Share

Jalan Terdekat 2

Penulis: W. Bahtiar
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

4

Tidak terlihatnya Tama membuat beberapa sanak saudaranya yang sudah berdatangan bertanya keberadaanya.

“Kemana Tama, Mbak?” Tanya Bu Lek Romlah yang merupakan istri dari adeknya Pak Hakim yang berada di Lumajang. Tahun 2015 waktu kasus pembunuhan Salim Kancil Tama menginap di sana dan beberapa kali aksi juga langsung mampir di rumah Pak Lek-nya itu.

“Masih dalam perjalanan dari Malang.”

“Beh.”

Mbak, seporannah yeh tak bisah nolongin. Taoh dibbik kan e roma emmak sakek.” Bu Lek Romlah tidak bisa turut membantu hajatan Bu Aisyah karena ibunya sudah lama sakit dan dia harus menemaninya.

Bu Aisyah memaklumi dan juga menanyakan kondisi terkini ibunya Bu Lek Romlah dan tentunya rapalan doa agar bisa semakin membaik.

Sipul selalu ada di setiap hajatan, dia seakan punya jadwal dari setiap hajatan di bulan ini. Dia memang mempunyai keterbelakangan mental, sepertinya sejak dari kecil.

Toreh, Gus. Langsung ngakan.” Dengan bahasa Madura Sipul mengarahkan tamu laki-laki menuju tempat nasi, rawon, tahu, sambel dan telur untuk yang tidak bisa makan daging..

Warga sekitar yang tahu sosok Sipul tidak akan merasa terganggu akan keberadaanya, tapi beda hal dengan tamu dari jauh. Kalau melihat dari penampilan Sipul dari pakainnya sedikit lusuh, atau mungkin baju dan celananya dia rendam dan dijemur begitu saja atau bahkan tidak dicuci. Rambutnya juga tidak terurus dan terkadang wajahnya terlihat begitu kusam.

Ngakan kadek Pul.” Pak Hakim menyuruh Sipul untuk makan juga.

Yak, Pul. Mandih terus salenan.” Bu Aisyah menyerahkan kaos dan juga celana, terus menyuruh Sipul membersihkan diri. Bu Aisyah sepertinya paham, tidak mungkin mengusir Sipul karena akan mebuatnya tersinggung. Maka dari itu dia memilih menyuruh Sipul mandi dan ganti pakaian yang lebih bersih. Walaupun itu baju lama milik Pak Hakim.

“Siap, Bu Enggi” Sipul mengakat tangannya, hormat ke Bu Aisyah.

Sipul menuju kamar mandi mushola samping Rumah Pak Hakim. Beberapa senoman laki-laki silih berganti memastikan ketersediaan nasi berikut dengan rawon. Rice cooker yang dibuat wadah untuk menghangatkan kuah rawon ketika dibuka uapnya membumbung dan aroma khasnya juga sampai ke hidung orang di dekatnya.

5

Tama berhenti di SPBU setelah Rawon Nguling, dia tidak langsung menuju pompa pengisian, melipir di dekat pompa tambah angin, mengeluaran ponselnya. Dia tidak mau sampai lupa nama Sekar. Walaupun mushil, untuk Sekar tidak akan terjadi. Dia menulisan nama lengkap Sekar di pencarian instagrmannya. Posisi teratas dan setelah di cek memang benar. Segera ia menyimpan ponselnya dan menuju pompa pengisian yang begitu lenggang.

“Mana perempuan yang kamu kawal tadi?” Toni tiba-tiba sudah di belakang Tama.

“Wih, ternyata ada yang memata-matai.” Canda dari Tama

“Duluan aja Bos, aku gak usah dikawal.” Toni menyeringai.

Perjalan menuju Leces Tama akan beriringan dengan Toni.

“Pantes gak ngajak pulang bareng, ternyata lagi mengawal bidadari.” Toni terus melanjutkan.

“Gak gitu, Ton.” Tama memacu gas dan mendahului Toni.

“Anak, UB fakultas Ekonomi.” Toni seakan mempunyai tabungan data indentitas beberapa orang. Sialnya Toni memacu motornya lebih kencang dan Tama tertinggal di belakang karena dari arah lawan kendaraan begitu padat sehingga tidak dapat mendahului.

