“Ivy, bawakan ini.”
“Tambahkan almond.”“Tepungnya kebanyakan.” “Tambahkan mentega satu sendok.” “Aku bilang satu sendok!” Astaga! Iveryne harus menambah tingkat kesabarannya, bahkan di rumah sendiri. Pagi-pagi buta, Bibi tercintanya datang ke rumah, dengan sekantong belanjaan, dan katanya ingin menjenguk ibu. Alih-alih membawa buah tangan, dia membawa banyak belanjaan dan bahan kue, dengan dalih Iveryne membantunya memasak.Nalaeryn pergi ke pasar membeli persediaan Mentega dan—Rasberi untuk Iveryne. Dua jam lebih dan gadis itu belum ada tanda-tanda akan datang. Iveryne menebak dia asik berkencan dengan calon tunangannya itu. Untungnya, pagi-pagi, Wilder membantu Bibi Zerca untuk datang kesana, jadi … dia cukup terbantu dengan pria itu, dan panas telinga secara sukarela oleh sang Bibi. Wilder bersemangat mengacaukan dapur. Sementara Bibi Zerca sibuk menceramahi Iveryne, dan Estelle dengan batuk-batuk kecil kadang terkekeh melihat ekspresi putrinya. Iveryne sudah mau berteriak marah kalau saja tidak ada ibunya yang memperhatikan. Jadi, dia harus bersandiwara untuk meraih penghargaan keponakan terbaik.Sebenarnya mereka tidak ada hubungan darah, hanya saja, Bibi Zerca adalah bekas Countess yang membantu Estelle mendirikan Toko Roti Baerd dan Iveryne bertanya-tanya bagaimana pertemuan mereka, apakah mereka tertabrak di pasar lalu Bibi Zerca mengamuk, dan Estelle—ibunya yang ramah berhasil membuatnya jadi lebih tenang di tengah ocehannya yang membakar telinga?Archer ber-uhu di kandangnya, seolah berkata, ‘Kenapa tidak kamu tendang saja.’ Dengan wajah menyebalkan, menggerak-gerakkan kepala. Burung hantu seputih salju itu jadi pemalas, hanya keluar untuk makan. Setelah mengirimkan surat penolakan pada Tuan Muda Camrel beberapa hari lalu, Archer tidak mau lagi punya urusan dengan surat akhir-akhir ini, dia benar-benar menjadi pengangguran.Semacam trauma? Iveryne curiga Heros Camrel menodongkan pedang pada Archer jika dia berani mengirimkan surat penolakan tempo hari. Tapi orang sopan seperti Tuan Muda Heros Camrel tidak mungkin segila itu, menghunuskan pedang pada hewan cantik yang bahkan tidak akan pernah bisa mengerti tentang ucapannya?Lucu kalau di pikir-pikir.Gerutuan disertai kata-kata mutiara Bibi Zerca menggelegar memenuhi ruangan saat dia membuka jendela. Kurang dari sepuluh burung hantu menyerbu masuk, dengan beragam surat, bahkan ada yang membawa surat dengan tambahan kelopak mawar hidup di stempelnya.Surat-suratnya di tujukan pada Estelle seorang, keduanya—Iveryne dan Estelle duduk di bangku panjang ruang tengah.“Loh, Estelle? Aku mencarimu sampai ke kamarmu.” Bibi Zerca menuruni tangga kembali dengan meletakkan nampan di atas meja. Iveryne memutar mata jengah, pasti Babi Pirang Tua itu penasaran dengan beberapa surat yang datang menyapa pagi cerah ini.Bibi Zerca kadang mengintip setelah dia menyelesaikan membuat roti mentega. Isinya penuh dengan bermacam-macam surat lamaran dan beberapa undangan resmi lainnya.“Sampai kapan kamu menolak, Ivy? Kurasa, menerima tunangan salah satunya tidak masalah.” Bibi Zerca berkata, duduk bersebrangan dengan Iveryne, Wilder di sampingnya, memakan biskuit karamel, lagi!“Tidak perlu terburu-buru, Zerca.” Iveryne tersenyum, ibunya yang luar biasa ini benar-benar pengertian, dia menikmati setiap usapan yang disinggahkan Estelle dengan sayang.