"Mas Reiko?"
"Apa, Ai? Masuk, yuk. Biar kamu bisa meluruskan pinggangmu.” Pria itu tak melanjutkan bahasan yang tadi. Dia malah menarik tangan Aida menuju ke suatu tempat yang menurutnya akan nyaman sekali jika wanitanya berbaring di sana."Sini. Aku ingin memelukmu. Sudah lama sekali aku tidak bersamamu. Aku kangen."Lagi kata-kata yang membuat Aida yang ingin bertanya banyak tak jadi. Dia juga merindukan suaminya dan saat pria itu sudah memeluknya, rasanya seperti dunianya sudah kembali menjadi indah. Senyum muncul di bibir Aida dalam dekapan pria itu.Aroma yang sama. Seperti aroma parfum yang tadi dipecahkan. Aku senang sekali bisa memeluknya lagi. Meski aku tidak tahu aku ada di mana sekarang dan tidak jelas hidupku.Aida juga tidak paham. Dia tidak mengerti apa pun yang terjadi di sana."Sudah, jangan banyak mikir, Ai. Aku kangen sekali denganmu.”"Mas, kenapa bajuku dibuka?""Ingin“Mas, kamu udah nunjukin ke Seno kalau kamu jalan di eskalator. Kamu udah nggak ada hutang lagi sama aku, Mas. Padahal nggak perlu ngelakuin itu.”“Hmm, tapi aku inginnya kamu lihat. Tapi aku nggak punya kesempatan karena aku ini adalah laki-laki bodoh yang terlalu percaya pada wanita berhati iblis!” seru Reiko yang menyesali perbuatannya dan kini dia mengelus wajah Aida lagi."Lihat ini, Ai.”“Itu bekas luka apa, Mas? Dulu gak ada.” Aida heran melihat bekas luka yang ditunjukkan oleh suaminya dan pria itu pun tersenyum.“Kebodohanku dulu yang menyukainya dan menyia-nyiakanmu, hampir membuatmu direbus dan waktu itu aku seperti baru saja mau dimasukkan ke dalam kolam berapi karena dosa itu. Tapi ada pertolongan dari doamu dan kamu bilang kamu memaafkanku, terus kamu berdoa untuk keselamatanku, itu jadi gak jadi, Ai. Makanya aku berterima kasih kamu mengingatku. Keluargaku yang berdo
"Akhirnya kau membuka matamu juga. Kupikir kau akan jadi mayat di sini dan aku hanya perlu menumpuk tanah untuk menguburmu!"Mas Reiko. Aku tidak bermimpi kan tadi? Aku benar-benar merasakan kalau itu Mas Rei—Aida tak melanjutkan kata-katanya saat dia menatap ke arah ujung jari-jari di tangan kirinya.Kok berdarah? Binatang menggigit bukan, saat aku tidur di situ?Tapi arah pandangan mata Aida membuat seseorang yang bersamanya juga ikut memperhatikan apa yang dilihat oleh Aida.Darah ini masih basah. Darah ini masih darah yang sama seperti darah yang tadi kupegang. Aku tidak luka sama sekali. Ini darah dari kepala suamiku.Aida tahu semua yang dipikirkannya ini seakan-akan memang tidak nyata. Tapi kemba
"Lihat! Darah ini belum lama ada di tanganku. Kau masih bisa mencium bau anyirnya.""Kita ada di tempat yang aneh. Itulah kenapa aku tak mau jadi ikutan aneh. Kau melihat siapa? Suamimu? Bertemu dengannya? Kau gila kau belum tentu menemuinya."Orang yang ada di hadapan Aida tentu saja tidak percaya begitu saja dan dia ingin menarik tangan Aida."Kau tidak melepaskan cincin kawin di tangannya bukan, saat kau menguburkannya?"Tapi dia baru mau menarik lengan Aida, tapi pertanyaan itu sudah bergulir lagi dari bibir Aida."Mana aku ingat. Aku tidak memperhatikan sedetail itu."Senyum Aida kembali terurai."Lukanya di kepala belakang. Jadi saat aku memegang kepalanya tak sengaja aku merasa ada rembesan di
