Gibran lalu menarik tangan Tamara dan menyeberang jalan menuju ke mobilnya, di mana Hilman sedang menunggu dari tadi.“Man, kita mampir di apartemen aku yang berada di Senayan City,” Hilman mengangguk.Dia tahu si macan kampus ini miliki puluhan apartemen di Jakarta ini, yang di tempati Val dan keluarganya salah satunya.Dan apartemen yang mereka tuju ini paling dekat dengan posisi mereka saat ini. Sepanjang jalan Tamara hanya membisu, Gibran dan Hilman dan mendiamkan saja.Begitu sampai di apartemen dan Hilman bikinkan kopi untuk redakan ketegangan, barulah terdengar helaan nafas Tamara.“Terima kasih, kamu sudah menolongku!” suara Tamara terdengar lirih, sambil memegang gelas kopinya.“Tamara, cerita donk, gimana sampai kamu jalan di trotoar itu! Bukankah..?” Hilman menyela sambil memandang Gibran dan gadis ini bergantian. Kembali Tamara menghela nafas panjang, seakan kumpulkan kekuatan untuk bercerita.“Aku dan pria itu bertengkar…aku wanita simpanannya, aku maunya kami putus, ka
Gibran langsung mingkem, benar-benar tak berkutik, benar dugaannya, mami-nya sangat dendam dengan keluarga Roy Sumanjaya. Perbuatan Roy dianggap Rachel sudah tak bisa di tolirer lagi.“Tapi mi…?” Gibran lalu coba jelaskan apa yang dia tahu dari Val. Namun belum kelar bicara, ucapannya langsung di potong Rachel.“Mami tak mau tahu, pokoknya kalau ada yang berbau Roy Sumanjaya dan Olly Bantano, haram hukumnya. Ini keputusan Mami dan kamu jangan berani membantah!” sahut Rachel perlahan dan Gibran pun hanya bisa menghela nafas.Rachel sebenarnya ‘khawatir’ kalau-kalau Gibran jatuh cinta dengan Val, yang merupakan keponakan Roy Sumanjaya.Melihat kecantikan gadis itu, batin Rachel sudah tak enak dan dia curiga, pasti sudah terjalin hubungan istimewa antara Val dan Gibran.Gibran sangat kenal Rachel, kalau nada suaranya makin lembut, itu tanda jangan coba-coba membantah ucapan maminya ini lagi.Mami-nya sudah bikin batasan, membantah juga percuma. Rachel terkenal dengan kekerasan hatinya. T
“Biar si Masri bisa bertanggung jawab dengan dirinya kan pah, tahun ini kan dia lulus, dan usianya sudah lebih 17 tahunan. Pas kan, kayak sahabat Gibran, si Bopak, kan dia Akmil di Magelang, udah hampir 2 tahunan, jadi 2 tahunan lagi dia lulus tuh!”“Hmmm…masuk akal juga, nanti papa akan tanya pelan-pelan, apakah dia mau masuk Akmil seperti saran kamu itu,” sahut Tommy setuju dengan saran Gibran.Kita tinggalkan sejenak Gibran dengan kepusingannya hadapi berbagai persoalan yang mendera pikirannya. Mulai dari masalah Val, Tamara hingga soal Masri ini.Kita ke Masri, keturunan Harnady yang berbeda dari Gibran dan 3 saudarinya yang lain. Sejak di ejek Gibran hanya punya kemampuan se upil, Masri mulai bertanya pada Sonu, bodyguard keluarganya, apa kegiatan Gibran kalau tak kuliah.“Tuan muda Gibran itu sangat rajin latihan beladiri, dia bahkan ikut latihan militer loh tuan muda Masri?” cerita Sonu.“Oh ya..berarti Abang hebat sekali kalau berkelahi?” tanya Masri penasaran sekaligus kaget.
