5. Itu Dia Yasmin
-Tak peduli siapa yang kamu cintai, nyatanya akulah yang ada disampingmu.- Ailuna Cintai Permadi"Jadi namanya Yasmin? Wanita seperti apa yang mampu menaklukan laki-laki dingin seperti kak Tama?" Gumamku semala perjalanan menuju tempat kerjaku.Aku kembali kesini, Rumah Sakit Kirana, tempatku menghabiskan masa koas. Kakiku berjalan melewati loby dengan wajah datar. Semua petugas admisnistrasi, perawat, ahli gizi, bahkan petugas kebersihan terlihat memandangku penasaran. Aku hanya bisa tersenyum. Ya sudah kupastikan berita tentang pernikahanku yang tiba-tiba telah sampai ke telinga mereka dengan selamat.Untunglah aku mendapat jam sore, jadi aku bisa terlebih dahulu mempersiapkan diri setelah libur panjangku."Luna..!" Suara cempreng Raisa menggema di telingaku. Gadis berambut ikal itu berlarian tanpa tahu tempat. Aku berharap tak ada dokter senior yang melihat ini atau kami akan mendapatkan masalah besar."Lo jahat banget sama gue, sumpah gue mau bikin aksi ngambek sama lo!" Ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya.Kadang aku lupa, jika gadis dihadapanku ini adalah seorang calon dokter dengan umur dua tahun lebih tua dariku."Ngambek aja gih, gue nggak peduli" Jawabku acuh, aku kembali melanjutkan perjalananku.Kemudian tanganku kembali ditarik oleh Raisa. "Ih, Lun, lo tuh harusnya jelasin ke gue bisa-bisanya lo nggak ngundang gue waktu pesta pernikahan lo. I'm so sad, gue kira lo udah nggak menganggap gue sebagai temen." Lirihnya.Aku menghela napas pelan, jelas aku tak mengundang siapapun mengingat yah, itu semua terjadi begitu saja tanpa persiapan apapun, bahkan tamu yang berdatangan sebagian besar berasal daripihak Adhitama dan sebagian kecil lainnya adalah keluarga besarku.Aku tersenyum padanya, aku merasa beruntung memiliki teman seperti Raisa yang bahkan selalu berusaha ada untukku."Im so sorry Sa, gue bakal traktir lo sebagai permintaan maaf." Rayuku padanya.Raisa menggeleng cepat. "No, I want you to tell me about your honeymoon."Mataku terbelalak mendengar penuturan Raisa yang sangat frontal, wajahku pasti sudah berubah menjadi hijau sekarang. Dengan cepat aku berjalan menjauh tanpa memperdulikan seruan Raisa yang lagi-lagi semakin membuat kami menjadi pusat perhatian.Bruk.Karena terlalu fokus menjauhi Raisa, membuatku tanpa sengaja menabrak tubuh seseorang."Aw.. maaf." Lirihku.Aku menongakkan kepala, namun seketika aku tak bisa menutupi ekspresi keterkejutanku saat melihat sosok laki-laki dengan snelli berlengan pendek yang membalut tubuh tegapnya."Luna." ucapnya menggantung, terlihat bahwa dia tak kalah terkejutnya denganku.Bagaimana hidupku begitu drama seperti ini, hari pertama masuk setelah kabar pernikahanku tersebar aku dipertemukan dengannya, dokter spesialis anak Keanu Ravens. Seorang laki-laki yang secara terang-terangan mengungkapkan rasa sukanya padaku."Ah, dokter Keanu maaf. Aku tadi terburu-buru karena Raisa.""Bolehkah aku meminta waktumu sebentar?" potongnya.Aku menelan ludah menahan kegugupanku, sungguh ini bukanlah situasi yang bagus untuk mengobrol berdua dengannya."Apa yang ingin dokter katakan, jika dokter tidak keberatan disini saja karena sepertinya saya akan sibuk setelah ini" Jawabku senormal mungkin.Dia meneliti tubuhku, pada akhirnya pandangannya berakhir pada jari manis ditangan kananku. Aku melihatnya, rahangnya terlihat menegang."Apa kabar itu benar?" tanyanya dingin.Kabar? Oh kabar pernikahanku? Hm aku membenci saat-saat seperti ini karena membuatku terlihat seperti orang jahat. Setelah berkonspirasi dengan otakku, aku memutuskan untuk mengangkat tangan kananku."You can see this." Jawabku lirih.Dia menarik nafasnya kasar, wajahnya memerah. "Kita harus bicara Ailuna!" suaranya terdengar tertahan.Aku tak bisa terus seperti ini. Sungguh, aku tak bisa mengatur kepada siapa hatiku terjatuh. Dan aku tak ingin sedikitpun memberinya harapan, karena aku tahu, mengharapkan yang tak pasti itu sungguh menyakitkan, seperti situasiku saat ini. Aku tak ingin Keanu semakin tersakiti karena ketidakberdayaan ku untuk membalas perasaanya."Meow."Yes, Raisa datang tepat waktu."Hm, dok, sepertinya kucing peliharaan saya sudah lapar, jadi saya harus pergi memberi makannya segera jika tidak ingin dia mati kelaparan. Saya izin pergi dulu." Ucapku tergesa, aku berlari kecil menyusul Raisa."Tapi Ailuna."Aku menoleh kembali kearahnya."Maaf." Ucapku dengan sangat lirih, dan mungkin laki-laki berkacamata itu tak akan pernah mendengarnya karena jarak kami yang terlampau jauh.Aku duduk disalah satu ranjang susun tempat para koas beristirahat dengan wajah lesu, berkali-kali aku menghela nafasku berat."Lo gila ya Lun? Sumpah lo nekat banget. Nikah itu bukan cuma masalah hati lo Lun, lo nggak bisa terus mengandalkan perasaan lo kaya gini." Rancau Raisa.Yang dikatakan Raisa memang benar, sungguh tak ada yang salah sedikitpun dari rancauannya barusan."Lo nggak perlu ingetin gue, gue tahukalau gue terlalu nekat, tapi,""Hm, bentar Lun, lo nggak sepenuhnya salah si, secara gue juga gadis single yang normal. Siapa sih yang nggak terpikat sama pesona seorang Adhitama Wijaya. Bujangan most wanted di negri ini. Gue juga mungkin akan melakukan hal yang sama, tapi bukannya ngajak nikah juga Lun, paling nggak pacaran dulu kek atau apa yang bisa membuat lo lebih yakin lagi sama keputusan lo itu."Raisa menarik napasnya dalam-dalam. "Well nggak ada yang tahu lo nikah sama siapa di RS, mereka tahunya kalo lo udah mencampakkan dokter-ganteng-Keanu karena hamil duluan sama orang lain."Ucapan Raisa berhasil membuatku membelalakan mata tak percaya, bisa-bisanya orang-orang berpersepsi sampai sejauh itu."Sekarang mendingan lo simpan fakta tentang Adhitama Wijaya sebelum lo jadi materi gosip Perawat Dina setiap bulannya." Ancam Raisa dengan wajah serius.Sungguh, ucapan Raisa tak ada faedahnya sama sekali. Aku jadi semakin bingung harus menceritakannya dengan siapa. Aku harap kak Barram ada disini, dialah satu-satunya temanku yang paling normal."Gimana goyangannya? Gue yakin lopasti ketagihan!" ucapnya lagi tanpa beban.Bruk.Aku memukul kepalanya dengan bantal cukup keras."Aw, sialan, gue