Tentu kaget melihat lelaki yang sudah lama tidak dia lihat itu mendadak ada di acara ini. Tak ada alasan lain selain pekerjaan tentunya karena Mimi tahu, Arfi masih menjadi penyumbang dana dan saham di perusahaan ini.“Apa kabar?” Arfi mengulurkan tangan pada Mimi setelah Laila mengajaknya mendekat pada Mimi.“Ba-ik.”Sejenak terpaku, apakah ini mimpi ini benar atau tidak jika dia melihat Arfi kembali setelah sekuat tenaga dia lupakan.“Mama, Om Arfi ternyata masih ada. Nggak ilang kayak ucapan Mama,” ucap Laila.Arfi tersenyum. Dia melihat bagaimana Laila selama ini mencarinya. Dia sengaja pergi untuk mengurus hal terkait Dayana dan keluarga. Dia juga menepi untuk meyakinkan dirinya, apa dia masih pantas memiliki pendamping atau memang lelaki payah seperti yang Dayana ucapkan.“Ka-pan kamu datang?” tanya Mimi grogi, gugup dan salah tingkah saat ditatap Arfi begitu intens.“Maunya kapan? Aku akan siap datang ke rumahmu kapan saja,” kekeh Arfi.Berbeda dengan Arfi yang dulunya dingin,
“Chat siapa?” tanya Arfi tiba tiba mengagetkan Mimi. Mimi melihat arti yang langsung mengambil posisi duduk di sampingnya.“Oh, Ibu. Takutnya khawatir dan nunggu aku pulang. Soalnya, aku hanya izin lembur malam ini.”“Emang harus izin sih, apalagi nginapnya di rumah aku. Pasti Ibumu mikir yang macam macam,” kekeh Arfi sambil memberikan minumnya pada Mimi.“Makasih. Tapi aku nggak akan ngomong Kalau nginep di rumah kamu. Nanti juga Layla akan bilang kalau sudah sampai di rumah. Setelah itu aku harus siap-siap diceramahin Ibu karena sudah berani menginap di rumah lelaki yang belum jadi muhrim.""Besok aku jelaskan jika Ibu salah paham. Jika perlu ibumu aku bawa ke sini," ucap ArfiMimi meneguk teh hangat yang dibuatkan Arfi, lalu menatap langit yang sekaan sedang menertawakannya. Dia tahu, tak mudah bagi Mimi untuk menetralkan debaran jantungnya yang sekaan mengajaknya berdisko di samping Arfi.“Katanya mau jelasin kenapa nggak ada kabar. Gak jadi?” tanya Mimi saat Arfi justru lebih la
Laila kaget saat dia terbangun, dia berada di ruangan yang sangat indah. Dia langsung berteriak dan memanggil ibunya. Mimi yang sedang mandi gegas keluar kamar mandinya dengan hanya memakai handuk saja."Ya Allah, Laila. Kenapa kamu teriak-teriak begitu? Ibu Sampai kaget," tanya Mimi."Kita di mana Bu? Apa kita sudah di surga? Kok, kita tidur di kamar yang bagus? " cecar Laila.Mimi terkekeh. Dia langsung berjalan menghampiri anaknya dan mengecup kepalanya."Surga, surganya Laila di dunia. Ini kita nginap di rumah orang. Soalnya mama harus kerja pagi ini lebih awal, jadi nggak pulang.""Ohya? Kita nginep di rumah siapa Bu ini? Bagus banget," tanya Laila Yang sepertinya tidak puas dengan jawaban ini mengenai mereka sekarang mereka berada."Rumah Om Arfi. Laila mandi ya? Mama pake baju dulu. Bisa mandi sendiri?""Bisa, Ma."Laila sangat senang. Dia bahkan terkejut dengan kamar mandi yang ada di kamarnya. Kamar mandi dengan bathtub yang lebar dan bisa digunakan untuk berenang olehnya."M
"Cie, kayaknya ada yang kepanasan nih, tapi bukan api," kekeh Dea saat melihat Arfi duduk di samping Monalisa.“Apaan? Nggak ada. Bagian konsumsi udah keluar semua?” tanya Mimi mengalihkan pertanyaan Dea.“Kalau dipikir-pikir, kayaknya si Arfi dari tadi cari kamu sih. Cuma dia ada di bagian tamu undangan, sama kayak si Lampir itu. Jadi, kasihan juga ya kalian,” ledek Dea.“Hm, mulai deh mengompori. Kamu itu terlalu fokus sama kita, jadi nggak fokus ama kerjaan. Ya kan?”“Heh, mana ada? Aku liat semua, cin. Kamu dan Arfi udah cocok. Tapi gengsi aja kan? Tuh, si Laela aja nyaman banget sama Arfi. Mana dia kayak papa sungguhan gitu. Ah, jadi gemes dah.”Mimi melirik pada Laila yang sejak tadi memang sangat dekat dengan Arfi. Bahkan Laila yang diantar oleh ART Arfi dari rumah karena memintanya menyusul itu langsung mencari Arfi, bukan dirinya.“Itu namanya anak anak, De. Dia tahu, Arfi udah berbaik hati kasih tumpangan menginap semalam,” ceplos Mimi.“What, seriusan?” Dea nampak kaget
Hadiah mobil yang dia dapatkan dari perusahaan tidak dia bawa pulang. Dia juga tidak mengatakan pada siapapun dan meminta Laila juga tak berbicara pada siapapun. Hanya pada Ibunya saja Laila bercerita dan Ibunya turut bersyukur mendengar hal ini.“Ibu senang kamu bisa menata hidupmu selepas bercerai, Mi. Ibu hanya berharap, kamu bisa mendapatkan keberkahan hidup.”“Doakan saja yang terbaik, Bu. Bu, Mimi mau tanya mengenai Mas Ardhan. Mumpung Laila udah tidur, boleh?”Irah mengangguk dan tersenyum. Jelas Mimi mendengarnya dari Laila karena selama ini Ardan datang hanya ingin menemui Laila."Ardhan yang datang ke sini seminggu sekali karena ibu yang menyarankan. Terjadinya dia sering datang tanpa waktu yang tepat. Ibu sarankan dia untuk datang di hari libur atau weekend untuk sekedar mengajak Laila jalan-jalan atau mengobrol di depan rumah. Maaf karena Ibu tidak meminta saran dari kamu. Hubungan yang pernah retak membuat ibu takut kamu melarang akan datang karena rasa trauma. Jadi ibu p
Mimi dan Dea diajak Seno dan Bimo untuk pergi ke rumah Arfi. Mereka dibukakan pintu oleh ART yang ada di sana.“Bi, kami mau ambil mobil Mimi.”“Ya, Den.”Seno dan Bimo memang sering datang ke rumah Arfi. Namun, baru kali ini datang dengan mengajak wanita ke rumah. Bi Atun nampak khawatir sehingga dia memutuskan menghubungi Arfi.“Assalamualaikum, Den Arfi.”“Waalaikumsalam, Bi. Kenapa?”“Itu, tadi Den Seno datang bareng sama Den Bimo.”“Oh, iya, Bi. Mau pinjam mobil ya?” Seno dan Bimo memang sering meminjam mobilnya jika sedang dia tak ada di tempat.“Iya, Den.”“Ya udah, biarin aja.”“Tapi ini bukan mobilnya Den Arfi, tapi mobilnya Mbak Mimi. Yang baru itu.”Arfi diam sejenak lalu menarik napas dalam dalam.”Sama Mimi nggak ke sana?”“Iya. Sama Mbak Mimi dan satu teman wanita.”“Ya udah, Bi. Makasih yang informasinya.”Arfi mematikan ponselnya dan menghubungi Seno. Seno yang sudah berada di lapangan bersama dengan Bimo dan Dea juga Mimi pun segera mengangkatnya.“Hai, Bro. Tumben sor
"Kenapa catatan harian pemasukan bulan ini sangat sedikit, Mas? Kamu kan tahu kalau kita harus melunasi cicilan setiap bulannya. Kalau selalu seperti ini kita bisa tekor dan bisa-bisa toko kita tutup karena kita bisa membayar hutang modal yang sudah dikeluarkan," omel Melly."Ya mau bagaimana lagi, Melly. Sekarang ini memang job itu sepi karena sudah banyaknya teknisi teknisi AC yang lebih bagus performannya. Sedangkan di toko kita hanya ada dua teknisi dan itupun yang satu sering libur karena kita tidak memberikan gaji yang layak. Kalau aku bekerja sendirian, tentu saja kepalaku pusing. Belum lagi helper yang bolak-balik ganti karena tidak cocok dengan penawaran gaji kita. Kamu nggak sadar kalau gaji kita ini terlalu kecil untuk mereka?""Kecil? Aku itu menggaji mereka sesuai dengan UMR kota Cilacap. Aku bukan orang yang sekejam itu menggaji seseorang tetapi kalau memang mereka tidak becus bekerja, tentukan konsekuensinya adalah pemotongan gaji. Di mana-mana itu, selalu saja seperti
“Ekhm, sepertinya ini pembahasan serius. Aku keluar dulu sama Laila, ya?” pamit Ardan mengajak Laila duduk di teras saja daripada menyaksikan pembicaraan serius mereka yang membuat hatinya nyeri mendengar dan menyaksikan adegan demi adegan.“Sengaja ya?” bisik Mimi yang melihat Arfi tersenyum saat melihat Ardan keluar dari rumahnya.“Nggak sengaja sih, cuma kalau dia merasa tahu diri alhamdulillah. Nggak perlu repot repot ngajarin kan?” kekeh Arfi.“Dasar!”Irah yang melihat Mimi dan Arfi pun berdehem. “Kenapa?”“Enggak, Bu. Tentang niat ini, akan saya rembug dengan Ibuku.” "Ya. Datanglah kembali Jika kamu sudah yakin dan memang serius untuk berhubungan dengan Mimi. Lagian, nunggu masa iddah selesai.”“Iya, Bu.”Ardhan mengajak Laila melihat bintang. Dia melihat bagaimana anaknya itu sangat dekat dengannya akhir-akhir ini dan membuat dia tenang. Ponselnya berdering membuat dia menengok dan melihat Mely yang menghubunginya.“Pa, ponselnya Papa bunyi itu,” tunjuk Laila pada ponsel Ard