"Jika kau ingin tahu, kau bisa menempelkan tanganmu dan kau bisa mengecek apakah yang kukatakan itu benar atau tidak.""Kau tidak dengarkah, aku bilang kalau aku tidak bisa mendengar semuanya?"Lagi-lagi kekesalan dan gerutuan orang di sampingnya malah membuat Aida kembali tersenyum."Tidak semua hal harus kau ketahui. Dan tidak semua hal juga harus kuketahui. Manusia punya keterbatasan. Dan alat yang kau gunakan itu juga hanya bisa berfungsi sesuai dengan kehendak Tuhanmu. Jika dia tidak menginginkan kau mendengarnya, maka kau tidak akan dengar." Aida hanya mengatakan itu saja setelah dia kemudian berdiri. "Kau akan tetap berada di sini?”"Harusnya pertanyaan itu kuberikan padamu. Dari kemarin kau yang tetap ingin di sini.”“Aku sudah bertemu dengan suam
"Kakekku akan marah jika aku tidak ikut sarapan bersama. Jadi Seno memang sudah mengubah jadwalku. Rapat itu sudah dibatalkan dan dipindah ke jam yang lebih siang."Apa-apaan dia? Bukankah biasanya dia sependapat denganku? Apalagi aku bisa membebaskannya pergi. Apa alasannya karena anakku lagi? Aida tentu tidak suka dengan jawaban yang baru saja diperolehnya."Wah, kalau gitu ayo, Mas, kita makan bareng!”Sayangnya memang Aida tidak lagi bisa berargumen karena orang yang ditanya juga sudah menjawab seperti itu. Ditambah lagi Inggrid juga sudah mengajaknya untuk bergabung. Makin suntuklah dirinya."Ibu kapan datang?" Dan sampai bawah, Aida mendapat kejutan lagi yang membuat dirinya lemas."Baru saja. Sekitar setengah jam
Dia sudah benar-benar pergi kan, dari sini? Sedikit banyak hati Aida masih belum terlalu yakin kalau pria yang bisa menggunakan teknologi untuk menghilang itu sudah meninggalkannya.Tapi sepertinya dia tidak akan ke sini. Karena Seno sudah pergi juga bersama dengannya kan? Mereka berdua pasti kerja bareng. Orang seperti dirinya kan workaholic juga sama seperti Mas Reiko.Cuma pikiran waras Aida tahu bagaimana kebiasaan pria itu sehingga dia berusaha untuk tetap positif."Jadi rencana tujuh bulanannya kapan, Romo?"Dan ada sesuatu yang sudah membuat dirinya fokus pada hal lain sekarang. Pembicaraan tentang bayinya dan rencana yang sebenarnya Aida juga tidak benar-benar menginginkan acara itu.Aku tidak terlalu mempedulikan masalah tradisi sih. Aku hany
"Kau salah. Apa yang akan terjadi padaku ke depannya, itu bukan kau yang menentukan tapi Tuhanku!"Dengan sangat yakin dan pedenya, Aida bicara bahkan kini dia terlihat lebih plong dan senyumnya kembali mengembang tanpa ada rasa takut."Tuhanmu?""Ya." Mata Aida menatap pria di hadapannya sangat yakin sekali. "Bahkan kau tidak bisa menentukan apakah dalam waktu sepuluh menit ke depan, kau masih hidup atau tidak. Tidak ada manusia yang tahu.""Aku orang yang selalu mengantisipasi apa yang terjadi pada diriku, aku sudah memperhitungkan segalanya.""Pertama. Bagaimana suamiku bisa menyelamatkanmu dari para Android yang katanya mengepungmu di Maroko kalau memang kau sudah memperhitungkan segalanya? Bukankah seharusnya kau tidak membutuhkan bantuan dari suamiku?" Aida mengerutk
