12. Giant Baby-Semuanya mengalir seperti keran bocor, bagaimana cara menghentikannya? Ya diperbaiki dengan benar, agar kita dapat mengatur seberapa kencang aliran yang kita butuhkan.- Ailuna Cintia PermadiAku kembali mengganti plaster kompres demam di dahi Adhitama dengan hati-hati.Wajahnya masih pucat, keringat dingin masih mengalir di dahinya. Saat-saat seperti ini dia terlihat seperti bayi besar yang tak berdaya.“Such a giant baby.” Gumamku, sesekali tersenyum.Aku beranjak dari ranjang membuka sedikit hordeng abu-abu dikamar Adhitama dengan hati-hati agar tak membangunkannya, kemudian berjalan pelan menuju pantry, namun langkahku terhenti seketika di ambang pintu dengan tubuh yang mematung.“Astaga, apa yang terjadi?” tanyaku sambil membelalakkan mata.Keadaan dapurku berubah seperti kapal pecah, sungguh ini bukan karena aku terlalu hiperbola, semuanya tergenang air setinggi lima belas sentimeter, mengingat lantai pantryku turun sekitar tiga anak tangga. Beberapa panci dan peng
13. Father Of Your Baby-Ternyata benar, kalau tidak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan.- Ailuna Cintia Permadi. “Jadi lo udah tahu?” tanya Barram sembari tersenyum tipis, dia menyeruput kembali mocca latte miliknya.“Nggak usah over confident Ai, gue udah sadar kok posisi gue, jadi nggak usah ngerasa nggak enak gitu, dienakin aja say..” Ucapnya lagi.Aku tersenyum sekilas, lucu, untuk pertama kalinya dalam kisah persahabatan kami, kami membicarakan tentang perasaan masing-masing. Tentang bagaimana aku melihatnya, dan bagaimana dia melihatku.Pertanyaanya adalah, mengapa harus sekarang? Seolah Tuhan sengaja mempermainkan perasaan cintaku pada Adhitama dengan perasaan sayangku pada Barram. Sosok yang sudah memberikan warna yang berbeda dalam hidupku. “Sorry, I hurt you so much. Gue nggak bisa menganggap ini angin lalu kaya dokter Keanu, lo beda, ada nama lo di salah satu sudut hati gue yang nggak bisa diisi oleh siapapun.” Ucapku lirih.“Posisi sahabat maksu
14. Not A Dream-Kamu adalah paket makan siang paling komplit di hidupku, ganteng, kharismatik, kaya, tapi sayang kurang senyum aja.- Ailuna Cintia Permadi“Don’t forget it, I’m not your baby, I’m father of your baby.” Bisiknya lagi sebelum mengecup lembut permukaan bibirku.Ugh, ucapannya membuatku melayang jauh melewati atmosfer bumi. Ini sungguh gila, Adhitama semakin membuatku menggila.Dia menggendongku ala bridal style, membawaku ke kamarnya. Di saat-saat seperti ini, ingin sekali rasanya aku menurunkan berat badanku, aku takut jika sebenarnya dia memaksakan diri untuk menggendong tubuhku yang tak bisa dikatakan kurus. Tapi tunggu, tunggu, kenapa kami melewati ranjangnya, kemana dia akan membawaku pergi?Brak.Adhitama mendorong pintu kamar mandi dengan kakinya, membuat suara dentingan cukup keras.“Aku belum mandi istriku, sepertinya tak masalah jika kita mandi bersama.” Ucapnya.Aku tersenyum miring, shitt kenapa dia terlihat sangat menggoda?“Ta..tapi aku sudah mandi kak.” Ja
15. Rumor-Banyak orang merasa lebih mengenal diriku dibanding diriku sendiri.- Ailuna Cintia Permadi“Kenapa aku ditarik kesini? Makananku kan belum habis. Bukankah kamu selalu mengatakan untuk tidak buang-buang makanan?” gerutu Adhitama padaku.Ya aku sudah tak tahan untuk menariknya menjauh dari keramaian setelah dengan tidak malunya mengecup bibirku di depan umum. Dan aku memang terlalu bodoh karena menganggap semuanya halusinasi semata, oh ayolah, siapa yang akan menyangka peristiwa ini akan terjadi di hidupku?Dan lihat, dia itu seorang Adhitama Wijaya, laki-laki dingin yang bahkan sulit untuk disentuh. Siapa yang peduli dengan sisa makanan yang tinggal satu suap dibandingkan dengan rasa malu yang sudah menguap seperti senyawa volatil?“Darimana kak Tama tahu aku bekerja disini?” tanyaku dengan raut wajah serius.Dia menyipitkan matanya. “Apakah itu penting? Bukankah wajar jika aku ingin tahu pekerjaan seperti apa yang istriku lakukan hingga membuatnya selalu pulang larut malam?
