Selepas kejadian itu, Mimi bertekad untuk tidak lagi membahas Arfi. Dia akan fokus seperti ucapan Santi padanya. Dia bekerja dengan timnya, membantu apa saja yang bisa dia kerjakan. Sidang ketuk palu juga sudah ditetapkan dan status janda sudah dia dapatkan sejak 1 bulan setelah insiden bersama dengan Arfi. Sejak berstatus janda, Mimi lebih fokus pada dirinya dan keluarganya. Dia juga sering mengikuti pemotretan untuk produk nya dan juga ke salon untuk mulai rutin perawatan.Mimi sudah bisa membeli motor setelah 5 bulan bekerja. Dia bisa membelinya dari jerih payah selama ini. Para tetangga pun kagum dengan kegigihan Mimi dan banyak pula yang mempertanyakan pekerjaannya. Ada yang suka, ada pula yang membenci. Sikap yang tentu ada saja di semua lingkup tempat tinggal. Mimi tak ambil pusing. Dari masalah dengan Arfi kemarin, dia belajar banyak hal. Belajar untuk fokus pada pencapaian dan mengabaikan omongan orang. Dia juga tak ingin kepo masalah orang lain dan fokus pada keluarganya sen
Seno tahu kisah Mimi dan Arfi. Namun, perkataan yang tadi diucapkan adalah sebuah jebakan dan juga iseng belaka. Dia sudah mengatakan kepada Alvi jika apapun yang dilakukan tidak untuk disebarluaskan kepada Mimi. Dia tahu, dibalik kesuksesan Mimi ada peran Arfi di sana."Nggak usah bahas si Arfi di sini, nanti ada yang kangen," celetuk Seno tiba tiba."Siapa yang kangen," sahut Mimi."Ya mana aku tahu, kamu mungkin. Soalnya aku juga nggak nyebut nama diantara kalian berdua kan? Ya kali aku kangen sama si Arfi, masa pisang makan pisang," jawan Seno."Iya sih, Mas Seno. Si Mimi ini kayaknya kangen deh, soalnya kan dia seperjuangan sama Pak Arfi katanya. Kan?""Sotoy kamu, Nis. Kalau Bu Santi tahu kamu suka gibah gini, habis kamu kena sp.""Mana berani, aku kan masih saudara Santi. Enak aja," kilah Nisa.Hal yang membuat Mimi tidak suka terlalu dekat dengan Nisa adalah sikap seenaknya. Dia menganggap jika Santi adalah bagian dari keluarganya dan tidak mungkin akan memecat dirinya jika me
"Nggak kerja, Mas?" tanya Mely.Selepas sah menjadi duda, Melly dan Ardhan memutuskan untuk menikah. Sekarang usaha AC mereka kerjakan bersama tetapi sikap Ardan mulai terlihat malas di depan Mely, sedangkan kebutuhan mereka sedang banyak-banyaknya karena Melly yang sedang mengandung anak pertamanya dari Ardan."Hari ini belum ada pesanan. Lagian ini juga hari Minggu, Mas harus dipaksa kerja juga?" tanya Ardhan.Hari-harinya selalu sibuk dengan pekerjaan hingga membuat dia lupa dengan dirinya sendiri. Dia selalu menuruti keinginan Melly agar terhindar dari repetan mulutnya yang seperti petasan jika tidak dituruti."Memangnya kamu pegawai apa? Nggak ada hari libur untuk orang biasa seperti kita. Bentar lagi ada acara 7 bulanan anak kita. Kamu harus siapkan dana untuk syukuran itu. Gak boleh males dong kalau memang kamu berniat untuk menjadi suami yang baik dan ayah terbaik."Ardhan mendengkus kesal. Padahal Melly berubah menjadi wanita yang sangat cerewet dan pemalas setelah menikah de
"Kamu yakin?" tanya Irah tak percaya."Ya. Saya yakin, Bu. Saya berusaha untuk memperbaiki diri agar kehidupan rumah tangga saya kali ini bisa lebih baik. Mungkin ini teguran bagi saya karena selama ini zalim terhadap anak ibu. Namun, jujur sejujur saya sedih jika harus dihadapkan pada kenyataan pernikahan saya menyebabkan anak saya harus kehilangan sosok Ayah. Semoga mimi tidak melarang saya untuk selalu datang menjenguk Laila."Irah tersenyum. Dia bukan sosok mertua yang kejam dengan memisahkan cucunya bertemu dengan ayahnya. Namun, dia melakukan ini karena memang Mimi masih meyakini bahwa suaminya itu adalah lelaki yang sangat arogan dan pemarah."Ibu tidak masalah jika kamu ingin berkunjung dan melihat kondisi Laila. Yang terpenting adalah kamu jangan sampai merusak kebahagiaan Mimi ataupun kamu mengorbankan rumah tanggamu yang sekarang demi bisa bertemu dengan kami. Ibu tahu, istri kamu itu pasti akan marah jika tahu kamu datang ke sini untuk melihat kondisi kamu, kan?"Ardan di
Tentu kaget melihat lelaki yang sudah lama tidak dia lihat itu mendadak ada di acara ini. Tak ada alasan lain selain pekerjaan tentunya karena Mimi tahu, Arfi masih menjadi penyumbang dana dan saham di perusahaan ini.“Apa kabar?” Arfi mengulurkan tangan pada Mimi setelah Laila mengajaknya mendekat pada Mimi.“Ba-ik.”Sejenak terpaku, apakah ini mimpi ini benar atau tidak jika dia melihat Arfi kembali setelah sekuat tenaga dia lupakan.“Mama, Om Arfi ternyata masih ada. Nggak ilang kayak ucapan Mama,” ucap Laila.Arfi tersenyum. Dia melihat bagaimana Laila selama ini mencarinya. Dia sengaja pergi untuk mengurus hal terkait Dayana dan keluarga. Dia juga menepi untuk meyakinkan dirinya, apa dia masih pantas memiliki pendamping atau memang lelaki payah seperti yang Dayana ucapkan.“Ka-pan kamu datang?” tanya Mimi grogi, gugup dan salah tingkah saat ditatap Arfi begitu intens.“Maunya kapan? Aku akan siap datang ke rumahmu kapan saja,” kekeh Arfi.Berbeda dengan Arfi yang dulunya dingin,
“Chat siapa?” tanya Arfi tiba tiba mengagetkan Mimi. Mimi melihat arti yang langsung mengambil posisi duduk di sampingnya.“Oh, Ibu. Takutnya khawatir dan nunggu aku pulang. Soalnya, aku hanya izin lembur malam ini.”“Emang harus izin sih, apalagi nginapnya di rumah aku. Pasti Ibumu mikir yang macam macam,” kekeh Arfi sambil memberikan minumnya pada Mimi.“Makasih. Tapi aku nggak akan ngomong Kalau nginep di rumah kamu. Nanti juga Layla akan bilang kalau sudah sampai di rumah. Setelah itu aku harus siap-siap diceramahin Ibu karena sudah berani menginap di rumah lelaki yang belum jadi muhrim.""Besok aku jelaskan jika Ibu salah paham. Jika perlu ibumu aku bawa ke sini," ucap ArfiMimi meneguk teh hangat yang dibuatkan Arfi, lalu menatap langit yang sekaan sedang menertawakannya. Dia tahu, tak mudah bagi Mimi untuk menetralkan debaran jantungnya yang sekaan mengajaknya berdisko di samping Arfi.“Katanya mau jelasin kenapa nggak ada kabar. Gak jadi?” tanya Mimi saat Arfi justru lebih la
Laila kaget saat dia terbangun, dia berada di ruangan yang sangat indah. Dia langsung berteriak dan memanggil ibunya. Mimi yang sedang mandi gegas keluar kamar mandinya dengan hanya memakai handuk saja."Ya Allah, Laila. Kenapa kamu teriak-teriak begitu? Ibu Sampai kaget," tanya Mimi."Kita di mana Bu? Apa kita sudah di surga? Kok, kita tidur di kamar yang bagus? " cecar Laila.Mimi terkekeh. Dia langsung berjalan menghampiri anaknya dan mengecup kepalanya."Surga, surganya Laila di dunia. Ini kita nginap di rumah orang. Soalnya mama harus kerja pagi ini lebih awal, jadi nggak pulang.""Ohya? Kita nginep di rumah siapa Bu ini? Bagus banget," tanya Laila Yang sepertinya tidak puas dengan jawaban ini mengenai mereka sekarang mereka berada."Rumah Om Arfi. Laila mandi ya? Mama pake baju dulu. Bisa mandi sendiri?""Bisa, Ma."Laila sangat senang. Dia bahkan terkejut dengan kamar mandi yang ada di kamarnya. Kamar mandi dengan bathtub yang lebar dan bisa digunakan untuk berenang olehnya."M
"Cie, kayaknya ada yang kepanasan nih, tapi bukan api," kekeh Dea saat melihat Arfi duduk di samping Monalisa.“Apaan? Nggak ada. Bagian konsumsi udah keluar semua?” tanya Mimi mengalihkan pertanyaan Dea.“Kalau dipikir-pikir, kayaknya si Arfi dari tadi cari kamu sih. Cuma dia ada di bagian tamu undangan, sama kayak si Lampir itu. Jadi, kasihan juga ya kalian,” ledek Dea.“Hm, mulai deh mengompori. Kamu itu terlalu fokus sama kita, jadi nggak fokus ama kerjaan. Ya kan?”“Heh, mana ada? Aku liat semua, cin. Kamu dan Arfi udah cocok. Tapi gengsi aja kan? Tuh, si Laela aja nyaman banget sama Arfi. Mana dia kayak papa sungguhan gitu. Ah, jadi gemes dah.”Mimi melirik pada Laila yang sejak tadi memang sangat dekat dengan Arfi. Bahkan Laila yang diantar oleh ART Arfi dari rumah karena memintanya menyusul itu langsung mencari Arfi, bukan dirinya.“Itu namanya anak anak, De. Dia tahu, Arfi udah berbaik hati kasih tumpangan menginap semalam,” ceplos Mimi.“What, seriusan?” Dea nampak kaget