Home / Romansa / Istriku Seorang Juragan / perkara panggilan sayang

Share

perkara panggilan sayang

last update Huling Na-update: 2024-10-22 13:06:35

Hari libur yang harusnya menyenangkan ini, berganti menjadi suram. Bagaimana tidak, sepagi ini saat aku hendak pulang ke rumah, mata ini tak sengaja melihat Jingga tengah asik membersihkan kandang kelinci bersama seorang lelaki yang seumuran dengan ku. Namanya Yudi.

Mereka terlihat begitu akrab, saling membantu satu sama lain seperti karyawan dan majikan yang tengah kerja sama. Tapi, tunggu dulu. Gelagat Yudi agak aneh, ia terus saja mengikuti Jingga kemana pun bahkan ku lihat ia seperti tengah mencari perhatian pada istriku itu.

Dari matanya sih terhilat tampan, tapi gak tau kalau maskernya di buka mungkin ketampanannya akan berkurang drastis, jauh berbeda dari aku yang akan tetap tampan bahkan lebih tampan darinya.

"Yud, kamu tolong satuin si Moly sama si Mily. Kayaknya si Mily udah waktunya kawin" ujar Jingga yang ku dengar samar-samar.

Lelaki itu mengangguk, ia membuka salah satu kandang kelinci dan mengambilnya.

"Ini teh, lucu ya kaya teteh" ucap Yudi sambil memegang see
Locked Chapter
Patuloy ang Pagbabasa sa GoodNovel
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Istriku Seorang Juragan    perdebatan kecil

    Jingga tetaplah Jingga, meski mandi berjam-jam dengan sabun beraroma strawbery milikku tetap saja aroma tubuhnya menguar tidak sedap entah kenapa. Padahal mandinya juga baru selesai dua jam yang lalu. Aku misuh-misuh saat Jingga mendekati, emak sama bapak entah kemana sedari pulang tadi tak kelihatan batang hidungnya. "Kamu kenapa sih kang, kok kaya gak suka gitu dekat sama aku?" Jingga bertanya dengan raut wajah sedih saat aku menggeser dudukku dengan sangat jauh dari arahnya. Aku mengedikkan bahu sebagai jawaban, kedua netra ini terus fokus menatap layar kaca yang menampilkan serial naruto kesukaanku. "Kang," panggilnya lagi, namun kali ini ia menyerah tak lagi mendekatiku. Aku mendengus sebal, "apa sih? Lagi fokus juga" keluhku. "Akang dari tadi belum sarapan, minum juga Jingga gak lihat tadi. Mau dibikini menu sarapan apa?" tawarnya. Mendengar tawaran itu, bukannya senang jelas aku malah menolak dengan gelengan tegas. "Gak usah!" Ucapku sembari terus fokus menon

    Huling Na-update : 2024-10-23
  • Istriku Seorang Juragan    perhatian Jingga

    Hachim ... Uhuk ... Uhuk ... Tengah malam begini, aku tidak berhenti bersin dan batu-batuk. Tubuhku rasanya remuk, udara malam bahkan terasa begitu menusuk hingga selimut tebal yang ku gunakan tak terasa di tubuh ini. Kepalaku rasanya cenat-cenut, perutku seolah tengah diobok-obok tak karuan. Hoek .. Ah, akhirnya keluar juga. Jingga yang tertidur di sebelahku rupanya kini sudah sigap membantu mengelap muntahan di selimut yang ku kenakan. "Ya allah akang, ini suhu tubuhnya tinggi sekali" samar ku dengar suara kepanikannya sembari memegang termometer yang entah kapan diletakam di ketiakku. Aku menoleh,"tolong ambilkan air hangat" pintaku lemas. Jingga mengangguk, segera ia menghilang dari pandanganku. Sembari menunggu, aku kembali hendak berbaring namun lilin aroma terapi yang kunyalakan rupanya sudah padam, alamat bahaya ini. Bisa-bisa sakitku tambah parah. Buru-buru aku terpaksa kembali bangun dan sege