pastiin yang gue ucapin tadi itu bener-bener terjadi. Wah gue nggak nyangka, Adik gue yang paling polos ini udah dewasa aja." Ucapnya sambil mengelus rambutku."Kayanya mendingan gue masuk jam kerja lebih cepat, daripada disini lama-lama sama lo, bisa gila gue." Ucapku sembari meraih snelli yang ku letakkan di atas kursi."Ceilah, gila karena goyangan bang Adhitama ya?" serunya sambil terkikik geli.Aku mengedarkan pandangan disekitarku, kemudian menghela nafasku lega setelah tahu tak ada satu pun orang di dekat ruang koas. Akhirnya aku mendapat jatah di IGD karena telah terjadi suatu kecelakaan beruntun yang memakan banyak korban. Saat aku sedang membalut luka salah satu korban patah tulang, netraku berhasil menemukan sosok Sendi yang terlihat panik dengan perban melingkar di kepalanya.Tiba-tiba saja jantungku berdegup kencang. Setelah rapi aku menghampiri Sendi yang terlihat masih kebingungan."Sendi?" Seruku berjalan mendekatinya."Nyonya." ucapnya lirih, dia melihatku dari atas sampai bawah."Ternyata nyonya..""Apa yang membawamu kemari?" selaku sedikit gugup, aku memilin-milin jariku tanpa sadar.Dia menundukkan kepala, membuatku semakin tak sabar mendengarkan ucapan yang tak juga keluar dari mulutnya."Oh itu, saya minta maaf nyonya, sayatidak...""Sendi!" seru suara yang sangat aku kenali.Aku melihatnya, Adhitama berjalan mendekati kami dengan nafas memburu dan raut wajah sendu, wajahnya terlihat lebih frustasi dibandingkan saat sebelum pernikahan kami. Apa ini? jika bukan Adhitama lalu siapa?"Bagaimana keadaanya?" tanya Adhitama. "Cepat jawab!" Suaranya semakin meninggi.Sepertinya dia tak menyadari keberadaanku. Rahangnya terlihat mengeras saat melihat Sendi yang seolah ragu untuk menjawab."Cepat jawab aku, kamu tau kan kalau aku bisa mati tanpa wanita itu?" Geramnya pada Sendi yang masih terdiam.Matanya semakin nyalang. "Sekali lagi aku tanya, bagaimana keadaan Yasmin?" Kini suaranya menjadi dingin.Deg.Aku tersenyum miris setelahnya. Ternyata, Yasmin memang seberharga itu untuk seorang Adhitama Wijaya.Bersambung.6. Sudah terlanjur jatuh-Meski jatuh rasanya sakit, tapi sakit itu hilang saat melihatmu.- Ailuna Cintia PermadiSendi menunduk lesu setelah kepergian Adhitama menuju ruangan rawat wanita yang dia cintai. Shit, berpikir tentang ini saja membuat jantungku terasa begitu nyeri, aku harap aku tak mengalami atheroskerosis setelah ini.Aku kembali memandang wajah Sendi yang memaksakan diri untuk mendongakan wajahnya menghadapku, kegusaran terlihat jelas dari sorot matanya yang sedikit bergetar.“Wanita itu pacarnya kak Tama kan?” tanyaku lirih.Sendi terlihat terkejut mendengar pertanyaan yang aku lontarkan padanya, dia semakin kebingung."Kamu tidak perlu menyembunyikan apapun lagi dariku Sendi, setidaknya jangan berbohong tentang pertanyaanku barusan."“Ma..maafkan saya nyonya, bukan maksud saya menutupi masalah ini dari nyonya. Ada satu dua hal yang mungkin tidak boleh saya katakan pada nyonya, bukan karena saya tidak ingin, hanya saja nona Yasmin itu…”“Tidak perlu kamu teruskan Sendi!