“Kamu terbuka saja, sejak kapan latihan beladiri..?” Gibran menatap adiknya yang pendiam dan tak pernah mau terbuka, apapun itu.“Sejak…aku sembuh dari luka-luka karena di keroyok geng motor Bang!” sahut Masri pendek, sambil menerima air dingin yang disodorkan Tamara.Gibran sesaat heran melihat Tamara dan Masri saling tatap dan keduanya agak kikuk. "Hmm...mulai deh dua orang ini!" pikir Gibran.Walaupun selama hampir 6 bulanan ini dekat, tapi hubungan Gibran dan Tamara tak ada yang istimewa, Tamara tahu Gibran tak begitu ‘sreg’ dengannya, setelah tahu dia simpanan seseorang.“Hati-hati dengan ilmu beladiri kamu itu Masri, kamu bisa membunuh orang. Kulihat kamu sangat ganas saat bertarung!” tegur Gibran. Masri…hanya mengangguk, tak menyahut omongan kakaknya.Sampai kini, selain kedua orang tuanya, Gibran lah yang paling dia segani, apalagi Masri tahu Abang nya ini lihai beladiri dan sangat sayang dengannya.“Untung banget kamu datang di saat tepat, Gibran sudah keteteran menghadapi ke
Sudah 3 batang rokok Gibran habiskan, dia terus amati sebuah rumah yang sejak tadi dia incar. Rumah yang bertuliskan Weda Atmoko hanya di jaga seorang satpam di depan.Gibran memutuskan satroni mantan kekasih Tamara, pengeroyokan yang dilakukan 7 orang terhadapnya membuat pemuda ini akan buat perhitungan dengan si politikus itu.Namun Gibran terkaget-kaget, saat ada teriakan seseorang dari dalam rumah, lalu tak sekonyong-konyong keluar seseorang dari rumah itu dan sekali tendang, satpam yang berada di depan rumah ini terjengkang dan pingsan.Gerakan orang ini sangat tangkas dan cepat. Sampai-sampai Gibran kaget sendiri.Orang ini terus berlari dan keluar dari kompleks perumahan itu, lalu dengan sebuah mobil kabur secepatnya dari sana.Gibran sampai melongo melihat cepatnya gerakan orang itu, yang kini menghilang dalam keluar dari kompleks perumahan ini dan menghilang dikepadatan jalan raya, yang masih ramai, walaupun malam hari.Tak lama datang beberapa polisi dan langsung amankan tem
Entah kenapa sejak tadi malam perasaan Gibran tak enak, dia pun bingung sendiri. Ada apa dengan dirinya, kenapa perasaan tak enak melanda hatinya.Tiba-tiba dia teringat pesan Tommy dan Rachel, kedua ortunya sesaat sebelum terbang ke Dubai.“Mulai saat ini, kamu akan menjadi pengganti papa, awasi adik-adikmu, juga keponakanmu, juga jangan lupa selalu tanya kabar kedua kakakmu, Gita dan Bella dan sering-seringlah jenguk kakek dan nenekmu!” pesan Tommy.“Ahh papa ini ada-ada saja, paling lama kan papa dan mami hanya 3 minggu perginya,” sahut Gibran, dipikirnya papanya hanya bercanda saja.Rachel maminya hanya diam dan membiarkan Tommy memberi nasehat pada Gibran.Dan...saat ini sudah 18 hari kedua ortunya meninggalkan rumah, untuk urusan bisnis dan juga sekalian umroh.Kemarin dia sempat vidcall dengan maminya, dan mengabarkan kondisinya baik-baik saja, juga kedua adiknya serta Dyan keponakannya, juga mengabarkan kakek dan neneknya baik-baik saja.Anehnya wajah Rachel terlihat sangat b
3 bulan kemudian…!Komjen Polisi Sutomo menatap wajah Gibran. “Jadi Om berkesimpulan, kecelakaan pesawat papa dan mamiku di sengaja?” Gibran balik bertanya, dan Sutomo langsung anggukan kepala.“Betul mas, Om berkesimpulan begitu, tapi tim yang Om bentuk masih terus lakukan investigasi, ini butuh waktu lama!”"Siapa kira-kira pelakunya Om?" suara Gibran terdengar dingin, ada kemarahan yang ditahan-tahan."Itu yang masih kami selidiki, kami juga curiga, ini ada hubungannya dengan Roy Sumanjaya atau Olly Bantano, musuh orang tua mas Gibran!" tukas Sutomo sambil menghela nafas. “Baiklah Om, aku dukung, soal biaya jangan dipikirkan, terus saja lakukan investigasi!” sela Gibran sambil mengertakan rahangnya.Gibran masih ingat, bagaimana marahnya Rachel dengan keluarga Val, hingga mengusir dari apartemennya. Saat tahu Val ini kemenakan Roy Sumanjaya. Setelah berbasa-basi, Komjen Sutomo pun permisi, meninggalkan Gibran seorang diri di ruang kerja yang dulunya milik Tommy Harnadi.Gibran di
Gibran menatap wajah adiknya, hari ini Masri pamit untuk ke Semarang, Masri lulus setelah nge-daftar secara online dan dia diharuskan ke Semarang.Untuk lakukan daftar ulang sekaligus tes fisik secara menyeluruh, dan bila dinyatakan lulus langsung masuk asrama.“Masri pamit ya Bang!”“Jaga diri baik-baik, jangan sia-siakan pendidikan itu, waktu 4 tahun tak lama.” Gibran sebenarnya sangat berat berpisah dengan adiknya ini.Tiap kali menatap wajah Masri, dia selalu teringat Rachel, ibu kandung mereka. Wajah Masri benar-benar sangat mirip Rachel dalam bentuk laki-laki.Sehingga wajah Masri sangat tampan, terlalu tampan malah, pikirnya kagum sendiri.Sebaliknya, sikap Gibran yang dewasa ini mengingatkan Masri dengan papanya, hampir berkaca-kaca juga matanya. Kalau teringat mendiang ortunya yang dikatakan tewas dalam tragedy jatuhnya pesawat beberapa bulan lalu.Masri kadang tak tega melihat Abang nya ini harus dewasa sebelum waktunya, di usia yang masih sangat muda, belum genap 22 tahunan