Matahari mulai bersinar terang saat Cloudy menata langkahnya menuju taman. Perasaan dalam dadanya bagai seekor kelinci yang berloncatan menghindari tangkapan. Sepanjang jalan ia berdoa semoga hari ini pria kemarin tak lagi mengganggunya. Kejadian semalam membuatnya merasa cemas yang berebihan.
Sekilas kelebat bayangan kejadian kemarin menghampirinya kembali, ada bayangan senyum pria itu di netranya, senyum yang tampak tulus. Namun sebagian hatinya tetap merasa harus terus waspada.
"Bukankah di masa lalu telah mengajarkan orang yang terlihat baik ternyata malah menyimpan niat jahat kepadaku," bisik hatinya tak membiarkan terlena dalam penilaian pandangan pertamanya.
Langkah Cloudy yang pelan dan segudang pemikiran yang saling menimbang dalam pergulatan kata, terus membawanya hingga ke kursi taman tempat biasanya ia melepas segala perasaan yang menghimpit dada.
Sementara Habibie telah menunggu cukup lama di balik pohon akasia berseberangan dengan kursi tempat Cloudy sering menulis dan melukis. Lebih dari setengah jam ia menunggu, sampai dari kejauhan tampak Cloudy datang menuju kursi tempat biasa ia melakukan kegiatannya.
Cloudy berjalan pelan, ia hanya memperhatikan jalan dan sekitar tempat kursi yang akan ia duduki. Saat Cloudy hendak menghempaskan tubuhnya ke atas kursi, ia menyadari ada sebuah amplop kertas yang di atasnya diletakkan setangkai mawar merah.
Sebuah amplop berwarna merah senada warna kelopak mawar. Cloudy berusaha mengacuhkan keberadaan benda itu. Tapi tulisannya untuk kamu membuat ia merasa bila surat itu ditujukan kepadanya.
"Apa artinya amplop itu buatku?" Cloudy membatin.
Berkali-kali matanya melirik ke arah amplop, sampai akhirnya ia memutuskan melukisnya sebagai kenang-kenangan.
Dari jauh Habibie menatap aktivitas Cloudy, dalam hati ia sangat berharap Cloudy membuka amplop itu. Tapi tampaiknya Cloudy hanya tertarik memandanginya saja.
Cloudy begitu asyik menjadikan amplop dan bunga mawar sebagai obyek lukisannya, hingga saat semuanya selesai, baru tangannya meraih kedua benda itu. Perlahan-lahan dibukanya amplop dengan hati-hati, ada selembar kertas dengan tulisan di dalamnya. Lalu dibacanya dalam hati.
Assalamu'alaikum
Selamat pagi, mawar merahku. Maaf jika kemarin membuatmu terkejut dan marah. Maaf ya, jika caraku salah. Aku hanya ingin berkenalan denganmu, namaku Habibie umurku 25 tahun. Aku kost tak jauh dari taman ini. Semoga Kamu mau memaafkan kesalahanku ...Jika Kamu berkenan memberikan maafmu, balaslah surat ini. Tulislah namamu di atas kertas dan ambillah bunga mawar itu sebagai tanda terima kasihku. TertandaHabibie
Cloudy melipat surat dan memasukkan kembali ke dalam amplop, matanya mencari-cari pria yang menuliskan surat itu. Tapi Cloudy tak menemukan sosok yang kemarin sempat membuatnya terkejut.
Cloudy mengambil pinsilnya dan menuliskan nama serta sebaris pesan untuk Habibie. Lalu ia beranjak pergi sambil membawa setangkai mawar pemberian Habibie, ingin sekali ia mencium wanginya, tapi ia takut bila hal itu semacam sebuah intrik untuk mencelakai.
Habibie merasa sangat senang, memperhatikan semua hal yang dilakukan Cloudy. Lalu dengan sigap ia menguntit perjalanan pulang Cloudy ke rumah kakeknya, menyebrang jembatan dan dengan cepat mengambil amplop di tempat Cloudy duduk dengan gerakan kilat.
Sebuah rumah berwarna cream dengan kombinasi warna coklat tanah. Halaman depan yang tampak luas dengan taman yang tertata rapi. Rumah yang dituju Cloudy, rumah yang menanunginya saat ia kehilangan kedua orang tua yang dicintainya.
Cloudy datang dan disambut tantenya, dari jauh Habibie memperhatikan semua. Tepat seperti harapannya. Setelah ini akan ada banyak informasi yang akan didapatnya.
