Share

perhatian Jingga

Penulis: AkaraLangitBiru
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-23 08:08:54

Hachim ... Uhuk ... Uhuk ...

Tengah malam begini, aku tidak berhenti bersin dan batu-batuk. Tubuhku rasanya remuk, udara malam bahkan terasa begitu menusuk hingga selimut tebal yang ku gunakan tak terasa di tubuh ini. Kepalaku rasanya cenat-cenut, perutku seolah tengah diobok-obok tak karuan.

Hoek ..

Ah, akhirnya keluar juga. Jingga yang tertidur di sebelahku rupanya kini sudah sigap membantu mengelap muntahan di selimut yang ku kenakan.

"Ya allah akang, ini suhu tubuhnya tinggi sekali" samar ku dengar suara kepanikannya sembari memegang termometer yang entah kapan diletakam di ketiakku.

Aku menoleh,"tolong ambilkan air hangat" pintaku lemas.

Jingga mengangguk, segera ia menghilang dari pandanganku. Sembari menunggu, aku kembali hendak berbaring namun lilin aroma terapi yang kunyalakan rupanya sudah padam, alamat bahaya ini. Bisa-bisa sakitku tambah parah.

Buru-buru aku terpaksa kembali bangun dan sege
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Istriku Seorang Juragan    perhatian jingga 2

    Sudah seminggu ini aku terbaring di kamar dengan rasa sakit yang sudah mulai mereda. Kata dokter, aku terserang penyakit tipes yang mengharuskan aku mendapatkan perawatan yang tepat namun aku memilih untuk di rawat di rumah saja. Bukan apa, aku gak mau semua orang kesusahan karena sakit ku ini. Sudah seminggu ini pula, aku mendapatkan perhatian lebih dari Jingga. Ia begitu telaten merawat ku, hingga ia rela begadang demi menjagaku. Masalah emak sama bapak? Mereka jelas mengomeli, katanya aku tak pandai menjaga kesehatan, tak pandai menjaga pola makan dan tidur teratur padahal penyakit siapa yang tau datangnya kapan. Hari ini badanku sudah merasa mendingan, dan meminta Jingga untuk tidak perlu terlalu ketat menjagaku. Masalah aroma tubuhnya? Jelas aku masih terganggu, tapi tidak terlalu. Kini aromanya agak sedikit berkurang mungkin karena hidungku masih tersumbat kali ya, jadinya tidak terlalu menyengat di indra penciumanku. "Akang makan dulu ya buburnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Istriku Seorang Juragan    bertanggung jawab?

    Aku mendengus saat silau matahari pagi dari jendela kamar ini menganggu tidur damaiku. Perlahan kedua bola mata ini mengerjap, membuka dengan perlahan. Lagi, aku menghela nafas dama saat tak ku dapati bagian kasur sebelah kanan ini sudah kosong tak ada keberadaan sosok perempuan yang sudah seminggu lebih satu hari ini menemani dan setia merawatku. "Sudah jam sembilan rupanya," gumamku saat tak sengaja netra ini memandang jam dinding tepat di berhadapan denganku. Seketika sudut bibir ini membentuk lengkungan saat netra ini menangkap sebuah kertas kecil yang di tindih menggunakan kunci dengan gantungan boneka sapi . Biar ku tebak, pasti ulahnya Jingga yang akhir-akhir ini selalu saja memberiku pesan jika aku sudah tak mendapati dirinya ketika bangun pagi. To: Suami tersayangku From: Istri cantikmu. Kang, maaf. Jingga hari ini harus ke peternakan pagi-pagi sekali tanpa berpamitan terlebih dahulu. Jingga gak tega jika harus kembali membangunkan akang yang tertidur nyenyak, akang h

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-24
  • Istriku Seorang Juragan    2

    "Mak, ahmad butuh waktu. Semua butuh proses, gak bisa langsung jadi. Lagi pula setiap orang punya kekurangan mak" keluhku merasa terpojok dengan nasihat emak yang tiba-tiba ini. “Emak tahu, Kang, setiap orang punya kekurangan. Tapi itu bukan alasan untuk kamu terus-terusan malas!” jawab emak, nada suaranya masih penuh ketegasan. “Kalau gitu, kenapa emak tidak mengingatkan Jingga untuk lebih menjaga diri? Dia kan juga bisa berbenah,” jawabku dengan nada tak sabar. “Mad, bukannya itu yang seharusnya kamu lakukan sebagai suami? Menjadi teladan?” Emak menatapku tajam, seolah ingin menembus dinding ketidakpedulian ku. Aku mendengus, masih merasa terpojok. “Tapi kan aku sudah bilang, Ahmad bukan robot. Kita semua punya kebiasaan buruk.” "Mad, apa kamu tidak merasakan betapa jingga mencintaimu selama seminggu ini? Dia berjuang dan dengan sabar merawatmu dan apa ini?" tanya emak dengan menunjuk kunci motor yang masih berada di genggamanku. Aku terdiam tidak menjawab, emak merebut

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Istriku Seorang Juragan    memanfaatkannya?

    "Pinjam motor bapak aja ya pak," aku memohon dengan wajah memelas kearahnya. Bapak mengedikkan kedua bahunya, sedetik kemudian kepalanya menggeleng. "Ogah ah, bensinnya masih penuh. Enak dikamu itu mah," Astagfirullah bapak. Kenapa pelit sekali, sama anak sendiri ini kok itungan sih. Cihhh ... "Ahmad ganti pas nanti gajian deh pak," rayuku. Bapak tetap kukuh menggeleng,"suka lupa kamu mah kalau udah ngomong gitu teh. Gak ah, lagian kamu udah punya motor sendiri, sudah sana berangkat. Mau di pecat kamu? udah mah gak masuk seminggu ini malah ditambah acara kesiangan. Udah sana!" perintah bapak mendorongku agar segera berangkat. Dengan menggerutu tak jelas, aku berjalan cepat langsung menaiki motor pemberian Jingga yang terparkir di depan rumah itu dengan terpaksa. Tepat ketika aku menghidupkan mesin motor, deru suara yang terdengar menggema di sekelilingku, seolah menyuarakan kebangkitan hariku. Di balik jendela, kucing tetangga melirik dengan mata penuh rasa ingin tahu, m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-25
  • Istriku Seorang Juragan    salah ngomong!

    Dua mangkuk indomie rebus dengan toping telur dan sawi sudah tersaji dihadapanku. Kepulan asapnya menguar, menusuk indra penciumanku. Wanginya begitu menggoda, tadi setelah mengganti pakaian dengan pakaian milik adiknya aku bergegas menyajikan makan malam sederhana yang ada di dapur kecil ini sembari menunggu Jingga selesai mandi. "Makan malam sudah siap, ayo makan" seruku mengintrupsi Jingga yang baru saja keluar dari kamar dengan pakaian bersihnya. Jingga mengangguk antusias, mendekat ke arahku. Tapi tunggu ... Ini aroma bumbu mie yang menggoda kenapa bisa hilang di gantikan dengan bau yang lain. Ah, selera makanku kayaknya bakalan hilang setelah ini. "Wah, dari tampilan dan aromanya menggoda sekali kang. Jingga cobain ya," ujarnya meraih satu mangkuk indomie rebus dihadapanku ini. "Tunggu," cegahku segera menariknya pergi memasuki kamar. "Loh, akang ngapain malah bawa jingga ke kamar? Gak tahan ya lihat Jingga dengan pak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Istriku Seorang Juragan    khawatir?

    "Mak! Jingga kemana?" tanyaku setengah berteriak, kedua bola mata ini memutar kesana kemari mencari keberadaannya. Hari sudah hampir gelap, setelah setengah jam lalu aku baru pulang dari sekolah dan tak ku dapati perempuan itu entah kemana. Padahal, selama ini dia selalu menunggu di depan pintu, menyambut kepulanganku. Emak yang tengah sibuk memasak kini menoleh sebal ke arahku. "Istrimu belum pulang, sibuk" ketusnya. Keningku berkerut, jawaban emak sungguh di luar ekspektasi ku. Apa iya sedari pagi buta sampai hari mulai gelap perempuan itu masih betah di peternakannya? "Ck. yang benar aja mak," decakku tak percaya. Mata emak membola, tangannya kini bersiap melemparkan satu buah tomat kearahku. "Sejak kapan emak bohong sama kamu, Mad? Sudah sana jemput istrimu, emak khawatir" Aku menggeleng, "males ah mak, biarin aja pulang sendirian. Ahmad capek," tolakku yang segera dihadiahi emak lemparan tomat yang sudah sangat matang. Pluk! "Mak!" teriakku tak terima saat tomat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-26
  • Istriku Seorang Juragan    mulai nyaman?

    Jingga tertawa, "Berarti akang mau makan masakan jingga?" Eh. Alamaaaak salah ngomong aku! Eh, maksudku... itu bukan berarti aku suka," ucapku terbata-bata, berusaha memperbaiki kesalahan. Jingga menatapku dengan senyum menggoda. "Halah, bilang aja mau dimasakin sama istri. Iya kan? Asal akang tau, Jingga jago masak loh" beritahunya bangga. "Dih geer plus sombong, saya gak percaya ya sebelum mencicipi masakannya enak apa enggak" jawabku sambil mengalihkan pandangan. Ia tertawa, matanya berbinar. "Deal! Besok-besok Jingga akan buktikan ya kalau perempuan tangguh ini selain kaya, dia juga jago masak seperti chef Renata!" Tiba-tiba perasaan aneh hinggap, hatiku terasa berdesir mendengar dan melihat ia tertawa begitu lepas tak seperti biasanya. "Level sombongnya bisa diturunin dikit gak? Malu aja nanti kalau omongan sama kenyataan beda jauh" Jingga terkekeh, pura-pura m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-27
  • Istriku Seorang Juragan    impian jingga

    "Jing, kamu ngapain sih pake beliin saya motor segala?" aku bertanya mencoba mengalihkan pembicaraan saat Jingga terus menerus mengorek prihal urusan pribadiku. Enak saja, emang siapa dia. Berani-beraninya menanyakan hal sensitif tentangku, merayuku agar menceritakan segala hal padanya. Tidak, ini tidak benar! Jingga mengerjap, mata bulatnya begitu menggemaskan saat tau aku memulai pembicaraan ketika kami sudah memutuskan untuk tidak pulang malam ini dan segera menaiki ranjang untuk merebahkan tubuh yang lelah ini. "Eh iya, gimana kang motornya nyaman kan?" Aku mencibir ucapan yang keluar dari mulut Jingga dengan kesal, apa-apaan Jingga ini bukannya menjawab malah berbalik menanyakan sesuatu hal yang tidak penting. "jangan mengalihkan pembicaraan Jingga, saya tidak suka!" "Mhehehe, maaf kang" ucapnya dengan cengiran. "Jadi?" tanyaku menuntut. Jingga mulai memperbaiki posisiny

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28

Bab terbaru

  • Istriku Seorang Juragan    melawan mamang?

    Jingga povAku menghela nafas dengan bosan. Biasa bekerja dan tiba-tiba menganggur tentu saja membuatku hampir mati kebosanan. Apalagi saat ini aku masih tinggal di Jakarta, tempat yang aku tidak pernah kunjungi sebelumnya dan saat ini aku tengah diam di rumah bersama kang Ahmad yang sedari tadi tengah sibuk sendiri dengan laptopnya. Sementara Emak, sehabis makan tadi langsung kembali pulang ke rumah teh Ayu. Katanya dua cucunya itu mau dianterin sekolah sama nenek kesayangan mereka. Saat ini, rasa bosan benar-benar menghatui perasaanku. Ingin melakukan sesuatu, tapi bingung apa yang harus aku lakukan. Biasanya di Jam segini aku masih berada di pondok bersama para kelinci-kelinciku."Huaaa," mulutku terbuka lebar, menguap begitu saja seakan rasa bosan ini sudah benar-benar berada di zona merah. Kedua mataku kembali melihat kang Ahmad yang masih asik duduk lesehan bersama laptopnya, dengan memberanikan diri aku mendekat kearahnya."Kang," seruku memanggilnya dengan hati-hati.Kang a

  • Istriku Seorang Juragan    sikap manis kang ahmad?

    Jingga povBibirku tak berhenti membentuk lengkungan saat melihat kang Ahmad dengan begitu cekatan memasakan sarapan untukku pagi ini, meski dengan menu sederhana namun aku bahagia hari ini. Terik matahari yang sudah menyinari halaman depan rumah menambah semangat dalam setiap gerakan tangannya. Suara gemericik air yang mengalir dari kran, aroma bawang yang sedang ditumis, semuanya terasa begitu familiar dan menenangkan.Aku duduk di meja makan, menyaksikan bagaimana ia begitu telaten, dengan berbagai peralatan dan bahan masaknya. Tangannya bergerak gesit, mulai dari menumis hingga mengaduk mie yang sedang digodok. Sesekali ia melirikku dengan senyum ringan, seolah-olah memastikan aku mengamati setiap detil yang ia lakukan."Taraaaa, mie nyemek pedas ala chef Ahmad sudah jadi ..." Suara kang Ahmad menggema begitu semangat memecah lamunanku. Aku menoleh dengan senyum lebar. Pemandangan mie nyemek yang baru saja disajikan itu tampak begitu menggoda. Paduan warna oranye kecokelatan dari

  • Istriku Seorang Juragan    keinginan Jingga

    "akang dimana? Pulang ya kang, Jingga udah buatkan sandwich buat akang buat sarapan pagi ini" Dahiku mengernyit bingung saat membaca pesan dari Jingga. Apa katanya? Dia sudah membuatkan sarapan pagi ini? Sandwich? Darimana pula dia bisa dapat bahan-bahannya? Bukankah tidak ada bahan makanan satu pun di dapur? Kok bisa? Bukannya ia tengah mengisolasi diri saat ini?"Mad, kenapa kamu? Kok kaya kebingungan gitu, teh Ayu kirim kamu pesan apa lagi?" tanya Emak saat ia kembali memasuki mobil setelah kami selesai berbelanja. Aku menoleh, menyimpan ponsel kembali diatas dasboard tanpa berniat untuk membalas pesannya. Toh, sekarang juga aku pulang. "Bukan mak, Jingga. Dia menyuruhku pulang, katanya dia sudah buatkan sarapan untuk Ahmad," jawabku seadanya.Emak mengangguk, wajahnya seketika tersenyum cerah saat aku meliriknya dari kaca mobil. "Ih kenapa mak, bahagia banget. Aneh, padahal udah buanh duit" sindirku. "Gak salah kamu pilih istri Mad, Jingga itu pengertian. Meski kamu semenyeba

  • Istriku Seorang Juragan    harus yang terbaik!

    "Kamu tega Mad, biarin emak desak-desakan di pasar?" tanya Emak dengan raut tak percayanya saat aku baru saja menancap pedal rem mobil tepat di sebrang pasar. Aku menoleh dengan bingung. "Kan biasanya juga emak suka ke pasar, kok dramatis banget mak ngomongnya?" tanyaku heran, tak biasanya emak protes seperti itu.Emak berdecak, kedua tangannya bersidekap dada. "Mikir weh atuh Mad, ini teh bukan tempat emak. Ini kota besar, pasarnya luas. Mana ini masih pagi, kali-kali atuh bawa emak ke mall kaya teteh mu itu."Aku mengernyitkan dahi, masih belum paham dengan maksud emak. "Emak mau ke mall? Emang, kenapa?" tanyaku, mencoba memahami apa yang emak bicarakan.Emak menatapku dengan tatapan yang agak tajam, "eleh pake nanya lagi. Ayo antar emak ke mall aja, biar belanjanya nyaman" Aku terdiam, berpikir sejenak kemudian merogoh saku celana. Mengambil dompet, lalu membukanya. Aku meringis saat melihat isi dompetku yang begitu tipis. "Ahmad harus hemat mak, pengobatan Jingga butuh biaya yan

  • Istriku Seorang Juragan    menantu kesayangan

    Mood ku pagi ini benar-benar berantakan, begitu kacau gara-gara mimpi dan percakapanku bersama si mamang tadi. Sementara itu, Jingga tak tau apa-apa terus menguntit untuk bertanya prihal apa yang terjadi. "Masak sana, saya lapar!" teriakku ketika Jingga mendekat kembali, duduk di sebelah. Ia terperanjat kaget. "Bahan-bahannya gak ada atuh kang, Jingga bingung harus nyari ke mana" keluhnya dengan menunduk."Ya ke pasar lah!" jawabku setengah membentak membuatnya beringsut ketakutan. "Tapi kang, ini Jakarta. Jingga gak tau jalan, lagi pula Jingga gak mau keluar takutnya semua orang terganggu dengan bau badan Jingga" jawabnya dengan lirihan.Aku memejamkan mata, mencoba menenangkan diri, tapi itu malah membuatku semakin merasa sesak. Suasana pagi ini terasa semakin kacau dengan rasa frustrasi yang semakin menumpuk. Aku hanya ingin sedikit kedamaian, tapi entah kenapa, semuanya terasa seperti badai."Kamu tuh terlalu stres! Gak usahlah di pikirin tentang sindrom kamu itu! Semakin kamu

  • Istriku Seorang Juragan    saya tidak seburuk itu!

    Rasanya panik bukan main saat kesadaranku kembali seutuhnya, kedua tangan ini dengan cepat meraba seluruh tubuh lalu menyadari jika pakaian masih melekat di tubuhku. Ah, masih utuh. Seraya menunduk, aku meraba retsleting celanaku. Siapa tau sudah tidak terbuka? Tidak, semuanya masih seperti semula! Lalu Jingga? Dengan keraguan tubuh ini bergerak, merubah posisi menjadi miring. Kulihat Jingga nampak masih tertidur pulas di bawah sofa dengan beralaskan karpet beludru. Tunggu dulu, lalu? Bukannya tadi pas setelah kumandang adzan subuh itu, Jingga berada di atasku? Kami sudah melakukannya, dan diakhiri dengan pengakuanku? Bayangan-bayangan saat aku memeluk Jingga dan meminta hak ku masih terngiang di pikiranku. Suara-suara permintaan maaf serta penyesalan masih terngiang-ngiang ditelingaku. Perlahan aku bangkit, mencoba mengatur napasku yang masih terengah-engah. Tubuhku terasa lelah, namun pikiranku justru semakin kacau. Aku mencoba untuk fokus, memeriksa setiap inci tubuhku se

  • Istriku Seorang Juragan    dekapan hangat

    Aku mengerjap saat dada terasa begitu sesak, tubuh rasanya tertimpa beban ribuan kilo. Berat! Namun ceruk leherku rasanya begitu hangat. Ah, apa yang terjadi padaku. Suara kumandang adzan subuh terdengar begitu nyaring, saat aku memaksa membuka mata yang masih terasa berat, namun tubuhku yang seperti tertimpa beban ini rasanya begitu sulit untuk di gerakkan memaksa aku untuk segera membuka mata. Aku mendengus, saat mendapati tubuh Jingga berada diatasku dengan kedua tangan tengah memelukku. Sementara kepalanya bertengger di dada bidangku dengan deru napas yang terasa begitu hangat pada ceruk leherku. Aku menahan napas sejenak, mencoba mencerna situasi yang tak biasa ini. Apa yang terjadi semalam, benar-benar di luar dugaanku. Tak pernah dalam bayanganku, kami akan berada dalam posisi seperti ini. Apalagi saat aku merasakan hangatnya tubuhnya yang terbenam begitu dekat, begitu intim. Sungguh, tak pernah. Entah bagaimana caranya, padahal semalam kami habiskan dengan obrolan ringan s

  • Istriku Seorang Juragan    menjadi suami seutuhnya?

    Jingga povDini hari, aku terjaga dari tidur. Mataku mengerjap pelan karena terusik dengan rasa haus yang menggerogoti kerongkongan. Aku menoleh karah nakas, berharap segelas air putih yang biasa ku sediakan ada disana. Namun saya, entah karena aku lupa atau apa segelas air yang biasanya tersedia kali ini tidak ada sama sekali. Mau tak mau aku akhirnya memaksakan diri beranjak dari ranjang, menuju dapur untuk mengambil segelas air. Saat keluar kamar, aku di kejutkan dengan sosok kang Ahmad yang masih terjaga tengah terduduk di ruang tamu dengan menatap laptop yang menyala di hadapannya. Kesepuluh jari tangan kang Ahmad nampak sibuk, menari diatas tooth keyboard laptop, dengan sesekali matanya memicing seolah memeriksa sesuatu. Rupanya, pria itu tengah tenggelam dengan kesibukannya hingga tak menyadari keberadaanku yang sedari tadi berdiri diambang pintu kamar. Berusaha untuk tak peduli, aku berjalan pelan menuju dapur. "Mau kemana?" Langkahku terhenti saat suara tak asing menyapa ru

  • Istriku Seorang Juragan    tetaplah hidup, meski tidak berguna!

    "Apa yang dokter Anwar katakan, Mad?" Emak bertanya saat kami baru saja tiba di rumah kontrakan sore hari ini. Entah sejak kapan emak menunggu, yang pasti ku lihat penampilannya sudah sedari lama. Aku menghela napas berat, melirik ke arah Jingga yang begitu murung. Wajah bermuram durjana."Jingga, kenapa nak? Cerita sama emak ya" tutur emak lembut mendekati Jingga. Jingga tetap terdiam, matanya yang sendu menatap lantai, seolah takut menatap emak yang begitu penasaran akan apa yang Jingga alami selama ini. Raut wajahnya begitu lelah, seperti ada beban berat yang ingin dia lepaskan, tapi kata-kata tidak kunjung keluar.Aku menarik emak dengan lembut, kedua netra ini mengkode agar emak tetap membiarkan Jingga untuk pergi ke kamar. Biarkan dia beristirahat sejenak. "Kenapa mad, jelaskan. Emak gak mau kalian menutup-nutupi penyakitnya. Mas abi tadi telpon, kalau kalian,""Emak pasti sudah tau jawabannya dari mas Abi dan teh Ayu" potongku cepat, enggan menjelaskan.Emak menatapku dengan

DMCA.com Protection Status