Toni terhenti oleh lampu merah perempatan Pasar Wonoasih. Tama memanfaatkan untu menjawab rasa penaarannya.

“Udah punya pacar?” Lampu langsung hijau.

Toni tidak terkejar, sepertinya dia sudah belok kiri menuju rumahnya di jalan pelita. Tama semakin penasaran status Sekar, tapi dia menyimpan harap untuk Sekar masih jomlo.

Sesampainya di rumahnya, suara sound siytem begitu mengelegar dengan memutar lagu dangdut, laugnya Happy Asmara dengan Cak Nan, Satru. Tama langsung membuka ponselnya dan dia begitu girang. Sekar menyetujui pertemanannya dan dia juga mengitu balik Tama, sembari melepas sepatunya jempol Tama sibuk menggeser unggahan demi unggahan. Sejauh ini belum dia dapati ada foto cowok dari 55 unggahan di feed I*******m Sekar.

Pengikut Sekar juga sudah ribuan, transformasi postingannya dari waktu ke waktu tidak luput dari pengamatannya. Tama memberanikan diri mengirim pesan, kalimat pembukanya bertanya apakah Sekar sudah sampai. Setelah dibalas dia sudah menyiapkan kalimat untuk meminta konta W* Sekar. Titik hijau di pojok bawah foto profil Sekar menandakan dia sedang aktif, Tama segera keluar dari kolom pesan tentunya dia tidak mau terlalu terlihat begitu mengejar-ngejar Sekar.

Sekar mulai membuka obrolan kejadian siang di perjalana dari Malang ke Ayu, pesan yang dia terima jangan terlalalu gampang mempersilahkan orang lain memasuki kita. Tetap harus memberikan jarak dan Sekar paham  akan hal itu.

“Alhamdulillah, sudah nyampek dari tadi Mas.” Balasan dari Sekar dan Tama siap membukanya, masih muncul keterangn mengetik.

Berhasil, kontak W* Sekar sudah Tama dapatkan.

6

Nah, riah.” Buk Lek Romlah berpapasan dengan Tama yang sedang menuju dapur.

“Iya, Bu Lek.” Tama meraih tangan Buk Lek Romlah, menyalaminya.

Rumah Tama begitu penuh, riuh akan suara para senoman dan juga tamu. Suara dua set sound system juga menambah semarak suasana sore hari dari sebuah hajatan. Uap menyeruak ketika tutup dandang dibuka, beberapa tungku kayu yang digunakan turut mengebul. Sore hari memang waktu yang paling banyak tamu. Para senoman harus cekatan memastikan hidangan tersedia dan yang mau dibawakan pulang ke setiap tamu juga terjamin.

Tama mengambil nasi dan lengkap dengan kuah rawonnya, celingukan mencari tempat duduk. Dari dapur menuju ruang tengah juga ramai, dia memutuskan lanjut ke depan daerah teras yang memang tersedia beberapa  kursi.

“Sini, cong.” Buk Lek Romlah yang sedang bersama Bu Aisyah memanggil Tama.

Kemmah Cong calonah.” Buk Lek Romlah bertanya dengan Bahasa Madura, topik pertanyaanya tentang calon pasangan dari Tama.

Tama sementara membalas dengan senyuman, duduk di samping Bu Lek Romlah. Melahap makanannya.

Reng, dimmah?” Masih seputar nikah, Buk Lek Romlah kepo pasangan Tama orang mana.

Sambil mengunyah nasinya, Tama memberikan respon. “Reng semmak. Bu Lek.” Tama mantab menjawab dekat karena teringat sosok Sekar.

Sapah Yu?” Buk Lek Romlah bertanya akan sosok yang dimaksud Tama ke Bu Aisyah.

Bu Aisyah membalas dengan gelengan kepala dan bangkit dari duduknya disamperin tamu yang hendak berpamitan. Bersalaman dan Bu Aisyah mengarahkan tamu undangan mengambil tasnya yang sudah berisi satu kresek nasi, bungkusan ikan dan juga mie yang dicampur dengan bebrapa sayur. Turut juga aneka jajan basah. Hanya tamu laki-laki yang pulang tidak mebawa apa-apa.