"Akhirnya, cukup berbekal nama dan alamat. Akan dengan mudah bagiku menaklukkannya," ucapHabibie dalam hati.
Mata Habibie mengikuti Cloudy sampai bayangan Cloudy masuk ke dalam rumahnya. Lalu kemudian ia pergi meninggalkan tempat itu menuju kostannya.
Sesampai di kamar kost, dibukanya amplop surat yang ditinggalkan Cloudy di atas tempat ia duduk tadi. Habibie membukanya dengan penuh perasaan. Wajah Habibie yang semula berseri tiba-tiba mengeras saat membaca tulisan Cloudy. Ia langsung memasukkan kertas ke dalam amplopnya dan menarik nafas, kecewa dan sedih.
Hai, Habibie
Namaku Cloudy, usiaku 20 tahun. Aku menerima maafmu, dan aku juga memohon satu hal darimu. Tolong jauhi aku!
Terima kasihCloudy
Perasaan kecewa dan harapannya tiba-tiba tercabik-cabik, menyeruak dalam dada Habibie, ia merasa kecewa pada Cloudy untuk kesekian kalinya. Padahal ia sudah menunjukkan bahwa ia berniat baik.Berkali-kali pria tampan itu menghembuskan nafasnya, mengatur perasaan yang belum mampu dikendalikan. Ribuan pertanyaan singgah dibenaknya, mengapa seorang perempuan seperti Cloudy membuatnya merasa demikian putus asanya? mengapa seorang Cloudy bahkan tak membuka hati walau hanya untuk berkenalan bahkan mungkin bersahabat dengannya.
Habibie berusaha menerka-nerka bagaimana sifat dari Cloudy, pikirannya telah menghasut harapannya, namun sifat keras kepalanya sebagai pria lagi-lagi menebas semua kata-kata jahat yang melesat dalam pikiran.
"Aah, apa isi suratku tadi yang membuatnya makin tak peduli, ya? aku menyebutnya mawar merahku, seolah aku telah memilikinya. Apa karena itu ia makin memintaku untuk menjauhi, apa kata-kataku tadi sangat lancang untuk seorang perempuan berhijab sepertinya? Ya, Tuhan aku merasa begitu lemah dihadapan perempuan ini. Sendi-sendiku serasa tak berdaya untuk kutegakkan lagi," gumam Habibie tak lagi menyadari Anton yang mendengarkan kata-katanya tersenyum-senyum sendiri saat menyadari sahabatnya ini sedang dilanda asmara.
"Wooii! sadar ..." teriak Anton tepat di telinga Habibie.
"Astagfirullah ... dasar mulut tak punya akhlak!" seru Habibie yang tak mau kalah nyaringnya meneriaki sahabatnya yang sudah berlari menuju kamar mandi.
"Tapi sebenernya Anton ada benarnya, saat ini mungkin aku sedang tidak sadar. Atau barangkali aku sedang mendapatkan karma dari perbuatanku di masa lalu. Eh, tunggu, memangnya aku pernah berbuat apa di masa lalu? Aku tak pernah mengacuhkan gadis. Eeits, mungkin iya aku tak pernah mengacuhkan tapi aku seringkali memberi harapan palsu pada perempuan dan gadis-gadis yang nyata sekali menyukaiku. Tapi, sebenarnya lagi aku tak berniat seperti itu. Mereka hanya baper berlebihan terhadap sikap dan perhatianku yang sama pada semua perempuan." Suara batin Habibie saling bersahutan membuat Habibie merasa perlu mencurahkan perasaannya pada sesuatu yang membuatnya bahagia.
Ia melepakan pakaian olah raga yang telah basah oleh keringat, dilapnya wajahnya dengan tisue basah berikut tubuhnya. Minyak wangi mahal pemberian salah satu klien yang memujanya disemprotkan hampir keseluruh tubuh. Memberikan kesegaran pada raganya yang merasa gerah dengan kejadian yang baru dialami. Ia tak ingin menunggu Anton selesai mandi, telinganya enggan mendengar kicau suara Anton yang akan mencibiri perasaannya saat ini.
Sebuah sweater kerah tinggi berwarna abu-abu tua yang pas di tubuhnya dipadu padankan dengan blazer berwarna hitam dan celana jeans berwarna biru tua dipilihnya untuk menemani aktivitas hari ini. Lalu ia bergegas pergi dengan motornya menuju cafe.