"Jangan menatapku begitu! Kau jangan GR. Aku hanya peduli dengan bayi itu. Mereka semua adalah keturunan saudaraku.""Ya, dan kau merasa berdosa pada saudaramu karena kau tidak berhasil menyelamatkannya, makanya kau ingin menjaga anak-anaknya.""Solat saja. Jangan campuri urusanku!"Aida juga malas untuk mencampuri urusannya dan dia juga sekarang inginnya beribadah saja.Mas Reiko, kenapa kau bilang dia bisa menjadi ayah dari anakmu, tapi tidak boleh jadi Papa dari anakmu karena kau tetap menjadi papanya? Apa maksudnya? Tentu kau tidak akan membuat aku menikah dengannya. Kau tidak menginginkan aku menikah dengannya. Lalu apa maksudmu ini?Tapi di dalam solatnya Aida malah kepikiran begini. Dia juga bingung dengan dirinya sendiri kenapa dia harus memikirkan sesuatu
"Biar kubantu. Dan biarkan Reizo menenangkan dirinya dulu."Dan tiba-tiba seseorang datang, padahal tadi dia tidak ada di sana."Tuan Rafael mohon bantuannya."Dokter Juna dan Rafael akhirnya yang menggali sedangkan Reizo sendiri dalam kondisi dia yang tidak tenang. Irsyad menunggu mayat dengan terus saja bertasbih. Dia tidak meninggalkan Aida, meski dia juga tidak menyentuhnya. Hanya memastikan selalu terdengar tasbih dan sholawat di dekat mayit."Allahu Akbar."Dan tiba-tiba saja dokter Juna meninggikan suaranya. Dia kaget betul dengan apa yang dilihat nya sekarang."Raizo berdiri di sini. Atau kau duduk di sini dan teruslah tasbih. Kasihan Aida."Irsyad terpaksa menarik Reizo untuk mendekat pada Aida, sedangkan dirinya cepat-cepat menuju ke liang lahat.Subhanallah, air matanya ingin tumpah sedangkan dokter Juna juga kebingungan."Bahkan bekas daerah-darahnya juga sudah hilang. Kulitnya kembali seperti semula. Tapi dia tidak bernyawa.""Dia mirip seperti Reizo, tapi dia pucat.""Iy
"Aku tahu. Kau jangan banyak bicara!”"Ya sudah, mulailah Reizo, atau lebih baik kau suruh saja Irsyad yang melakukannya kalau memang kau tidak sanggup.""Aw … ehm ... Irsyad, kau saja yang lakukan. Aku tidak bisa."Sudah seperti yang dipikirkan oleh Irsyad, karena memang saat ini pria itu sedang benar-benar terpukul. Apa yang terjadi pada pikirannya, tapi sungguh dia memang merasa marah dan campur aduk yang tak jelas."Allahu Akbar Allahu Akbar."Dan suara lantunan azan yang begitu merdu itu pun tidak bisa membuat pria itu fokus.Aku tidak bisa menyelamatkanmu dulu dan itu semua karena aku datang terlambat. Tapi kini aku juga tidak bisa menyelamatkan istrimu, karena kemarahanku padanya. Aku meninggalkannya dan aku pikir memang dua rekanku menjaganya. Aku tidak buru-buru mencarinya. Ini semua salahku. Mungkin memang aku tidak pantas untuk menjaganya? Dan sebenarnya apa perasaanku padanya? Kenapa aku seperti makin lama makin ingin tahu tentang dirinya? Tapi kenapa dia begitu bodoh? Ken
"Innalillahi wa innalillahi roji'un."Irsyad yang lebih dulu menyadari tentang kepergian seseorang yang sangat dicintainya.Tak tahulah dia harus bagaimana. Tangannya masih menjahit bekas luka saat tadi mengeluarkan bayi. Dan matanya kini basah dengan air mata yang berusaha untuk ditahan olehnya."Hey, bangun! Jangan main-main! Buka matamu!" Tapi lain Irsyad, lain juga pria yang ada di samping Aida yang tadi diberikan oleh Aida rambutnya yang memang rontok. “Bangun! Buka matamu!" Pria itu kembali memaksa."Reizo, kau memintanya bagaimanapun, dia tidak akan bangun. Lukanya terlanjur parah. Lambungnya tersayat, asam lambung di lambungnya menyebar di tubuhnya dan kau tahu? Asam lambung itu sangat berbahaya. Dia bisa melukai dan membakar organ lainnya. Ditambah lagi… lihat ini. Beruntung Aida melahirkan bayinya lebih cepat. Aku tidak tahu kalau ditunda lagi, mungkin bayi-bayi itu juga akan terkena masalah dengan sel kankernya. Pertumbuhan tidak normal dan kau bisa lihat sendiri."Memang a