7

Bu Aminah memberhentikan Blejeh, tukang sayur keliling yang biasanya menggunakan rombong di atas motornya. Sedangkan Pak Rahman menambahkan air burung perkututnya. Slamet berhenti, Bu Aminah dan tetanga yang lain turut mengerubuni.

Mak Tak juelen berik Met?” Bu Yuli menanyakan Slamet yang kemarin tidak berjualan.

Deddih senoman kon Pak Tenggi, Yu.” Slamet mengungapkan alasannya yang tidak berjualan karena ikut membantu hajatannya Pak Hakim, kepala desa yang memang rumahnya tidak jauh dari sana.

Rammih sarah yeh tamuy Met?” Bu Yuli mengejar dengan pertanyaan yang lain. Bu Am, mendengarkan dengan begitu serius.

“Rammih Yu, apapole malemah Pas Tayub, tamoy sampek tak nemoh ketojuen” Kondisi malam hari waktu Tayuban memang tamu begitu tumpah, sehingga kursi-kursi penuh dan bebrapa tidak dapat tempat duduk sehingga para senoman berusaha mencarikan kursi yang kosong agar semua tamu dapat duduk dan menikmati kudapan yang tersedia.

Keng taropah pola kenik Met?” Bu Am mempertanyakan, mungkin memang terop yang dipasang tidak terlalu besar sehingga para tamu sampek begitu tumpah.

Leber lah Yu.” Bu Eva yang juga datang sekarang bersuara di depan Bu Am, sambil menenteng sayur kangkung yang sudah dia ambil dari keranjang Slamet.

Marenah dek iyeh edinnak yeh Yu.” Bu Yuli nyeletuk bahawa setelah ini di Rumah Bu Am yang akan menggelar hajatan.

Pasteh Sekar leh siap” Bu Evi melanjutkan bahwa Sekar tidak lama lagi juga akan menikah sehingga Pak Rahman dan Bu Am akan mengadakan hajatan. Pastinya tidak akan kalah meriah dengan hajatanya Pak Hakim dan Bu Aisyah.       

Bab terkait

  • JALAN PANJANG DI UJUNG DESA   Jalan Terdekat 3

    8Tama melihat di dalam sudah ada Sekar “Wah, ada di sini juga.” Tama berhenti di meja Sekar.Sekar menghentikan aktivitas dengan laptopnya. “Iya, Mas. Sendiri ya?” Sekar melihat ke arah pintu dan malah Tama juga ikutan.“Iya, aku pesan dulu ya.” Bagian kasir berdiri menyambut Tama. Tempat tongkrongan mereka ini namanya Namoi, yang diambil dari Bahasa Madura dengan arti bertamu. Lokasinya timurnya Bunderan Gladak Serang, tempatnya memang kondusif untuk nongkrong sambal mengerjakan tugas.“Kopi filter Mas,” Tama menunjuk pada Kopi Arabika Bromo.“Javanise apa V60 Mas?”“V60 Mas.”“Ada tambahan?”“Kentang goreng” Tama menyerahkan selembaran rupiah.Tama kembali menuju Sekar dan seorang perempuan yang baru datang juga menuju Sekar.Perempuan yang baru datang itu jarinya menunjuk Sekar dan Tama sembar

  • JALAN PANJANG DI UJUNG DESA   Jalan Terdekat 4

    10“Maaf, Mas. Aku gak bisa berangkat.” Pesan yang diterima Tama dari Sekar.Tama sudah membayangkan ngopi di Aworjiwa, merasakan arabika bromo dan juga kesejukan udara Pegunungan Tengger.“Kenapa? Atau mau diundur siang?” Tama mencoba memberikan tawaran geser waktu keberangkatan. Tidak apa mundur yang penting tetap bisa ketemu Sekar.Lama tidak ada balasan, Tama tetap menunggu pada kolom pesan di WhatsApp-nya.Bu Aisyah mengambil gelas kopi yang sudah tinggal ampasnya untuk dibawa ke dapur. “Musim hujan, jangan lupa mantelnya.” Bu Aisyah berlalu dihadapan Tama yang sudah rapid dan siap berangkat.“Iya, Mak. Sudah Tama masukan jok.” Tama beranjak, menuju motornya meskipun belum pasti keberangkatannya menuju Sukapura dengan Sekar.Keluar dari halam rumahnya Tama mengarahkan motor ke utara, dia juga menunggu kabar dari Sekar. Sengaja melaju tidak terlalu kencang, seh