7. Bertemu Yasmin-Kalau dia secantik ini, kenapa kamu menerimaku?- Ailuna Cintia PermadiSepeninggal Raisa, aku masih berusaha memejamkan mataku barang sebentar saja. Tubuh, otak, bahkan hatiku benar-benar letih secara bersamaan. Otakku terus saja bekerja memutar-mutar memori kelam yang sangat ingin aku hilangkan dari hidupku, membuatku kesusahan masuk ke dalam alam mimpi.Tok. Tok. Tok.Samar aku mendengar suara ketukan dari arah pintu, tak biasanya para koas mengetuk pintu saat berniat memasuki ruang koas, terlalu sopan. Karena penasaran, dengan malas aku beranjak dari ranjangku dan membuka pintu perlahan.“Hai Lun..” Sapa laki-laki berkacamata yang tidak lain tidak bukan adalah Keanu.Aku menegang seketika mengingat kejadian tak mengenakan tadi pagi saat aku menolak ajakannya untuk mengobrol berdua. Apa dia belum menyerah juga?“Hm, ada perlu apa dokter datang kemari?” Dia menengok Panerai yang melingkar di tangan kirinya. “Aku tahu kebiasaanmu melewatkan waktu makan, belum terla
8. Aku Terusik-Apakah normal untuk merasakan hal semacam ini pada wanita yang baru aku temui?-Adhitama WijayaAku menyesap wine ditanganku dalam diam, entah apa alasannya aku memilih untuk berdiam diri disini, dikamar wanita yang telah aku nikahi beberapa hari yang lalu, pemandangan diluar kamar ini ternyata cukup bagus, rentetan bunga berwarna putih, yang aku sendiri tak tahu namanya itu berhasil menyita perhatian siapapun yang melihat kearahnya.Seperti sosok bernama Ailuna, gadis yang belum genap seminggu aku kenal itu memang menarik perhatianku. Aku tak memungkiri jika gadis itu memiliki aura tersendiri yang membuat orang lain merasa nyaman untuk berada didekatnya. Namun bagiku hanya sebatas itu.Aku tak bisa melupakan bagaimana kuatnya sengatan saat untuk pertama kalinya dia memeluk tubuhku tanpa aba-aba, dia seolah mengalirkan ribuan volt listrik yang membuat tubuhku bergetar hebat.“Gadis muda yang aneh dan juga berani.”Aku tersenyum miring saat kembali mengingatnya. Gadis bo
9. I'm a Liar-Statusku memang miliknya, namun hatiku adalah milikmu.- Adhitama Wijaya"Syukurlah..” Aku menghembuskan nafasku lega, jantungku berangsur normal. Takut kehilangan, itu yang aku rasakan. Bagaimanapun, kita akan merasakan hal tersebut saat sudah terbiasa dengan sesuatu ataupun seseorang. Seperti halnya diriku yang selalu merasa bahwa Yasmin lah yang paling mengerti diriku, Yasmin lah yang aku butuhkan, dan Yasmin lah yang membutuhkanku.Kami bagai tumbuhan dan oksigen yang saling membutuhkan. Sungguh, mendengar dia dalam keadaan tak baik-baik saja membuat seolah semua oksigen disekitarku ditarik paksa hingga membuatku kesulitan bernapas.Aku meregangkan pelukanku, menangkup wajahnya, kemudian meneliti setiap inci wajahnya yang-syukurnya-terlihat baik-baik saja.“Berhentilah membuatku khawatir, Mine, kamu tahu? Kau membuatku hampir mati di jalanan karena melajukan mobilku di atas kecepatan rata-rata.”Rasa kesal menjalar di hatiku saat melihat Yasmin yang masih terdiam ta
10. Sahabat Lama-Katanya aku itu terlalu bodoh untuk urusan asmara. Tapi itu bukanlah salahku, karena aku selalu percaya kata-kata bahwa nobody’s perfect, but I’m perfect for you.- Ailuna Cintia Permadi“Sudah tahu nyakitin, tapi tetap aja di liatin.” Suara bariton laki-laki di belakangku berhasil membuatku semakin menegang.Aku menoleh kebelakang, netraku menangkap sosok laki-laki yang tersenyum miring kearahku.“Kamu...”Aku menyeret tangan kanannya menjauh dari ruang rawat Yasmin. Aku tak peduli dengan gerutuannya di sepanjang jalan.Brak! Aku mendorongnya ke dinding di salah satu lantai tangga darurat yang sepi.“Aw, sakit Ai, ternyata lo nggak berubah, tetep kaya Samsonwati ya!” gerutunya sambil sesekali meringis.Aku menatapnya tajam, sangat tajam, setajam silet. Aku tak peduli jika tiba-tiba kepalanya putus karena tatapan nyalangku, palingan nanti jadi temenan sama hantu jeruk purut. Dia menelan ludahnya dengan susah payah.“Kapan kamu pulang?” tanyaku mengintimidasi.Dia men
11. Makan Malam Pertama-Ini pertama kalinya kita makan bersama, berada di meja makan yang sama, makan makanan yang sama, dan menghidup oksigen yang sama. Rasanya mendebarkan, aku ingin melakukan ini setiap hari denganmu. - Ailuna Cintia PermadiAku mulai mengeluarkan beberapa bahan dari lemari pendingin. Banyak hal yang sudah aku cari tahu tentang Adhitama, dari makanan favoritnya hingga alergi yang di deritanya melalui mommy Rosa. Syukurlah dia tak memiliki hal semacam itu.Beberapa menit kemudian mulai tercium aroma masakan yang aku tumis diatas minyak zaitun. Aku menyiapkan dua porsi siap saji diatas meja makan tepat saat suara langkah kaki yang terdengar mendekat.“Makanan udah siap.” Ucapku sambil tersenyum.Dia hanya menatapku datar, kemudian menarik salah satu kursi kayu yang menciptakan derit lemah sebelum dia duduki.Dia menatap salad quinoa daging yang masih mengepulkan uap panasnya.“Apa kamu ingin membuatku gemuk dengan memakan daging dimalam hari?” tanyanya dengan sorot
12. Giant Baby-Semuanya mengalir seperti keran bocor, bagaimana cara menghentikannya? Ya diperbaiki dengan benar, agar kita dapat mengatur seberapa kencang aliran yang kita butuhkan.- Ailuna Cintia PermadiAku kembali mengganti plaster kompres demam di dahi Adhitama dengan hati-hati.Wajahnya masih pucat, keringat dingin masih mengalir di dahinya. Saat-saat seperti ini dia terlihat seperti bayi besar yang tak berdaya.“Such a giant baby.” Gumamku, sesekali tersenyum.Aku beranjak dari ranjang membuka sedikit hordeng abu-abu dikamar Adhitama dengan hati-hati agar tak membangunkannya, kemudian berjalan pelan menuju pantry, namun langkahku terhenti seketika di ambang pintu dengan tubuh yang mematung.“Astaga, apa yang terjadi?” tanyaku sambil membelalakkan mata.Keadaan dapurku berubah seperti kapal pecah, sungguh ini bukan karena aku terlalu hiperbola, semuanya tergenang air setinggi lima belas sentimeter, mengingat lantai pantryku turun sekitar tiga anak tangga. Beberapa panci dan peng
13. Father Of Your Baby-Ternyata benar, kalau tidak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan.- Ailuna Cintia Permadi. “Jadi lo udah tahu?” tanya Barram sembari tersenyum tipis, dia menyeruput kembali mocca latte miliknya.“Nggak usah over confident Ai, gue udah sadar kok posisi gue, jadi nggak usah ngerasa nggak enak gitu, dienakin aja say..” Ucapnya lagi.Aku tersenyum sekilas, lucu, untuk pertama kalinya dalam kisah persahabatan kami, kami membicarakan tentang perasaan masing-masing. Tentang bagaimana aku melihatnya, dan bagaimana dia melihatku.Pertanyaanya adalah, mengapa harus sekarang? Seolah Tuhan sengaja mempermainkan perasaan cintaku pada Adhitama dengan perasaan sayangku pada Barram. Sosok yang sudah memberikan warna yang berbeda dalam hidupku. “Sorry, I hurt you so much. Gue nggak bisa menganggap ini angin lalu kaya dokter Keanu, lo beda, ada nama lo di salah satu sudut hati gue yang nggak bisa diisi oleh siapapun.” Ucapku lirih.“Posisi sahabat maksu
28. Meluruskan Kesalahpahaman-Aku harap, perasaanku tak seperti bunga yang layu, warnanya semakin lama semakin pudar, kering, dan kemudian gugur perlahan. Tak ada yang salah antara kita, antara perasaanku, kamu dan dia. Apakah aku harus menyalahkan waktu? Takdir? Akupun tak tahu.- Ailuna Cintia PermadiAku memakan makananku dalam diam. Kemana perginya Adhitama? Dia pergi meninggalkanku dengan alasan ada urusan mendadak, dan kalian tahu apa urusannya? Tentu saja untuk meluruskan segalanya pada kekasihnya. Aku menanyakan keberadaan Adhitama pada Sendi, dan dia tidak mengelak saat aku mengatakan perihal tersebut. Ah, bagaimana Adhitama bisa segantlemen itu, dia pasti tak ingin menyakiti hati Yasmin barang sedikitpun. Apakah sebegitu cintanya dia pada sosok model itu?Lalu bagaimana denganku? Tentu saja dia tak peduli, dia hanya ingin aku bertahan bersamanya sampai anak ini lahir. Tok. tok. tok.Apakah dia sudah kembali secepat itu? Ayolah Luna, jangan terlalu berharap, nanti ujung-ujun
27. Kedatangan Yasmin-Aku tahu kalau bahagia dan sedih itu datangnya satu paket, tapi aku tak pernah mengira jika kesedihan juga akan datang secepat ini.- Ailuna Cintia PermadiAku melihatnya, pancaran mata yang tak pernah sekalipun Adhirama berikan padaku kini dengan jelas tercipta saat kehadiran Yasmin diantara kami. Mereka saling pandang untuk beberapa saat, seolah melupakan kehadiranku. Sorot mata Yasmin seolah menginginkan penjelasan, namun sayangnya Adhitama masih menutup rapat bibirnya, hanya sorot mata sendu yang dia hadiahkan sebagai jawaban.“Yasmin..”Ya itu suaraku yang sedikit tertahan untuk tidak bergetar. Aku bahkan merasakan sakit saat mereka saling bertatapan, aku tak bisa untuk tidak membenci momen itu. Berhentilah memperlihatkan tatapan saling menginginkan seperti itu.Aku tak pernah menginginkan untuk berada diposisiku saat ini. Tentu saja aku menginginkan kisah cinta romantis yang bahagia, dimana kedua tokohnya saling mencintai satu sama lain. Tapi bukankah tetap
26. Cinderella 12 am-Kata orang, cinta sejati yang sesungguhnya adalah dia yang sanggup merelakan kekasihnya pergi untuk pergi dengan tambatan hatinya yang lain. Tapi walaupun itu benar, aku tak akan melakukannya, sejati hanyalah kata, tak ada jaminan untuk kebenarannya- Ailuna Cintai PermadiAdhitama datang dengan satu gelas es teller di tangannya. Dia melihat Raisa yang sedang sesenggukan di pelukanku. Dengan sedikit bahasa tubuh, aku meminta Adhitama untuk keluar ruangan, memberikan aku waktu untuk menenangkan Raisa.“Lo bisa nggak si Sa, kalo nangis nggak usah ingusan. Jijik gue lihatnya.” Gerutuku sembari menyodorkan tisu dihadapannya.Raisa mendorong tubuhku pelan, dia mengusap air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya dengan kasar. And see, dia terlihat seperti panda dengan lelehan eye liner yang sudah beleber sampai ke pipinya, membuatku tak tahan untuk tidak terkekeh.“Itu udah sepaket Lun, nggak bisa dipisahin, kaya gue sama lo.”“Cih, nggak mau gue.” Decihku.“Bent