16. Jarak Diantara Kita-Banyak yang tak melihat jarak, bukan tak paham, hanya saja mereka ingin mengikis jarak tersebut hingga tak terlihat. Seperti aku, yang ingin menghapus jarak denganmu- Ailuna Cintai PermadiAkhir-akhir ini Adhitama menjadi sering mengirimi aku pesan singkat, dalam artian singkat yang sesungguhnya hanya untuk memastikan bahwa aku tidak akan pulang larut malam. Padahal dia pulang lebih larut, dan yang aku tahu dia tak menghabiskan waktunya di kantor melainkan di apartemen Yasmin.Setiap membayangkan apa yang mereka lakukan ketika mereka berdua disana, yang ada hanya perasaan sesak dan cemas yang berhasil menyelinap dalam hati. Pada akhirnya aku hanya akan berakting seolah semuanya baik-baik saja, tanpa tahu jika hatiku telah berlubang dari dalam.Kak TamTam : ‘Km hrs plg k rmh skg!’Aku membaca pesan yang Adhitama kirimkan kepadaku melalui display ponsel yang menyala, see benar-benar pesan yang disingkat. Aku tak mengerti, sepertinya Adhitama memiliki alergi ters
17. Sisi Lain-Dia membuatku sadar untuk membuka sisi lain dariku, mengingatkanku bahwa bukan hanya aku manusia yang merasakan kesedihan di dunia.- Ailuna Cintia PermadiME : ‘Don’t be late, tomorrow @ 8 a.m’Send, aku mengirimkan satu pesan tempat pertemuan untuk kencan pertama kami. Apakah aku boleh menyebutkan kencan? Dia hanya mengajakku jalan, tapi biarlah aku menganggapnya kencan agar lebih terkesan manisnya alami.Aku meletakan ponselku di dekat nakas. Setelah percakapan terakhirku dengan Sendi yang membuatku kembali berpikir dengan kisah yang saat ini aku jalani. Bagi Sendi, perpisahan bukan lagi keabu-abuan, karena semuanya terlihat jelas didepan mata. Yang dia jalani hanyalah sebuah kenyamanan yang mungkin tak bisa dia dapatkan dari orang lain. Membuatnya tetap bertahan meski perpisahan sudah didepan mata.“Hahhh!" aku menghela nafasku yang terasa sesak.Namun kisahku berbeda, semuanya masih terasa abu-abu. Ketika semuanya semakin jelas terasa nyaman, dari perhatian kecil A
18. Dunia Yang Berbeda-Aku tak pernah tahu jika ada sisi seperti ini di dunia ini, meski dihadapkan dengan ketidakpastian, mereka akan terus berharap namun tetap bersiap menerima apa yang akan Tuhan takdirkan kepada mereka.- Ailuna Cintai PermadiKami telah membeli beberapa bahan makanan simpan, selimut hangat, perlengkapan mandi dan baju beberapa ukuran. Sedari tadi Adhitama hanya diam dan menuruti saja kemauanku tanpa berkomentar apapun. Sedangkan aku hanya terus tersenyum, aku harap dia tak terlalu terkejut setelah ini.Adhitama kembali menjalankan mobilnya mengikuti instruksi dariku.“Aku yakin kak Tama adalah orang yang lebih bijak dariku, aku harap kakak tidak akan terlalu terkejut dengan tempat yang akan kita datangi.” Ucapku lirih.Adhitama menepikan mobilnya di depan sebuah rumah panggung sederhana dipinggiran kota. Mawar Harapan, adalah nama tempat ini. Sebuah rumah singgah para pengidap HIV/AIDS yang dikucilkan dari masyarakat bahkan keluarganya.Aku berniat keluar dari mo
