[Bagaimana, apa kau sudah mendapatkan informasi tentang siapa perempuan yang bersama istriku semalam?] tanya Alex untuk yang ke sekian kalinya. Lelaki itu sudah sangat kesal karena orang suruhannya belum juga menemukan titik terang mengenai siapa yang menjebak Airin tadi malam. Sedangkan Airin? Entahlah, gadis itu malah bungkam saat di tanya mengenai siapa yang mengajaknya ke hotel. Ia malah terlihat kesal dan langsung menghindar. Membuat Alex bingung sendiri harus bagaimana. [Belum, Tuan. Saya tidak menemukan apapun. Termasuk CCTV hotel, tidak tahu kenapa semua rusak pada saat itu. Sepertinya mereka sudah merencanakan sebelumnya dengan matang.] Alex semakin frustasi. Bisanya ia akan sangat mudah jika hanya mengenai hal ini. Tapi sekarang, nampakanya mereka telah memikirkannya sampai hal yang terkecil. [Baiklah. Kau boleh istirahat. Biar masalah ini aku sendiri yang akan menanganinya.] Akhirnya mau tak mau Alex menyerah untuk sementara waktu. Ia memutuskan untuk memikirkannya nanti
"Sial, sial!" umpatan demi umpatan Riska lontarkan. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kesialan yang ia alami bak bertubi-tubi. Wanita itu hampir saja menggila, jika tidak mengingat saat ini ia masih berada di kantor. Ia takut sang papa mengetahui permasalahan yang baru saja menimpanya.Akan semurka apa nanti jika mengetahui putri semata wayangnya ternyata berani melakukan tindakan kriminal. Apalagi jika tahu dirinya baru saja menghabiskan malam bersama seorang pria, pasti papanya akan langsung marah, atau mungkin saja mengirimnya ke luar negeri."Tidak!" Riska menggeleng cepat. Ia masih ingin memperjuangkan cintanya pada Alex yang sampai saat ini belum kesampaian."Kurang ajar kamu, Rick!" Ia meremas ponsel yang ia gengam saat mengingat pria itu lagi. Pesan yang di kirimkan Erick sungguh membuat darahnya mendidih. Bagaimana mungkin setelah ia di kerjai habis-habisan semalaman penuh, Erick meninggalkannya begitu saja.Meski Riska sendiri sadar, permainan pria itu mampu membuatny
Arya berjalan tergesa memasuki ruangan milik Roy. Tadinya mereka berencana ingin bertemu di salah satu cafe, tapi Roy mendadak membatalkan pertemuan itu dan mengabari Arya untuk datang saja ke kantor miliknya.Tentu saja Arya menyanggupi. Di manapun atau kapanpun pasti akan lelaki itu usahakan agar urusan ini cepat selesai. Arya sudah tidak sabar mendengar kabar yang akan Roy sampaikan, hingga ia lupa mengetuk pintu dan langsung menyelonong masuk ke ruangan itu."Ar, kau sudah datang?" Roy bangkit menyambut kedatangan lelaki itu."Ya. Aku sudah tidak sabar menunggu kabar baik yang akan kau sampaikan." Keduanya mendaratkan tubuhnya di sofa ruangan Roy. "Tidak perlu terburu-buru, masih ada banyak waktu, hahaha!" Roy tergelak melihat Arya yang terlihat sudah tidak sabar lagi."Mungkin waktu memang masih banyak. Tapi, aku tidak bisa membiarkan kejahatan terlalu lama tersimpan," balas Arya tak kalah santai. "Aku yakin kau lebih paham situasinya seperti apa.""Oke, oke!" Roy paham sekali d
"Kurang ajar!" Dion membanting seluruh berkas yang sudah tersusun rapi di atas meja kerja ruangannya. Pria itu mengamuk dan melampiaskan pada benda-benda yang tidak bersalah itu."Kenapa kita bisa kalah lagi, Sen!" Ia sedikit meninggikan suara. Padahal ini bukanlah kekalahan untuk yang lertama kalinya. Tapi, baginya kekalahannya kali ini adalah suatu hal yang ia anggap mustahil. "Padahal kita sudah mempersiapkannya sebaik mungkin. Tapi, tetap saja kita masih kalah unggul dengan Perusahaan Pratama." Pria itu mengacak rambutnya sendiri. Ruangan itu juga sudah terlihat mirip dengan kapal pecah.Asisten Seno hanya diam dan menunduk. Pria itu menunggu sampai emosi dari sang bos sedikit mereda."Panggil Nabil ke sini, cepat!" Barulah saat mendengar perintah, Seno langsung mendongak. Ia berbalik dan mengayun langkahnya ke arah pintu.Lima menit kemudian, Seno masuk lagi dengan Nabil yang berjalan di belakangnya. Wajah gadis itu sudah memucat, membayangkan akan semurka apa pria itu karena re