“Mau sampai kapan? Sampai tidak ada yang menginginkannya lagi? Setiap orang punya batas kesabaran.” “Nah, ada aku.” Wilder mengangkat tangan tinggi-tinggi dengan semangat, selagi Bibi Zerca menatap jengah. “Tidak perlu khawatir, Bu. Kamu akan mendapat banyak cucu-cucu lucu.” Bibi Zerca memukul belakang kepala putranya karena remahan biskuit dari mulut Wilder sering sekali melayang ke arah wajah cantiknya.Estelle terkikik geli, sementara Iveryne di ujung sana, rasanya ingin sekali menancapkan belati di leher pria itu hingga kesulitan bicara. Mudah sekali mulutnya berkata demikian.“Tetap saja, aku seumuranmu sudah menuju ke altar.” “Bibi … anda terlalu sibuk mengurusiku. Lagipula, aku mencari pasangan hidup yang menemaniku sampai tua dan bersedia mengikutiku mati. Bukan pasangan hidup yang hanya mengambilku saat muda dan menceraikanku di masa tua.” Wilder tersedak bahagia, tapi segera di ganti batuk-batuk kecil ketika ibunya malah menatap tajam. Hiburan bagi Iveryne dan Wilder adalah mengerjai Bibi Zerca seharian penuh, membuatnya naik darah dan bersandiwara seolah-olah tidak bersalah. Ketika Iveryne pura-pura tersenggol Wilder saat membawa banyak tepung kotor, dan tanpa sengaja terlempar pada Bibi Zerca, padahal keduanya sudah merencanakan itu sejak awal. Nalaeryn terlambat, jadi dia tidak bisa mengikuti kesenangan ini. Belum lagi ketika mereka mengandalkan Archer, menyuruhnya ber-uhu riang memecahkan telinga dengan imbalan biji-bijian yang enak. Archer pintar untuk ukuran burung hantu. Dan ketika mereka meletakkan beberapa bijian di atas rambut Bibi Zerca, Archer dengan sigap segera mematuknya. Wanita paruh baya itu bersungut-sungut marah.Bagi Bibi Zerca, putranya, Wilder terlalu penurut. Jika Bibi Zerca tahu putranya yang merencanakan ini semua, sudah pasti dia akan menandai Wilder dengan tinta hitam dan menendangnya keluar.Saat tibanya kepulangan Wilder dan Bibi Zerca ke ibukota sore harinya, Iveryne sendirian membereskan seluruh kekacauan tentang kenakalan mereka dengan ber-senandung riang. Juga beberapa barang yang sempat jatuh karena Bibi Zerca menghindari kejaran Archer.Tawanya menyapa tiap sudut ruangan ketika mengingat wajah marah Bibi Zerca dan wajah polos Wilder, mata ambernya minta di kasihani ketika Bibi Zerca beralih mencurigainya. Wilder tidak ingin jadi anak durhaka, tapi sebelum melakukan kenakalan bersama Iveryne.Dia berkata, “Ibuku itu kekurangan selera humor, padahal kita perlu tertawa sering-sering. Itu menghindari stress.”Benar-benar anak durhaka kamu, Wilder.Senandung riang penuh kebahagiaan Iveryne tidak berlangsung lama. Sore itu, ketika pulang dari memetik bunga dandelion—yang jadi kebiasaannya mulai dari pulang, meletakkannya di atas nakas samping kasur. Dia menemukan Nalaeryn terisak dalam pelukan ibunya, wajah merah dan suara tersendat, mata sembab, juga wajah sedihnya.Dia sudah membuka mulut ingin bertanya ketika di ruang tengah, tapi ibunya melirik sembali menggeleng, menggumamkan kata, “Jangan sekarang. Berikan dia waktu sebentar.”Dari sore hari menuju malam menyesakkan, Nalaeryn tidak menghentikan tangisnya, bahkan ketika berpindah dalam kamar. Estelle mengatakan kemungkinan dia tertidur karena lelah, dan makan malam mereka tidak senikmat biasanya. Iveryne akui tidak terlalu suka dengan ocehan Nalaeryn yang melulu tentang Caelan, tapi benci ketika makan malam tanpa atmosfer hangat kakaknya seperti biasa. Setelah membereskan makan malam, Estelle mempersiapkan nampan dengan berbagai roti almond dan mentega, bahkan Iveryne bersikukuh menambahkan Rasberi pada salah satu rotinya.Gadis itu tengah memilah batang demi batang dandelion dengan khidmat, tapi langsung menoleh ketika ibunya ingin menaiki tangga. Dia buru-buru mengambil nampannya dengan teramat pelan. “Biar aku saja, Ibu. Sekarang tugas ibu adalah istirahat,” ujarnya setelah mengecup sekilas pipi Estelle. Dandelion yang indah tanpa cacat sudah berada dalam keranjang yang tergantung di lengannya. Dorongan hati-hati kakinya memunculkan derit pintu. Nalaeryn menatapnya sekilas, lalu mengalihkan pandang pada luar jendela. Sang pemilik rambut coklat gelap duduk dengan posisi memeluk lutut.