    Huling Na-update : 2024-10-23
  • Istriku Seorang Juragan    perhatian jingga 2

    Sudah seminggu ini aku terbaring di kamar dengan rasa sakit yang sudah mulai mereda. Kata dokter, aku terserang penyakit tipes yang mengharuskan aku mendapatkan perawatan yang tepat namun aku memilih untuk di rawat di rumah saja. Bukan apa, aku gak mau semua orang kesusahan karena sakit ku ini. Sudah seminggu ini pula, aku mendapatkan perhatian lebih dari Jingga. Ia begitu telaten merawat ku, hingga ia rela begadang demi menjagaku. Masalah emak sama bapak? Mereka jelas mengomeli, katanya aku tak pandai menjaga kesehatan, tak pandai menjaga pola makan dan tidur teratur padahal penyakit siapa yang tau datangnya kapan. Hari ini badanku sudah merasa mendingan, dan meminta Jingga untuk tidak perlu terlalu ketat menjagaku. Masalah aroma tubuhnya? Jelas aku masih terganggu, tapi tidak terlalu. Kini aromanya agak sedikit berkurang mungkin karena hidungku masih tersumbat kali ya, jadinya tidak terlalu menyengat di indra penciumanku. "Akang makan dulu ya buburnya

    Huling Na-update : 2024-10-24
  • Istriku Seorang Juragan    bertanggung jawab?

    Aku mendengus saat silau matahari pagi dari jendela kamar ini menganggu tidur damaiku. Perlahan kedua bola mata ini mengerjap, membuka dengan perlahan. Lagi, aku menghela nafas dama saat tak ku dapati bagian kasur sebelah kanan ini sudah kosong tak ada keberadaan sosok perempuan yang sudah seminggu lebih satu hari ini menemani dan setia merawatku. "Sudah jam sembilan rupanya," gumamku saat tak sengaja netra ini memandang jam dinding tepat di berhadapan denganku. Seketika sudut bibir ini membentuk lengkungan saat netra ini menangkap sebuah kertas kecil yang di tindih menggunakan kunci dengan gantungan boneka sapi . Biar ku tebak, pasti ulahnya Jingga yang akhir-akhir ini selalu saja memberiku pesan jika aku sudah tak mendapati dirinya ketika bangun pagi. To: Suami tersayangku From: Istri cantikmu. Kang, maaf. Jingga hari ini harus ke peternakan pagi-pagi sekali tanpa berpamitan terlebih dahulu. Jingga gak tega jika harus kembali membangunkan akang yang tertidur nyenyak, akang h

    Huling Na-update : 2024-10-24
  • Istriku Seorang Juragan    2

    "Mak, ahmad butuh waktu. Semua butuh proses, gak bisa langsung jadi. Lagi pula setiap orang punya kekurangan mak" keluhku merasa terpojok dengan nasihat emak yang tiba-tiba ini. “Emak tahu, Kang, setiap orang punya kekurangan. Tapi itu bukan alasan untuk kamu terus-terusan malas!” jawab emak, nada suaranya masih penuh ketegasan. “Kalau gitu, kenapa emak tidak mengingatkan Jingga untuk lebih menjaga diri? Dia kan juga bisa berbenah,” jawabku dengan nada tak sabar. “Mad, bukannya itu yang seharusnya kamu lakukan sebagai suami? Menjadi teladan?” Emak menatapku tajam, seolah ingin menembus dinding ketidakpedulian ku. Aku mendengus, masih merasa terpojok. “Tapi kan aku sudah bilang, Ahmad bukan robot. Kita semua punya kebiasaan buruk.” "Mad, apa kamu tidak merasakan betapa jingga mencintaimu selama seminggu ini? Dia berjuang dan dengan sabar merawatmu dan apa ini?" tanya emak dengan menunjuk kunci motor yang masih berada di genggamanku. Aku terdiam tidak menjawab, emak merebut

    Huling Na-update : 2024-10-25
  • Istriku Seorang Juragan    memanfaatkannya?

    "Pinjam motor bapak aja ya pak," aku memohon dengan wajah memelas kearahnya. Bapak mengedikkan kedua bahunya, sedetik kemudian kepalanya menggeleng. "Ogah ah, bensinnya masih penuh. Enak dikamu itu mah," Astagfirullah bapak. Kenapa pelit sekali, sama anak sendiri ini kok itungan sih. Cihhh ... "Ahmad ganti pas nanti gajian deh pak," rayuku. Bapak tetap kukuh menggeleng,"suka lupa kamu mah kalau udah ngomong gitu teh. Gak ah, lagian kamu udah punya motor sendiri, sudah sana berangkat. Mau di pecat kamu? udah mah gak masuk seminggu ini malah ditambah acara kesiangan. Udah sana!" perintah bapak mendorongku agar segera berangkat. Dengan menggerutu tak jelas, aku berjalan cepat langsung menaiki motor pemberian Jingga yang terparkir di depan rumah itu dengan terpaksa. Tepat ketika aku menghidupkan mesin motor, deru suara yang terdengar menggema di sekelilingku, seolah menyuarakan kebangkitan hariku. Di balik jendela, kucing tetangga melirik dengan mata penuh rasa ingin tahu, m

    Huling Na-update : 2024-10-25
  • Istriku Seorang Juragan    salah ngomong!

    Dua mangkuk indomie rebus dengan toping telur dan sawi sudah tersaji dihadapanku. Kepulan asapnya menguar, menusuk indra penciumanku. Wanginya begitu menggoda, tadi setelah mengganti pakaian dengan pakaian milik adiknya aku bergegas menyajikan makan malam sederhana yang ada di dapur kecil ini sembari menunggu Jingga selesai mandi. "Makan malam sudah siap, ayo makan" seruku mengintrupsi Jingga yang baru saja keluar dari kamar dengan pakaian bersihnya. Jingga mengangguk antusias, mendekat ke arahku. Tapi tunggu ... Ini aroma bumbu mie yang menggoda kenapa bisa hilang di gantikan dengan bau yang lain. Ah, selera makanku kayaknya bakalan hilang setelah ini. "Wah, dari tampilan dan aromanya menggoda sekali kang. Jingga cobain ya," ujarnya meraih satu mangkuk indomie rebus dihadapanku ini. "Tunggu," cegahku segera menariknya pergi memasuki kamar. "Loh, akang ngapain malah bawa jingga ke kamar? Gak tahan ya lihat Jingga dengan pak

    Huling Na-update : 2024-10-26
  • Istriku Seorang Juragan    khawatir?

    "Mak! Jingga kemana?" tanyaku setengah berteriak, kedua bola mata ini memutar kesana kemari mencari keberadaannya. Hari sudah hampir gelap, setelah setengah jam lalu aku baru pulang dari sekolah dan tak ku dapati perempuan itu entah kemana. Padahal, selama ini dia selalu menunggu di depan pintu, menyambut kepulanganku. Emak yang tengah sibuk memasak kini menoleh sebal ke arahku. "Istrimu belum pulang, sibuk" ketusnya. Keningku berkerut, jawaban emak sungguh di luar ekspektasi ku. Apa iya sedari pagi buta sampai hari mulai gelap perempuan itu masih betah di peternakannya? "Ck. yang benar aja mak," decakku tak percaya. Mata emak membola, tangannya kini bersiap melemparkan satu buah tomat kearahku. "Sejak kapan emak bohong sama kamu, Mad? Sudah sana jemput istrimu, emak khawatir" Aku menggeleng, "males ah mak, biarin aja pulang sendirian. Ahmad capek," tolakku yang segera dihadiahi emak lemparan tomat yang sudah sangat matang. Pluk! "Mak!" teriakku tak terima saat tomat

    Huling Na-update : 2024-10-26

Pinakabagong kabanata

  • Istriku Seorang Juragan    investor

    Pagi ini, aku sudah berdiri di depan pintu ruangan seorang direktur utama pt. Niasagari. Perusahaan terbesar di bidang industri, tani, ternak dan pertelevisian yang bernama Mr. Jhon. Yang ku dapati infonnya dari mas Abi dan teh Ayu kemarin saat aku dan Mail memutuskan untuk menginap dirumahnya. Beruntung aku memiliki kakak dan kakak ipar yang mendukung penuh apa yang aku lakukan meski awalnya mereka meragukan kemampuanku. Mereka mendukung, sekaligus membantu aku mengenalkan beberapa perusahaan teman-teman mereka yang berpotensi besar yang akan membantuku membangun proyek agrowisata di kampung halamanku sendiri. Tanganku tiba-tiba berkeringat gugup, saat aku dan Mail ditemani karyawan yang mengantarkanku menunu ruangan ini hendak mengetukan pintunya."Masuk!" Seru seseorang dari dalam sana. Tanpa berpikir panjang, karyawan yang ku ketahui namanya bernama Clara itu mempersilahkan aku dan Mail untuk mengikutinya masuk. Aku dan Mail berjalan mengekori, mengikuti langkahnya masuk kedala

  • Istriku Seorang Juragan    karena saya sayang kalian

    Banyaknya orang yang lalu lalang sepagi ini dengan mengangkut banyak barang bahan bangunan, membuat aku tersenyum cerah. Enaknya hidup di pedesaan itu seperti ini loh, budaya gotong royongnya masih kentara. Semua warga bahkan berbondong-bondong ikut serta membantu bahkan dalam hal sekecil apa pun. Ini hari pertama pembangunan proyek yang aku rencanakan, namun semua warga tanpa dimintai tolong pun dengan antusias membantu. "Itulah gunanya manusia Mad, mahluk sosial yang membutuhkan manusia lainnya" ujar bapak menepuk pundakku. Ia menghirup napas udara pagi ini dengan banyak dan tersenyum penuh syukur. "Zaman sekarang, jarang sekali manusia membantu dengan keikhlasan. Semuanya butuh uang, tapi hidup di pedesaan? Hal itu masih sangat jarang, mereka masih dengan suka rela membantu satu sama lain. Bersyukurlah kamu masih hidup di desa," Aku mengangguk, meneguk secangkir kopi panas yang ku buat tadi. "Iya pak, Ahmad bersyukur. Terimakasih juga ya pak, sudah mau mendukung impian Ahmad"

  • Istriku Seorang Juragan    sayang

    "Rencana pembangunannya kapan kang?" Setelah saling memadu kasih, aku disajikan dengan pertanyaan yang lontar dari mulut Jingga. Perempuan ini benar-benar tidak ada kata lelahnya, padahal setelah ini ingin rasanya aku tertidur sebentar sebelum kembali memikirkan proyek yang hendak aku jalankan di pagi harinya. "Besok rencananya sudah mulai, tadi sore keluar sekalian beli bahan bangunannya. Rumahnya sederhana gak sebesar rumah kamu atau rumah ini, gak papa kan?" jawabku diakhiri pertanyaan.Jingga terdiam, tangannya masih saja nakal dengan mengelus-elus perut sixpack yang mungkin sebentar lagi akan buncit. Khas bapak-bapak, mungkin."Gak papa kok, yang penting nyaman" ujarnya, kali ini tangannya merayap, mengusap peluh di dahiku. Aku merengkuhnya kedalam pelukan, tangan besarku ini berusaha menyingkirkan anak rambut yang menghalangi kecantikannya yang tak pernah membuatku bosan. "Konsep rumahnya kaya rumah panggung seperti di pondok, gak papa kan?" tanyaku lagi memastikan. Aku harap