"Aida."Mereka semua kaget melihat ada beling yang menancap di tubuh Aida dari belakang dan tembus ke depan. Wanita itu pun agak kesulitan untuk bicara."Kau."Leo sudah memegang senjatanya untuk menembak orang di belakang Aida."Kau tidak akan pernah bisa mendapatkan kami. Chip itu sudah kami bawa."Tapi Alexander yang terluka parah, dia juga bisa menggunakan transportasi. Dan Alexander kloningan yang ada di belakang Aida sudah mengambil chip itu. Di saat yang bersamaan, Alexander yang terluka menghilang lalu dia mendekat pada Alexander yang baru keluar dari kapsul lalu membawa pria itu pergi. Sisa sembilan kapsul lagi yang kacanya pecah sekarang.DOOR DOOR DOOR!Makanya Leo yang sudah memegang senjata cepat-cepat mengarahkan senjatanya ke kepala mereka."Aida!” Dan kini Dokter Juna dengan cepat berusaha untuk masuk mengambil Aida."Cepat bawa dia ke rumah sakit!”Rafael yang bicara, lalu dia menatap Jo dan Leo, dia sudah mengaktifkan peledaknya.“Kita harus cari atau semua orang di
"Ah tidak. Aku hanya mendengar cerita dari Alan.”"Dan Alan." Kini Alexander menunjuk pada Aida dengan senyum kecut di bibirnya. "Kalau bukan karena ada pengkhianat seperti dirinya, aku pasti menang dari Rafael," ujarnya lagi dan kini dia menekankan sambil berjalan mendekat pada Aida."Bisakah kau berdiri diam di sana dan tidak mendekat padaku? Aku risih jika bukan suamiku dekat padaku.""Dan kau tahu? Aku menyukaimu. Kau bisa hidup damai denganku dan bekerja denganku. Untuk menjadi suamimu aku juga tidak masalah. Karena kau adalah wanita yang menarik. Hanya saja, aku harus tekankan padamu keselamatanmu itu bergantung pada keloyalanmu padaku dan aku tidak suka pengkhianatan.""Ehm, kenapa kau menyimpan gudang senjata di apartemen suamiku?""Oh, kau membicarakan senjata di lemari yang baru kebuka?”Aida tak mau Alexander mendekat lagi sehingga dia kembali menanyakan sesuatu untuk mendistraksinya.Tipe orang yang suka show of. Aku harus membuatnya menceritakan semua hal. Ini adalah cara
"Terlalu jauh kalau harus membunuhmu. Aku tidak bisa melawanmu karena sekarang aku juga sedang mengandung. Tapi coba keluarkan dulu saja masnya supaya kau tidak membuang waktuku lebih lama berdiri.""Ah … kau pasti lelah. Kau ingin duduk?” tanyanya lagi.“Kau tunggu di sini! Biar kuambilkan kursi dari ruang kerja suamimu supaya kau bisa duduk.”Dia cukup baik juga. Bisik hati Aida lagi. Sesuatu yang membuat dirinya juga penasaran.Ada sisi baiknya. Apakah ini dari gen yang dimiliki oleh ayahnya Tuan Rafael? Dan ada sisi buruknya, apakah ini dari gen yang dimiliki oleh temannya Tuan Rafael? Karena dia memiliki gabungan gen yang berbeda.Aida tak peduli larangan Alexander untuk mengambil sesuatu dari ruang kerja suaminya, tapi dia sempat mendekat pada tempat emas dan mengambil sesuatu dari sana. Sesuatu yang diselipkan di balik kerudungnya. Di tempat yang tidak bisa terlihat oleh siapa pun tentu saja."Kau duduklah di sini!”"Terima kasih." Aida menjawab dengan ucapan sesantai itu dan d
