"Pilihan pertama, Pak!"
Ya memang benar Aida kepikiran terus soal pria itu, tapi untuk memilih pilihan kedua, tentu saja dia masih waras dan tidak akan pernah mau melakukan itu.
"Jangan buat alasan lagi! Cepat masuk kamarmu, tidur! Dan besok pagi lakukan apa yang sudah aku katakan tadi itu!"
"Iya Pak!" Aida pun berdiri
"Jam enam, makanannya taruh aja di meja makan. Kamu makan denganku dan langsung kerjain tes-mu.Jam setengah delapan, kita siap-siap berangkat! Ngerti kamu?"
"Iyalah Pak," jawab Aida pasrah.
SAYA TAK PERNAH BERMIMPI DISENTUH PEZINA PAK! JIJIK SAYA DAN DEMI ALLAH SAYA NDAK PERNAH INGIN BAPAK MENYENTUH SAYA!Reiko sudah ingin berdiri dan mendatangi kamar Aida. Tapi pikiran itu membuatnya diam membeku di tempatnya.Bruuuk!Malah membuat dirinya menghempaskan lagi tubuhnya di sofa dengan kepala yang pening.Apa aku harus menghancurkan dirinya dengan merenggut sesuatu yang dia jaga itu?TIDAK MUNGKIN SEORANG PEZINA ITU BISA BERSAMA DENGAN WANITA BAIK-BAIK PAK.
"Eheheh, becandanya ga lucu ah, Pak!"Protes Aida sambil memeluk nampan yang tadi dibawanya. Tak peduli dengan celetukan Reiko barusan. Dia berusaha terlihat cool."Saya mau ambil buku, Pak! Jangan bercanda dulu.""Gak mau bukain sepatuku dulu?"Tapi pria itu masih menggiring Aida pada satu perintah sebelumnya."Eheheheh, Bapak kan bisa sen ….""Dah lah, ambil sana di meja!"Bodoh! Aku m
"Hahaha, dia bercanda pagi-pagi!"Aida sampai geleng-geleng kepala sendiri."Makan nih Pak, bentar lagi beres sarapannya."Tak mau menanggapi orang yang ada di hadapannya, dia memilih fokus pada makanan yang sedang disiapkannya dan menyeletuk seperti ini."Bikin apa kamu?""Sandwich aja, Pak. Yang simpel! Habiskan, saya mau belajar," seru Aida dan sebetulnya tanpa Reiko bertanya dia bisa melihat dengan jelas apa makanan itu.Bukankah dia berada pas sekali di samping Aida?
"Saya suka Bapak? Hahaha! Gak mungkin Pak, soalnya saya punya alasan juga untuk gak jatuh cinta ama Bapak!""Apa?"Malah Reiko yang jadi penasaran ingin mendengar apa yang ada dalam benak Aida."Pertama, Bapak ndak mungkin punya rasa pada saya, soalnya Bapak ndak akan suka sama saya. Kan saya nggak punya dua keistimewaan sebagai seorang wanita. Begitu kan, Pak? Jadi ngapain saya buang-buang waktu untuk jatuh cinta sama laki-laki yang sudah jelas tidak akan punya rasa pada saya?""Alasan kedua?"Kalau ada alasan pertama bukankah selalu ada alasan kedua? Dan
"Mhhhh!""Jangan mundur-mundur nanti kamu jatuh!"Reiko bicara dengan tangannya sigap memegang bagian punggung Aida, karena kalau tidak dipegang, gadis yang baru dikecupnya itu bisa dipastikan sekarang sudah terguling dari kursinya."Ba-bapak?""Aku apa?""Bapak tadi ….""Kamu pikir aku suka padamu dengan mengecupmu begitu, hmmm?"Jelas sudah di tembak seperti ini, Aida langsung menggelengka
"Serahkan soalnya, Pak! Sini saya kerjain!"Tak ingin timbul masalah apa pun lagi, makanya Aida langsung buru-buru menyambar kertas-kertas di tangan Reiko dan fokus mengerjakannya."Ingat kalau kamu tidak bisa lulus ujian universitas, maka kontrakmu denganku akan kuperpanjang sampai lima puluh tahun!"Baru juga Aida mau mengerjakan pekerjaannya, tapi sudah diingatkan oleh sesuatu yang membuat dirinya jadi tak jadi menulis."Ingat waktumu juga cuman sejam!"Orang ini benar-benar ingin merusak mentalku bukan? dia sengaja membuat aku stres dengan semua kel
Brigita: Hai sayang, aku mau mengabarimu kalau aku baru saja tiba di Milan.Reiko: Wow, sekarang di sana pasti masih tengah malam, kan?Brigita: Hmm, kamu benar sekali sayang! Dan di sana masih pagi hari, kan? Cuma jamku jadi berantakan sekali karena sepanjang perjalanan aku tidur jadinya. Sekarang aku tidak bisa tidur. Dan ini aku juga baru sampai di hotel.Reiko: Oke, syukurlah kalau begitu! Aku rasa kamu tetap harus tidur, kalau tidak besok jam biologismu akan berbeda dengan mereka yang tinggal di sana.Brigita: Sayang, kamu tidak senang bukan bicara denganku? Kenapa aku merasa kamu seperti ingin menghindariku dan buru-buru sekali?
Iyalah. Heish! Dia benar-benar tak punya rasa bersalah kah, sudah mengecupku tadi? Tak ada minta maaf? Ah sudahlah tak perlu lagi aku mengharapkan yang seperti itu. Anggap saja semuanya mimpi dan tidak nyata, gerutu Aida selepas Reiko menaiki tangga.Aida sebenarnya belum bisa melupakan kejadian beberapa saat yang lalu.Tapi mau apa dia? Menanyakan ini pada Reiko dan ujung-ujungnya dia lagi yang akan disalahkan?Tapi ngomong-ngomong, apa ya hukuman keduanya? Dirinya juga penasaran."Heish, kenapa aku malah memikirkan ini?''Kesal Aida, dan dia mencoba lagi untuk fokus meski sulit."Baiknya aku bersiap aja."Dan itu yang terurai dari bibirnya di saat Aida juga buru-buru ke kamar, karena dia juga tak mau kena omel lagi.Rasa-rasanya, yang aku kerjakan barusan sudah banyak benernya, kan?Setelah pikirannya mulai bisa konsentrasi, Aida kepikiran lagi soal yang tadi dia kerjakan di meja makan."Tapi dia tidak mentolerir ada salah kan. Jadi kalau satu salah saja ini pasti akan membuat aku j
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku