Gibran menatap wajah adiknya, hari ini Masri pamit untuk ke Semarang, Masri lulus setelah nge-daftar secara online dan dia diharuskan ke Semarang.Untuk lakukan daftar ulang sekaligus tes fisik secara menyeluruh, dan bila dinyatakan lulus langsung masuk asrama.“Masri pamit ya Bang!”“Jaga diri baik-baik, jangan sia-siakan pendidikan itu, waktu 4 tahun tak lama.” Gibran sebenarnya sangat berat berpisah dengan adiknya ini.Tiap kali menatap wajah Masri, dia selalu teringat Rachel, ibu kandung mereka. Wajah Masri benar-benar sangat mirip Rachel dalam bentuk laki-laki.Sehingga wajah Masri sangat tampan, terlalu tampan malah, pikirnya kagum sendiri.Sebaliknya, sikap Gibran yang dewasa ini mengingatkan Masri dengan papanya, hampir berkaca-kaca juga matanya. Kalau teringat mendiang ortunya yang dikatakan tewas dalam tragedy jatuhnya pesawat beberapa bulan lalu.Masri kadang tak tega melihat Abang nya ini harus dewasa sebelum waktunya, di usia yang masih sangat muda, belum genap 22 tahunan
Laura ternyata masih menunggunya. “Mari kita pulang, ini sudah jelang malam,” ajak Gibran. Laura mengangguk dan mereka mencari taksi dan langsung meluncur.“Eh alamat kamu di mana Laura?”Gibran baru sadar dia tak tahu di mana Laura kini tinggal, seingatnya rumah mewah Roy Sumanjaya sudah di sita pengadilan dan kini dalam proses lelang, termasuk aset-asetnya yang lain. Roy sudah bangkrut!Laura pun sebutkan alamatnya, ternyata sebuah kompleks perumahan kelas menengah. Gibran hanya mengangguk tanpa bertanya dan minta sopir taksi menuju ke alamat yang disebut Laura.Sampai di rumah, Laura ajak Gibran mampir, pemuda inipun mengiyakan, walaupun dalam hatinya ada rasa was-was, semoga saja tak bertemu Roy Sumanjaya, pikirnya.Gibran tentu saja yakin, bila bertemu pria setengah tua itu, ia yakin pasti akan ada bentrokan. Gibran tentu saja tak bakal mau mengalah, tak peduli ada Laura saat ini.Namun kekhawatiran Gibran sirna, saat Laura sebut dia hanya tinggal dengan tante-nya. Semenjak tidak
Gibran sudah diingatkan kakeknya kemana-mana harus bawa pengawal, namun Gibran tetap percaya diri dengan kemampuannya. Apalagi pistol berizinnya tak pernah lepas dari badannya.Tapi Sonu pengawal setia ayahnya pasti akan bergerak super cepat, kalau Gibran mengontaknya. Semenjak Tommy Harnady dan Rachel tak ada lagi, Sonu diminta Kakek Purnomo kawal Gibran, sedangkan Syifa punya pengawal sendiri hingga 3 orang.Kakek yang sudah renta ini benar-benar protektif dengan cucu-cucunya ini, apalagi Gibran dan Masri adalah dua orang keturunan laki-lakinya.Purnomo yakin, kematian Tommy dan Rachel tidak wajar, pasti dilakukan ‘musuh-musuh’ Tommy yang dendam dengannya.Purnomo sangat mendukung saat Masri putuskan masuk Akpol, sehingga kakek ini lega, setidaknya kelak Masri mampu jaga dirinya sendiri, karena dia calon aparat kelak.Diam-diam Purnomo bahkan minta tolong ke Komjen Sutomo, agar memuluskan Masri masuk Akpol.“Siap Tuan Besar, aku akan pantau tuan muda Masri Harnady!” janji Sutomo, ya
Namun, tak percuma Gibran sampai kini berlatih keras, dia tak gentar dan lengah. Tubuhnya kembali bergulingan di pasir, di kejar dua orang penyerangnya yang tak di kenal ini.Breeettt…tak urung jaskul Gibran terkena sabetan pisau panjang ini, marah bukan main pemuda ini.Kali ini Gibran bangkit dan dia melompat sambil melakukan tendangan yang sangat keras.Bughhh…ngeeekkk….orang ini terpental, tendangan Gibran telak menghajar perutnya.Namun, kembali Gibran harus secepat kilat menghindar, saat serangan datang lagi mengarah ke tubuhnya.Sratttt…lagi-lagi jaskul Gibran sobek besar terkena pisau yang sangat tajam ini.Takkkk….Gibran langsung berputar dan sebuah sapuan kakinya membuat penyerangnya terjungkal ke pasir, tendangan yang Gibran lepaskan kena tulang kering si penyerangnya ini.Pisaunya terlepas, Gibran langsung mengambil pisau itu dan…crakkkk…rekannya yang menyerang telak kena tusukan pisau yang Gibran sarangkan.Dorr…dorr…terdengar dua kali letusan senjata, Gibran yang kaget l