19. Adhitama Matahariku-Terimakasih karena telah menjadi matahari dalam hidupku setelah sekian lama, aku tak peduli jika bukan hanya aku saja yang berporos padamu, tapi bukankah ada kalanya bumi berada lebih dekat dengan matahari?- Ailuna Cintia PermadiKami langsung menemui Perawat Lulu yang tempat tinggalnya tak jauh dari Mawar Harapan. Setelah terjadi perdebatan yang cukup alot, akhirnya aku dibantu Adhitama dapat memberikannya pengertian. Aku mungkin tak benar-benar mengerti apa yang dia rasakan, namun dengan berbagi akan membuat masalahnya menjadi lebih ringan bukan? Karena yang dia butuhkan adalah dukungan dan keluarga. Aku tahu, sosok Lulu yang terkenal genit dan judes itu sebenarnya hanyalah wanita rapuh yang berusaha kuat menerima takdir yang sudah digariskan padanya.Semuanya sangat membekas di otakku, ketegaran perawat Lulu, kebaikan ibu Aisyah, dan kuatnya Zahra dan orang-orang di Mawar Harapan benar-benar membuatku belajar jika kita tak boleh menyia-nyiakan hidup yang se
28. Meluruskan Kesalahpahaman-Aku harap, perasaanku tak seperti bunga yang layu, warnanya semakin lama semakin pudar, kering, dan kemudian gugur perlahan. Tak ada yang salah antara kita, antara perasaanku, kamu dan dia. Apakah aku harus menyalahkan waktu? Takdir? Akupun tak tahu.- Ailuna Cintia PermadiAku memakan makananku dalam diam. Kemana perginya Adhitama? Dia pergi meninggalkanku dengan alasan ada urusan mendadak, dan kalian tahu apa urusannya? Tentu saja untuk meluruskan segalanya pada kekasihnya. Aku menanyakan keberadaan Adhitama pada Sendi, dan dia tidak mengelak saat aku mengatakan perihal tersebut. Ah, bagaimana Adhitama bisa segantlemen itu, dia pasti tak ingin menyakiti hati Yasmin barang sedikitpun. Apakah sebegitu cintanya dia pada sosok model itu?Lalu bagaimana denganku? Tentu saja dia tak peduli, dia hanya ingin aku bertahan bersamanya sampai anak ini lahir. Tok. tok. tok.Apakah dia sudah kembali secepat itu? Ayolah Luna, jangan terlalu berharap, nanti ujung-ujun
27. Kedatangan Yasmin-Aku tahu kalau bahagia dan sedih itu datangnya satu paket, tapi aku tak pernah mengira jika kesedihan juga akan datang secepat ini.- Ailuna Cintia PermadiAku melihatnya, pancaran mata yang tak pernah sekalipun Adhirama berikan padaku kini dengan jelas tercipta saat kehadiran Yasmin diantara kami. Mereka saling pandang untuk beberapa saat, seolah melupakan kehadiranku. Sorot mata Yasmin seolah menginginkan penjelasan, namun sayangnya Adhitama masih menutup rapat bibirnya, hanya sorot mata sendu yang dia hadiahkan sebagai jawaban.“Yasmin..”Ya itu suaraku yang sedikit tertahan untuk tidak bergetar. Aku bahkan merasakan sakit saat mereka saling bertatapan, aku tak bisa untuk tidak membenci momen itu. Berhentilah memperlihatkan tatapan saling menginginkan seperti itu.Aku tak pernah menginginkan untuk berada diposisiku saat ini. Tentu saja aku menginginkan kisah cinta romantis yang bahagia, dimana kedua tokohnya saling mencintai satu sama lain. Tapi bukankah tetap
26. Cinderella 12 am-Kata orang, cinta sejati yang sesungguhnya adalah dia yang sanggup merelakan kekasihnya pergi untuk pergi dengan tambatan hatinya yang lain. Tapi walaupun itu benar, aku tak akan melakukannya, sejati hanyalah kata, tak ada jaminan untuk kebenarannya- Ailuna Cintai PermadiAdhitama datang dengan satu gelas es teller di tangannya. Dia melihat Raisa yang sedang sesenggukan di pelukanku. Dengan sedikit bahasa tubuh, aku meminta Adhitama untuk keluar ruangan, memberikan aku waktu untuk menenangkan Raisa.