  • JALAN PANJANG DI UJUNG DESA   Jalan Terdekat 5

    12Sekar masih di Probolinggo, setidaknya sampai kuesionernya terisi dan menyelesaikan wawancaranya.Sekar menghampiri Emaknya yang sedang asik menonton TV, menjelang sore memang ada sinetron India yang menjadi favorit Bu Am.“Mak, Sekar mau ngeprint.” Sekar tidak hanya berpamitan, dia berlenggak-lenggok dan memperhatikan dirinya pada pantulan kaca lemari dekat TV, cardigan yang begitu serasi dengan warna kerudungnya. “Dimana? Leces?” Hanya sekejap menoleh, kembali fokus ke Tv tabung 32 inch di depanya.“Iya, Mak.”“Nitip mie ayam bakso.”“Berapa Mak?”“Sekar, ikut.” Sigap mematikan TV-nya dan masuk ke kamar meraih kerudungnya.Sekar senang Emaknya mau ikut sehingga dia ada temanya. Sekar menegluarkan motornya dari ruangan samping rumahnya, Bu Am menenteng sandalnya dari dalam lalu mendaratkannya

  • JALAN PANJANG DI UJUNG DESA   Jalan Terdekat 1

    1Pupil matanya terlihat membesar dan bersinar, beda dengan beberapa menit sebelumnya, matanya susah dibuka dan bahkan akan tertutup selamanya, nyawanya hampir terengut. Beruntung saja, tanganya sigap dan masih lihai menghindar. Rasa kaget dan hampir celaka mengaburkan kantuknya, tapi yang membuat kantuknya benar-benar hilang yaitu perempuan yang juga berhenti di minimarket tidak jauh dari Kebun Raya Purwodadi. Kopi di tangan kananya tidak lagi Tama butuhkan, dia hanya perlu berlama-lama mengobrol dengan perempuan itu.“Ke arah Probolinggo juga Mbak?” Tama seakan mendapat energi baru dan membuatnya begitu percaya diri. Sedangkan perempuan itu menyambut heran, Tama yang baru keluar dari minimarket bak peramal, dapat menebak arah tujuannya.“Iya, Mas.” Ponselnya diletakan. Terlihat begitu menghormati lawan bicaranya dan menunggu lanjutan dari Tama.“Tuh, plat motormu.” Pendar mata Tama mengara

Bab terbaru

  • JALAN PANJANG DI UJUNG DESA   Jalan Terdekat 5

    12Sekar masih di Probolinggo, setidaknya sampai kuesionernya terisi dan menyelesaikan wawancaranya.Sekar menghampiri Emaknya yang sedang asik menonton TV, menjelang sore memang ada sinetron India yang menjadi favorit Bu Am.“Mak, Sekar mau ngeprint.” Sekar tidak hanya berpamitan, dia berlenggak-lenggok dan memperhatikan dirinya pada pantulan kaca lemari dekat TV, cardigan yang begitu serasi dengan warna kerudungnya. “Dimana? Leces?” Hanya sekejap menoleh, kembali fokus ke Tv tabung 32 inch di depanya.“Iya, Mak.”“Nitip mie ayam bakso.”“Berapa Mak?”“Sekar, ikut.” Sigap mematikan TV-nya dan masuk ke kamar meraih kerudungnya.Sekar senang Emaknya mau ikut sehingga dia ada temanya. Sekar menegluarkan motornya dari ruangan samping rumahnya, Bu Am menenteng sandalnya dari dalam lalu mendaratkannya