“Nala … makanlah.” “Aku tidak lapar, Ivy.”“Pikirkan tentang ibu yang juga mengkhawatirkanmu.” Nalaeryn beralih menatapnya. Di bawah pantulan cahaya keperakan sang bulan, manik hijau gelap itu berubah sendu, tidak ada binar bahagia atau pekikan antusias dari mulutnya, yang sialnya, Iveryne merindukannya.“Jangan lakukan ini untukku, atau untuk dirimu. Kita makan untuk bertahan hidup, kan?” “Sebenarnya kita bisa hidup seminggu tanpa makanan.” Iveryne yang sedang menarik kursi untuk ikut duduk, berniat mengamati bulan juga, sontak menghentikan aksinya. Sambil mencebikkan bibir, dia melayangkan tatapan kesal sambil berdecak malas. “Baiklah, Nona Alkemis. Kamu memang calon Healer terbaik suatu hari nanti.” Iveryne memandangnya kagum, kali ini, Nalaeryn bisa memastikan, tidak ada tatapan mengejek atau raut wajah di buat-buat.Dia di buat bertanya-tanya lagi ketika adiknya mengulurkan tangan ke luar jendela, tepatnya arah datangnya cahaya bulan dari luar.“Apa yang kamu lakukan.” Iveryne mendengus sembari menarik tangannya, menatapnya garis telapak tangannya sendiri tanpa minat.“Mana milikku belum sempurna. Tunggu sampai kedewasaanku, dan kamu akan jadi orang pertama yang mendapat kehormatan itu.” Nalaeryn terkekeh kecil, wajahnya masih sembab, kepalanya agak pusing, tertidur setelah menangis itu sudah cukup mengesalkan.Dengan pengalihan sementara, Iveryne tak tahu apa yang terjadi, tapi yang pasti, Nalaeryn sudah mulai menceritakan tentang apa saja yang memperlambat kedatangannya hari ini—berhasil membuat api permusuhan melahap habis netra biru cemerlang yang awalnya berbinar. Dia mati-matian mencoba menahan gejolak api yang menghanguskan hatinya, membuat atmosfer panas berkali-kali lipat.Unsur masalahnya adalah ... Tuan Muda Caelan Lexter. Yang Iveryne anggap memegang gelar bajingan sialan. Hari ini memutuskan hubungan dengan Nalaeryn, karena gadis itu melihatnya, melihat si bajingan sialan ada di taman kota, bergandengan tangan dengan Nona Corvina Nouryn, yang baru-baru ini melaksanakan debutante. Ketika Nalaeryn meminta penjelasan, Caelan memilih mengakhiri pertunangan dengan Nalaeryn daripada hubungan tidak jelas dengan Nona Nouryn.Meninggalkan kamar kakaknya setelah membujuk istirahat. Ibunya sudah di kamar dan beristirahat—kebiasaannya beberapa hari ini. Biasanya jam ini Iveryne akan memainkan kelopak dandelionnya. Meniup-niupnya kecil hingga beterbangan sambil mendongak ke arah pantulan sinar bulan dari jendela. Tapi malam ini, hatinya penuh kekesalan. Berani-beraninya … dia!Manusia sepertinya benar-benar meminta karmanya sendiri.Disinilah peran Iveryne sebagai adik manis yang baik untuk Nalaeryn, pria itu memulai permainannya, dan itu akan di selesai oleh calon adik ipar—oh, tidak! Mantan adik iparnya yang manis. Iveryne menggigit bibir dalamnya, melangkah keluar dengan belati tertanam di lipatan celana. Sejak hari melawan tiga bajingan, belati selalu bersamanya. Tidak peduli larangan macam apa yang Estelle dan Nalaeryn berikan. Itu penting, menurutnya, berjaga seandainya ada kejadian seperti ini, tidak perlu susah-payah ke kamar mengambilnya. Bajingan sialan! Dia mencoba bermain-main … eh? Archer ber-uhu dalam kandangnya ketika Iveryne melewati ruang tengah. Burung hantu itu mengepakkan sayapnya riang, hampir keluar jika saja tangan Iveryne tidak tergerak menutup sangkarnya. Archer bersungut-sungut marah. Iveryne terlanjur menulikan telinga.“Tugasmu berjaga di rumah, Archer. Jagalah Nala, untukku.” Rumah Caelan, yang menjadi targetnya, berjarak kurang dari dua kilometer barat daya. Gemuruh di dadanya seakan siap menghantarkan bola-bola api kemarahan.DUARR!BRUKK!Iveryne menoleh cepat, dia berjarak tiga puluh meter ketika bunyi ledakan muncul dari arah rumahnya, asap hitam mengepul mengelilingi rumahnya. Tergesa-gesa, kakinya mengantarkannya kembali ke rumah, ledakan dan benda berjatuhan makin jelas ketika dia ada di pekarangan. “Tidak!” Yang membuat kakinya seketika lemas adalah ketika menaiki tangga, ketika kamar Nalaeryn kosong, perabot berserakan, dandelion beterbangan. Samar-samar, teriakan Nalaeryn sebatas ilusi.“Hentikan … “ Kesadarannya di tarik paksa, Iveryne buru-buru bangkit, berlari lagi ke kamar ibunya. Estelle bersandar di dinding, menatap lurus ke arahnya sambil menggeleng, dan sosok hitam berada di depannya. Ibunya itu kelihatan berbeda, rambut perak bercahaya dan mata biru terang yang gemerlapan seindah batu safir.Ketika sosok hitam berbalik ingin menatap sesuatu yang mengalihkan atensi Estelle. Iveryne merasakan sebuah tangan dingin menariknya ke sisi lain ruangan, pinggangnya di peluk erat dan mulutnya dibungkam tangan lai
“Akhh!” Pekikan kesakitan beradu dengan suara gedebuk nyaring. Iveryne tidak sempat menghindar. Dia baru mengambil langkah beberapa meter ketika sepasang mata merah menyala melayang ke arahnya, dan menghantamkannya ke sisi dinding kayu. Sosok setengah asap melayang dengan mata merah bercahaya, fokus pada gadis tidak berdaya yang berusaha bangkit dari posisinya. Sialnya, percuma melawan, tendangan dan pukulan hanya menembus sosok itu. Lagi-lagi sosok itu mengangkatnya, yang entah bagaimana, tidak Iveryne pahami, karena mereka tidak bersentuhan sama sekali dalam hal ini, tapi dia merasa tubuhnya mendadak sangat ringan.Terlempar, lagi! Kali ini menuju meja panjang hingga patah, dan bagian atasnya berhamburan. Iveryne terbatuk-batuk, itu bekas tepung kemarin, ketika mereka selesai membuat kue, tepungnya masih berada di sana, pada tempatnya. Nyeri dan sakit menjalar disekujur tubuhnya. Dengan satu sentakan kecil, Iveryne dengan nafas terengah melempar segenggam tepung, berusaha mengalihka
“Kapan kita kembali ke sini?” “Mustahil. Tidak aman.” Iveryne mendelik tidak percaya, sebelum Reiger mencapai tangannya, dia lebih dulu berlari tergesa-gesa menaiki tangga, menghindari beberapa bagian yang patah dan hancur. Reiger, yang masih tidak mau mereka mati sia-sia dengan sigap menahan Iveryne saat kakinya sampai pada tangga terakhir. Dengan paksa menggendongnya, tapi dia langsung menurunkannya ketika gadis itu memekik keras-keras. Dia meninju wajah Reiger dengan marah. Pinggangnya yang sakit baru saja bertubrukan dengan bahu kokoh yang keras. Sensasinya menusuk. “Sakit, sialan!” hardiknya, tangan kirinya refleks mencengkeram sisi pinggang bagian kiri. “Kita akan dapat yang lebih buruk. Kalau kita masih di sini. Para Dyord akan segera kemari, aku tak bisa melawan semuanya.” “Aku hanya perlu … mengambil pedang.” Mulut Reiger terbuka tanpa sadar, ada beberapa pertanyaan menggenang dalam benaknya. Iveryne menggeser tubuh jangkungnya setelah berkata demikian, bergegas pergi t
Selene senang sekali saat kelahiran adiknya, sinar bulan paling cerah abad itu ketika Selene mendatangi ibunya. Argios, adik Selene mengalami pemikiran lugu, di sembunyikan dari dunia luar membuatnya bersedih setiap saat, dia tidak punya kemampuan apapun, tidak pernah diberatkan tugas, tidak bisa bergaul dengan mudah karena orang tuanya. Hyperion dan Theia sangat-sangat takut dia akan dimanfaatkan kegelapan. Apalagi saat ramalan Pythia, pendeta Apollo di Delphi yang mengatakan bahwa putra bungsu mereka akan menjadi salah satu kegelapan paling bersejarah yang memegang peran paling penting dalam pemusnahan dan pembantaian dalam skala besar-besaran.Setelah satu abad, tidak ada yang berubah, Selene meminta pada Elther—Goeron untuk menempa sebuah pedang dari cahaya bintang murni Asteria, cahaya paling terang dan keberkatan api Hestia. Pedang yang memancarkan cahaya luar biasa itu akhirnya bisa membuat sepintas senyum mengembang pada wajah Argios.Dia berlatih dengan Dewi perang, Athena, k
“Keluarga? Aku?” Iveryne menunjuk dirinya. “Mengapa?” “Karena kamu berada di Area Pertahanan! Kami tidak mudah menerima orang baru, lho. Untukmu pengecualian. Selain Guru Ragon, aku juga mulai menyukaimu!” Iveryne mengernyit jijik, senyum di wajah Calix lama-lama menjadi menggelikan. Lelaki itu tersenyum lebar menampilkan deretan giginya yang rapi, terlewat lebar sampai Iveryne bertanya-tanya bagaimana bisa mulutnya tidak robek. “Tidak bisa, aku hanya—” “Hei, tidak peduli siapa kamu, darimana asalmu, atau bagaimana masa lalumu. Sekarang, kita keluarga! Kita akan memperbaiki semuanya bersama-sama!” Iveryne menatapnya setengah kagum, dia menyeka air pada sudut matanya sembari berkata, “Tidak kusangka … “ Dia sesegukan mengatakan akhir kalimatnya, Calix mendekat berniat menepuk-nepuk punggungnya. “Bisa serius, rupanya.” Calix menghentikan langkah dengan geram. Sementara Iveryne di sisi danau tertawa puas. “Kamu merusak suasana,” ucapnya malas, kembali duduk bersandar di pohon sambil
[Dyord, bayangan iblis, terbuat dari jiwa gelap yang di bunuh. Penyihir memanfaatkan mereka untuk menjadi tameng pelindung tidak terkalahkan. Berasal dari nereka dan mengabdi pada pengeran neraka, Asmodeus. Hanya api suci Dewi Hestia yang bisa mengirimkan mereka kembali, atau api neraka, yang dengan senang hati para Dyord terima]“Hellfire,” gumam Iveryne, pikirannya berkelana tentang nama pedang Reiger. Pria itu pasti membunuh Dyord atau mengetahui sejarahnya, dan begitulah dia terinspirasi nama yang—cukup hebat!Dia duduk di kamar dengan sarang Archer bergoyang, burung hantu itu masih belum sembuh total setelah kejadian dua hari lalu, dan Calix menyarankan mengurungnya tetap dalam Sangkar. Lima hari bersama Reiger dan Calix bukan hal yang buruk. Masakan Calix benar-benar enak, dan buruan Reiger juga tidak pernah mengecewakan. Mereka sepakat akan membicarakan ini dengan Guru Ragon, karena kepulangan beliau besok setelah lima hari berada di Ibukota tanpa memberi kabar. Calix meminjamk
Iveryne mengerang frustasi, percakapan pertamanya dengan Guru Ragon tidak bisa dikatakan baik. Dia melihat pedang perak yang menggantung di pinggang rampingnya dengan indah. Kecewa, marah, kesal. Iveryne belum pernah merasa tidak berguna seperti ini dalam hidupnya. Dia bukan ksatria dan tidak punya mana sempurna dalam dirinya karena baru berusia tujuh belas tahun, dan sekarang dia kehilangan seluruh keluarga di bawah hidungnya sendiri. Keluarga barunya memang baik dan menerimanya, kecuali Reiger, terlepas dari entah sudah sifatnya begitu sejak awal atau bagaimana. Dia memasuki rumahnya, menyapu lagi kenangan terakhir sebelum benar-benar pergi. Dia nekat berjalan berpuluh-puluh kilometer—tidak sejauh itu, hanya saja Iveryne suka melebih-lebihkan karena kakinya terasa kebas. Dia tidak menaiki kuda karena Reiger pasti menemukannya, tapi tujuannya benar-benar mudah ditebak. Ransel kulit hitam tergantung pada dinding kamarnya—yang membuat Iveryne merasa janggal karena kamarnya kelihatan
“Kamu benar!”“Aku harus siap ke depannya!” Iveryne tidak main-main dengan ucapannya waktu itu. Reiger di buat kaget dan Calix, tidak bisa menahan mulutnya untuk menganga lebar. Gadis itu melewati batas kegigihan tertinggi, keinginannya untuk menguasai seni pedang membuat decak kagum tersendiri dari Guru Ragon. Kesehariannya tidak lagi di habiskan dengan bercanda, meski kadang Calix mengajaknya bercanda karena terlalu serius. Pagi dihabiskan untuk lari pagi, lalu tengah hari dengan latihan fisik, dan sore untuk latihan seni pedang. Iveryne butuh menghabiskan satu tahun lagi di akademi untuk mempelajari hal itu, dan sekarang, dia mendapat dari keluarga barunya, Ksatria Aregorn itu sendiri. Jika dulu Iveryne berani mengatakan bersedia melakukan apapun untuk jadi murid Ksatria Aregorn. Sekarang hatinya mempertanyakan itu, kehilangan keluarga untuk mencapai tujuan bukan sesuatu yang dia inginkan! Jika harganya semahal ini, Iveryne tidak akan melakukannya. Iveryne sering mengasah pedang
“Elenya ... apakah kamu tahu sesuatu tentang teman-temanku yang lain?” Iveryne terus mendesaknya untuk mengatakan sesuatu setelah beberapa saat lalu, Elenya tidak sengaja mengatakan.“Anda belum mengetahuinya? Yang Mulia Thalorin ... ” Begitu saja, tanda ada niat melanjutkan, dan akibat kata-kata itu, Iveryne kini menuntut jawaban sepenuhnya dengan sorot mata tajam.Di sisi lain, Elenya merasa terintimidasi, tapi di sisi lain, dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya ataupun mengarangnya. Berbohong dan kebenaran di sini tidak lebih seperti lumpur hisap dan jurang.Elenya menatap Iveryne dengan keraguan yang jelas terlihat di matanya. Merasa terjebak dalam dilema antara memenuhi keinginan Lunar Lady dan mematuhi janji yang telah dia buat pada Thalorin. Namun, tekanan Iveryne makin membuatnya merasa tak nyaman.Aura mengintimidasi gadis itu terlalu sulit diabaikan.Iveryne bisa merasakan gelombang kecemasan melanda Elenya, tetapi keinginannya untuk mengetahui kebenaran melebihi semua
Mereka berjalan perlahan, mengendap-endap di antara semak-semak yang rapat, menyusuri tepi danau yang gelap. Cahaya bulan yang redup menyoroti setiap gerakan mereka, menciptakan bayangan yang meliuk-liuk di atas permukaan air yang tenang.“Tidak ada yang akan tahu tentang ini,” ujar Iveryne dengan suara yang hampir tidak terdengar. Berusaha meyakinkan Elenya bahwa apa yang mereka lakukan ini untuk kebaikan, meski melanggar peraturan.Elenya mengangguk pelan, tetapi ketakutannya masih melekat erat. Dia merasa seolah-olah mereka berjalan di tepi jurang, siap untuk jatuh ke dalam ketidakpastian kapan saja. Dan mulutnya, yang hampir berbusa karena terus mengingatkan, tapi tidak pernah didengar.Iveryne tidak tergoyahkan. Dia terus maju, memimpin langkah menuju kegelapan. Meski ada ketegangan di udara, mereka terus melangkah, berusaha untuk tidak terperangkap dalam rasa takut.Saat menjauh dari danau, bayangan semakin menutupi mereka. Iveryne berhenti sejenak, mengamati sekeliling penuh ke
