Arjuna langsung mengikuti langkah Jamal saat melihat direkturnya itu datang. Dia baru saja membereskan satu berkas penting yang berisikan informasi tentang rencana kolaborasi dengan agensi model milik ibu Arina, Diyanah.
"Kakak!" panggil Arjuna sambil memasuki ruangan Jamal. Dia langsung menghentikan langkahnya dan menggigit bibir bawahnya saat menyadari kesalahannya, memanggil atasan dengan sapaan santai di kantor. Apalagi dia tadi belum sepenuhnya masuk. "Hehehe. Maaf, kelepasan."
Jamal menyalakan komputernya dan duduk. Dia menggeleng kecil karena kelakuan Arjuna yang tak berubah sedikit pun.
"Gimana Juwita?" Pria itu malah berbasa-basi.
"Cepetan. Ada apa?" Jamal membuka email yang terkirimkan kepadanya. Ban
Lukman terpaku dan segera melipat bibirnya saat melihat Jamal yang muncul di pintu depan rumah Juwita. Dia bisa bernapas sedikit lega karena suami Juwita itu tidak melihatnya sedang memegang perut sang istri. Sebenarnya, Juwita sedari tadi sudah memintanya terus untuk memegang perut wanita itu. Akan tetapi, Lukman merasa segan saja dengan Jamal meskipun pria itu tadi tidak ada di rumahnya."Loh, Jae? Kamu kenapa pulang, Sayang?"Jamal menatap Lukman dengan tatapan yang amat tajam. Gara-gara pria itu, dia harus meninggalkan pekerjaannya. "Aku, kan, udah bilang buat tunggu aku dulu, Bae." Dia sengaja membuat ucapannya semesra mungkin. Dia berhenti tepat di depan Juwita. Kedua tangannya menangkup pipi wanita tersebut dan memberikan kecupan yang cukup lama di kening.Mata Ju
Jevano menoleh ke belakang. Dia tadi mendengar ada seseorang yang memanggilnya. Akan tetapi, saat dia periksa, tak ada siapa pun yang ada di sana. Hanya ada beberapa siswa Delta Pelita yang baru datang dan turun dari mobil mereka. Kepalanya sempat celingukan, mungkin orang yang memanggilnya itu tertutup oleh kendaraan, tapi tetap saja dia tidak mendapati ada orang yang menghadapnya sama sekali.Kepala pemuda itu miring sedikit. Dia akhirnya memutuskan kalau tadi dia mungkin salah dengar. Langkahnya diteruskan. Tatapannya tidak awas karena masih memikirkan intuisinya yang dia yakin benar. Dia tadi juga merasa kalau ada yang sedang mengawasinya. Dia yakin hampir seratus persen."Jangan bengong!" Seseorang merangkul pundak Jevano dan hampir melilit lehernya.Pemuda itu meno
Jamal terdiam di tempat saat merasakan tubuhnya direngkuh dengan erat oleh wanita yang baru saja dia temui itu. Untuk sekian detik, dia merasakan getaran di seluruh tubuhnya. Getaran yang sama seperti saat dia direngkuh oleh wanita yang dia cintai dulu. Getaran yang sama yang selalu membuatnya nyaman berada dalam pelukannya di masa lalu. Getaran yang sama yang membuatnya bisa memiliki anak manis nan pintar bernama Jevano.Sejatinya, semuanya juga sama. Dia sedang dipeluk oleh wanita yang sama dengan wanita yang membuatnya jatuh cinta untuk pertama kalinya. Wanita yang telah memenangkan dirinya dan membuatnya memilih jalannya sendiri untuk berpisah dengan keluarga besarnya."Senang bertemu denganmu lagi, Sayang." Wanita itu berbisik di telinga Jamal.Suara itu tetap
"Pulang sama siapa lo?" tanya Haikal basa basi saat dia dan Jevano beriringan berjalan di lobi gedung pertama Delta Pelita. Dia merangkul Jevano yang terlihat lebih diam daripada biasanya. Tidak enak saja kalau dia ikut-ikutan diam juga."Bunda." Jevano menjawab dengan suara rendah. "Katanya Bunda bakalan jemput gue bareng pak sopir. Enggak tahu, Bunda sekarang doyan banget jemput, padahal udah dilarang sama Ayah."Haikal menepuk-nepuk lengan atas Jevano. "Itu namanya Bunda lo dah kangen antar jemput anaknya. Nikmatin aja, Jev. Selagi lo masih punya sosok ibu."Jevano mengangguk. Ucapan Haikal tadi sebenarnya sempat membuatnya tertegun. Dia memilih untuk diam dan menuruti apa yang dikatakan oleh temannya itu daripada memperpanjang percakapan mereka tentang sosok ibu. Hai
Malam hari tiba.Jevano harus menambal jadwal belajarnya yang sempat tertunda tadi karena menempel ke bundanya. Padahal, tadi dia sengaja untuk tidak belajar karena ingin libur, mumpung ayahnya belum pulang. Dia akan menggunakan waktu selepas makan malam dengan bermain game. Akan tetapi, ayahnya malah pulang cepat dan mendapatinya tidak belajar. Walhasil, dia sekarang harus tetap benar-benar belajar kalau tidak mau ayahnya memergoki dan memberinya pendisiplinan.Sedangkan itu, Jamal sedang duduk di samping Juwita di atas kasur. Dia sedang membaca buku tentang bisnis terbitan terbaru. Istrinya baru saja dari kamar mandi. Wanita itu sudah tiga kali ini bolak balik kamar mandi. Dengan sigap, Jamal membantu Juwita untuk memosisikan diri di atas kasur dengan nyaman. "Hati-hati, sayang."
