoga saja dia masih bisa bekerja denganku." ujarku. Aldi mengangguk."Maaf aku belum sempat belanja, belum ada apa-apa di dapur. Kamu duduklah Al. Sini Andranya." ucapku mengambil anakku di gendongannya."Tak apa Rum, dia anteng sama aku." ujarnya. Aku mendegup dan coba kembali berkata gugup.&n
POV HADIDengan langkah gontai aku coba melangkah ke mobil. Dadaku terasa sakit aku bingung mau menyusul Arum yang pergi bersama Aldi sekarang atau kembali pulang, bahkan aku tidak tau bagaimana bicara pada Caca nanti yang ada di rumah, sungguh Aku masih belum percaya kalau Arum mengetahui ini, bisa-bisanya rumah tanggaku hancur dalam sekejap. Padahal aku tidak pernah ingin berniat mengkhianatinya, aku masih menjaga batasanku hingga sejauh ini. Aku tidak bisa jika Arum pergi dan beranggapan bahwa aku telah berkhianat."Oh Tuhan tolong aku "lirihku dengan mata berkaca-kaca dengan berat hati aku menyalakan mesin mobil dan melaju pulang.Sesampai di rumah. Tanpa kata sepatah katapun aku berlalu kekamar, aku kesal membanting semua yang ada. Berkali-kali aku coba mengusap wajahku agar tidak terlihat lemah. Namun aku tidak bisa. Aku terhenyak di kasur dengan air mata merintik.&
POV ARUMTuhan tolong beri aku kekuatan, semalam aku dapati mas Hadi pergi keluar dan kembali sebelum shubuh. Selama umur pernikahan kami, baru kali ini ia lakukan itu padaku. Aku sudah yakin mas Hadi telah membagi cintanya, entah bagaimana caranya aku kuat semalaman. Aku sudah muak. Aku tidak sanggup lagi menderita. Aku harus beberkan ke media. Publik terlanjur menuduh aku yang buruk. Padahal aku hanya korban dari segala pelik ini. Mas Hadi entah bagaimana rasanya hatiku sekarang. Kamu membagi cinta untuk mantan istrimu. Segala dongeng indah tentang kita di masa lalu itu hanyalah sebuah hiburan belaka untuk bisa aku kenang. Aku nanar menunggu wartawan datang ke ruang utama."Permisi selamat pagi Mbak Arum?" tanya salah seorang wartawan, aku sedikit tersintak dari lamunanku, tadinya aku fikir aku akan beberkan skandal mas Hadi. Tapi tak adil rasanya jika aku permalukan suamiku dihadapan publik. Lagi pula ini baru pertama ka