  • JALAN PANJANG DI UJUNG DESA   Jalan Terdekat 4

    10“Maaf, Mas. Aku gak bisa berangkat.” Pesan yang diterima Tama dari Sekar.Tama sudah membayangkan ngopi di Aworjiwa, merasakan arabika bromo dan juga kesejukan udara Pegunungan Tengger.“Kenapa? Atau mau diundur siang?” Tama mencoba memberikan tawaran geser waktu keberangkatan. Tidak apa mundur yang penting tetap bisa ketemu Sekar.Lama tidak ada balasan, Tama tetap menunggu pada kolom pesan di WhatsApp-nya.Bu Aisyah mengambil gelas kopi yang sudah tinggal ampasnya untuk dibawa ke dapur. “Musim hujan, jangan lupa mantelnya.” Bu Aisyah berlalu dihadapan Tama yang sudah rapid dan siap berangkat.“Iya, Mak. Sudah Tama masukan jok.” Tama beranjak, menuju motornya meskipun belum pasti keberangkatannya menuju Sukapura dengan Sekar.Keluar dari halam rumahnya Tama mengarahkan motor ke utara, dia juga menunggu kabar dari Sekar. Sengaja melaju tidak terlalu kencang, seh

  • JALAN PANJANG DI UJUNG DESA   Jalan Terdekat 3

    8Tama melihat di dalam sudah ada Sekar “Wah, ada di sini juga.” Tama berhenti di meja Sekar.Sekar menghentikan aktivitas dengan laptopnya. “Iya, Mas. Sendiri ya?” Sekar melihat ke arah pintu dan malah Tama juga ikutan.“Iya, aku pesan dulu ya.” Bagian kasir berdiri menyambut Tama. Tempat tongkrongan mereka ini namanya Namoi, yang diambil dari Bahasa Madura dengan arti bertamu. Lokasinya timurnya Bunderan Gladak Serang, tempatnya memang kondusif untuk nongkrong sambal mengerjakan tugas.“Kopi filter Mas,” Tama menunjuk pada Kopi Arabika Bromo.“Javanise apa V60 Mas?”“V60 Mas.”“Ada tambahan?”“Kentang goreng” Tama menyerahkan selembaran rupiah.Tama kembali menuju Sekar dan seorang perempuan yang baru datang juga menuju Sekar.Perempuan yang baru datang itu jarinya menunjuk Sekar dan Tama sembar

  • JALAN PANJANG DI UJUNG DESA   Jalan Terdekat 2

    4Tidak terlihatnya Tama membuat beberapa sanak saudaranya yang sudah berdatangan bertanya keberadaanya.“Kemana Tama, Mbak?” Tanya Bu Lek Romlah yang merupakan istri dari adeknya Pak Hakim yang berada di Lumajang. Tahun 2015 waktu kasus pembunuhan Salim Kancil Tama menginap di sana dan beberapa kali aksi juga langsung mampir di rumah Pak Lek-nya itu.“Masih dalam perjalanan dari Malang.”“Beh.”“Mbak, seporannah yeh tak bisah nolongin. Taoh dibbik kan e roma emmak sakek.” Bu Lek Romlah tidak bisa turut membantu hajatan Bu Aisyah karena ibunya sudah lama sakit dan dia harus menemaninya.Bu Aisyah memaklumi dan juga menanyakan kondisi terkini ibunya Bu Lek Romlah dan tentunya rapalan doa agar bisa semakin membaik.Sipul selalu ada di setiap hajatan, dia seakan punya jadwal dari setiap hajatan di bulan ini. Dia memang mempunyai keterbelakangan mental, sepertinya s

  • JALAN PANJANG DI UJUNG DESA   Jalan Terdekat 1

    1Pupil matanya terlihat membesar dan bersinar, beda dengan beberapa menit sebelumnya, matanya susah dibuka dan bahkan akan tertutup selamanya, nyawanya hampir terengut. Beruntung saja, tanganya sigap dan masih lihai menghindar. Rasa kaget dan hampir celaka mengaburkan kantuknya, tapi yang membuat kantuknya benar-benar hilang yaitu perempuan yang juga berhenti di minimarket tidak jauh dari Kebun Raya Purwodadi. Kopi di tangan kananya tidak lagi Tama butuhkan, dia hanya perlu berlama-lama mengobrol dengan perempuan itu.“Ke arah Probolinggo juga Mbak?” Tama seakan mendapat energi baru dan membuatnya begitu percaya diri. Sedangkan perempuan itu menyambut heran, Tama yang baru keluar dari minimarket bak peramal, dapat menebak arah tujuannya.“Iya, Mas.” Ponselnya diletakan. Terlihat begitu menghormati lawan bicaranya dan menunggu lanjutan dari Tama.“Tuh, plat motormu.” Pendar mata Tama mengara

DMCA.com Protection Status