Alex tidak ragu lagi saat sang istri telah memberinya ijin. Ia segera menarik pakaian milik gadis itu yang sudah tidak berbentuk lagi , dan terpampang jelas pemandangan indah di depan matanya."Cepat, lakukan!" Airin sudah meracau tidak jelas. Tubuhnya juga menggelinjang hebat seperti cacing yang tengah kepanasan. Alex yang menyaksikannya tentu saja tidak akan melewatkan kesempatan itu. Ia semakin menggila saat Airin ternyata menyerangnya lebih dulu."Hei, kenapa kau bar-bar sekali!" Alex sedikit terkekeh menyaksikan gadis itu yang terlihat sangat bersemangat. Bahkan Airin yang memulainya lebih dulu, memimpin permainan itu tanpa rasa malu lagi."Sekarang giliranku!" Alex menyeringai, mengambil alih permainan yang sejak tadi gadis itu kendalikan.Racauan serta desahan dari gadis itu semakin membuat suasana kamar memanas. Mereka saling berpacu dan meraup kenikmatan masing-masing. Cukup lama keduanya saling larut dalam percintaan, hingga keduanya mendapatkan kepuasan entah sudah yang keb
"Lihat, apa yang sudah kau lakukan padaku?" Kini gantian Alex yang menunjukkan bekas merah di beberapa bagian tubuhnya.Awalnya Airin mengintip sedikit, namun ia semakin penasaran saja. Apa iya, dirinya sampai segila itu hingga meninggalkan bekas kemerahan di tubuh Alex."Buka matamu, kenapa kau aneh sekali!" Alex malah sengaja menarik tangan Airin. Benar saja, saat kedua matanya terbuka, pemandangan pertama yang ia lihat adalah tubuh lelaki itu yang di penuhi banyak sekali tanda merah."Apa semua ini ... ulahku?" Airin shock sendiri membayangkan seliar apa dirinya semalam."Tapi kau hebat, aku saja sampai ...?""Lex ...!" Gadis itu sudah melotot , ia tidak ingin lagi mendengar Alex yang semakin membuatnya malu."Baiklah. Jika kau tidak ingin mendengarnya lagi, bagiamana kalau kita mengulang kegiatan semalam?""Apa!!"Kedua mata gadis itu membola sempurana saat Alex tiba-tiba menariknya. Meski tanpa persetujuan, Alex dengan mudahnya membimbing tubuh Airin ke arah tempat tidur."Auwww
[Bagaimana, apa kau sudah mendapatkan informasi tentang siapa perempuan yang bersama istriku semalam?] tanya Alex untuk yang ke sekian kalinya. Lelaki itu sudah sangat kesal karena orang suruhannya belum juga menemukan titik terang mengenai siapa yang menjebak Airin tadi malam. Sedangkan Airin? Entahlah, gadis itu malah bungkam saat di tanya mengenai siapa yang mengajaknya ke hotel. Ia malah terlihat kesal dan langsung menghindar. Membuat Alex bingung sendiri harus bagaimana. [Belum, Tuan. Saya tidak menemukan apapun. Termasuk CCTV hotel, tidak tahu kenapa semua rusak pada saat itu. Sepertinya mereka sudah merencanakan sebelumnya dengan matang.] Alex semakin frustasi. Bisanya ia akan sangat mudah jika hanya mengenai hal ini. Tapi sekarang, nampakanya mereka telah memikirkannya sampai hal yang terkecil. [Baiklah. Kau boleh istirahat. Biar masalah ini aku sendiri yang akan menanganinya.] Akhirnya mau tak mau Alex menyerah untuk sementara waktu. Ia memutuskan untuk memikirkannya nanti
"Sial, sial!" umpatan demi umpatan Riska lontarkan. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kesialan yang ia alami bak bertubi-tubi. Wanita itu hampir saja menggila, jika tidak mengingat saat ini ia masih berada di kantor. Ia takut sang papa mengetahui permasalahan yang baru saja menimpanya.Akan semurka apa nanti jika mengetahui putri semata wayangnya ternyata berani melakukan tindakan kriminal. Apalagi jika tahu dirinya baru saja menghabiskan malam bersama seorang pria, pasti papanya akan langsung marah, atau mungkin saja mengirimnya ke luar negeri."Tidak!" Riska menggeleng cepat. Ia masih ingin memperjuangkan cintanya pada Alex yang sampai saat ini belum kesampaian."Kurang ajar kamu, Rick!" Ia meremas ponsel yang ia gengam saat mengingat pria itu lagi. Pesan yang di kirimkan Erick sungguh membuat darahnya mendidih. Bagaimana mungkin setelah ia di kerjai habis-habisan semalaman penuh, Erick meninggalkannya begitu saja.Meski Riska sendiri sadar, permainan pria itu mampu membuatny
Arya berjalan tergesa memasuki ruangan milik Roy. Tadinya mereka berencana ingin bertemu di salah satu cafe, tapi Roy mendadak membatalkan pertemuan itu dan mengabari Arya untuk datang saja ke kantor miliknya.Tentu saja Arya menyanggupi. Di manapun atau kapanpun pasti akan lelaki itu usahakan agar urusan ini cepat selesai. Arya sudah tidak sabar mendengar kabar yang akan Roy sampaikan, hingga ia lupa mengetuk pintu dan langsung menyelonong masuk ke ruangan itu."Ar, kau sudah datang?" Roy bangkit menyambut kedatangan lelaki itu."Ya. Aku sudah tidak sabar menunggu kabar baik yang akan kau sampaikan." Keduanya mendaratkan tubuhnya di sofa ruangan Roy. "Tidak perlu terburu-buru, masih ada banyak waktu, hahaha!" Roy tergelak melihat Arya yang terlihat sudah tidak sabar lagi."Mungkin waktu memang masih banyak. Tapi, aku tidak bisa membiarkan kejahatan terlalu lama tersimpan," balas Arya tak kalah santai. "Aku yakin kau lebih paham situasinya seperti apa.""Oke, oke!" Roy paham sekali d
"Kurang ajar!" Dion membanting seluruh berkas yang sudah tersusun rapi di atas meja kerja ruangannya. Pria itu mengamuk dan melampiaskan pada benda-benda yang tidak bersalah itu."Kenapa kita bisa kalah lagi, Sen!" Ia sedikit meninggikan suara. Padahal ini bukanlah kekalahan untuk yang lertama kalinya. Tapi, baginya kekalahannya kali ini adalah suatu hal yang ia anggap mustahil. "Padahal kita sudah mempersiapkannya sebaik mungkin. Tapi, tetap saja kita masih kalah unggul dengan Perusahaan Pratama." Pria itu mengacak rambutnya sendiri. Ruangan itu juga sudah terlihat mirip dengan kapal pecah.Asisten Seno hanya diam dan menunduk. Pria itu menunggu sampai emosi dari sang bos sedikit mereda."Panggil Nabil ke sini, cepat!" Barulah saat mendengar perintah, Seno langsung mendongak. Ia berbalik dan mengayun langkahnya ke arah pintu.Lima menit kemudian, Seno masuk lagi dengan Nabil yang berjalan di belakangnya. Wajah gadis itu sudah memucat, membayangkan akan semurka apa pria itu karena re
"Ada kabar yang menggembirakan." Arya langsung masuk dan menerobos ruangan Alex tanpa mengetuk pintunya lebih dulu. Senyum lelaki itu terus mengembang, menggambarkan betapa gembira hatinya saat ini."Iya, Tuan, saya juga sudah mendengarnya." Alex bangkit dan menyambut kedatangannya. "Selamat atas kemenangan Anda sebagai pemilik nilai tertinggi di kompetisi tadi." Lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Arya. Namun, sambutan Arya sangat berbeda."Apa? Bukan itu yang ingin aku katakan." Lelaki itu malah mendaratkan tubuhnya pada sofa.Alex hanya mengernyit, mendengar penuturan Arya baru saja. "Lantas kabar menggembirakan apa yang Anda maksud, Tuan?" Ia juga ikut duduk bersebelahan dengannya."Ini lebih dari menggembirakan. Kau ingin tahu?" tanya Arya lagi. 'Tentu saja. Kenapa masih bertanya?' Alex hanya membatin. 'Dasar aneh!'"Roy sudah memulai penyelidikan. Dan kau tahu, ia sudah berhasil masuk ke dalam perusahaan itu," jelas Arya. Ia berharap Alex akan sangat senang mendengar kabar
Elisa berbinar senang menatap setelah pakaian bayi yang baru saja ia pilih. Beberapa setelah baju untuk bayi perempuan itu sudah berada di tangan Elisa dan tengah di bawa ke arah kasir."Astaga, Elisa ...! Kamu tidak salah membeli barang sebanyak ini?" Roy menggeleng tak percaya dengan apa yang di lakukan istrinya. Sudah lebih dari satu jam mereka ada di sana, dan selama itu pula banyak sekali barang yang sudah wanita itu pilih untuk calon anaknya yang beberapa bulan lagi akan lahir."Apa sih, Kak? Ini kan untuk calon anak kita." Wanita itu memutar kedua bola matanya malas. Selalu saja seperti itu jika di minta untuk menemaninya berbelanja."Tapi tidak harus sebanyak ini kan, El? Bahkan minggu kemarin saja kamu sudah membeli banyak sekali barang!" protes Roy lagi. Lelaki itu tidak pernah paham dengan cara berpikir istrinya yang gampang sekali tergoda jika sudah melihat barang yang bagus."Memangnya kenapa sih, Kak? Apa Kakak merasa keberatan untuk membayarnya?" Elisa sudah merubah rau