“Lunar Lady ... “ panggil Elenya lelah. “Kita tidak bisa berada di sini, Yang Mulia Eldarion melarang siapapun masuk wilayah ini.” Dia sejak tadi hampir menggumamkan kata yang sama, berusaha membujuk Iveryne mengubah niat untuk mengeksplorasi wilayah Eldarion yang terlarang, ini sungguh salah, tidak benar!Namun, Meski Elenya mencoba keras untuk membujuk Iveryne. Gadis itu tetap teguh dengan niatnya. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik larangan tersebut, dan semua itu hanya membuat rasa penasarannya semakin memuncak.Matahari tenggelam di balik cakrawala, meninggalkan langit senja menjadi gradasi warna oranye, merah, dan ungu yang indah. Bulan dan bintang-bintang muncul di langit gelap, memberikan cahaya samar yang memantulkan warna-warni di atas permukaan jalan yang tenang.Pepohonan rindang di sepanjang jalan melemparkan bayangan gelap, kontras di atas rerumputan hijau yang menyelimuti tanah. Suara hening malam hanya terganggu oleh desiran angin dan kadang-kadang
Dalam kegelapan dingin penjara yang menyedihkan, Calix, Wilder, dan Heros duduk bersama di sudut sel, wajah mereka penuh dengan ekspresi kekecewaan dan kebingungan.“Kita sudah berada di sini berjam-jam, tapi tidak ada tanda-tanda pembebasan,” keluh Wilder dengan nada frustrasi, matanya menatap ke langit-langit yang tidak terlihat.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Calix sambil menggerutu kesal. “Aku mulai merasa seperti ini adalah akhir dari segalanya.”Heros hanya menggelengkan kepala dengan lesu. “Aku tidak tahu lagi. Semua rencana kita gagal. Kita terjebak di sini tanpa harapan.”“Kita harus tetap tenang dan bersabar,” kata Calix, mencoba menenangkan teman-temannya meskipun hatinya sendiri penuh dengan kecemasan. “Pasti ada jalan keluar. Kita hanya perlu mencari.”“Iveryne pasti dengan merindukanku,” tambah Wilder.Calix mencibir. “Pftt! Alih-alih merindukanmu, kurasa dia sedang mengkhawatirkan Reiger.” Heros, yang terus berada di sudut sambil menelungkupkan kepala di atas lipa
Ketegangan memenuhi aula. Iveryne berusaha menenangkan diri sendiri sementara tangannya bergerak gelisah dalam lengan baju kain yang panjang. Itu adalah suara Eldarion, pamannya.Iveryne segera merasa ada yang tidak beres, bahwa pamannya ini sengaja menyudutkan dirinya karena liontin mutiara di lehernya. Thalorin memandang ke arah Iveryne, tapi tetap diam. Meski dia tidak memiliki hubungan yang cukup erat dan baru bertemu dengan kakeknya, Iveryne langsung mengerti, kedudukan kakeknya penting. Penting untuk membantunya menghadapi pamannya.Iveryne menatap tidak nyaman pada pamannya. “Tidak ada kebenaran dalam tuduhan itu, Kakek. Saya tidak pernah bersekongkol dengan para Siren atau siapapun yang merugikan bangsa Elf.”Eldarion tertawa sinis. “Ah, tentu saja, kau akan membela diri. Tetapi tindakanmu telah mengkhianati kepercayaan dan keamanan bangsa ini. Bagaimana kita bisa mempercayaimu lagi?”Suasana tegang memenuhi ruangan saat pandangan semua orang bergumul dengan pertanyaan tak t