Ada yang salah dalam diri Jamal.Bahkan Arjuna sampai bisa menyadarinya. Dia sudah bete untuk kesekian kali karena harus memanggil nama bos sekaligus kakak jadi-jadiannya itu karena kehilangan fokus. Ini sudah kali kelima dia memanggil tapi tak ada respons sama sekali."Kak Jamal!" Arjuna terpaksa harus menggetok meja atasannya itu.Jamal segera sadar. Dia kembali dari acara melamunnya dan mengangkat kedua alis. "Ada apa?""Setelah aku menerangkan banyak hal dari A sampai Z, Kakak cuma tanya ada apa?" Sungguh Arjuna sakit hati sekali tidak diperhatikan seperti ini oleh kakaknya. Dia sudah bersemangat empat lima untuk menyiapkan segala kebutuhan rapat dengan perusahaan dari Kanada malah mendapatkan timbal balik
Hari ini ada pelajaran olah raga di kelas Jevano. Sebenarnya tidak hanya kelasnya saja, satu angkatannya juga. Maka dari itu, setelah melakukan game dan olah raga wajib per kelas, dia dan keempat temannya berkumpul jadi satu di bawah salah satu pohon taman di pinggiran lapangan."Ke kantin, yuk," ajak Rani yang menyandarkan kepalanya di bahu kanan Jevano."Lo aja kali yang ke sana. Gue masih capek. Olah raga apaan suruh muter lapangan sepuluh kali. Itu mau hukum kita atau bikin kita pingsan?" Haikal menggerutu. Di antara anak-anak Pak Jonathan, yang paling ogah dengan oleh raga, ya, si bontot ini. Kakak-kakaknya saj aseperti gapura kabupaten. Apalagi kakak pertamanya, Harsa.Syahid mengusak rambut Haikal kasar dan diakhiri dengan mendorong kepala temannya itu dari
Jamal merapikan semua berkas yang telah dia tanda tangani. Dia menghubungi Arjuna san menyuruh pria itu untuk datang ke ruangannya."Ada apa, Kak?" tanya Arjuna sambil mendekati meja Jamal."Aku pulang sekarang. Ada jadwal luar yang harus aku kerjakan."Buru-buru Arjuna mengecek kalender yang ada di smarwatch miliknya. Dia mengerutkan dahi. "Enggak ada jadwal. Kakak mau ke mana emang?" tanyanya heran. Seingatnya dia juga tidak merangkapkan jadwal rahasia Jamal di kalender bayangannya yang tidak tersinkronkan dengan penyimpanan awan.Senyum Jamal mengembang. "Jadwal ini hanya untuk aku, kok." Dia terkekeh saat melihat Arjuna kebingungan. "Aku akan pergi dengan keluargaku ke resort yang akan kita kunjungi besok Senin. Aku akan melihat-lihat bagaimana keadaan dan dekorasi di sana. Lumayan juga. Sudah lama aku tidak pergi bersama keluarga."Arjuna memutar bola matanya. "Yang benar saja. Padahal itu akan bisa jadi jadwal date kita berdua."Menden