“Bayinya sehat, tidak perlu khawatir, ibu Dita. Untuk pemeriksaan kedepan, sekitar 1 bulan lagi. Dan satu lagi….” Angga tersenyum lembut sambil mengamati layar di depannya. Seorang malaikat kecil tengah bergerak di dalam “selamat, bayinya cantik seperti ibu.”Dita bisa merasakan detak jantungnya. Pergerakan kecil di perutnya juga semakin terasa. Dia menangis bahagia, akhirnya setelah penantian 5 tahun. Titipan Tuhan ini ada juga padanya. Semua wanita memiliki kemauan sendiri, termasuk memiliki seorang anak. Baik itu laki-laki atau perempuan, semuanya sama saja bagi Dita.Angga—kisahnya ada di novel Jadilah Mamaku—sigap membantu Dita untuk duduk. Lalu memberikan beberapa resep lainnya.“Karena anda juga mantan seorang perawat, saya tidak perlu menjelaskan lebih detail terkait penanganan selama mengandung bukan?”“Tidak perlu dok, saya akan melakukan yang terbaik.”“Baiklah. Jangan lupa datang di tanggal yang sudah ditentukan, ibu Dita.”Pelayanan rumah sakit itu memang tidak usah dirag
Dita POVSikap Charlie aneh sejak semalam. Dia bahkan mendiamiku, tidak senyum seperti biasa. Tidak bisa aku deskripsikan seperti apa perasaanku saat ini. Bingung? Jelas. Karena ini kali pertama dia bertindak seperti itu. Berulang kali aku mengintropeksi diri, mencoba berkaca kesalahan atau perkataan apa yang aku lakukan hingga mungkin itu menyinggungnya.Aku rasa semuanya baik-baik saja. Kecuali saat kejadian dimana Firdaus hampir melecehkanku. Dia marah pada Curis memang waktu itu, dan aku malah memarahinya balik. Karena itu jelas bukan kesalahan Curis.Tadi malam kami juga tidak tidur di ranjang yang sama. Lalu pagi-pagi sekali Hansen bilang dia sudah pergi. Lalu sampai sore begini, tidak ada kabar darinya. Pikiranku mudah dibuat kacau, apalagi dia hanya read pesan yang sudah aku send.Belajar dari masa lalu. Aku berusaha tidak menuntut banyak hal. Mungkin saja dia sedang memikirkan banyak hal, atau ada sesuatu yang sedang dia kerjakan. Karena dia itu terlalu misterius denganku. B
Mengumbar hubungan mereka di depan umum juga menjadi salah satu resiko besar. Charlie sudah siap dengan hal itu. Awalnya Charlie memilih untuk melamar Dita secara pribadi saja, dengan keluarganya—namun di menit terakhir dia berubah pikiran. Mungkin Dita tidak ingin hal yang besar. Tapi Charlie ingin. Semua orang harus tahu bahwa Dita adalah wanita yang akan dia nikahi. Meski harus melawan hal besar nantinya. Charlie tengah menatap sosok yang sudah selesai mandi. Wajah itu cemberut. “Ada yang salah babe?” “Kamu minta jatah mulu, Charl. Aku jadi harus mandi lagi kan.” Charlie hanya terkekeh, dan lekas bangkit dari ranjang. Memeluk Dita yang sudah berpakaian lengkap, mencium dalam aroma tubuh wanitanya itu. Tidak ada kata puas, Charlie ingin sekali bermalas-malasan pagi ini dengan Dita di atas ranjang, dengan tubuh hanya berlapis selimut. Sebab tadi malam, mereka kembali bertempur hebat di ranjang. Tidak mau muluk-muluk. Tubuh Dita semakin berisi perlahan-lahan, dan itu membuat Charl
“Tauke Besar, ini laporan hari ini.”Mengalihkan fokus dari layar komputer, Charlie membaca laporan dan menonton rekaman. Tadi pagi beberapa oknum polisi menghampiri Rumah Sakit, menahan cairan-cairan yang disugesti menjadi penyebab Lady meninggal. Bahkan Charlie tidak tahu jika cairan itu sudah ada yang membuka. Dia sedang melakukan penelitian baru, dan target dari obat jenis baru itu bukan untuk manusia.Jelas motif pembunuhan wanita itu adalah disengaja. Anehnya, banyak pihak yang langsung melakukan tuntutan. Padahal kasus masih dalam awal. Untungnya Dokter Adam bisa bertindak sedikit lebih cepat. Walau media sudah sempat merilis berita itu dan permintaan secara baik-baik mereka untuk menunda berita itu di tahan. Bisa jadi bahwa ada seseorang yang sedang ingin bermain-main.“Dokter Adam, adakah orang lain yang pernah masuk ruang penyimpanan selain dari daftar ini?”“Saya sudah memeriksa semua CCTV, Tauke Besar. Dan semuanya terkendali, tidak ada orang lain.”“Firdaus, bagaimana den
Charlie POVSemua orang bisa gugup saat menjelang pernikahan. Baik perempuan dan juga laki-laki, adalah hal wajar bagi semua orang. Aula hotel sudah disulap menjadi sebuah tempat sakral. Orang-orang yang masuk harus melewati pemeriksaan ketat. Termasuk para utusan keluarga shadow economy yang diutus. Mereka tidak keberatan melepas semua yang mereka miliki di depan pintu, karena begitulah tradisinya. Total seluruh tamu undangan ada 100 orang. Hanya orang-orang tertentu yang diundang.Aula hotel yang dipakai juga terpisah dari gedung. Untuk meminimalisir kejahatan yang bisa saja terjadi. Dan sebenarnya aula itu juga masih aset keluarga Clark yang tidak banyak diketahui orang. Tidak terlalu besar, tapi mampu menampung tamu yang sudah ditentukan.Aku sedang berada di dalam ruangan, menatap pantulan diriku. Terlihat tampan dan gagah dibalut jas putih. Akhirnya, aku bisa juga sampai di tahap ini setelah beberapa hari yang sibuk. Walau bukan aku, tapi rasanya tetap hetik.Dan sejak semalam
Tidak ada yang bisa memprediksi masa depan. Termasuk kepergian sosok pemimpin keluarga Clark terdahulu. Pemakaman dilaksanakan secara tertutup, hanya beberapa orang yang hadir. Charlie menatap makam yang sudah sepenuhnya ditutupi dengan tanah, dan nama Jemron Clark tertulis di sana. Rasanya masih tidak nyata. Di hari yang berbahagia, Charlie kehilangan salah satu sosok penting dalam hidupnya.Sepanjang hari mendung, seolah alam ikut bersedih.“Clar, mari pulang. Semua orang menunggumu.”Suara Dita terdengar merdu di telinga Charlie. Dan mungkin satu-satunya suara yang bisa dia dengar sekarang. Sejak tadi semua orang menyuruhnya untuk pulang, namun tidak dia hiraukan. Charlie menatap Dita yang sudah mulai basah karena gerimis. Setidaknya, istrinya masih selamat. Charlie tidak tahu bagaimana keadaannya jika terjadi sesuatu pada Dita.Hansen dan yang lain ikut serta begitu Charlie beranjak dari pemakaman. Semua orang berkabung. Lepas dari tulus atau hanya sekedar pura-pura, itu menjadi u
Kediaman Peter Clark—salah satu pamanku—di jaga dengan ketat, bahkan aku tidak bisa masuk ke dalam. Hansen sejak tadi sudah geram, ingin menjadikan kediaman itu menjadi lautan api. Aku setuju dengan opini itu. Namun tidak dengan Tn.Emilio yang bahkan rela melap senjatanya untuk kesekian kalinya. Dia memang orang paling sabar yang pernah aku lihat.Melihat Tn.Emilio, selalu mengingatkanku pada kakek. Mereka punya ciri khas yang sama jika sedang menunggu.“Silahkan, Tuan Peter sudah bisa ditemui.” seorang petugas yang berjaga di depan membuka pintu gerbang.Mobil lekas masuk ke dalam. Ini pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sini. Rumah megah di tengah perumahan elit. Selera paman Peter memang tinggi, dia selalu mengutamakan hal itu di antara segalanya. Dan kali ini, aku juga akan mengutamakan kepentinganku.Dia salah memilih lawan.Pintu rumahnya sudah terbuka. Sebelum aku turun dari mobil, Tn.Emilio menahan tanganku. Wajahnya yang tenang membuatku bertanya-tanya.“Seseorang yang t
Charlie POVSentuhan ringan di pundakku, membuat perhatianku teralihkan. Dita memelukku dari samping, menyenderkan kepalanya dengan maja. Tingkahnya yang seperti ini membuatku tersenyum. Perasaanku tidak bisa dideskripsikan jika dia sudah bertingkah seperti malam ini.Kami berdua sedang memandang ke arah lampu kelap-kelip kota di malam hari yang masih tetap hidup walau sudah hampir berganti hari. Perjalanan panjang, aku memutuskan membawa Dita menginap di salah satu hotel keluarga Clark untuk berjaga-jaga. Sudah aku bilang, tanpa dia aku tidak bisa hidup.“Tidak kedinginan?” aku merangkul bahunya agar lebih merapat denganku. Angin semilir berhembus “Kau mengenakan pakaian tipis, sayang. Tidak baik untuk bayi kita.”Dita hanya mengangguk, tidak melepaskan rangkulan tangannya di pinggangku. Padahal aku ingin mengambil mantel. Masih banyak yang ingin aku bicarakan dengannya. Namun sepertinya dia ingin seperti ini. Sambil merangkulnya lebih erat, aku menatap ke arah langit malam. Sedang b