"Ada kabar yang menggembirakan." Arya langsung masuk dan menerobos ruangan Alex tanpa mengetuk pintunya lebih dulu. Senyum lelaki itu terus mengembang, menggambarkan betapa gembira hatinya saat ini."Iya, Tuan, saya juga sudah mendengarnya." Alex bangkit dan menyambut kedatangannya. "Selamat atas kemenangan Anda sebagai pemilik nilai tertinggi di kompetisi tadi." Lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Arya. Namun, sambutan Arya sangat berbeda."Apa? Bukan itu yang ingin aku katakan." Lelaki itu malah mendaratkan tubuhnya pada sofa.Alex hanya mengernyit, mendengar penuturan Arya baru saja. "Lantas kabar menggembirakan apa yang Anda maksud, Tuan?" Ia juga ikut duduk bersebelahan dengannya."Ini lebih dari menggembirakan. Kau ingin tahu?" tanya Arya lagi. 'Tentu saja. Kenapa masih bertanya?' Alex hanya membatin. 'Dasar aneh!'"Roy sudah memulai penyelidikan. Dan kau tahu, ia sudah berhasil masuk ke dalam perusahaan itu," jelas Arya. Ia berharap Alex akan sangat senang mendengar kabar
Elisa berbinar senang menatap setelah pakaian bayi yang baru saja ia pilih. Beberapa setelah baju untuk bayi perempuan itu sudah berada di tangan Elisa dan tengah di bawa ke arah kasir."Astaga, Elisa ...! Kamu tidak salah membeli barang sebanyak ini?" Roy menggeleng tak percaya dengan apa yang di lakukan istrinya. Sudah lebih dari satu jam mereka ada di sana, dan selama itu pula banyak sekali barang yang sudah wanita itu pilih untuk calon anaknya yang beberapa bulan lagi akan lahir."Apa sih, Kak? Ini kan untuk calon anak kita." Wanita itu memutar kedua bola matanya malas. Selalu saja seperti itu jika di minta untuk menemaninya berbelanja."Tapi tidak harus sebanyak ini kan, El? Bahkan minggu kemarin saja kamu sudah membeli banyak sekali barang!" protes Roy lagi. Lelaki itu tidak pernah paham dengan cara berpikir istrinya yang gampang sekali tergoda jika sudah melihat barang yang bagus."Memangnya kenapa sih, Kak? Apa Kakak merasa keberatan untuk membayarnya?" Elisa sudah merubah rau
Roy mengayun langkah mantap ke arah parkiran yang terletak di seberang sana. Selain lelah dan ingin segera beristirahat, ia juga masih ada satu pekerjaan lagi yang rencananya akan ia selesaikan malam nanti.Entah hanya perasaannya saja atau mungkin Elisa yang sengaja ingin menggodanya, lelaki itu beberapa kali membalikkan tubuh ke belakang untuk bisa melihat keberadaan istrinya yang ia tinggalkan untuk menunggu.Parkiran memang tidak terlalu jauh, namun bagi Roy tidak mungkin untuk mengajak Elisa karena khawatir wanita itu akan kelelahan dengan keadaan perutnya yang sudah membesar seperti saat ini.'Tunggu aku, El. Tunggu!' Roy berbisik sendiri. Ia menatap sekitar parkiran yang lumayan ramai. Lantas pandangannya fokus pada mobil hitam miliknya yang terlihat di depan sana. Tanpa ragu lagi lelaki itu melangkah untuk mendekatinya.Namun malang tak dapat di tolak. Dari arah samping tiba-tiba saja sebuah mobil hitam melaju dengan kencangnya. Mobil itu keluar dari arah parkiran dan langsung
Alex memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit tempat Roy di rawat. Tadi, setelah sambungan telepon terputus, ia berinisiatif menghubungi Elisa lagi untuk memastikan apa maksud dari wanita itu yang tiba-tiba saja menghubunginya. Setelah mendengar penjelasan dari orang seberang sana yang menjawab teleponnya, detak jantung Alex pun terpompa dengan kian cepatnya. Darah lelaki itu bergejolak dengan hebatnya, dan atmosfer di ruangan itu pun seketika berubah. Alex hampir menjatuhkan ponsel yang ia gengam tatkala mendengar kabar yang sangat mengejutkan itu.[Apa!! Roy kecelakaan!!] Pantas saja tadi suara Elisa terdengar tengah menagis. Dan bodohnya ia sempat mengacuhkannya, bahkan meninggikan suaranya. [Katakan, di rumah sakit mana Roy akan di bawa?] Klik, telepon Alex matikan segera setelah mendengar jawaban dari orang itu. Seakan kekhawatirannya sejak pagi tadi terjawab sudah. Ternyata benar kata pepatah, jika darah lebih kental daripada air. Dan buktinya ia lun ikut mera