"Kau sudah mengecek semua isi ruangan di sini?" Aida bertanya masih dengan posisinya berdiri di belakang dinding."Tentu saja. Aku mengecek semuanya termasuk semua lingerie yang kau punya. Wow. Ini sangat menarik sekali. Kau tidak memiliki dua bagian penting bagi tubuh wanita, tapi kamu miliki banyak sekali lingerie. Untuk apa kau memakai itu?"Wajah Alexander seakan-akan ingin menertawai Aida. Dan Aida juga tahu alasan kenapa dia harus memiliki baju itu."Lucu, ya? Aku pun merasakan hal yang sama. Tapi itu kemauan suamiku. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi dia memintaku untuk memakai itu.”"Sepertinya dia sangat suka berkhayal.”"Tidak. Dia bukan orang yang suka berkhayal. Dia adalah orang yang menggunakan logikanya. Dia lebih baik daripada aku.""Tapi untuk apa dia memberikanmu ini?""Menurutmu untuk apa?" tanya Aida di bibirnya.Setidaknya aku bisa mengulur waktu. Aku harus bisa membuat dirinya banyak bercerita sampai ada orang yang menyelamatkanku, pikir di dalam hati Aid
"Selamat datang di tempat tinggalku.""Ini adalah rumahku. Ini adalah apartemen milik Mas Reiko-ku. Bagaimana kalau bisa bilang kalau ini adalah tempat tinggalmu?" Aida pikir, dia akan dibawa ke mana oleh orang yang menculiknya, tapi lagi-lagi dia dibawa ke apartemen yang dulu ditempati bersama dengan suaminya."Haha, tapi sayangnya dia sudah tidak ada di sini. Dan tempat ini aku yang tinggali. Kau sendiri juga tidak meninggalinya.""Apa yang kau cari di sini?""Haha. Kau sangat curigaan sekali."Sebenarnya Aida tidak melucu dan dia bertanya serius, tapi pria yang ada di hadapannya justru selalu saja tertawa setiap kali mendengar pertanyaan darinya. Aida yakin sekali ada sesuatu yang dicari oleh Alexander di sana. Sesuatu yang tidak bisa dia dapatkan."Relax. Kau baru sampai di rumahku sebaiknya kau bersantai dulu. Kenapa mundur terus? Kau mau ke mana, hmm? Ruangan ini tetap segini saja. Dan di belakangmu sudah ada rak buku."Pria di hadapan Aida terus maju karena itulah dia berusaha
"Romo, kami sudah cari ke mana-mana tapi tidak ada. Di rumahnya Pakde Waluyo juga nggak ada, terus kita udah cari di sekeliling rumah Romo juga nggak ada. Tadi aku tanya sama ibunya Mbak Aida juga nggak ada di dalam kamarnya.""Lah, ke mana Aida? Apa mungkin dibawa sama Reizo atau dia ketemu sama Dokter Juna? Tadi itu kan Raditya ngebicarain soal Dokter Juna dan mungkin aja dia cerita ke Dokter Juna kalau dia habis ngomong sama Raditya?""Bisa jadi, Romo. Tapi tadi aku telepon Mbak Aida handphone-nya ketinggalan tuh. Dia ndak bawa handphone.""Mungkin sengaja handphone-nya ndak dibawa supaya ndak ketahuan sama Reizo dia ke mana.""Tapi kan mereka punya alat-alat yang sama. Pasti bisa komunikasi, Romo. Soalnya kata Mbak Aida itu kalau sudah pakai itu, semuanya bisa saling komunikasi. Terus mereka juga sudah tahu di mana letak koordinat masing-masing.""Yo embuh, aku ndak tahu, lah. Lagian kamu kalau udah tahu kayak gitu kok malah nanya sama orang yang nggak tahu?""Hehehe. Habisnya aku