Gibran datang ke kantor polisi, dia ingin melihat langsung dua orang yang menyerangnya tadi malam.Dari balik kaca dia mendengarkan keduanya sedang diinterogasi polisi. Tubuh keduanya terlihat babak bundas, bekas tembakan Sonu di bahu masih diperban.“Mereka masih bandel, tak mau beritahu di mana Olly Bantano bersembunyi Mas Gibran!” seorang perwira polisi berpangkat Kombes dan nama Arif di dada menyapa Gibran. “Hmm…cukup setia juga mereka, Bang Arif bisa nggak bongkar soal si Olly Bantano ini ada kaitannya dengan Roy Sumanjaya?” pancing Gibran.“Sampai kini belum mengarah ke sana mas, tapi kami akan terus cecar dua orang sampai mengaku di mana Olly Bantano bersembunyi!” janji Kombes Arif.Kombes Arif blak-blakan ngaku ini perintah langsung dari Kabareskrim Komjen Sutomo, yang minta mereka terus bongkar kasus ini sampai tuntas.Gibran lega, setidaknya janji Komjen Sutomo bikin dia tenang, kasus ini terus di kawal aparat. Walaupun dia geregetan juga, Roy dan Olly sampai kini sangat l
Setelah Erwin keluar dari ruangan ini, Gibran menatap wanita tadi. “Siapa nama kamu?”“S-saya Irina tu-tuan, eh pa…!”Gibran lalu meminta seorang staf ambilkan berkas Irina, setelah itu dia membaca arsip Irina, dia kagum juga, nilai Irina rata-rata A-plus.Irina bahkan lulus hanya 3 tahun kuliah dengan nilai cumlaude alias mahasiswa terbaik, program study manajemen bisnis, di universitas negeri lagi.Hebatnya lagi, usia Irina masih sangat muda, baru jalan 23 tahunan. Beda beberapa bulan saja dengannya.Gibran-pun baru sadar, Irina yang semula lulus namun digagalkan Erwin. Karena ada yang berani bayar dia hingga 100 juta. Kelemahan Irina, dia belum berpengalaman kerja..!Itu catatan alasan yang di buat oleh Erwin, untuk menggagalkan kelulusan Irina bekerja di perusahaan ini.Padahal orang yang dia luluskan pengganti Irina, justru nilainya banyak C nya dari A-nya, juga tak punya pengalaman kerja. Inilah yang bikin Gibran jengkel bukan main.Gibran lalu meletakan berkas Irina di meja ker
Kita tinggalkan sejenak Gibran dan Laura yang mulai terbit benih-benih cinta, di tengah kepusingannya benahi perusahaan warisan ayahnya.Agar kisahnya tetap nyambung, kita ikuti perjalanan Masri Harnady, yang berangkat ke Semarang, untuk lakukan tes fisik menjadi calon perwira.Kita tarik mundur dan dimulai sejak dia berangkat dari bandara Soetta menuju ke bandara Ahmad Yani Semarang, untuk lakukan tes fisik ke Akpol di sana.Pemuda tampan tak banyak bicara ini sudah jadi gosip panas para pramugari saat melihat namanya di kursi penumpang.Walaupun Masri duduk di…kursi ekonomi, tapi wajahnya dan juga ujung namanya tetap jadi bahan gosip panas 2 pramugari pesawat plat merah ini.Masri paham, nama besar keluarganya pasti akan menjadi perhatian siapa saja. Itulah sebabnya dia memilih di kursi ekonomi, bahkan memasang topi di kepalanya.Namun, wajah tampan dan tubuh jangkung kokohnya tetap tak bisa menutupi kelebihannya itu. Walaupun dia sudah pakai baju biasa, jeans di padu kaos dan him y
Tanpa siapapun yang tahu, salah satu alasan Masri masuk Akademi Kepolisian adalah, ingin menghindari Tamara sejauh-jauhnya.Diam-diam pemuda dingin ini mulai sadar, permintaan Tamara makin hari makin tak masuk akal dan terlalu memanfaatkan dirinya.Dia juga ingat, Gibran Abang-nya kadang menyindirnya, kenapa pengeluarannya akhir-akhir ini sangat banyak.“Padahal dulu-dulu kamu nggak pernah sebesar ini pengeluaran...buat apa sih? ” tanya Gibran. Kalau Gibran sudah bicara begitu, Masri hanya bisa diam tak berani menyahut.Sebagai ‘kepala keluarga’ Gibran sudah ditugaskan kakek dan neneknya awasi adik-adiknya, termasuk soal pengeluaran.“Kalau mereka sudah dewasa, barulah kamu atur warisan buat adik-adikmu juga keponakanmu si Dyan. Kakek percaya kamu akan bersikap adil, sesuai wasiat papa kamu!” pesan kakek Purnomo, tak lama setelah Tommy dan Rachel dipastikan meninggal dunia.Apartemen seharga 7 miliar dan mobil berharga hampir 1,5 miliar sudah Masri belikan buat Tamara. Belum lagi uang