Habibie memarkirkan sepeda motor gedenya di parkiran karyawan. Beberapa pasang mata wanita menatap lekat pada tubuh tinggi atletis yang melintasi halaman parkir menuju cafe. Beberapa karyawan wanita pun berdecak kagum pada wajah tampan dan tubuh yang terjaga milik Habibie. Sementara para karyawan prianya sebagian menganggapnya sedang pamer dan sebagian lagi berharap memiliki tubuh sepertinya.
Habibie hanya mengangguk hormat pada tatap mata yang sedang menilainya. ia sedang tidak bernafsu memikirkan tatapan-tatapan aneh milik para wanita dan para karyawannya itu.
Tas ransel yang berisi laptop diletakkannya dalam kantornya. Blazer yang dikenakan kini berganti dengan seragam chef. Di kepala Habibie sedang muncul beragam ide menu yang ingin dicobanya untuk melepas semua resah hati.
Ia ingin melupakan Cloudy untuk beberapa saat. Dan berkutat dengan bahan-bahan masakan, melepaskan ketegangan pikiran sekaligus menambah varian rasa dalam menu cafe sehat miliknya.
HABIBIE"Mana Habibie?" tanya Anton pada salah satu karyawannya."Ada di dapur, Pak.""Ngapain Dia di sana? ciptain menu baru lagi?""Sepertinya begitu, Pak.""Ya,udah, teruskan saja pekerjaanmu.""Terima kasih,Pak," sahut Angga dengan sopan. Kembali membersihkan meja-meja yang berdebu.Anton berjalan menuju dapur cafe mereka. Dalam hatinya bertanya-tanya. Kelebihan Habibie dan juga kekurangannya yang sangat dimengerti Anton. Setiap kali Habibie kecewa terhadap sesuatu. Maka ia akan menciptakan sebuah resep baru. Ia meluapkan segala kesedihan dan kegalauannya dengan membuat sesuatu, entah itu minuman atau makanan.Habibie dan Anton adalah dua sahabat yang berteman sejak SMA. Kedekatan mereka satu sama lain karena mereka sama-sama suka makan. Namun mereka mempunyai kebi
Seharian Cloudy hanya berbaring ditempat tidur,perutnya terasa mual dan kepalanya bagai lonceng yang berdentang. Kelebat bayangan masa lalu silih berganti datang. Membuat tubuhnya bereaksi dengan kuat. Setangkai bunga mawar pemberian Habibie, dipandangi Cloudy seperti gerbang yang membangkitkan kenangan. Entah mengapa perasaannya makin terguncang saat menyadari ada seorang pemuda yang memperhatikannya. Sementara Cloudy baru mulai menguatkan hati untuk melangkah lagi. Cloudy sebenarnya suka mencium aroma bunga mawar,tapi kali ini ia enggan menghidu wewangi bunga itu. Karena di saat yang sama, kenangan buruknya yang masih tersimpan rapi bermunculan kembali, seolah memburunya agar ia terus terpuruk dalam kesedihan. **** Sudah beberapa kali perut Davina mengalami kontraksi,padahal usia kehamilannya baru 25 minggu. Belumlah lagi genap tujuh bulan. Ia berusaha beristirahat dan menahan rasa nye
“Ada apa, Bang?" tanya Cloudy bingung. "Abang pengen pipis sebentar, Neng. Enggak apa kan? Sudah kebelet ini," ucapnya sambil meringis. Cloudy mengangguk, ia turun dari sepeda motor dan membelakangi pria itu. Lalu tak seberapa lama, dari arah belakang, mulut dan hidung Cloudy dibekap. Cloudy merasa lemas,samar ia melihat kawan pria yang mengantarnya ikut mengangkat kakinya, lalu pandangannya menjadi gelap. Entah berapa lama Cloudy pingsan. Saat membuka matanya, ia merasakan kepalanya pusing, dan nyeri di bagian tubuh paling intim. Pandangan yang masih samar dan rasa nyeri yang yang tak biasa, memaksanya untuk membuka mata. Saat tatap matanya mulai melihat dengan jelas, ia mengenali salah satu pria yang merupakan teman dari pria yang mengantarnya, berada tepat di atas tubuhnya. Cloudy meronta, ia berusaha membuat pria itu menjauh. Tetapi setiap geraknya tak mampu membuat tubuh pria itu lepas dari tubuhnya, malah membuat pria itu makin bernafs
