"Ssssh!" Reiko sudah tak sanggup menaruh teleponnya di meja, makanya dia hanya menaruh di atas nakas."Maafkan aku, Ai. Aku tidak seharusnya mengomel tadi di sampingmu. Dan obrolan tadi seharusnya memang tidak didengar olehmu, tapi kau memintaku untuk jujur."Telepon itu sudah mati dan tentu saja Reiko sadar kalau Aida masih ada di sana di sampingnya."Hehehe, nggak apa-apa kok, Mas Reiko. Lagian aku juga nggak ngerti apa yang kalian obrolin."Wajah Aida terlihat polos dan memang dia seperti tidak tahu kenapa Reiko begitu kesal. Meski Aida juga tidak bodoh kalau dia tidak mengerti sama sekali maksud dari ucapan Reiko barusan pada Brigita, ya tak mungkin."Fuuuh, dunia bisnis itu adalah dunia yang kejam dan sebelas dua belas lah dengan dunia politik." Reiko bicara sambil merangkul Aida dan membuat wanita itu kembali dalam dekapannya."Itulah kenapa aku gak mau kamu berbisnis, Ai. Aku juga nggak mau kamu kerja. Pokoknya kamu di rumah. Katakan padaku apa yang kamu inginkan dan aku akan m
"Pokoknya ndak ada resepsi, Mas! Aku ndak mau buat masalah apa pun dulu. Mas Reiko harus ngikutin semua yang sudah kita sepakati, kan?"Sepanjang jalan dari mall sampai ke hotel, Aida masih mempermasalahkan yang satu ini.Dia meminta tegas pada Reiko untuk memenuhi perjanjian yang sudah mereka buat kalau tidak akan mendeklarasikan hubungan mereka."Harus berapa kali lagi aku bilang padamu kalau kamu bukan orang ketiga sih, Ai?""Gak peduli! Pokoknya Mas Reiko udah janji sama aku! Dan Mas Reiko juga udah bilang kalau Mas Reiko nggak akan ngasih tahu hubungan kita sama ratu lebah! Itu berarti nggak ada resepsi dan Mas Reiko harus nyembunyiin ini."Aida tetap ada pendiriannya dan dia tidak mau ada excuse untuk ini.Mau bagaimanapun Reiko meminta padanya kalau dirinya mau secepatnya mengadakan resepsi pernikahan sebelum Aida masuk kuliah, tapi tetap Aida menolak."Ayolah Mas Reiko jangan buat semua masalahnya jadi tambah rumit. Mas Reiko udah janji lho sama aku. Pokoknya kalau Mas Reiko n
Bisa tak dianggap menjadi cucu aku, kalau Kakek tahu aku menggunakan pengaman selama melakukan hubungan dengan istriku!Reiko memang mengangguk saat dia bicara dengan kakeknya, tapi isi hati orang siapa yang bisa tebak?"Kakek, ayo kita makan dulu!""Temani sama istrimu saja, Le! Makan itu gampang. Kamu bisa makan nanti dengannya disana biar aku yang temani Seno makan."Mendengar permintaan kakeknya, Reiko tidak menolak.Dia mendekat pada Aida dan membenarkan selimutnya."Huh, Mas Reiko, rapatnya udah selesai ta
"Mbak Aida, jangan panik!" Seno mengingatkan. "Tolong coba telepon Mas Reiko. Ini handphoneku hubungi dia dan bilang kalau Kakek terkena serangan jantung!"Untung saja di sana ada Seno yang sigap dan tubuh kekarnya bisa membuat dirinya dengan mudah membopong tubuh Adiwijaya.Ditambah lagi dengan staf keamanan di sana yang sigap membantu mereka dengan cepat memberikan bantuan pada seno.Sedangkan Aida yang memegang handphone mengikuti dari belakang sambil menunggu Reiko mengangkatnya .Mereka juga membuat orang-orang menyingkir dulu dan memprioritaskan Seno di saat yang bersamaan ….Reiko
Reiko : Kau main-main denganku, Ai? Bilang saja kau disuruh Kakek untuk meneleponku, membuat drama ini, lalu menyuruhku datang ke sana, bukan? Apa kalian tidak tahu aku sedang mengantuk? Masih juga mengerjaiku, hmm?Aida : Eh, ndak gitu Mas Reiko! Beneran ini Kakek lagi dalam kondisi jantungnya kambuh, Mas! Nih aku ganti ya teleponnya ke mode video!Reiko memang sedang mengantuk berat, makanya dia menuduh Aida seperti itu dan dia tahu istrinya itu pandai sekali berakting makanya suara Aida yang parau dicurigainya juga."Kenapa kakekku bisa seperti itu? Apa yang kalian lakukan ke kakekku?"Hilang sudah rasa kantuk Reiko ketika dia meliha
Dih, orang lagi serius kayak gini malah ngebahas masalah Kendal sama London! Mas Reiko nih, emangnya dia pikir aku nggak bisa apa, ngebedain mana London mana Kendal?Aida bersungut sendiri karena Reiko seperti menganggapnya seakan adalah bocah kecil yang tak tahu apa-apa.Maunya Aida dia menelepon balik Reiko dan mengomel padanya.Wes, sekarang itu yang paling penting itu cuman Kakek!Berbekal pemikiran seperti inilah Aida memutuskan untuk tidak jadi komplain. Dia naik ke ambulans duduk di samping Seno dan mengembalikan handphone pria itu.
"Hmm. Romo bisa beristirahat dulu sekarang dan bisa dipakai lagi masker oksigennya itu sementara. Karena perawat di sini akan curiga kalau tiba-tiba Romo bisa langsung sembuh seperti sekarang."Adiwijaya paham dan dia menuruti kata dokter Juna."Jadi aku sampai kapan harus pakai ini?"Tanya Adiwijaya berbisik, tapi masih membuka masker oksigennya."Tunggu sampai observasinya selesai sejam atau dua jam lagi, nanti Romo akan dibawa ke ruangan perawatan dan kalau kondisinya sudah tidak masalah, Romo boleh pulang. Dan nanti bisa menemui saya kalau sudah keluar dari rumah sakit ini."
Aku tidak bisa berlama-lama di sini karena aku yakin sekali, sebentar lagi pasti ada orang-orang yang mungkin saja bisa mengenaliku.Wanita itu pergi sambil berbisik seperti ini di dalam dirinya dan segera mungkin memang menuju lift tanpa membuka maskernya.Walau sebenarnya aku juga ingin melihat Byakta. Apa dia baik-baik sajakah?Ada tanya seperti ini dalam dirinya, tapi memang dia tak berani untuk tinggal di sana lebih lama lagi.Inilah kenapa dia keluar dari lift dan sebetulnya ingin cepat keluar dari rumah sakit itu.Hanya saja ….
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku