"Cie, kayaknya ada yang kepanasan nih, tapi bukan api," kekeh Dea saat melihat Arfi duduk di samping Monalisa.“Apaan? Nggak ada. Bagian konsumsi udah keluar semua?” tanya Mimi mengalihkan pertanyaan Dea.“Kalau dipikir-pikir, kayaknya si Arfi dari tadi cari kamu sih. Cuma dia ada di bagian tamu undangan, sama kayak si Lampir itu. Jadi, kasihan juga ya kalian,” ledek Dea.“Hm, mulai deh mengompori. Kamu itu terlalu fokus sama kita, jadi nggak fokus ama kerjaan. Ya kan?”“Heh, mana ada? Aku liat semua, cin. Kamu dan Arfi udah cocok. Tapi gengsi aja kan? Tuh, si Laela aja nyaman banget sama Arfi. Mana dia kayak papa sungguhan gitu. Ah, jadi gemes dah.”Mimi melirik pada Laila yang sejak tadi memang sangat dekat dengan Arfi. Bahkan Laila yang diantar oleh ART Arfi dari rumah karena memintanya menyusul itu langsung mencari Arfi, bukan dirinya.“Itu namanya anak anak, De. Dia tahu, Arfi udah berbaik hati kasih tumpangan menginap semalam,” ceplos Mimi.“What, seriusan?” Dea nampak kaget
Hadiah mobil yang dia dapatkan dari perusahaan tidak dia bawa pulang. Dia juga tidak mengatakan pada siapapun dan meminta Laila juga tak berbicara pada siapapun. Hanya pada Ibunya saja Laila bercerita dan Ibunya turut bersyukur mendengar hal ini.“Ibu senang kamu bisa menata hidupmu selepas bercerai, Mi. Ibu hanya berharap, kamu bisa mendapatkan keberkahan hidup.”“Doakan saja yang terbaik, Bu. Bu, Mimi mau tanya mengenai Mas Ardhan. Mumpung Laila udah tidur, boleh?”Irah mengangguk dan tersenyum. Jelas Mimi mendengarnya dari Laila karena selama ini Ardan datang hanya ingin menemui Laila."Ardhan yang datang ke sini seminggu sekali karena ibu yang menyarankan. Terjadinya dia sering datang tanpa waktu yang tepat. Ibu sarankan dia untuk datang di hari libur atau weekend untuk sekedar mengajak Laila jalan-jalan atau mengobrol di depan rumah. Maaf karena Ibu tidak meminta saran dari kamu. Hubungan yang pernah retak membuat ibu takut kamu melarang akan datang karena rasa trauma. Jadi ibu p
Mimi dan Dea diajak Seno dan Bimo untuk pergi ke rumah Arfi. Mereka dibukakan pintu oleh ART yang ada di sana.“Bi, kami mau ambil mobil Mimi.”“Ya, Den.”Seno dan Bimo memang sering datang ke rumah Arfi. Namun, baru kali ini datang dengan mengajak wanita ke rumah. Bi Atun nampak khawatir sehingga dia memutuskan menghubungi Arfi.“Assalamualaikum, Den Arfi.”“Waalaikumsalam, Bi. Kenapa?”“Itu, tadi Den Seno datang bareng sama Den Bimo.”“Oh, iya, Bi. Mau pinjam mobil ya?” Seno dan Bimo memang sering meminjam mobilnya jika sedang dia tak ada di tempat.“Iya, Den.”“Ya udah, biarin aja.”“Tapi ini bukan mobilnya Den Arfi, tapi mobilnya Mbak Mimi. Yang baru itu.”Arfi diam sejenak lalu menarik napas dalam dalam.”Sama Mimi nggak ke sana?”“Iya. Sama Mbak Mimi dan satu teman wanita.”“Ya udah, Bi. Makasih yang informasinya.”Arfi mematikan ponselnya dan menghubungi Seno. Seno yang sudah berada di lapangan bersama dengan Bimo dan Dea juga Mimi pun segera mengangkatnya.“Hai, Bro. Tumben sor
"Kenapa catatan harian pemasukan bulan ini sangat sedikit, Mas? Kamu kan tahu kalau kita harus melunasi cicilan setiap bulannya. Kalau selalu seperti ini kita bisa tekor dan bisa-bisa toko kita tutup karena kita bisa membayar hutang modal yang sudah dikeluarkan," omel Melly."Ya mau bagaimana lagi, Melly. Sekarang ini memang job itu sepi karena sudah banyaknya teknisi teknisi AC yang lebih bagus performannya. Sedangkan di toko kita hanya ada dua teknisi dan itupun yang satu sering libur karena kita tidak memberikan gaji yang layak. Kalau aku bekerja sendirian, tentu saja kepalaku pusing. Belum lagi helper yang bolak-balik ganti karena tidak cocok dengan penawaran gaji kita. Kamu nggak sadar kalau gaji kita ini terlalu kecil untuk mereka?""Kecil? Aku itu menggaji mereka sesuai dengan UMR kota Cilacap. Aku bukan orang yang sekejam itu menggaji seseorang tetapi kalau memang mereka tidak becus bekerja, tentukan konsekuensinya adalah pemotongan gaji. Di mana-mana itu, selalu saja seperti
“Ekhm, sepertinya ini pembahasan serius. Aku keluar dulu sama Laila, ya?” pamit Ardan mengajak Laila duduk di teras saja daripada menyaksikan pembicaraan serius mereka yang membuat hatinya nyeri mendengar dan menyaksikan adegan demi adegan.“Sengaja ya?” bisik Mimi yang melihat Arfi tersenyum saat melihat Ardan keluar dari rumahnya.“Nggak sengaja sih, cuma kalau dia merasa tahu diri alhamdulillah. Nggak perlu repot repot ngajarin kan?” kekeh Arfi.“Dasar!”Irah yang melihat Mimi dan Arfi pun berdehem. “Kenapa?”“Enggak, Bu. Tentang niat ini, akan saya rembug dengan Ibuku.” "Ya. Datanglah kembali Jika kamu sudah yakin dan memang serius untuk berhubungan dengan Mimi. Lagian, nunggu masa iddah selesai.”“Iya, Bu.”Ardhan mengajak Laila melihat bintang. Dia melihat bagaimana anaknya itu sangat dekat dengannya akhir-akhir ini dan membuat dia tenang. Ponselnya berdering membuat dia menengok dan melihat Mely yang menghubunginya.“Pa, ponselnya Papa bunyi itu,” tunjuk Laila pada ponsel Ard
Dalam beberapa hari berlatih, Mimi sudah mulai lancar mengendarai mobilnya. Tak jarang Arfi meminta Mimi turun ke jalan agar tidak terlalu grogi ketika bertemu dengan mobil besar. Bahkan, dengan setia Arfi menemani baik siang dan malam saat latihannya.“Besok bikin sim deh. Biar bisa jalan jalan sendiri,” ucap Mimi.“Aku nggak diajak?” Arfi memasang wajah sedihnya.“Ajak lah, Om. Masa enggak,” celetuk Laila.Kedekatan keduanya semakin intens saat Laila juga sering menjadi jembatan pendeketaan Arfi. Laila sering memuji, menginginkan dan juga menghormati Arfi di mana saja. “Hari ini pulang naik mobil ya, Ma?” ajak Laila.“Nggak dulu deh, Sayang. Mama belum begitu lancar. Nanti kalau SIM sudah keluar, baru deh Mama bisa bawa pulang.”“Harus pakai SIM? SIM itu apa, Ma?”“Surat Izin Menikahi Mama,” celetuk Arfi.“Oh, Surat Izin menikahi Mama.” Laila percaya saja dengan apa yang Arfi ucapkan.“Nggak, Sayang. SIM itu, surat izin mengemudi, didapatkan oleh orang dewasa yang sudah 17 tahun da
Setelah berbincang dengan Mimi mengenai kepergian Ardan, Melly akhirnya memutuskan untuk pulang. Dia merasa jika semua ini adalah bagian dari karma yang harus dia rasakan setelah merebut suami orang yang merupakan sahabat lamanya itu.Saat baru sampai di rumah dia dikagetkan dengan kedatangan mertuanya yang belum pernah ditemui sebelumnya. Disampingnya ada suaminya yang ternyata sudah pulang bersama ibu mertuanya. Mely mengulurkan tangan dan bersalaman pada keduanya, membuat Ardan heran."Dari mana saja kamu?" Tanya Ardan."Aku mencari keberadaan kamu Mas. Dari beberapa hari yang lalu kamu tidak bisa dihubungi dan membuat aku khawatir."Melly langsung memeluk Ardan tetapi Sumiati menjauhkan tubuh anaknya itu dari Melly."Ini wanita yang kamu nikahi demi meninggalkan cucu ibu?" Murka Sumiati. Mely menunduk."Bu. Bukankah Ibu sudah berjanji untuk menyelesaikan masalah Ardan dan tidak menambahkan beban pikiran Ardan?""Mas."Melly masih tetap tidak mengerti dengan alasan kenapa mertuanya
Pagi ini Mimi dikejutkan oleh kedatangan keluarga mantan suaminya. Bahkan istri baru Ardan pun datang bersamaan. Suatu pemandangan yang sangat langka dan tentunya sangat mengagetkan keluarga Mimi."Assalamualaikum.""Waalaikumsalam," jawab Irah dan Mimi.Laila langsung berlari ke arah Ardan. Bocah itu sekarang sudah lebih bebas dan tidak begitu takut terhadap Ardan."Papa, Papa datang sama nenek?""Laila…"Sumiati langsung memeluk Laila dan menciumi cucu tersayangnya itu. Meskipun dia jarang bermain dan juga datang ke Cilacap tetapi dari kejauhan dia selalu mendoakan agar cucunya selalu sehat dan selamat."Nenek, Laila kangen.""Iya, Sayang. Sekarang Laila sudah besar ya? Tingginya sudah hampir mirip sama nenek.""Iya, Nek."Irah bersalaman dengan Sumiati dan saling berpelukan layaknya seorang besan yang masih berhubungan baik. Keduanya memang tidak berselisih Jika saja anak-anak mereka tidak membuat masalah. "Sehat, Yu?""Alhamdulillah kita masih bisa dipertemukan dalam keadaan seha