“Iveryne, apakah sesuatu mengganggumu?” Netra biru cemerlang menoleh kaget, tersentak dengan pertanyaan oleh suara asing. Dia menggeleng cepat, kemudian tersenyum kecil, berusaha untuk tetap tenang dan menetralkan diri, mencoba terbiasa lebih dulu.Iveryne melangkah di samping kakeknya, dengan langkah yang sedikit canggung, mencoba menyesuaikan diri dengan atmosfer beda. Thalorin Silverion, sosok lain yang berjalan di sampingnya, memancarkan aura yang hangat dan ramah, membuatnya sulit untuk menentukan apakah sikap itu dialamatkan padanya secara khusus atau mungkin sikap alaminya terhadap semua orang yang mereka temui. Terlepas dari itu, ketenangan dan kebaikan hati yang terpancar dari kakeknya memberikan sedikit kelegaan dalam suasana asing itu.Sementara itu, Iveryne masih tidak terbiasa dengan perhatian yang diberikan padanya oleh para Elf di sekitarnya. Ketika dia melewati mereka, baik itu Elf wanita yang lembut maupun Elf pria yang tegap, selalu menundukkan kepala dengan horm
“Berhenti membohongi dirimu sendiri!” Seruan kemarahan itu bergema dalam heningnya malam. Satu-satunya lawan bicara menatap datar, seakan tidak peduli sekeras apa teriakan itu terdengar.Cahaya bulan memancar terang, dua sosok berdiri di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Desiran angin menyapu daun-daun sekitar menjadi latar belakang pertukaran kata-kata penuh kemarahan.“Kamu yang seharusnya berhenti memaksakan.” Ada penekanan dalam intonasi datar itu, mengintimidasi orang di seberang sana, dia tetap tenang, tapi pria di seberangnya menatap marah.Dua orang dan ketidakpastian jawaban, adalah masalah.Salah satu sosok, dengan netra hitam memancarkan kemarahan, menatap tajam ke arah lawan bicara. Rambut hitamnya yang terurai menyapu pipinya, menambah kesan garang pada wajah tegang.Sementara itu, sosok di hadapannya tetap tenang, dengan netra abu-abu cerah yang tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan.Netra hitam menggelap di bawah desakan kemarahan, beberapa helai rambut hitam me
Bersama dengan Reiger yang masih belum sadar sepenuhnya, Iveryne, Calix, Wilder, dan Heros memulai perjalanan menuju hutan Lunare. Elara memberikan ramuan penyembuh kepada Reiger, harapannya agar pria itu bisa bertahan dalam perjalanan.Perbatasan antara Hutan Lunare dan Arvenwood tidak terlalu jauh, tetapi tetap memerlukan perjalanan yang hati-hati. Untungnya, para Creetress dengan baik hati memberikan kuda-kuda mereka. Sebetulnya meminjamkannya, tapi seperti ucapan Iveryne, kecuali salah satu dari mereka selamat untuk mengembalikannya, atau jika tidak, kuda-kuda itu mungkin tidak akan kembali lagi.Setelah melintasi perbatasan Arvenwood, perjalanan mereka menuju Hutan Lunare semakin tidak mudah saja. Cahaya bulan yang menyinari jalan setapak memberikan sentuhan magis pada lingkungan sekitarnya, tetapi juga menyoroti bayangan-bayangan yang misterius di antara pepohonan yang rapat. Angin malam berbisik dengan suara seram, seakan menawarkan peringatan akan bahaya-bahaya yang mengint
Dalam keheningan malam yang dihiasi gemerlap cahaya bulan, Iveryne duduk di tepi tempat tidur, mengamati penuh kekhawatiran sosok Reiger yang terbaring tak berdaya di sisinya. Cahaya bulan memancar lembut memasuki kamar mereka melalui jendela terbuka, menimbulkan bayangan samar di sekitar ruangan yang tenang.Dengan hati berdebar, Iveryne mendekat pada Reiger yang tidak sadarkan diri. Luka di pinggangnya sendiri sudah hampir sembuh sepenuhnya, tetapi luka-luka yang menghiasi tubuh Reiger masih terasa sangat mengejutkan dan sangat memprihatinkan.Ia meraih tangan Reiger, menempelkan telapak tangannya pada pipi dingin pria itu. Suatu cahaya biru pucat seolah-olah memancar dari kedalaman hati Iveryne, merambat melalui urat dan pembuluh darahnya, menciptakan aliran energi magis yang lembut namun kuat.Cahaya itu mengalir ke dalam tubuh Reiger, menyatu dengan sulur-sulur hitam yang menjalar di sekitar lukanya. Namun, meskipun cahaya itu berkilau sebentar, tidak ada perubahan yang terjadi.