25. Sisi Lain Raisa-Beberapa orang merasa sudah lelah sebelum memulai, sedangkan aku dengan tak tau dirinya tetap bertahan meski tahu akhirnya masih terlihat abu-abu.- Ailuna Cintia PermadiAku tak pernah tahu apa yang akan terjadi satu detik kedepan, selama ini aku selalu mencemaskan bagaimana jika suatu saat dia meninggalkanku, apakah aku akan siap? Bagaimana jika dia pergi dan tak kembali? Bagaimana jika dia memilih untuk bersama wanitanya? Dan masih banyak kekhawatiran yang selalu bergelanyut di otakku.Bukankah itu wajar bagi seorang wanita sepertiku yang berada diantara dua orang yang saling mencintai? Tapi bukankah aku juga mencintainya, aku hanya perlu menunggu saat dia membalas cintaku.Namun saat ini, aku hanya ingin menikmati saat-saat bersamanya, meneliti setiap lekuk wajahnya yang terpahat sempurna. Aku baru menyadari sesuatu, ada sebuah lesung pipit samar di pipi kirinya saat dia tersenyum lebar. Membuat kesan manis pada wajahnya yang maskulin.Aku mengambil buah apel d
24. Hello Adhitama Junior-Aku tahu, meski rasanya hatiku sungguh-sungguh tersakiti. Hatiku selalu menolak untuk berhenti, bagai malam yang merindukan siang. Meski semuanya terasa tidak mungkin, tapi aku tetap saja bertahan, seperti air yang mengalir, semuanya terasa begitu alami. Membahagiakanmu, adalah anugerah Tuhan, teruntuk manusia tak tahu diri sepertiku.- Ailuna Cintia Permadi. Bersamanya, adalah suatu ketidakmungkinan yang akhirnya terkabulkan. Menatap pancaran kekhawatiran yang dia tujukan padaku, tak peduli akan bertahan seberapa lama, yang pasti aku bahagia. Lihat saja, tangannya bahkan tak lepas menggenggam tanganku begitu erat.Apakah kalian ingat tentang seorang laki-laki yang ku ceritakan pada Adhitama tempo hari? Sejujurnya dia adalah sosok Adhitama saat berumur 25 tahun. Sosok yang entah sejak kapan ku jadikan matahari, pusat dari kehidupanku. Aku tahu, dia pasti telah melupakan momen yang baginya tak berharga itu. Tapi bagiku, kehadirannya mengubah sebagian hidupku
23. Kesepian Lagi-Apa ini? Mengapa aku menjadi terbiasa dengan kesepian ini? Rasanya semuanya terasa begitu hampa, seolah hanya akulah manusia yang hidup di dunia ini.- Ailuna Cintia PermadiApakah aku harus menyerah dengan semua ini?Sudah tiga hari aku terkurung di kamarku tanpa melakukan apapun selain berbaring, makan, melamun dan tentu saja bernapas. Bahkan bernapas pun rasanya sudah terlalu sesak karena terasa seperti menghirup oksigen yang sama setiap detiknya. Aku sungguh tak mengerti kesalahan apa yang sudah ku perbuat hingga membuatnya mengurungku seperti ini, bahkan setelah aku tahu pun itu adalah sebuah kesalahpahaman yang sejujurnya dia sendiri yang menyimpulkannya.Hari sudah semakin gelap, bahkan aku terlalu malas untuk menyalakan lampu kamar, aku mulai terbiasa dengan kegelapan, aku mulai terbiasa dengan kesepian yang semakin lama semakin menggerogoti ku menjadi semakin kosong.Tok. Tok. Tok.“Nyonya, sudah waktunya makan, tolong buka pintunya.”Aku melirik jejeran ma
