Ada yang baca cerita ini gak sih. Kalau ada komen dong
Suara jeritan kesaksian terdengar memilukan, Naira memegang perutnya yang terasa di tusuk ribuan jarum. Keringat dingin mengalir di pelipisnya sampai kerudung yang dikenakan Naira terlihat basah."Ya Allah, kenapa perut sakit banget." Naira terus saja merintih kesaktian. Ingin keluar meminta tolong pada Bi Nimah. Tapi dia tidak memiliki tenaga untuk berdiri."Tolong…""Bi Nimah…""Mas Rendra…""Ibu…" Naira menangis. Ia memanggil satu persatu orang yang dia sayangi.Namun tidak ada satupun dari mereka datang untuk menolongnya. Darah terasa mengalir deras di kakinya. Naira yang merasakan itu pun menggelengkan kepalanya."Tidak, ya Allah. Jangan ambil anakku…." Wajah Naira mulai pucat. Kepalanya sudah terasa sangat pusing. Pandangnya mengabur darah terus saja keluar tanpa henti. "Ya Allah, Non Naira!" jerit Bi Nimah menyangga kepala Naira yang hampir saja menyentuh lantai."Ya Allah, Non…." Bi Nimah berusaha membangunkan Naira. Akan tetapi Naira tak kunjung bangun. Hal itu membuat Bi Ni
"Cepat pilih!" "Aku gak bisa, Bianca. Aku harus pergi." Rendra mengabaikan permintaan Bianca. Yang memintanya untuk memilih antara Naira dan juga Bianca. "Rendra!" teriak Bianca. Dia berusaha menghentikan Rendra yang akan pergi. "Rendra berhenti!" Bianca segera mengambil pakaiannya dan berusaha mengejar Rendra. Akan tetapi Rendra tidak mendengarkan panggilan Bianca, laki-laki yang memiliki dua istri itu memilih untuk pergi ke rumah sakit. Saat ini dirinya sangat mengkhawatirkan keadaan Naira yang mengalami pendarahan. Bianca yang melihat bagaimana suaminya begitu peduli pada istri keduanya pun seketika dadanya merasa sesak. Bianca menjambak rambutnya. "Sialan! Harusnya dulu aku tidak pernah meminta Rendra untuk menikah lagi. Meskipun itu wanita jelek atau buruk sekalipun!" Bianca melampiaskan kemarahannya dengan cara melempar semua barang yang ada di sekitarnya. Di rumah sakit Bi Nimah begitu gelisah menunggu kedatangan Rendra. "Suami dari ibu Naira?" "Bu dokter, bagaimana k
"Setelah pulang dari rumah sakit, kamu tidak akan pulang ke paviliun lagi. Kamu akan tinggal bersama denganku di apartemen."Rendra mengatakan hal itu ketika Naira sudah sadar. Setelah beberapa jam yang lalu tidak sadarkan diri."Aku akan menguasaimu 24 jam. Aku tidak mau hal ini terjadi lagi."Naira diam tidak menjawab apapun, Naira masih teringat dengan percakapannya bersama dokter kandungan yang memeriksa keadaannya. Naira di minta dokter untuk istirahat total, tidak melakukan pekerjaan berat ataupun pikiran yang bisa membuat dirinya stress. Dokter mengatakan jika saat ini kandungannya sangat lemah. Dokter meminta Naira untuk sering cek up demi keselamatan dirinya dan juga bayinya.Dan mendengar ucapan suaminya yang meminta dirinya untuk tinggal bersama dengan Rendra di apartemen. Niara pun tidak protes. Ia setuju akan hal itu. Dengan dirinya tinggal bersama dengan suaminya. Naira bisa mencoba untuk mencairkan hubungan mereka yang begitu dingin sebagai pasangan suami istri pada umu
Setelah kejadian di mana Naira pendarahan. Bianca meminta waktu kepada Rendra untuk selalu bersamanya selama beberapa hari ini. Bianca berusaha meminimalisir interaksi antara Rendra dan istri keduanya. Agar tidak ada cinta tumbuh di hati keduanya. Terutama yang harus dia jaga adalah Rendra suaminya."Ren, Naira sekarang keadaannya sudah baik-baik saja. Aku tidak mau kamu sering-sering pergi ke apartemen Naira. Yang ada nanti kamu suka sama dia, Memang sih, niat kamu bukan untuk memperhatikan wanita itu. Tapi memperhatikan bayi yang ada di dalam perut Naira. Tapi tetap saja, hal itu membuat aku takut kamu berpaling dariku." Bianca mencurahkan isi hatinya, soal ketakutan yang selama ini dipikirkannya."Kamu tidak perlu khawatir, aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun pada wanita itu. Aku hanya memperhatikan bayi yang ada di dalam kandungannya. Bagaimanapun juga, dia adalah pewaris kita."Bianca memeluk suaminya dengan, dia sangat takut kehilangan suaminya itu. Di luaran sana bel
Tidak membutuhkan waktu yang lama Rendra sudah sampai di unit apartemen Naira. Di sana dia melihat keadaan Nira yang tidak baik-baik saja. Tentu Rendra yang melihat itu begitu cemas dan jiwanya dipenuhi rasa takut. Takut akan kehilangan calon buah hatinya. "Tuan…" "Bi siapkan semua peralatan Naira dan juga bayinya. Kita harus bawa Naira ke rumah sakit sekarang juga." Rendra langsung menggendong Naira dan membawanya keluar. Diikuti Bianca dari belakang. Bahkan yang membawa mobilnya ke rumah sakit adalah Bianca. Bi Nimah di depan bersama dengan Bianca dan Rendra di belakang memangku Naira. "Naira…" Rendra berusaha menyadarkan Naira. Namun berapa kali usaha Rendra melakukannya. Naira tak kunjung sadar. Melihat Rendra yang begitu panik melihat keadaan Naira yang seperti ini, membuat Bianca emosi. Sebagai seorang istri dia menyadari, jika fokus dan perhatian Rendra sudah mulai terbagi. Bukan hanya perhatian, tapi sepertinya cinta itu juga sudah tumbuh di hati Rendra. "Lebih cepat la
Setelah melahirkan anak pertamanya, Naira di nyatakan koma. Bi Nimah yang mendengar kenyataan itu pun menangis. Gadis sebaik Naira Kenapa harus mengalami cobaan yang berat seperti ini. "Rendra, anak kita sekarang telah lahir. Itu artinya kita bisa memanggil pengacara untuk mengalihkan semua harta warisannya kepada dirimu sebagai wali dari anak kita yang baru saja di lahirkan Naira." "Bianca, aku bisa minta tolong padamu." "Minta tolong apa? Jika kamu memintaku untuk menghubungi pengacara keluargamu. Aku tidak masalah, aku akan melakukannya." "Bukan soal itu. Aku minta tolong untuk tidak membahas harta warisan terlebih dahulu." Mendengar permintaan Rendra yang tidak ingin membahas soal warisan pun membuat Bianca tidak suka. "Ayolah Rendra, apalagi yang kamu inginkan selain harta warisan milik ibumu jatuh ke tanganmu!" "Bianca, saat ini anakku masih dalam inkubator. Bagaimana bisa kita memanggil pengacara jika keadaannya belum stabil!" Marah Rendra. Dia mengepalkan tangannya erat
Situasi masih panas, Laras masih belum menerima kenyataan jika tidak ada satu persen harta warisan diberikan pada suaminya."Mas, lakukan sesuatu," ujar Laras pada suaminya.Namun Raffi tidak mau ikut campur soal harta warisan milik mendiang istrinya itu."Sudahlah sekarang semuanya sudah jelas, harta warisan itu milik anak-anak Rendra sekarang."Tapi Laras tidak mau mengalah. "Aku akan tetap menuntut hak bagianmu. Rendra tidak memiliki anak laki-laki, lalu kenapa tidak 50% harta warisan itu diberikan padamu. Kenapa hanya 30%, dan ke mana bagian 20% nya?" Tanya Laras."Saya akan melanjutkannya lagi. Jika saudara Rendra, memiliki anak lebih dari dua. Misalnya 3 atau 5. Harta warisan akan 100% diberikan pada saudara Rendra dengan catatan. Semua anak tersebut memiliki harta warisan yang sama."Laras semakin panas mendengar hal itu. "Saya tanya 20% nya lagi kemana sekarang hanya memiliki satu anak?""20% nya lagi akan diberikan pada saudara Rendra sendiri."Meskipun tidak memiliki harta w
"Rendra aku ingin bicara sama kamu!" ucap Bianca. Setelah dari rumah utama, dan kembali ke apartemen. Bianca memutuskan ingin membicarakan kembali tentang warisan yang diberikan mendiang Ibu Rendra pada Keyla. Jujur saja Bianca juga ingin mendapatkan warisan tersebut. Meskipun, dirinya yang bukan melahirkan Keyla. Tapi Bianca lah yang akan menjadi ibunya. "Ada apa." Bianca menarik tangan Rendra untuk masuk ke dalam kamar mereka. Bianca tidak ingin jika pembantu di apartemen mereka mendengarkan pembicaraan. "Aku mau kamu, menyerahkan harta warisan yang 10% Naira untuk aku." Rendra mengerutkan keningnya. "Apa yang kamu katakan Bianca?" "Iya Rendra, kamu tahu kan. Kamu dan Naira itu masih menikah siri, jadi aku mau. Dalam surat akta kelahiran itu atas namaku sebagai ibu Keyla. Aku juga menginginkan warisan yang dimiliki Naira untuk aku. Lagian kalian kan tidak menikah resmi secara negara." "Aku tidak bisa melakukan hal itu, warisan 10% itu milik Naira bagaimanapun, kamu tidak ada
"Darimana kamu Mas? ? Kenapa semalam gak pulang?" cerca Bianca pada saat Rendra baru pulang. "Dari apartemen Naira." Rendra mengatakan itu dengan tanpa rasa bersalah. "Wow! Gampang banget ya jawaban kamu. Dari apartemen Naira." "Kamu itu punya otak gak sih, Mas. Sudah tahu Naira itu bersalah karena sudah mencoba mencelakai Keyla. Tapi kenapa tetap saja mempertahankan wanita itu hah!" teriak Bianca. "Ini masih pagi. Aku tidak ingin ribut, aku harus cepat-cepat pergi ke kantor." "Tidak, aku ingin kita bicara. Aku mau kita selesaikan masalah kamu sama Naira sekarang juga!" "Sudah aku katakan, pagi ini aku tidak ingin bertengkar. Lain kali kita akan membicarakan soal masalah ini." "Arghhh!" Bianca melempar vas bunga yang ada di meja. Rendra yang melihat itu hanya meliriknya sekilas dan masuk ke dalam kamar mereka lalu mengganti pakaiannya. Hari ini adalah hari terbaik menurut Rendra setelah apa yang terjadi semalam. Untuk itu Rendra tidak ingin merusak harinya dengan berten
Rendra marah ketika mendengar jika orang yang berusaha mencelakai putrinya itu tidak mau buka suara siapa orang yang sudah menyuruhnya mencelakai putrinya. Dan hal yang paling membuatnya marah adalah ternyata tujuan perawat bohongan itu adalah membunuh putrinya. "Sialan! Siapa yang berani bermain-main denganku. Apalagi sampai melibatkan anak kecil yang tidak tau apapun!" Rendra memukul meja kerja yang ada di kantornya. Setelah insiden perawatan bohongan masuk. Keesokan paginya Keyla sudah Kem pulang ke apartemen. Demi menjaga keselamatan Keyla. Rendra memutuskan untuk menjawab beberapa pengawal untuk menjaga keamanan Keyla. Bukan hanya itu saja Rendra juga memasang CCTV semakin banyak di apartemennya, bahkan di setiap sudutnya tidak luput dari pantauan kamera CCTV dan perekam suara jika seandainya memang ada orang dalam yang mencelakai putrinya. Hingga beberapa hari berlalu kasus perencanaan pembunuhan Keyla tidak berhasil dipecahkan. Sore harinya setelah Rendra pulang dari kantor
Bianca melihat ponselnya. Ada beberapa panggilan tidak terjawab dan pesan yang belum ia baca dari Rendra. "Pasti Rendra menyuruhku ke rumah sakit untuk menjaga Keyla," dengus Bianca kesal. "Semuanya, gue balik dulu." "Udah sono balik, urus anak lo." "Baru juga mau bersenang-senang ada aja gangguannya." "Itu adalah resiko yang harus ditanggung bagi wanita yang sudah menikah dan memiliki anak." "Hah!" Bianca menghembuskan nafasnya kasar. Jujur saja Bianca mulai lelah dengan keadaan ini, dimana ya dimadu oleh suaminya dan mengharuskan mengasuh anak dari madunya itu. Wanita mana yang tahan dengan posisinya sekarang. Kalau bukan harta warisan yang akan dimilikinya nanti. Bianca ogah mengasuh Keyla dan membiarkan suaminya berlama-lama dengan Naira. "Sebaiknya aku cepat pergi ke rumah sakit kalau tidak ingin mendengar kemarahan Rendra," ucap Bianca dalam hati. Hingga tidak lama kemudian Bianca sudah sampai di rumah sakit dan menemukan wajah suaminya yang sudah dipenuhi oleh emosi.
Naira beberapa kali mengusap air matanya yang jatuh membasahi pipinya. Naira tidak bisa menahan kesedihannya kala mengingat kondisi putrinya saat ini. Rasanya Naira ingin melihat Keyla di rumah sakit. Akan tetapi Rendra tidak memperbolehkan dirinya keluar dari apartemen. "Keyla, maaf kan Mama karena gak bisa jaga Keyla. Keyla harus tau Mama ingin sekali bersama dengan kamu. Tapi Papa tidak mengizinkan Mama keluar," Isak tangis Naira. "Kamu harus kuat, buat anak kamu Keyla. Kamu gak boleh sedih, kamu harus kuat." Naira mencoba memberikan semangat untuk dirinya sendiri. "Keyla…." panggil Naira lirih. Di rumah sakit saat ini, Raffi dan Laras tengah menjenguk Keyla. Raffi begitu khawatir dengan keadaan cucunya saat ini. Begitu juga dengan Laras yang saat ini pura-pura menunjukkan raut wajah khawatirnya. "Aduh Keyla cucuku. Kenapa kamu bisa seperti ini? Apakah ini semua ulah pengasuh baru itu. Memang ya orang kampung tidak tahu diri." Maki Laras. "Laras, jangan berkata kasar di depan
Sejak polisi membebaskan Naira. Sikap Rendra berubah menjadi lebih dingin dan tidak peduli pada Naira rasa kecewanya mengalahkan rasa cintanya pada Naira. Keyla adalah anak yang sudah lama dia nantikan, tapi dengan seenaknya. Naira mencoba membunuh anaknya. Rendra tidak terima akan hal itu. "Mas…" Panggil Naira. Ia ingin mencoba menjelaskan pada Rendra bahwa dirinya sama sekali tidak meracuni anaknya. Akan tetapi sangat sulit membuat Rendra percaya. Entah apa yang harus di lakukan Naira. Hingga tidak terasa akhirnya mereka sampai di apartemen mereka. Rendra langsung saja masuk ke dalam apartemen dan berjalan menuju kamar Naira. Tanpa mengatakan apapun, Rendra mengeluarkan seluruh barang-barang milik Naira dengan kasar. "Mas….," panggil Naira. Naira tidak tau kenapa semua barang-barangnya dikeluarkan oleh suaminya itu. "Mulai saat ini, kamu pergi dari apartemen ini!" usir Rendra. "Tapi, Mas. Aku ingin dekat dengan Keyla." Naira menggelengkan kepalanya. Dia tidak mau keluar dari
Rendra dan Bianca keduanya sudah sampai di rumah sakit untuk melihat keadaan Keyla yang ternyata sudah sadar. "Bunda, Ayah!" panggil Keyla. Ia membuka tangannya lebar meminta untuk dipeluk. Tentu Renda yang melihat kode itu pun memeluk Keyla dengan erat. Dia begitu bahagia melihat anaknya baik-baik saja dan bisa tersenyum ceria. "Anak Ayah bagaimana kabarnya? Apakah ada yang sakit?" tanya Rendra dengan nada lembut. Tidur lupa ia sesekali mengecup harum rambut anaknya. "Aku baik, Ayah. Tapi Mbak Naira mana? Kenapa gak ada datang untuk jenguk Keyla?" tanya Keyla. Rendra yang mendengar pertanyaan anaknya tentang Naira seketika ia mengetatkan rahangnya. Kenapa Keyla harus bertanya tentang Naira. "Sayang, Mbak Naira lagi sibuk, gak bisa ke sini." "Yah, padahalkan Keyla mau bertemu dengan Mbak Naira. Keyla rindu, Keyla ingin makan merasakannya Mbak Naira." "Stop Keyla, mulai saat ini kamu tidak boleh makan makanan yang di buat oleh Mbak Naira. Kamu paham." "Tapi kenapa Ayah? Bukanka
Mendapat informasi jika Rendra dan polisi akan melakukan penyelidikan ke apartemennya. Bianca tidak mengatakan apapun pada Bi Nimah, dirinya langsung saja pulang ke apartemen untuk menyembunyikan barang bukti yang sudah di simpannya. Bianca tidak akan membiarkan polisi menemukan obat itu. Karena Bianca yakin meskipun dirinya menyembunyikan obat itu di kamar Naira. Tapi polisi bisa menyelidikinya lebih lanjut ketika menemukan sidik jarinya di botol tersebut. "Aku bisa saja menaruh botol racun itu di kamar Naira. Tapi bagaimana juga sidik jari yang ditemukan itu bukan sidik jari Naira melainkan diriku. Maka habislah riwayatku. Jika terlambat ke apartemen dan polisi sudah melakukan penyidikan. Mungkin jalan satu-satunya adalah aku membayar para polisi itu memasukkan semua bukti yang ada." "Non Bianca mau ke mana? Kenapa buru-buru sekali?" tanya Bi Nimah ketika melihat Bianca pergi tanpa berpamitan terlebih dahulu padanya. "Sebaiknya aku masuk ke dalam dan memberitahu non Keyla kalau I
***Selama di perjalanan menuju rumah sakit, Naira terus saja memohon pada Rendra agar dirinya tidak dilaporkan ke polisi."Mas… Tolong dengarkan aku, tolong jangan masukkan aku ke penjara.""Diam!" bentak Rendra. Saat ini emosinya benar-benar tidak bisa di kendalikan."Mas… aku mohon, aku berjanji, jika kamu tidak melaporkan aku ke polisi dan menjebloskan aku ke penjara. Aku akan melakukan apapun yang kamu minta. Asalkan kamu tidak menjauhkan aku dari Keyla."Rendra yang mendengar jika Naira akan melakukan apapun yang diperintahkannya seketika menghentikan mobilnya di tengah jalan.Lalu menatap istrinya yang berada di sampingnya dengan tatapan tajam."Memangnya apa yang bisa kamu lakukan untuk menebus semua kesalahan fatal mu itu!" "Mas, harus berapa kali aku katakan. Jika aku tidak meracuni Keyla!" jerit Naira."Tapi kenyataannya saat ini, Keyla berada di rumah sakit.""Mas…" "Aku tidak akan tertipu dengan wajah polosmu itu. Kamu harus merasakan dinginnya di penjara. Atas perbuat
Rendra yang mendengar kabar dari Bianca jika Keyla keracunan makanan setelah makan masakan yang dibuat oleh Naira pun seketika membuatnya marah. Padahal awalnya hari ini akan menghabiskan waktunya bersama dengan Naira. Namun harus ia urungkan karena kejadian ini, ia harus pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan Keyla. "Bagaimana keadaan Keyla sekarang?" tanya Rendra setelah sampai di rumah sakit. "Keyla masih di periksa oleh dokter," jawab Bianca dengan ekspresi wajah yang terlihat sedih. Rendra yang mendengar itu beberapa kali menghembuskan nafasnya kasar. Saat ini dirinya begitu khawatir dengan keadaan Keyla. Ia takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada putri tercintanya. "Bagaimana bisa ini terjadi? Tidak biasanya Keyla sampai keracunan makanan." Rendra tidak bisa langsung menyalahkan Naira atas apa yang terjadi pada Keyla saat ini. Meskipun saat ini ada amarah yang ia simpan. "Ini semua gara-gara Naira, gara-gara Keyla makan masakan Naira Keyla seperti ini." Bianc