"Bangun sayang," ucap Davina pada anak semata wayangnya yang tertidur nyenyak.Dentang suara jam dinding di ruang tengah berdentang dua kali. Menunjukkan waktu dini hari. Hawa dingin mulai memasuki ruang tidurnya. Suaminya Akmal telah keluar dari kamar untuk mencek keadaan. Ada suara-suara aneh dari arah ruang tamu mereka. Rumah Davina dan Akmal berada di ujung komplek yang belum ramai penghuni. Rumah yang dibangun pada sebidang tanah untuk empat unit rumah yang dijadikan satu. Rumah yang baru selesai di cat dengan dominasi warna krem ini baru rampung, aroma cat yang belum kering pun masih sesekali tercium. "Cloudy, ssttt ...." Jari telunjuk Davina ditekannya pada bibir mungil gadis berusia empat tahun itu, saat kedua mata Cloudy terbuka memandang mamanya. Kepala kecilnya mengangguk tanda mengerti, namun sorot mata menyimpan tanya. Davina menggendong Cloudy lalu membawa dan memasukkannya perlahan ke dalam lemari pakaian
"Cloudy, Kamu cantik," ucap tulus Amira pada Cloudy dengan isyarat tangan menyertai. "Terima kasih, Tante. Saya begini karena Tante yang mengajari." Suara parau dan gerak tangannya bersidekap di depan dada. "Aah,anak manis," batin Amira bicara kala memandang binar indah di mata Cloudy. Hari ini adalah hari ke tujuh Cloudy memberanikan diri untuk menatap kembali dunia luar. Walau masih tetap ingin ditemani. Tapi ia sudah mulai berani pergi ke taman tak jauh dari rumah tempat mereka tinggal. Sesekali Amira memperhatikan kegiatan Cloudy tanpa sepengetahuannya ketika berada di taman dari kejauhan. Ia suka melukis dan menulis puisi, sambil menikmati udara pagi dan panorama alam. Dua kegiatan yang mampu membantu melupakan nyeri deritanya. "Apa kita akan pergi nyekar ke makam orang tuaku, Tante?" Cloudy menatap Amira sambil menggunakan bahasa isyarat. Amira mengangguk sambil terse
"Bie! aku curiga kamu yang biasanya selalu molor sampai siang,malah selalu bagun pagi sekarang. Tak peduli masa pandemi kayak gini," gerutu Anton melihat kelakuan Habibie seminggu belakangan ini."Aah,Kamu Ton ... Ton ... curiga tanpa alasan. Aku kan olah raga sambil berjemur matahari," ucap Habibie sambil tertawa."Serius, Kau Bie?" dengan wajah konyol sambil membelalakkan kedua matanya."Ya, iyalah aku serius, Kamu mau ikut?" tantang Habibie."Ogah! Aku berjemur di depan kost-kostan aja," jawab Anton teman sekamarnya."Aku sudah mengajakmu loh, ya. Jangan nyesel ... berangkaatt ... daahh." Habibie bergegas menggunakan sepatu dan menaiki sepedanya. Dikayuh sepeda ke arah taman yang jaraknya kurang lebih 500 meter dari tempat kostnya.Matahari sudah cukup tinggi kala Habibie keluar dari tempat kostnya. Udara masih terasa segar saat Habibie menghir
Habibie pulang ke tempat kostnya dengan perasaan setengah dongkol dan setengahnya lagi adalah rasa penasaran. Pria muda berusia 25 tahun yang sedang merintis usaha cafe dan makan sehat itu merasa kecewa namun rasa ketertarikannya membuat jiwa petualangnya kembali berkibar. "Eh,Napa Kamu, Bie?" tanya Anton yang memandangi sahabatnya pulang dengan wajah lesu. Anton sedang berada di teras depan kamar kost mereka. Habibie cuma memandanginya dengan tatapan lesu lalu memarkir sepedanya. Kemudian dengan gerakan yang tiba-tiba mengagetkan sahabatnya yang juga partner kerjanya itu. "Aah, aku sepertinya sedang mengalami gangguan kejiwaan. Moodku kadang baik kadang buruk. Kau harus menolongku,teman!" Habibie membuat posisi berlutut memegangi sarung yang sedang dikenakan Anton sambil berusaha menariknya agar terlepas. "Eeits, ngapain sih Kamu,Bie. Aku kan enggak pak
“Ada apa, Bang?" tanya Cloudy bingung. "Abang pengen pipis sebentar, Neng. Enggak apa kan? Sudah kebelet ini," ucapnya sambil meringis. Cloudy mengangguk, ia turun dari sepeda motor dan membelakangi pria itu. Lalu tak seberapa lama, dari arah belakang, mulut dan hidung Cloudy dibekap. Cloudy merasa lemas,samar ia melihat kawan pria yang mengantarnya ikut mengangkat kakinya, lalu pandangannya menjadi gelap. Entah berapa lama Cloudy pingsan. Saat membuka matanya, ia merasakan kepalanya pusing, dan nyeri di bagian tubuh paling intim. Pandangan yang masih samar dan rasa nyeri yang yang tak biasa, memaksanya untuk membuka mata. Saat tatap matanya mulai melihat dengan jelas, ia mengenali salah satu pria yang merupakan teman dari pria yang mengantarnya, berada tepat di atas tubuhnya. Cloudy meronta, ia berusaha membuat pria itu menjauh. Tetapi setiap geraknya tak mampu membuat tubuh pria itu lepas dari tubuhnya, malah membuat pria itu makin bernafs
Seharian Cloudy hanya berbaring ditempat tidur,perutnya terasa mual dan kepalanya bagai lonceng yang berdentang. Kelebat bayangan masa lalu silih berganti datang. Membuat tubuhnya bereaksi dengan kuat. Setangkai bunga mawar pemberian Habibie, dipandangi Cloudy seperti gerbang yang membangkitkan kenangan. Entah mengapa perasaannya makin terguncang saat menyadari ada seorang pemuda yang memperhatikannya. Sementara Cloudy baru mulai menguatkan hati untuk melangkah lagi. Cloudy sebenarnya suka mencium aroma bunga mawar,tapi kali ini ia enggan menghidu wewangi bunga itu. Karena di saat yang sama, kenangan buruknya yang masih tersimpan rapi bermunculan kembali, seolah memburunya agar ia terus terpuruk dalam kesedihan. **** Sudah beberapa kali perut Davina mengalami kontraksi,padahal usia kehamilannya baru 25 minggu. Belumlah lagi genap tujuh bulan. Ia berusaha beristirahat dan menahan rasa nye
HABIBIE"Mana Habibie?" tanya Anton pada salah satu karyawannya."Ada di dapur, Pak.""Ngapain Dia di sana? ciptain menu baru lagi?""Sepertinya begitu, Pak.""Ya,udah, teruskan saja pekerjaanmu.""Terima kasih,Pak," sahut Angga dengan sopan. Kembali membersihkan meja-meja yang berdebu.Anton berjalan menuju dapur cafe mereka. Dalam hatinya bertanya-tanya. Kelebihan Habibie dan juga kekurangannya yang sangat dimengerti Anton. Setiap kali Habibie kecewa terhadap sesuatu. Maka ia akan menciptakan sebuah resep baru. Ia meluapkan segala kesedihan dan kegalauannya dengan membuat sesuatu, entah itu minuman atau makanan.Habibie dan Anton adalah dua sahabat yang berteman sejak SMA. Kedekatan mereka satu sama lain karena mereka sama-sama suka makan. Namun mereka mempunyai kebi
Matahari mulai bersinar terang saat Cloudy menata langkahnya menuju taman. Perasaan dalam dadanya bagai seekor kelinci yang berloncatan menghindari tangkapan. Sepanjang jalan ia berdoa semoga hari ini pria kemarin tak lagi mengganggunya. Kejadian semalam membuatnya merasa cemas yang berebihan. Sekilas kelebat bayangan kejadian kemarin menghampirinya kembali, ada bayangan senyum pria itu di netranya, senyum yang tampak tulus. Namun sebagian hatinya tetap merasa harus terus waspada. "Bukankahdi masa lalu telah mengajarkan orang yang terlihat baik ternyata malah menyimpan niat jahat kepadaku," bisik hatinya tak membiarkan terlena dalam penilaian pandangan pertamanya. Langkah Cloudy yang pelan dan segudang pemikiran yang saling menimbang dalam pergulatan kata, terus membawanya hingga ke kursi taman tempat biasanya ia melepas segala perasaan yang menghimpit dada. Sementara Habibie telah menunggu cukup lama di balik pohon akasia berseberangan de
Habibie pulang ke tempat kostnya dengan perasaan setengah dongkol dan setengahnya lagi adalah rasa penasaran. Pria muda berusia 25 tahun yang sedang merintis usaha cafe dan makan sehat itu merasa kecewa namun rasa ketertarikannya membuat jiwa petualangnya kembali berkibar. "Eh,Napa Kamu, Bie?" tanya Anton yang memandangi sahabatnya pulang dengan wajah lesu. Anton sedang berada di teras depan kamar kost mereka. Habibie cuma memandanginya dengan tatapan lesu lalu memarkir sepedanya. Kemudian dengan gerakan yang tiba-tiba mengagetkan sahabatnya yang juga partner kerjanya itu. "Aah, aku sepertinya sedang mengalami gangguan kejiwaan. Moodku kadang baik kadang buruk. Kau harus menolongku,teman!" Habibie membuat posisi berlutut memegangi sarung yang sedang dikenakan Anton sambil berusaha menariknya agar terlepas. "Eeits, ngapain sih Kamu,Bie. Aku kan enggak pak
"Bie! aku curiga kamu yang biasanya selalu molor sampai siang,malah selalu bagun pagi sekarang. Tak peduli masa pandemi kayak gini," gerutu Anton melihat kelakuan Habibie seminggu belakangan ini."Aah,Kamu Ton ... Ton ... curiga tanpa alasan. Aku kan olah raga sambil berjemur matahari," ucap Habibie sambil tertawa."Serius, Kau Bie?" dengan wajah konyol sambil membelalakkan kedua matanya."Ya, iyalah aku serius, Kamu mau ikut?" tantang Habibie."Ogah! Aku berjemur di depan kost-kostan aja," jawab Anton teman sekamarnya."Aku sudah mengajakmu loh, ya. Jangan nyesel ... berangkaatt ... daahh." Habibie bergegas menggunakan sepatu dan menaiki sepedanya. Dikayuh sepeda ke arah taman yang jaraknya kurang lebih 500 meter dari tempat kostnya.Matahari sudah cukup tinggi kala Habibie keluar dari tempat kostnya. Udara masih terasa segar saat Habibie menghir
"Cloudy, Kamu cantik," ucap tulus Amira pada Cloudy dengan isyarat tangan menyertai. "Terima kasih, Tante. Saya begini karena Tante yang mengajari." Suara parau dan gerak tangannya bersidekap di depan dada. "Aah,anak manis," batin Amira bicara kala memandang binar indah di mata Cloudy. Hari ini adalah hari ke tujuh Cloudy memberanikan diri untuk menatap kembali dunia luar. Walau masih tetap ingin ditemani. Tapi ia sudah mulai berani pergi ke taman tak jauh dari rumah tempat mereka tinggal. Sesekali Amira memperhatikan kegiatan Cloudy tanpa sepengetahuannya ketika berada di taman dari kejauhan. Ia suka melukis dan menulis puisi, sambil menikmati udara pagi dan panorama alam. Dua kegiatan yang mampu membantu melupakan nyeri deritanya. "Apa kita akan pergi nyekar ke makam orang tuaku, Tante?" Cloudy menatap Amira sambil menggunakan bahasa isyarat. Amira mengangguk sambil terse
"Bangun sayang," ucap Davina pada anak semata wayangnya yang tertidur nyenyak.Dentang suara jam dinding di ruang tengah berdentang dua kali. Menunjukkan waktu dini hari. Hawa dingin mulai memasuki ruang tidurnya. Suaminya Akmal telah keluar dari kamar untuk mencek keadaan. Ada suara-suara aneh dari arah ruang tamu mereka. Rumah Davina dan Akmal berada di ujung komplek yang belum ramai penghuni. Rumah yang dibangun pada sebidang tanah untuk empat unit rumah yang dijadikan satu. Rumah yang baru selesai di cat dengan dominasi warna krem ini baru rampung, aroma cat yang belum kering pun masih sesekali tercium. "Cloudy, ssttt ...." Jari telunjuk Davina ditekannya pada bibir mungil gadis berusia empat tahun itu, saat kedua mata Cloudy terbuka memandang mamanya. Kepala kecilnya mengangguk tanda mengerti, namun sorot mata menyimpan tanya. Davina menggendong Cloudy lalu membawa dan memasukkannya perlahan ke dalam lemari pakaian