“Lo bisa nggak si Sa, kalo nangis nggak usah ingusan. Jijik gue lihatnya.” Gerutuku sembari menyodorkan tisu dihadapannya.Raisa mendorong tubuhku pelan, dia mengusap air mata yang masih menggenang di pelupuk matanya dengan kasar. And see, dia terlihat seperti panda dengan lelehan eye liner yang sudah beleber sampai ke pipinya, membuatku tak tahan untuk tidak terkekeh.“Itu udah sepaket Lun, nggak bisa dipisahin, kaya gue sama lo.”“Cih, nggak mau gue.” Decihku.“Bent
25. Sisi Lain Raisa-Beberapa orang merasa sudah lelah sebelum memulai, sedangkan aku dengan tak tau dirinya tetap bertahan meski tahu akhirnya masih terlihat abu-abu.- Ailuna Cintia PermadiAku tak pernah tahu apa yang akan terjadi satu detik kedepan, selama ini aku selalu mencemaskan bagaimana jika suatu saat dia meninggalkanku, apakah aku akan siap? Bagaimana jika dia pergi dan tak kembali? Bagaimana jika dia memilih untuk bersama wanitanya? Dan masih banyak kekhawatiran yang selalu bergelanyut di otakku.Bukankah itu wajar bagi seorang wanita sepertiku yang berada diantara dua orang yang saling mencintai? Tapi bukankah aku juga mencintainya, aku hanya perlu menunggu saat dia membalas cintaku.Namun saat ini, aku hanya ingin menikmati saat-saat bersamanya, meneliti setiap lekuk wajahnya yang terpahat sempurna. Aku baru menyadari sesuatu, ada sebuah lesung pipit samar di pipi kirinya saat dia tersenyum lebar. Membuat kesan manis pada wajahnya yang maskulin.Aku mengambil buah apel d
24. Hello Adhitama Junior-Aku tahu, meski rasanya hatiku sungguh-sungguh tersakiti. Hatiku selalu menolak untuk berhenti, bagai malam yang merindukan siang. Meski semuanya terasa tidak mungkin, tapi aku tetap saja bertahan, seperti air yang mengalir, semuanya terasa begitu alami. Membahagiakanmu, adalah anugerah Tuhan, teruntuk manusia tak tahu diri sepertiku.- Ailuna Cintia Permadi. Bersamanya, adalah suatu ketidakmungkinan yang akhirnya terkabulkan. Menatap pancaran kekhawatiran yang dia tujukan padaku, tak peduli akan bertahan seberapa lama, yang pasti aku bahagia. Lihat saja, tangannya bahkan tak lepas menggenggam tanganku begitu erat.Apakah kalian ingat tentang seorang laki-laki yang ku ceritakan pada Adhitama tempo hari? Sejujurnya dia adalah sosok Adhitama saat berumur 25 tahun. Sosok yang entah sejak kapan ku jadikan matahari, pusat dari kehidupanku. Aku tahu, dia pasti telah melupakan momen yang baginya tak berharga itu. Tapi bagiku, kehadirannya mengubah sebagian hidupku
23. Kesepian Lagi-Apa ini? Mengapa aku menjadi terbiasa dengan kesepian ini? Rasanya semuanya terasa begitu hampa, seolah hanya akulah manusia yang hidup di dunia ini.- Ailuna Cintia PermadiApakah aku harus menyerah dengan semua ini?Sudah tiga hari aku terkurung di kamarku tanpa melakukan apapun selain berbaring, makan, melamun dan tentu saja bernapas. Bahkan bernapas pun rasanya sudah terlalu sesak karena terasa seperti menghirup oksigen yang sama setiap detiknya. Aku sungguh tak mengerti kesalahan apa yang sudah ku perbuat hingga membuatnya mengurungku seperti ini, bahkan setelah aku tahu pun itu adalah sebuah kesalahpahaman yang sejujurnya dia sendiri yang menyimpulkannya.Hari sudah semakin gelap, bahkan aku terlalu malas untuk menyalakan lampu kamar, aku mulai terbiasa dengan kegelapan, aku mulai terbiasa dengan kesepian yang semakin lama semakin menggerogoti ku menjadi semakin kosong.Tok. Tok. Tok.“Nyonya, sudah waktunya makan, tolong buka pintunya.”Aku melirik jejeran ma
22. Tak Bisa Membenci-Akankah aku tetap bisa mempertahankan segalanya setelah semuanya begitu jelas terlihat? Akankah aku masih bisa memperjuangkanmu meski kita memiliki rasa yang berbeda?- Ailuna Cintia PermadiSiapa wanita yang bersama ayah itu? Seingatku sekretaris ayah adalah seorang laki-laki bernama Ronald, dan aku mengenalnya dengan sangat baik. Aku mencoba berpikir jernih, dengan cepat aku mengetik sebuah nama di display tanpa memperdulikan rentetan pertanyaan yang saat ini sedang Barram lontarkan.“Hallo sayang?” sapa suara lembut dari sebrang sana.“Mom, answer me now!” ucapku cepat. “Apakah ayah udah pulang ke rumah?” lanjutku, mataku masih fokus mengamati gerak-gerik ayah yang terlihat santai duduk di kursi VIP, aku tak ingin kehilangan jejaknya.Ada jeda sebentar. “Oh My, do you miss him so bad sweetheart?” aku mendengar Mommy terkekeh.Oh ayolah, ini bukan waktunya untuk tertawa Mommy, saat ini suamimu sedang bersama perempuan lain.“Please Mom jawab aku, ayah udah di r
21. Punggung Yang Rapuh-Jangan membuatku ingin selalu melindungimu, juga jangan terlihat berusaha untuk kuat saat punggungmu terlihat rapuh, ah, keduanya terasa menyakitkan untuk dilihat. -Adhitama Wijaya“Sendi, aku cantik bukan?” tanya Ailuna pada Sendi.Dia memutar tubuhnya yang dibalut dress selutut bercorak bunga mawar di depan Sendi sembari tersenyum. Entah kenapa aku tak menyukainya, bukankah seharusnya dia menanyakannya padaku sebagai suaminya?“Tentu saja, nyonya terlihat cantik memakai apapun.” Jawab Sendi seolah lupa jika ada aku disini.“Ehem..”Ailuna menatapku, dia berjalan pelan ke arahku sembari tersenyum. Oh ayolah, mengapa kamu selalu tersenyum pada semua laki-laki? Tunggu bukankah itu hak dia?“Sendi tak ikut kita?”Argh, mengapa dia menanyakan itu pada laki-laki yang berstatus suaminya sendiri? Dan lihatlah ekspresi sedihnya saat menatap Sendi yang tersenyum bodoh dari balik kaca. Apa yang terjadi diantara mereka berdua? Mengapa aku jadi penasaran seperti ini.“Ka
20. Candu-Aku menghargainya sebagai seorang perempuan, karena aku tahu bagaimana rapuhnya saat seorang perempuan tersakiti.- Adhitama WijayaAku menatap wanita dihadapanku dengan perasaan karut, menyentakkan tubuhku untuk lebih tinggi menerbangkannya ke angkasa. Napasnya bergemuruh kasar saat terasa kehangatan mengalir dari tubuhku tersalur pada tubuhnya, seolah menggelitik perut tanpa tahu seberapa aku merindukan ini darinya. Aku mendengarnya, degub jantung yang begitu memburu, membuatku semakin terengah untuk mencapai puncak yang ingin aku ledakan di dalam dan melebur bersama di dalam tubuh ramping wanitaku.Yasmin tersenyum hangat, menarik tubuhku untuk menindihnya semakin erat, aku mengirup aroma yang selalu aku rindukan di ceruk lehernya. Aku memeluknya, menuntutnya untuk membalas pelukan hangat yang selalu aku suguhnya setiap kali berada disampingnya.Aku berbisik lirih di telinganya yang terlihat memerah. “Aku sangat mencintaimu Mine.”Dia tersenyum kecil, senyum yang sudah la