  • Istriku Seorang Juragan    menjadi teman sekasur

    "Kang, tadi sore Jingga dengar ibu kaya marah-marah. Ada apa?" Jingga bertanya ketika aku baru saja membaringkan tubuh di sebelahnya malam ini setelah urusanku dengan pihak selesai tadi. Mata yang tadinya memaksa untuk di pejamkan, kini berubah segar seakan ada cipratan air yang menyadarkan.Aku menoleh, kearah Jingga yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan pakaian tidur. Rambut panjangnya basah, menandakan kalau ia baru saja selesai mandi. Aku menarik napas, bangun dari pembaringan lalu tangan ini bergerak mengambil haidrayer. "Sini, biar akang bantu keringkan rambutnya" titahku pada Jingga agar ia duduk di bawah karpet sementara aku duduk di atas ranjang. Jingga terdiam sejenak, lalu tersenyum lebar dengan menuruti perintahku. Aku mulai menyeka rambut Jingga yang masih basah itu dengan lembut. Wangi shampo terdengar kuat di indra penciumanku. "Pipinya udah gak perih lagikan?" tanyaku khawatir. Jingga tergelak, "jingga kebal kang. Gak papa kok, cuma kelihatan ya masih mera

  • Istriku Seorang Juragan    suport keluarga lebih penting

    Aku menghambuskan napas jengah saat menatap punggung mamang yang tengah memasuki mobil kesayangannya yang baru kami pakai itu dengan emosi yang tak teratur, bahkan pintu mobil yang ia naiki pun dengan kesalnya ia banting. Beberapa kali bapak mengusap dada dengan gelengan diiringi istighfar, sementara Mail ia dengan segala emosinya terduduk lemas. "Mulai sekarang, kalian jadi tanggung jawab saya!" Putusku berujar pada Mail yang tengah berusaha memperbaiki moodnya. Bapak mengangguk, ia menepuk pundakku dengan bangga. "Bapak dukung," ujarnya."Yasudah, masuk dulu deh. Kamu baru sampai pasti capek" lanjut bapak. Aku mengangguk, mengusap wajah kasar dan berjalan beriring memasuki rumah. Pertengkaranku dengan mamangnya Jingga benar-benar menguras emosiku. "Mak, Jingga mana?" tanyaku ketika tak mendapati Jingga di ruang tamu, hanya emak dan tontonan tv yang menyala. Emak menunjuk ragu pada lantai dua, "mungkin di kamar, tadi pamitnya mau istirahat dulu sebentar" jawabnya. Oke, aku ber

  • Istriku Seorang Juragan    pulang

    Sepanjang perjalanan, senyum Jingga tak henti-hentinya terbit menghiasi wajah Ayu. Aku hampir terkekeh sendiri melihat bagaimana bahagianya Jingga saat ini, bahkan beberapa kali ia menyenandungkan lagu yang tidak pernah ku dengar sebelumnya. Ah, sebahagia itu rupanya. Perjalanan hampir memakan waktu setengah hari, dengan santai aku mengemudikan mobil ditemani music yang sengaja ku putar mengalun lembut, menemani perjalanan kami. "Kang, mau gantian?" tawarnya Jingga saat aku beberapa kali menguap. Aku menoleh, lalu menggeleng sebagai penolakan. "Kita istirahat dulu aja ya, sambil beli makanan. Kamu bosan kan dari tadi gak ngemil, biar saya belikan dulu" ujarku sembari menatap lurus, fokus pada jalanan dengan harapan ketemu rest area setelah ini. "Boleh kang, tapi kalau akang lelah, juga gak papa biar aku aja yang nyetir" tawarnya lagi yang cepat ku tolak. "Tuan putri duduk manis aja, gak usah mau di repotin sama pangeran" kekehku yang membuatnya bersemu merah. Aku tertawa pelan m

  • Istriku Seorang Juragan    diterima jadi adik ipar

    Hari ini aku dan Jingga memutuskan untuk berkunjung kerumah teh Ayu sebelum kami memutuskan untuk kembali ke kampung, menata masa depan kami. Bau tubuh Jingga yang sudah hampir tidak tercium, membuat Jingga percaya diri untuk bertemu sang kakak ipar. Aku tersenyum, menatap Jingga yang tengah mematut dirinya di depan cermin. Senang lihatnya melihat Jingga yang sudah seceria ini dan bahkan ia juga sudah bisa bersolek sekarang. Grep. Aku memeluk ia dari belakang, dengan kepala ku benamkan dibahunya, mencium aro parfum yang baru saja ia semprotkan sehabis mandi ini. "Kang," tegurnya memukul lenganku yang melingkar di tubuhnya. "Kenapa ih? Biarkan seperti ini, wanginya enak" jujurku. Jingga mendengus, ia berbalik hingga kami saling berhadapan. Kepalanya mendongak, menatapku dalam. "Sejak kapan suami aku ini jadi manja kaya gini?" tanyanya dengan kekehan geli. Beberapa kali ia mengucup bibirku gemas."Jangan mancing, kalau kamu gak mau keramas lagi" tuturku frontal membuat ia tersipu

  • Istriku Seorang Juragan    serius boleh punya anak?

    "kondisi istrimu sudah cukup baik Mad, baunya juga sudah berkurang" aku dan Jingga saling pandang dengan senyuman saat dokter Anwar memberitahu bagaimana kondisi Jingga sekarang. "Mentalnya di jaga, jangan buat dia stres ya Mad," ucapnya lagi dengan diselingi tawa renyah. Aku mengangguk cepat. "Tentu itu dok," jawabku malu-malu. Dokter Anwar menggeleng dengan kekehan. "Kalian tidak perlu sering kesini, lagi pula penyakitnya bukan penyakit yang parah. Kuncinya sih jaga pola makan dan rubah pola hidup, jangan stres. Hindari aktivitas yang menyebabkan keringat berlebih" pesan dokter Anwar. "Penggunaan sabun dan shampo juga sudah benar itu," lanjutnya. Kami mengangguk, "jadi dok penyakit ini bisa sembuh?" tanya Jingga dengan cepat. Dokter Anwar terdiam cukup lama, seolah tengah memilah-milih kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Jingga. Aku tau, sindrom bau ikan ini tidak dipastikan sembuhnya, bahkan obatnya sampai saat ini juga belum di temukan secara pasti. "Ada kemungkinan,

  • Istriku Seorang Juragan    resiko ditanggung sendiri!

    "mang Juned menghubungi mas sama teteh tadi" aku melirik kearah pria yang tiba-tiba berada di kontrakanku diwaktu yang nyaris tengah malam kini berada. "Mang Juned sudah ngomong sesuatu?" tanyaku dengan hembusan napas lelah. Sialnya, aku lupa kalau mang Juned. Adik bungsunya si emak itu orangnya bawel. Punya mulut lemesnya kaya perempuan. Ada anggukan samar yang mas Abi berikan sebelum ia menjawab. "Emak marah, kenapa kamu meminta pinjaman sebesar itu sama bank? Ngapain juga kamu berhenti ngajar?" tanyanya menatapku dalam. Kabar berhembus begitu cepat, bak angin lalu. Ini juga apa-apaan Mas abi pulang dinas bukannya langsung pulang ke rumah, malah mampir ke kontrakan dan bertanya seperti itu. Apa dia mau ikut campur urusanku? Ah, itu pasti!"Sudah ku pikirkan matang-matang sebelumnya mas. Bapak juga setuju," jawabku apa adanya. Ya memang rencana ini ku atur selain melibatkan adiknya jingga, bapak juga termasuk. Bahkan ia mendukung penuh strategi yang aku buat itu. Mas manggut-man

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status