22. Tak Bisa Membenci-Akankah aku tetap bisa mempertahankan segalanya setelah semuanya begitu jelas terlihat? Akankah aku masih bisa memperjuangkanmu meski kita memiliki rasa yang berbeda?- Ailuna Cintia PermadiSiapa wanita yang bersama ayah itu? Seingatku sekretaris ayah adalah seorang laki-laki bernama Ronald, dan aku mengenalnya dengan sangat baik. Aku mencoba berpikir jernih, dengan cepat aku mengetik sebuah nama di display tanpa memperdulikan rentetan pertanyaan yang saat ini sedang Barram lontarkan.“Hallo sayang?” sapa suara lembut dari sebrang sana.“Mom, answer me now!” ucapku cepat. “Apakah ayah udah pulang ke rumah?” lanjutku, mataku masih fokus mengamati gerak-gerik ayah yang terlihat santai duduk di kursi VIP, aku tak ingin kehilangan jejaknya.Ada jeda sebentar. “Oh My, do you miss him so bad sweetheart?” aku mendengar Mommy terkekeh.Oh ayolah, ini bukan waktunya untuk tertawa Mommy, saat ini suamimu sedang bersama perempuan lain.“Please Mom jawab aku, ayah udah di r
21. Punggung Yang Rapuh-Jangan membuatku ingin selalu melindungimu, juga jangan terlihat berusaha untuk kuat saat punggungmu terlihat rapuh, ah, keduanya terasa menyakitkan untuk dilihat. -Adhitama Wijaya“Sendi, aku cantik bukan?” tanya Ailuna pada Sendi.Dia memutar tubuhnya yang dibalut dress selutut bercorak bunga mawar di depan Sendi sembari tersenyum. Entah kenapa aku tak menyukainya, bukankah seharusnya dia menanyakannya padaku sebagai suaminya?“Tentu saja, nyonya terlihat cantik memakai apapun.” Jawab Sendi seolah lupa jika ada aku disini.“Ehem..”Ailuna menatapku, dia berjalan pelan ke arahku sembari tersenyum. Oh ayolah, mengapa kamu selalu tersenyum pada semua laki-laki? Tunggu bukankah itu hak dia?“Sendi tak ikut kita?”Argh, mengapa dia menanyakan itu pada laki-laki yang berstatus suaminya sendiri? Dan lihatlah ekspresi sedihnya saat menatap Sendi yang tersenyum bodoh dari balik kaca. Apa yang terjadi diantara mereka berdua? Mengapa aku jadi penasaran seperti ini.“Ka
20. Candu-Aku menghargainya sebagai seorang perempuan, karena aku tahu bagaimana rapuhnya saat seorang perempuan tersakiti.- Adhitama WijayaAku menatap wanita dihadapanku dengan perasaan karut, menyentakkan tubuhku untuk lebih tinggi menerbangkannya ke angkasa. Napasnya bergemuruh kasar saat terasa kehangatan mengalir dari tubuhku tersalur pada tubuhnya, seolah menggelitik perut tanpa tahu seberapa aku merindukan ini darinya. Aku mendengarnya, degub jantung yang begitu memburu, membuatku semakin terengah untuk mencapai puncak yang ingin aku ledakan di dalam dan melebur bersama di dalam tubuh ramping wanitaku.Yasmin tersenyum hangat, menarik tubuhku untuk menindihnya semakin erat, aku mengirup aroma yang selalu aku rindukan di ceruk lehernya. Aku memeluknya, menuntutnya untuk membalas pelukan hangat yang selalu aku suguhnya setiap kali berada disampingnya.Aku berbisik lirih di telinganya yang terlihat memerah. “Aku sangat mencintaimu Mine.”Dia tersenyum kecil, senyum yang sudah la